{1} Al-Fatihah / الفاتحة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | آل عمران / Ali ‘Imran {3} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Baqarah البقرة (Sapi Betina) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 2 Tafsir ayat Ke 27.
الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الْأَرْضِ ۚ أُولَـٰئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ ﴿٢٧﴾
allażīna yangquḍụna ‘ahdallāhi mim ba’di mīṡāqihī wa yaqṭa’ụna mā amarallāhu bihī ay yụṣala wa yufsidụna fil-arḍ, ulā`ika humul-khāsirụn
QS. Al-Baqarah [2] : 27
(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah (perjanjian) itu diteguhkan, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan dan berbuat kerusakan di bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.
Mereka adalah orang-orang yang melanggar perjanjian yang dibuat Allah atas mereka untuk mengesakan dan mentaati-Nya. Dia mengukuhkan perjanjian itu dengan mengutus para rasul serta menurunkan kitab-kitab. Mereka pun menyelisihi agama Allah dengan memutuskan tali silaturahim dan menyebarkan kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang merugi di dunia dan di akhirat.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan Allah membuat (pula) perumpamaan: Dua orang lelaki, yang seorang bisu tidak dapat berbuat sesuatu pun dan dia menjadi beban atas penanggungnya, ke mana saja dia disuruh oleh penanggungnya itu, dia tidak dapat mendatangkan suatu kebajikan. Samakah orang itu dengan orang yang menyuruh berbuat keadilan? (An Nahl:76)
Sama halnya dengan firman-Nya:
Dia membuat perumpamaan untuk kalian dari diri kalian sendiri. Apakah ada di antara hamba sahaya yang dimiliki oleh tangan kanan kalian, sekutu bagi kalian dalam (memiliki) rezeki yang telah Kami berikan kepada kalian. (Ar Ruum:28)
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman:
Allah membuat perumpamaan (yaitu) seorang laki-laki (budak) yang dimiliki oleh beberapa orang yang berserikat yang dalam perselisihan. (Az Zumar:29)
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. (Al-Ankabut 43)
Di dalam Al-Qur’an terdapat banyak perumpamaan. Sebagian ulama Salaf mengatakan, “Apabila aku mendengar perumpamaan di dalam Al-Qur’an, lalu aku tidak memahaminya, maka aku menangisi diriku sendiri, karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman: ‘Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu (Al ‘Ankabut:43)
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. (Al Baqarah:26) Maksudnya, semua perumpamaan —baik yang kecil maupun yang besar— orang-orang mukmin beriman kepadanya dan mereka mengetahui bahwa hal itu merupakan perkara hak dari Tuhan mereka, dan melaluinya Allah memberi petunjuk kepada mereka.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka. (Al Baqarah:26) Menurutnya, mereka mengetahui dengan yakin bahwa perumpamaan tersebut adalah Kalamullah Yang Maha Pemurah dan datang dari sisi-Nya. Hal yang semisal telah diriwayatkan dari Mujahid, Al-Hasan serta Ar-Rabi’ ibnu Anas.
Abul Aliyah mengatakan, makna firman-Nya, “Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka.” Yang dimaksud ialah perumpamaan ini. Tetapi mereka yang kafir mengatakan, “Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan? (Al Baqarah:26) Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu:
Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari malaikat, dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya dan supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab dan orang-orang mukmin itu tidak ragu-ragu dan supaya orang-orang yang di dalam hatinya ada penyakit dan orang-orang kafir (mengatakan), “Apakah yang dikehendaki Allah dengan bilangan ini sebagai suatu perumpamaan?” Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan tidak ada yang mengetahui tentara Tuhanmu melainkan Dia sendiri. (Al Muddastir:31)
Demikian pula dalam ayat ini (yakni Al Baqarah:26):
Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, dari Abu Malik dan dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas, juga dari Murrah, dari Ibnu Mas’ud dan dari sejumlah sahabat, yang dimaksud dengan pe-gertian yudillu bihi kasiran adalah orang-orang munafik, sedangkan pengertian yahdi bihi kasiran adalah orang-orang mukmin. Dengan demikian, berarti makin bertambahlah kesesatan orang-orang munafik tersebut di samping kesesatan mereka yang telah ada, karena mereka mendustakan apa yang mereka ketahui sebagai perkara yang hak dan yakin, yaitu mendustakan perumpamaan yang telah dibuat oleh Allah untuk menggambarkan keadaan mereka sendiri. Ketika perumpamaan itu ternyata sesuai dengan keadaan mereka, sedangkan mereka tidak mau percaya, maka hal itulah yang dimaksud dengan penyesatan Allah terhadap mereka melalui perumpamaan ini. Melalui perumpamaan ini Allah memberi petunjuk kepada banyak orang dari kalangan ahli iman dan mereka yang mempercayainya. Maka Allah menambahkan petunjuk kepada mereka di samping petunjuk yang telah ada pada diri mereka, dan bertambah pula iman mereka karena mereka percaya kepada apa yang mereka ketahui sebagai perkara yang hak dan yakin. Mengingat apa yang dibuat oleh Allah sebagai perumpamaan ternyata sesuai dengan kenyataan dan mereka mengakui kebenarannya, maka hal inilah yang dimaksud sebagai hidayah dari Allah buat mereka melalui perumpamaan tersebut.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, “Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik” (Al Baqarah:26). Menurut As-Saddi, mereka adalah orang-orang munafik.
Abul Aliyah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, “Wama yudillu bihi illal fasiqin” bahwa mereka adalah ahli kemunafikan. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ar-Rabi’ ibnu Anas.
Ibnu Juraij mengatakan dari Mujahid, dari Ibnu Abbas mengenai firman-Nya, “Wama yudillu bihi illal fasiqin.'”‘ Ibnu Abbas mengatakan, “Orang-orang kafir mengetahui adanya Allah, tetapi mereka mengingkari-Nya.” Qatadah mengatakan sehubungan makna firman-Nya, “Wama yudillu bihi illal fasiqin,” bahwa mereka pada mulanya fasik, kemudian Allah menyesatkan mereka di samping kefasikannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ishaq ibnu Sulaiman, dari Abu Sinan, dari Amr ibnu Murrah, dari Mus’ab ibnu Sa’d, dari Sa’d, yang dimaksud dengan kebanyakan orang dalam firman-Nya, “Yudillu bihi kasiran,” adalah orang-orang Khawarij.
Syu’bah meriwayatkan dari Amr ibnu Murrah, dari Mus’ab ibnu Sa’d yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada ayahnya tentang makna firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh. (Al Baqarah:27), sampai akhir ayat. Ayahnya menjawab bahwa mereka adalah golongan Haruriyyah (Khawarij).
Sanad riwayat ini sekalipun sahih dari Sa’d ibnu Abu Waqqas r.a., tetapi merupakan tafsir dari makna, bukan berarti makna yang dimaksud oleh ayat me-nas-kan orang-orang Khawarij yang memberontak terhadap Khalifah Ali di Nahrawan, karena sesungguhnya mereka masih belum ada pada saat ayat diturunkan, melainkan mereka termasuk ke dalam golongan orang-orang yang sifat-sifatnya digambarkan oleh Al-Qur’an.
Mereka dinamakan Khawarij karena membangkang, tidak mau taat kepada imam dan tidak mau menegakkan syariat Islam. Sedangkan pengertian fasik menurut istilah bahasa ialah sama dengannya, yaitu membangkang dan tidak mau taat. Orang-orang Arab mengatakan, “Fasaqatir ratbah” bila buah kurma terkelupas dari kulitnya. Karena itu, tikus dinamakan fuwaisiqah karena ia keluar dari liangnya untuk mengadakan pengrusakan. Di dalam hadis Sahihain dari Siti Aisyah r.a. dijelaskan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Lima jenis binatang perusak yang boleh dibunuh —baik di tanah halal maupun di tanah haram— yaitu burung gagak, burung elang, kalajengking, tikus, dan anjing gila.
Makna fasik mencakup orang kafir dan orang durhaka, tetapi kefasikan orang kafir lebih kuat dan lebih parah. Makna yang dimaksud dengan istilah ‘fasik’ dalam ayat ini ialah orang kafir. Sebagai dalilnya ialah karena mereka disifati dalam ayat berikutnya dengan sifat berikut, yaitu:
Orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang merugi.
(Al Baqarah:27)
Sifat-sifat tersebut merupakan ciri khas orang-orang kafir yang berbeda dengan sifat-sifat orang mukmin, sebagaimana dijelaskan di dalam ayat lainnya:
Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran, (yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah dan tidak merusak perjanjian, dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Tuhannya dan takut kepada hisab yang buruk. (Ar Ra’du:19-21)
Seterusnya hingga sampai pada firman-Nya:
Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam). (Ar Ra’du:25)
Ahli tafsir berbeda pendapat sehubungan dengan makna perjanjian yang digambarkan, bahwa orang-orang fasik tersebut telah merusaknya. Sebagian dari kalangan ahli tafsir mengatakan, perjanjian tersebut adalah wasiat Allah kepada makhluk-Nya, perintah-Nya kepada mereka agar taat kepada apa-apa yang diperintahkan-Nya, dan larangan-Nya kepada mereka agar jangan berbuat durhaka dengan mengerjakan hal-hal yang telah dilarang-Nya. Semua itu disebutkan di dalam kitab-kitab-Nya, juga disampaikan kepada mereka melalui lisan Rasul-rasul-Nya. Pelanggaran yang mereka lakukan ialah karena tidak mengamalkan hal tersebut.
Ahli tafsir lain mengatakan bahkan ayat ini berkenaan dengan orang-orang kafir dari kalangan ahli kitab dan orang-orang munafik. Sedangkan yang dimaksud dengan perjanjian Allah yang dirusak oleh mereka ialah perjanjian yang diambil oleh Allah atas diri mereka di dalam kitab Taurat, yaitu harus mengamalkan kandungan Taurat dan mengikuti Nabi Muhammad bila telah diutus dan percaya kepada kitab yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya. Mereka merusak hal tersebut dengan menentangnya sesudah mereka mengetahui hakikatnya, mengingkari serta menyembunyikan pengetahuan mengenai hal tersebut dari orang-orang, padahal Allah telah memberikan janji kepada mereka bahwa mereka harus menjelaskan kepada orang-orang dan tidak boleh menyembunyikannya. Selanjutnya Allah memberitakan bahwa ternyata mereka menyembunyikan hal tersebut di belakang punggungnya dan menukarnya dengan harga yang sedikit. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, hal ini merupakan pendapat Muqatil ibnu Hayyan.
Ahli tafsir lainnya mengatakan, yang dimaksud oleh ayat ini ialah semua orang kafir, orang musyrik, dan orang munafik. Sedangkan janji Allah kepada mereka yang berkaitan dengan masalah menauhidkan (mengesakan)-Nya ialah segala sesuatu yang telah diciptakan bagi mereka berupa dalil-dalil (tanda-tanda) yang semuanya menunjukkan kepada sifat Rububiyyah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Janji Allah kepada mereka yang menyangkut masalah perintah dan larangan-Nya ialah semua hal yang dijadikan hujah oleh para rasul, yaitu berupa mukjizat-mukjizat yang tiada seorang manusia pun selain mereka dapat membuat hal yang semisal dengannya. Mukjizat-mukjizat tersebut menyaksikan akan kebenaran kerasulan mereka.
Mereka mengatakan bahwa pengrusakan janji yang dilakukan oleh mereka ialah karena mereka tidak mau mengakui hal-hal yang telah jelas kebenarannya di mata mereka melalui dalil-dalilnya, dan mereka mendustakan para rasul serta kitab-kitab, padahal mereka mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepada para rasul itu adalah perkara yang hak.
Az-Zamakhsyari mengatakan bahwa jika ada yang mengatakan, “Apakah yang dimaksud dengan janji Allah?” Jawabannya, “Hal itu merupakan sesuatu yang telah dipancangkan di dalam akal mereka berupa hujah yang menunjukkan ajaran tauhid. Jadi, seakan-akan Allah telah memerintahkan dan mewasiatkan kepada mereka dan mengikatkan hal itu kepada mereka sebagai janji.” Pengertian inilah yang terkandung di dalam firman-Nya:
Dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhan kalian!” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami).”
(Al A’raf:172)
Yaitu ketika Allah mengambil janji terhadap diri mereka dari kitab-kitab yang diturunkan kepada mereka. Perihalnya sama dengan makna yang ada di dalam firman-Nya:
Dan penuhilah janji kalian kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepada kalian.
(Al Baqarah:40)
Ahli tafsir lainnya mengatakan bahwa janji yang disebutkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى ialah janji yang diambil oleh Allah terhadap mereka di saat Allah mengeluarkan mereka dari sulbi Adam. Hal ini digambarkan melalui firman-Nya:
Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini Tuhan kalian?” Mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Al A’raf:172)
Sedangkan yang dimaksud dengan pengrusakan mereka terhadap janji tersebut ialah karena mereka tidak memenuhinya. Demikian pula menurut riwayat dari Muqatil ibnu Hayyan, semua pendapat di atas diketengahkan oleh Ibnu Jarir di dalam kitab tafsirnya.
Abu Ja’far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi’ ibnu Anas, dari Abul Aliyah sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al Baqarah:27) Menurutnya ada enam pekerti orang-orang munafik. Apabila mereka mengalami kemenangan atas semua orang, maka mereka menampakkan keenam pekerti tersebut, yaitu: Apabila bicara, berdusta, apabila berjanji, ingkar akan janjinya, apabila dipercaya, khianat, mereka melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, memutuskan apa yang diperintahkan oleh Allah agar dihubungkan, dan suka menimbulkan kerusakan di muka bumi.
Tetapi jika mereka dalam keadaan kalah, mereka hanya menampakkan ketiga pekerti saja, yaitu: Apabila bicara, berdusta, apabila berjanji, ingkar, dan apabila dipercaya, khianat.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Ar-Rabi’ ibnu Anas. As-Saddi di dalam kitab tafsirnya mengatakan berikut sanadnya sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh. (Al Baqarah:27) Disebutkan bahwa hal yang dimaksud ialah perjanjian yang diberikan kepada mereka di dalam Al-Qur’an, lalu mereka mengakuinya, kemudian kafir dan merusaknya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya.
Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah silaturahmi dan hubungan kekerabatan, seperti yang ditafsirkan oleh Qatadah dalam firman-Nya:
Maka apakah kiranya jika kalian berkuasa kalian akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan (Muhammad:22)
Pendapatnya itu didukung oleh Ibnu Jarir dan dinilainya kuat.
Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud lebih umum dari itu, yakni mencakup semua hal yang diperintahkan oleh Allah menghubungkan dan mengerjakannya, kemudian mereka memutuskan dan meninggalkannya.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al Baqarah:27) bahwa hal itu terjadi di akhirat. Pengertiannya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam). (Ar Ra’du:25)
Menurut Dahhak, dari Ibnu Abbas, segala sesuatu yang dinisbatkan oleh Allah kepada selain pemeluk Islam berupa suatu sebutan, misalnya merugi, maka sesungguhnya yang dimaksud hanyalah kekufuran. Sedangkan hal serupa yang dinisbatkan kepada pemeluk Islam, makna yang dimaksud hanyalah dosa.
Ibnu Jarir mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, “Ulaika humul khasirun” bahwa lafaz al-khasirun adalah bentuk jamak dari lafaz khasirun, mereka adalah orang-orang yang mengurangi bagian keberuntungan mereka dari rahmat Allah karena perbuatan maksiat mereka. Perihalnya sama dengan seorang lelaki yang mengalami kerugian dalam perniagaan, misalnya sebagian modalnya amblas karena rugi dalam jual beli. Demikian pula halnya orang munafik dan orang kafir, keduanya beroleh kerugian karena terhalang tidak mendapat rahmat Allah yang diciptakan-Nya buat hamba-hamba-Nya di hari kiamat, padahal saat itu yang paling mereka perlukan adalah rahmat Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Termasuk ke dalam pengertian lafaz ini bila dikatakan khasirar rajulu (lelaki itu mengalami kerugian), bentuk masdar-nya adalah khusran, khusranan, dan khisaran, sebagaimana dikatakan Jarir ibnu Atiyyah:
Sesungguhnya si Sulait, kerugian yang dialaminya ialah karena ia dari anak-anak suatu kaum yang sejak lahir ditakdirkan menjadi hamba sahaya.
Kemudian Allah menjelaskan sifat-sifat kaum fasik dalam FirmanNya,
الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ “Yaitu orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu diteguhkan.” Hal ini bersifat umum yang meliputi perjanjian antara mereka dengan Rabb mereka, atau juga perjanjian yang terjadi antara mereka dengan sesama makhluk, yang dikukuhkan atas mereka dengan ikatan-ikatan yang erat dan komitmen-komitmen, namun mereka tidak peduli terhadap ikatan-ikatan tersebut bahkan mereka membatalkannya dan mereka meninggalkan perintah-perintahNya, melakukan larangan-laranganNya, dan mereka juga membatalkan janji-janji antara mereka dengan sesama makhluk, وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ “dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya.”
Banyak hal yang termasuk ke dalam ayat ini, dan Allah جَلَّ جَلالُهُ telah memerintahkan kepada kita untuk menghubungkan antara kita dengan DiriNya yaitu dengan keimanan kepadaNya, melaksanakan ibadah hanya semata kepadaNya, atau antara kita dengan RasulNya yaitu dengan beriman kepada beliau, mencintai beliau, menghormati beliau, menunaikan segala hak-hak beliau, atau di antara kita dengan kedua orang tua, karib kerabat, teman sahabat dan seluruh makhluk yaitu dengan menunaikan hak-hak mereka yang mana Allah telah memerintahkan untuk bersilaturahim.
Orang-orang Mukmin, maka mereka akan menyambung silaturahim yang telah Allah perintahkan untuk disambung dari hak-hak tersebut, dan mereka menunaikannya dengan sebaik-baik pelaksanaan, sedangkan orang-orang fasik, maka mereka memutuskannya dan membuangnya dari diri mereka dan menggantikannya dengan kefasikan, memutus hubungan, dan melakukan kemaksiatan, yaitu berbuat kerusakan di muka bumi. أُولَئِكَ “Mereka itulah,” yakni orang-orang yang memiliki sifat seperti itu adalah, هُمُ الْخَاسِرُونَ “orang-orang yang merugi” di dunia dan akhirat. Allah membatasi kerugian itu hanya bagi mereka, karena kerugian mereka itu bersifat umum dalam segala kondisi mereka yang tidak ada sama sekali percikan dari keuntungan, karena setiap amalan shalih syaratnya adalah keimanan, maka barangsiapa yang tidak memiliki keimanan, niscaya ia tidak memiliki nilai amal, dan kerugian ini adalah kerugian kekufuran. Adapun kerugian yang ter-kadang menjadi kekufuran dan terkadang menjadi kemaksiatan dan terkadang menjadi suatu tindakan kelalaian dalam meninggalkan kesunnahan, yang disebutkan dalam FirmanNya جَلَّ جَلالُهُ,
إِنَّ الإنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ
“Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian.” (Al-Ashr: 2),
maka ini bersifat umum untuk seluruh makhluk, kecuali orang-orang yang bersifat dengan keimanan, amalan shalih, saling nasihat menasihati kepada kebenaran dan saling nasihat menasihati dengan kesabaran; maka pada hakikatnya adalah hilangnya kebaikan yang mana seorang hamba itu bertujuan memperolehnya dan itu masih dalam kemampuannya.
Orang-orang fasik itu adalah orang-orang yang melanggar perjanjian Allah setelah perjanjian itu diteguhkan, yaitu perjanjian dalam diri setiap manusia yang muncul secara fitrah dan didukung dengan akal dan petunjuk agama sebagaimana dijelaskan pada surah al-a ‘ra’f/7: 172, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah untuk disambungkan, seperti menyambung persaudaran dan hubungan kekerabatan, berkasih sayang, dan saling mengenal sesama manusia, dan berbuat kerusakan di bumi dengan perilaku tidak terpuji, menyulut konflik, mengobarkan api peperangan, merusak lingkungan, dan lainnya. Mereka itulah orangorang yang rugi karena telah menodai kesucian fitrah dan memutus hubungan dengan orang lain. Dengan demikian, mereka akan mendapatkan kehinaan di dunia dan siksaan di akhirat. Sungguh mengherankan perbuatan kamu itu, wahai orang-orang musyrik! bagaimana kamu ingkar kepada Allah yang maha esa dengan mempersekutukan-Nya, padahal bukti keesaan-Nya ada dalam diri kamu, yaitu kamu yang tadinya mati dan belum berupa apa-apa, lalu dia menghidupkan kamu dari tiada, kemudian dia mematikan kamu setelah tiba ajal yang ditetapkan untukmu, lalu dia menghidupkan kamu kembali pada hari kebangkitan. Kemudian hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan untuk dimintai pertanggungjawaban dan mendapat balasan atas segala amal perbuatan.
Al-Baqarah Ayat 27 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Baqarah Ayat 27, Makna Al-Baqarah Ayat 27, Terjemahan Tafsir Al-Baqarah Ayat 27, Al-Baqarah Ayat 27 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Baqarah Ayat 27
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176 | 177 | 178 | 179 | 180 | 181 | 182 | 183 | 184 | 185 | 186 | 187 | 188 | 189 | 190 | 191 | 192 | 193 | 194 | 195 | 196 | 197 | 198 | 199 | 200 | 201 | 202 | 203 | 204 | 205 | 206 | 207 | 208 | 209 | 210 | 211 | 212 | 213 | 214 | 215 | 216 | 217 | 218 | 219 | 220 | 221 | 222 | 223 | 224 | 225 | 226 | 227 | 228 | 229 | 230 | 231 | 232 | 233 | 234 | 235 | 236 | 237 | 238 | 239 | 240 | 241 | 242 | 243 | 244 | 245 | 246 | 247 | 248 | 249 | 250 | 251 | 252 | 253 | 254 | 255 | 256 | 257 | 258 | 259 | 260 | 261 | 262 | 263 | 264 | 265 | 266 | 267 | 268 | 269 | 270 | 271 | 272 | 273 | 274 | 275 | 276 | 277 | 278 | 279 | 280 | 281 | 282 | 283 | 284 | 285 | 286
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)