{1} Al-Fatihah / الفاتحة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | آل عمران / Ali ‘Imran {3} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Baqarah البقرة (Sapi Betina) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 2 Tafsir ayat Ke 124.
۞ وَإِذِ ابْتَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ ۖ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا ۖ قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۖ قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ ﴿١٢٤﴾
wa iżibtalā ibrāhīma rabbuhụ bikalimātin fa atammahunn, qāla innī jā’iluka lin-nāsi imāmā, qāla wa min żurriyyatī, qāla lā yanālu ‘ahdiẓ-ẓālimīn
QS. Al-Baqarah [2] : 124
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu dia melaksanakannya dengan sempurna. Dia (Allah) berfirman, “Sesungguhnya Aku menjadikan engkau sebagai pemimpin bagi seluruh manusia.” Dia (Ibrahim) berkata, “Dan (juga) dari anak cucuku?” Allah berfirman, “(Benar, tetapi) janji-Ku tidak berlaku bagi orang-orang zalim.”
Ingatlah, wahai nabi saat Allah menguji Ibrahim dengan beban-beban taklif yang Dia syariatkan, maka Ibrahim menunaikannya dan melaksanakannya dengan sangat baik. Alllah berfirman kepadanya, “Sesungguhnya Aku menjadikanmu sebagai teladan bagi menusia.” Maka Ibrahim berkata, “Rabb-ku, angkatlah sebagian anak keturunanku sebagai imam dengan karuniaMu.” Maka Allah menjawab bahwa orang-orang zalim tidak akan meraih derajat imamah dalam agama.
Melalui ayat ini Allah mengingatkan kemuliaan Nabi Ibrahim a.s. dan bahwa Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah menjadikannya sebagai imam bagi umat manusia yang menjadi panutan mereka semua dalam ketauhidan. Yaitu di kala Nabi Ibrahim a.s. menunaikan semua tugas perintah dan larangan Allah yang diperintahkan kepadanya. Karena itu, disebutkan di dalam firman-Nya: “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat.” Dengan kata lain, hai Muhammad, ceritakanlah kepada orang-orang musyrik dan kedua ahli kitab (yaitu mereka yang meniru-niru agama Nabi Ibrahim), padahal apa yang mereka lakukan bukanlah agama Nabi Ibrahim. Karena sesungguhnya orang-orang yang menegakkan agama Nabi Ibrahim itu hanyalah engkau dan orang-orang mukmin yang mengikutimu. Ceritakanlah kepada mereka cobaan yang diberikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim, yaitu berupa perintah-perintah dan larangan-larangan yang ditugaskan oleh Allah kepadanya. Kemudian Nabi Ibrahim a.s. dapat menunaikannya dengan sempurna, seperti yang disebutkan di dalam firman lainnya, yaitu:
dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji (An Najm:37)
Yakni Nabi Ibrahim a.s. telah mengerjakan semua syariat yang diperintahkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى kepadanya dengan secara sempurna. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman dalam ayat yang lain, yaitu:
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh. Kemu-dian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif” Dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. (An Nahl:120-123)
Katakanlah, “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar, agama Ibrahim yang lurus, dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik.” (Al An’am:161)
Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, tetapi dia adalah seorang yang lurus lagi menyerahkan diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia dari golongan orang-orang musyrik. Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad) dan Allah adalah Pelindung semua orang-orang yang beriman. (Ali Imran:67-68)
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, “Bikalimatin,” artinya dengan syariat-syariat, perintah-perintah, dan larangan-larangan. Karena sesungguhnya lafaz al-kalimat itu bila disebutkan adakalanya bermakna kekuasaan, seperti yang terdapat di dalam firman-Nya:
dan dia (Maryam) membenarkan kalimat (kekuasaan) Tuhannya dan kitab-kitab-Nya, dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat.
(At Tahriim:12)
Adakalanya makna yang dimaksud ialah syariat atau peraturan, seperti pengertian yang terkandung di dalam firman-Nya:
Telah sempurnalah kalimat (syariat) Tuhanmu sebagai kalimat yang benar dan adil. (Al An’am:115)
Maksudnya, syariat-syariat-Nya, adakalanya merupakan berita yang benar dan adakalanya perintah berbuat adil, jika kalimatnya berupa perintah atau larangan. Termasuk ke dalam pengertian al-kalimah dalam arti syariat ialah firman-Nya:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya,
Yakni Nabi Ibrahim mengerjakannya dengan sempurna.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh umat manusia.
Yaitu sebagai balasan dari apa yang telah dikerjakannya, mengingat Nabi Ibrahim telah menunaikan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan-Nya. Untuk itu Allah menjadikannya buat seluruh umat manusia sebagai teladan dan panutan yang patut untuk ditiru dan diikuti.
Mengenai ketentuan kalimat-kalimat yang diujikan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى kepada Nabi Ibrahim a.s., masih diperselisihkan di kalangan Mufassirin. Sehubungan dengan masalah ini telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas beberapa riwayat, antara lain oleh Abdur Razzaq, dari Ma’mar, dari Qatadah, dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, “Allah mengujinya dengan manasik-manasik (haji).” Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ishaq As-Subai’i, dari At-Tamimi, dari Ibnu Abbas.
Abdur Razzaq mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan takwil firman-Nya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan). (Al Baqarah:124): Ibnu Abbas mengatakan bahwa Allah mengujinya dengan bersuci, yaitu menyucikan lima anggota pada bagian kepala dan lima anggota pada bagian tubuh. Menyucikan bagian kepala ialah dengan mencukur kumis, berkumur, istinsyaq (membersihkan lubang hidung dengan air), bersiwak, dan membersihkan belahan rambut kepala. Sedangkan menyucikan bagian tubuh ialah memotong kuku, mencukur rambut kemaluan, berkhitan, mencabut bulu ketiak, serta membasuh bekas buang air besar dan buang air kecil dengan air.
Menurut kami, ada sebuah hadis di dalam kitab Sahih Muslim yang pengertiannya mendekati riwayat di atas, dari Siti Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Ada sepuluh perkara yang termasuk fitrah, yaitu mencukur kumis, membiarkan janggut, siwak, menyedot air dengan hidung (istinsyaq), memotong kuku, membasuh semua persendian tulang, mencabut bulu ketiak, mencukur rambut kemaluan, dan hemat memakai air. (Perawi mengatakan) aku lupa yang kesepuluhnya, tetapi aku yakin bahwa yang kesepuluh itu adalah berkumur.
Waki’ mengatakan bahwa intiqasul ma’ artinya ber-istinja (cebok).
Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda:
Fitrah itu ada lima perkara, yaitu khitan, istihdad (belasungkawa), mencukur kumis, memotong kuku, dan mencabut bulu ketiak.
Sedangkan lafaz hadis ini berdasarkan apa yang ada dalam kitab Sahih Muslim.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A’la secara qiraat, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Luhai’ah, dari Ibnu Hubairah, dari Hanasy ibnu Abdullah As-San’ani, dari Ibnu Abbas. Ia pernah mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji oleh Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.
Menurut Ibnu Abbas, kalimat-kalimat tersebut ada sepuluh, yang enam ada pada diri manusia, sedangkan yang empat pada masya’ir (manasik-manasik haji). Yang ada pada diri manusia ialah mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, dan khitan, disebutkan bahwa Ibnu Hubairah sering mengatakan bahwa ketiga hal itu adalah satu. Kemudian memotong kuku, mencukur kumis, bersiwak serta mandi pada hari Jumat. Sedangkan yang empatnya ialah yang ada pada manasik-manasik, yaitu tawaf, sa’i antara Safa dan Marwah, melempar jumrah, dan tawaf ifadah.
Daud ibnu Abu Hindun meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan, “Tiada seorang pun yang diuji dengan peraturan agama ini, lalu ia dapat menunaikan kesemuanya, selain Nabi Ibrahim.” Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu Ibrahim menunaikannya. (Al Baqarah:124), Aku (Ikrimah) bertanya kepadanya (Ibnu Abbas), “Apakah kalimat-kalimat yang diujikan oleh Allah kepada Nabi Ibrahim, lalu Ibrahim menunaikannya?” Ibnu Abbas menjawab, “Islam itu ada tiga puluh bagian, sepuluh bagian di antaranya terdapat di dalam surat Al-Baraah (surat At-Taubah), yaitu di dalam firman-Nya, ‘Orang-orang yang bertobat dan orang-orang yang beribadah’ (At Taubah:112), hingga akhir ayat. Sepuluh lainnya berada pada permulaan surat Al-Mu’minun, dan dalam firman-Nya, ‘Seseorang telah meminta kedatangan azab yang akan menimpa’ (Al Ma’aarij:1). Sepuluh terakhir berada di dalam surat Al-Ahzab, yaitu firman-Nya, ‘Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim’ (Al Ahzab:35), hingga akhir ayat. Ternyata Nabi Ibrahim dapat menunaikan semuanya dengan sempurna, lalu dicatatkan baginya bara-ah. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman, ‘Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji (An Najm:37).”
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa’id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa beberapa kalimat yang diujikan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى kepada Nabi Ibrahim, lalu Nabi Ibrahim menunaikannya dengan sempurna ialah: Berpisah dengan kaumnya karena Allah ketika Allah memerin-tahkan agar dia berpisah dari mereka, perdebatan yang dilakukannya terhadap Raja Namruz ketika ia membela agamanya yang bertentangan dengan agama Raja Namruz, kesabaran Nabi Ibrahim dan keteguhan hatinya ketika ia dilemparkan ke dalam api oleh mereka demi membela agamanya, setelah itu ia berhijrah dari tanah tumpah darah dan negeri tercintanya karena Allah, yaitu ketika ia diperintahkan oleh Allah untuk hijrah meninggalkan kaumnya, juga ketika dia mengerjakan perintah Allah yang menyuruhnya untuk menghormati para tamu serta bersikap sabar menghadapi mereka dengan jiwa dan harta bendanya sendiri, dan ujian lainnya, yaitu ketika dia diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih putra kesayangannya. Ketika Nabi Ibrahim mengerjakan semua ujian Allah itu dengan ikhlas, maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman kepadanya: “Tunduk patuhlah!” Ibrahim menjawab, “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam” (Al Baqarah:131) Yakni tunduk patuh mengerjakan perintah Allah, sekalipun berten-tangan dengan kaumnya dan rela berpisah dengan mereka.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ulyah, dari Abu Raja, dari Al-Hasan (yakni Al-Basri) sehubungan dengan takwil firman-Nya:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.
Allah mengujinya dengan bintang-bintang, ia bersabar, mengujinya dengan bulan, ia bersabar, mengujinya dengan matahari, ia bersabar, mengujinya dengan hijrah, ia bersabar, mengujinya dengan khitan, ia bersabar, dan mengujinya dengan anaknya (menyembelihnya), ia bersabar.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Mu’az, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai’, telah menceritakan kepada kami Sa’id, dari Qatadah yang mengatakan bahwa Al-Hasan pernah berkata, “Ya, demi Allah, sesungguhnya Allah telah mengujinya dengan suatu perkara, maka ia bersabar dalam menunaikannya. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى mengujinya dengan bintang-bintang, matahari, dan bulan, maka ia menunaikan ujiannya itu dengan baik dan menyimpulkan dari ujian tersebut bahwa Tuhannya adalah Zat Yang Mahaabadi dan tidak akan lenyap. Dia menghadapkan wajahnya kepada Tuhan Yang Menciptakan langit dan bumi seraya mencintai agama yang hak dan menjauhi kebatilan, dia bukan termasuk orang-orang yang musyrik.
Kemudian Allah mengujinya dengan hijrah, ia keluar meninggalkan negeri tercintanya dan kaumnya hingga sampai di negeri Syam dalam keadaan berhijrah kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى
Allah mengujinya pula dengan api sebelum hijrah, ternyata dia bersabar menghadapinya. Allah mengujinya dengan perintah menyembelih anaknya serta berkhitan, maka dia menunaikan semuanya itu dengan penuh kesabaran.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari orang yang pernah mendengar Al-Hasan berkata sehubungan dengan tafsir firman-Nya:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan).
Allah mengujinya dengan perintah menyembelih anaknya, dengan api, bintang-bintang, matahari, dan bulan.
Abu Ja’far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Salam ibnu Qutaibah, telah menceritakan kepada kami Abu Hilal, dari Al-Hasan sehubungan dengan tafsir firman-Nya:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan).
Bahwa Allah mengujinya dengan bintang-bintang, matahari, dan bulan, maka Allah menjumpainya sebagai orang yang sabar.
Al-Aufi mengatakan di dalam kitab tafsirnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan tafsir firman-Nya:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu Ibrahim menunaikannya.
Di antara kalimat-kalimat yang diujikan kepadanya disebutkan di dalam firman-Nya:
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
“Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.”
Antara lain disebutkan di dalam firman-Nya:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail.
Di antaranya lagi disebutkan di dalam ayat-ayat yang menceritakan tentang maqam yang dijadikan buat Nabi Ibrahim dan rezeki yang diberikan kepada penduduk Baitullah, serta Nabi Muhammad diutus dengan membawa agama Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Syababah, dari Warqa, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman kepada Nabi Ibrahim, “Sesungguhnya Aku akan mengujimu dengan suatu perintah. Perintah apakah itu?” Ibrahim menjawab, “Aku memohon semoga Engkau menjadikan diriku imam bagi umat manusia.” Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman, “Ya.” Lalu Ibrahim berkata:
(Dan aku mohon juga) dari keturunanku. Allah berfirman, “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.”
Ibrahim a.s. berkata, “Semoga Engkau jadikan rumah ini (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia.” Allah menjawab, “Ya.” Ibrahim berkata, “Dan juga sebagai tempat yang aman.” Allah menjawab, “Ya.” Ibrahim berkata, “Dan semoga Engkau menjadikan kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau, dan jadikanlah pula di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau.” Allah menjawab, “Ya.” Ibrahim a.s. berkata, “Semoga Engkau memeri rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman kepada Allah.” Allah menjawab, “Ya.”
Ibnu Abu Nujaih berkata, ia mendengar riwayat ini dari Ikrimah, lalu menunjukkannya kepada Mujahid, ternyata Mujahid tidak memprotesnya. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir bukan hanya dari satu jalur, melalui Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid.
Sufyan As-Sauri mengatakan dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat, lalu Ibrahim menunaikannya.
Nabi Ibrahim a.s. diuji dengan apa yang disebutkan dalam ayat-ayat berikutnya, yaitu:
Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia. Ibrahim berkata, “(Dan aku mohon juga) dari keturunanku.” Allah berfirman, “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.
Abu Ja’far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi’ ibnu Anas sehubungan dengan takwil firman-Nya:
Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat.
Nabi Ibrahim a.s. diuji dengan ayat-ayat yang sesudahnya, yaitu firman-Nya:
Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.
Dan (ingatlah) ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman.
Firman-Nya yang lain:
Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat salat.
Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail.
hingga akhir ayat. Dan (ingatlah) ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail. (Al-Baqarah 127), hingga akhir ayat. Semua itu merupakan kalimat-kalimat yang diujikan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى kepada Nabi Ibrahim a.s.
As-Saddi mengatakan, kalimat-kalimat yang diujikan kepada Nabi Ibrahim oleh Tuhannya ialah yang disebutkan di dalam firman-Nya: Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amalan kami). Sesungguh-nya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk pa-tuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau —sampai dengan firman-Nya— Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka. (Al Baqarah:127-129)
Al-Qurtubi meriwayatkan asar berikut —juga disebutkan di dalam kitab Muwatta’ dan kitab-kitab lainnya— dari Yahya ibnu Sa’id, bahwa ia pernah mendengar Sa’id ibnul Musayyab mengatakan, “Ibrahim adalah orang yang mula-mula berkhitan, yang mula-mula menghormati tamu, yang mula-mula memotong kuku, yang mula-mula mencukur kumis, dan yang mula-mula beruban. Ketika ia melihat uban (di kepalanya), berkatalah ia, ‘Wahai Tuhanku, apakah ini?’ Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menjawab, ‘Keagungan.’ Ibrahim berkata, ‘Wahai Tuhanku, tambahkanlah keagungan pada diriku’.”
Ibnu Abu Syaibah meriwayatkan dari Sa’d ibnu Ibrahim, dari ayahnya yang mengatakan bahwa orang yang mula-mula berkhotbah di atas mimbar adalah Nabi Ibrahim a.s. Sedangkan yang lainnya mengatakan bahwa orang yang mula-mula mengadakan pos adalah Nabi Ibrahim. Dia orang yang mula-mula memukul dengan pedang, yang mula-mula bersiwak, yang mula-mula bebersih memakai air, dan yang mula-mula memakai celana.
Kemudian Al-Qurtubi mulai membahas hukum-hukum syara’ yang berkaitan dengan barang-barang tersebut.
Abu Ja’far ibnu Jarir mengatakan, kesimpulannya dapat diringkas seperti berikut: Boleh juga makna yang dimaksud dari kalimat-ka-imat ini adalah semua yang telah disebutkan di atas, boleh pula sebagian darinya, tetapi tidak dapat menetapkan sesuatu pun darinya, lalu dikatakan bahwa inilah yang dimaksud secara tertentu, kecuali jika ada dalil dari hadis atau ijma’.
Selanjutnya Abu Ja’far ibnu Jarir mengatakan, “Sehubungan dengan masalah ini tidak ada hadis sahih yang dapat dijadikan sebagai sandarannya, baik yang dinukil oleh jamaah ataupun oleh seorang perawi.”
Selain Ibnu Jarir mengatakan, hanya saja memang telah diriwayatkan dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dua buah hadis yang mempunyai makna semisal dengan hadis ini. Salah satu di antaranya ialah apa yang diceritakan kepada kami oleh Abu Kuraib:
telah menceritakan kepada kami Rasyid ibnu Sa’d, telah menceritakan kepadaku Zaban ibnu Fa-id, dari Sahl ibnu Mu’az ibnu Anas yang mengatakan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Ingatlah, akan aku ceritakan kepada kalian mengapa Allah menamakan Ibrahim kekasih-Nya dengan sebutan orang yang selalu menunaikan janji! Hal ini tiada lain karena setiap pagi dan petang ia selalu mengucapkan, “Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kalian berada di petang hari dan waktu kalian berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi, dan di waktu kalian berada pada petang hari dan di waktu kalian berada di waktu lohor.” (Ar Ruum:17-18).
Sedangkan hadis lainnya diceritakan kepada kami oleh Abu Kuraib:
telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, dari Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Ja’far ibnuz Zubair, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Dan lembaran-lembaran Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji (An Najm:37). Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Tahukah kalian, apa artinya orang yang selalu menyempurnakan janji?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Dia selalu menyempurnakan (mengerjakan) amal hariannya, yaitu empat rakaat di siang hari.”
Adam meriwayatkan pula hadis ini di dalam kitab tafsirnya, dari Hammad ibnu Salamah dan Abdu ibnu Humaid, dari Yunus ibnu Muhammad, dari Hammad ibnu Salamah, dari Ja’far ibnuz Zubair dengan lafaz yang sama.
Selanjutnya Ibnu Jarir menilai daif kedua hadis ini. Menurutnya, tidak boleh mengetengahkan kedua hadis tersebut kecuali bila disebutkan dengan jelas predikat daif-nya dari berbagai segi, karena sesungguhnya kedua sanad ini mengandung bukan hanya seorang yang daif, selain itu di dalam matan (materi) hadisnya terdapat hal-hal yang menunjukkan kelemahannya.
Selanjutnya Ibnu Jarir mengatakan, seandainya ada seseorang berkata bahwa sesungguhnya pendapat yang dikatakan oleh Mujahid Abu Saleh dan Ar-Rabi’ ibnu Anas lebih mendekati kebenaran dibandingkan pendapat yang dikatakan oleh selain mereka, berarti pendapat tersebut merupakan mazhab tersendiri, mengingat firman-Nya:
Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.
dan firman-Nya:
Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail, “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf.” , hingga akhir ayat.
demikian pula semua ayat yang semakna pembahasannya, berkedudukan sebagai keterangan dari makna kalimat-kalimat yang disebutkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى sebagai mata ujian buat Nabi Ibrahim a.s.
Menurut kami, pendapat yang mula-mula dikatakan olehnya (Ibnu Jarir) —yaitu bahwa beberapa kalimat tersebut mencakup semua hal yang disebutkan— merupakan pendapat yang lebih kuat daripada pendapat ini yang dia katakan dari pendapat Mujahid dan orang-orang yang sependapat dengannya. Dikatakan demikian karena konteks dari pembahasan masalah ini mempunyai pengertian yang berbeda dengan apa yang mereka katakan.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Ibrahim berkata, “(Dan aku mohon juga) dari keturunanku.” Allah berfirman, “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”
(Al Baqarah:124)
Ketika Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى hendak menjadikan Ibrahim sebagai imam untuk seluruh umat manusia, Ibrahim memohon kepada Allah, hendaknya para imam sesudahnya terdiri atas kalangan keturunannya. Maka Allah memperkenankan apa yang dimintanya itu dan memberitahukan kepadanya bahwa kelak di antara keturunannya terdapat orang-orang yang zalim, dan janji Allah tidak akan mengenai mereka yang zalim itu, mereka tidak akan menjadi imam dan tidak dapat dijadikan sebagai panutan yang diteladani.
Dalil yang menunjukkan bahwa permintaan Nabi Ibrahim a.s. dikabulkan ialah firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى di dalam surat Al-‘Ankabut, yaitu:
Dan Kami jadikan kenabian dan Al-Kitab pada keturunannya.
(Al-‘Ankabut: 27)
Maka setiap nabi yang diutus oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan setiap kitab yang diturunkan Allah sesudah Nabi Ibrahim, semuanya itu terjadi di kalangan anak cucu keturunannya. Mengenai makna firman-Nya:
Allah berfirman, “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.”
Khasif mengatakan dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya:
Allah berfirman, “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.”
Kelak di antara anak cucu keturunanmu terdapat orang-orang yang zalim.
Ibnu Abu Nujaih mengatakan dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya ini, bahwa Aku tidak akan mengangkat orang yang zalim menjadi imam-Ku. Menurut riwayat yang lain, Aku tidak akan menjadikan imam yang zalim sebagai orang yang diikuti.
Sufyan meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya:
Allah berfirman, “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.”
Maksudnya, imam yang zalim tidak akan menjadi orang yang diikuti.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan takwil firman-Nya: (Dan saya mohon juga) dari keturunanku. (Al Baqarah:124) Orang yang saleh dari kalangan mereka akan Aku jadikan sebagai imam yang diikuti, orang yang zalim dari kalangan mereka tidak Aku jadikan demikian, dan tiada nikmat baginya.
Sa’id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya,
“Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim”
Makna yang dimaksud ialah orang yang musyrik bukanlah imam yang zalim, yakni tidak akan ada imam yang musyrik.
Ibnu Juraij meriwayatkan dari Ata sehubungan dengan takwil firman-Nya:
Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.
Lalu Ibrahim berkata, “Dan aku memohon juga dari keturunanku menjadi imam.” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menolak menjadikan imam yang zalim dari keturunannya. Aku (Ibnu Juraij) bertanya kepada Ata, “Apakah yang dimaksud dengan al-‘ahdu?” Ata menjawab, “Perintah Allah.”
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Saur Al-Qaisari dalam surat yang ditujukannya kepadaku, bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Faryabi, telah menceritakan kepada kami Ismail, telah menceritakan kepada kami Samak ibnu Harb, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman kepada Nabi Ibrahim, “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.” Ibrahim a.s. menjawab, “Dan aku mohon juga dari keturunanku.” Pada mulanya Allah menolak, kemudian berfirman: Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim. (Al-Baqarah:124)
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa’id atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas, sehubungan dengan takwil firman-Nya:
Ibrahim berkata, “(Dan aku mohon juga) dari keturunanku.”” Allah berfirman, “Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.”
Ayat ini merupakan pemberitahuan kepadanya bahwa di antara keturunannya kelak akan ada orang yang zalim, dia tidak akan memperoleh janji ini, dan udaklah layak bagi Allah menguasakan sesuatu pun dari perintah-Nya kepada orang yang zalim itu, sekalipun orang yang zalim itu berasal dari keturunannya. Hanya orang baik dari kalangan keturunannyalah yang akan memperoleh doa ini dan sampai kepadanya apa yang dimaksud dari doanya itu.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.
Tidak ada perintah bagimu untuk menaati (mendoakan) orang yang berbuat kezaliman dalam sepak terjangnya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq, te-ah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah, dari Israil, dari Muslim Al-A’war, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan takwil firman-Nya:
Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.
Yaitu tidak ada janji bagi orang-orang yang zalim. Jika engkau mengadakan perjanjian dengannya, maka batallah (rusaklah) perjanjian itu.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Qatadah, tentang takwil firman-Nya: Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang-orang yang zalim. (Al Baqarah:124) Janji Allah tidak akan mengenai orang-orang yang zalim kelak di akhirat. Adapun di dunia, adakalanya orang yang zalim mendapatkannya hingga ia beroleh keamanan, dapat makan dan hidup berkat janji tersebut.
Hal yang sama dikatakan oleh Ibrahim An-Nakha’i, Ata, Al-Hasan, dan Ikrimah. Ar-Rabi’ ibnu Anas mengatakan, janji Allah yang ditetapkan-Nya kepada hamba-hamba-Nya ialah agama-Nya. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman bahwa orang-orang yang zalim tidak berada pada jalan agama-Nya. Hal ini ditegaskan di dalam firman-Nya:
Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan di antara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata.
(Ash Shaaffat:113)
Yakni tidak semua keturunanmu, hai Ibrahim, berada pada jalan kebenaran.
Hal yang sama diriwayatkan dari Abul Aliyah, Ata, Muqatil, dan Ibnu Hayyan. Juwaibir meriwayatkan dari Dahhak, bahwa tidak memperoleh ketaatan kepada-Ku orang yang menjadi musuh-Ku, yaitu orang yang durhaka kepada-Ku, dan Aku tidak akan mengenakan-nya kecuali hanya kepada seorang kekasih yang taat kepada-Ku.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Muhammad ibnu Hamid, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdullah ibnu Sa’id Ad-Damgani, telah menceritakan kepada kami Waki’, dari Al-A’masy, dari Sa’id ibnu Ubaidah, dari Abu Abdur Rahman As-Sulami, dari Ali ibnu Abu Talib, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya:
Janji-Ku (ini) tidak mengenai orang yang zalim.
Bahwa makna yang dimaksud ialah: Tidak ada ketaatan kecuali dalam kemakrufan (kebajikan).
Demikianlah pendapat Mufassirin Salaf mengenai ayat ini menurut apa yang telah dinukil oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa ayat ini sekalipun makna lahiriahnya menunjukkan tidak akan memperoleh janji Allah, yakni kedudukan imam, seorang yang zalim, tetapi di dalamnya ter-kandung pemberitahuan dari Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى kepada Nabi Ibrahim kekasih-Nya, kelak akan dijumpai di kalangan keturunanmu orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri, seperti yang telah disebutkan ter-dahulu dari Mujahid dan lain-lainnya.
Ibnu Khuwaiz Mindad Al-Maliki mengatakan, orang yang zalim tidak layak menjadi khalifah, hakim, mufti, saksi, tidak layak pula sebagai perawi.
Tafsir Ayat:
Allah جَلَّ جَلالُهُ mengabarkan tentang seorang hamba dan kekasihNya, Nabi Ibrahim ‘alaihissalam -yang telah disepakati kepemimpinan dan kemuliaannya di mana setiap kelompok dari ahli Kitab mengakuinya dan bahkan juga orang-orang musyrik- bahwasanya Allah جَلَّ جَلالُهُ menguji dan mencobanya dengan beberapa kalimat yaitu dengan perintah-perintah dan larangan-larangan sebagaimana telah menjadi kebiasaan Allah dalam menguji hamba-hambaNya, agar pembohong yang tidak tegar dalam ujian dan cobaan jelas berbeda dengan orang yang jujur, yang derajatnya akan meningkat dan martabatnya terangkat, amalnya bertambah dan ikhlas, dan orang yang paling mulia dalam perkara ini adalah al-Khalil Ibrahim ‘alaihissalam, di mana beliau menghadapi ujian Allah bagi beliau, lalu Allah berterima kasih terhadap beliau karena hal tersebut, dan Allah masih saja terus berterima kasih seraya berfirman, قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu imam bagi seluruh manusia.” Maksudnya, mereka akan mengikutimu dalam petunjuk, dan mereka berjalan di belakangmu menuju kepada kebahagiaan mereka yang abadi, hingga kamu memperoleh pujian yang abadi, balasan yang sempurna, dan penghormatan dari setiap orang.
Hal ini -demi Allah- merupakan derajat paling mulia yang diburu oleh orang-orang yang saling berlomba, dan setinggi-tingginya kedudukan yang mana lengan baju orang yang bekerja keras disingsingkan, sesempurna-sempurnanya keadaan yang diperoleh oleh Ulul ‘Azmi dari para Rasul, dan pengikut-pengikut mereka dari kalangan shiddiq mengikuti mereka yang mengajak kepada Allah dan kepada jalanNya. Dan ketika Ibrahim ‘alaihissalam bergembira dengan kedudukan seperti itu, dan memperolehnya, lalu beliau memohon hal itu juga diberikan kepada keturunannya agar derajatnya dan derajat keturunannya tinggi, hal ini merupakan kepemimpinan beliau dan nasihat beliau kepada hamba-hamba Allah serta kebahagiaannya agar banyak di antara mereka orang-orang yang menjadi penyeru kepada petunjuk, maka hanya bagi Allahlah keagungan cita-cita yang tinggi dan kedudukan-kedudukan yang mulia ini.
Kemudian Allah yang Maha Penyayang lagi Mahalembut mengabulkannya dan Dia mengabarkan tentang penghalang dari memperoleh kedudukan seperti ini dalam FirmanNya, لا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ “JanjiKu ini tidak mengenai orang-orang yang zhalim,” maksudnya, orang yang menzhalimi diri sendiri (dengan dosa dan kemaksiatan) dan memudaratkannya serta merendahkan kedudukannya tidak memperoleh kepemimpinan dalam agama, karena tidak ada kezhaliman dalam kedudukan ini. Dan sesungguhnya perangkat untuk menggapai kedudukan seperti ini adalah kesabaran dan keyakinan. Hasilnya adalah agar pelakunya berada dalam kondisi keimanan yang kuat dan amalan shalih, akhlak-akhlak yang luhur, karakter yang lurus, kecintaan yang sempurna, rasa takut (kepada siksa Allah), dan penyerahan diri. Maka sungguh jauh hal ini dengan kezhaliman. Pemahaman terbalik dari ayat ini menunjukkan bahwasanya selain orang yang zhalim akan memperoleh kepemimpinan, akan tetapi dengan berusaha melakukan segala faktor-faktor penyebabnya.
Dan ingatlah juga, wahai nabi Muhammad, kisah ketika nabi ibrahim diuji oleh tuhannya dengan beberapa kalimat, yakni sejumlah tugas dan kewajiban, lalu dia melaksanakannya dengan sangat baik dan sempurna. Dia, Allah, berfirman, sesungguhnya aku menjadikan engkau sebagai pemimpin dan teladan bagi seluruh manusia. Dia, ibrahim, berkata, dan apa kah janji-Mu itu berlaku juga bagi sebagian dari anak cucuku’ Allah berfirman, benar, tetapi janji-ku itu tidak berlaku bagi orang-orang zalim. Dan ingatlah, wahai nabi Muhammad, ketika kami menjadikan rumah ini, yakni kakbah, sebagai tempat berkumpul yang sering dikunjungi, baik pada hari-hari biasa maupun pada musim umrah dan haji, dan juga tempat yang aman bagi manusia. Dan jadikanlah maqa’m ibrahim itu, yakni pijakan ibrahim ketika membangun kakbah, sebagai tempat salat. Dan telah kami perintahkan kepada ibrahim dan ismail, bersihkanlah rumah-ku dari segala bentuk najis, kemusyrikan, dan hal-hal yang tidak pantas diletakkan dan dilakukan di sana sesuai tuntunan agama untuk orang-orang yang tawaf, orang yang iktikaf, orang yang salat yang selalu melakukan rukuk dan sujud!
Al-Baqarah Ayat 124 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Baqarah Ayat 124, Makna Al-Baqarah Ayat 124, Terjemahan Tafsir Al-Baqarah Ayat 124, Al-Baqarah Ayat 124 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Baqarah Ayat 124
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176 | 177 | 178 | 179 | 180 | 181 | 182 | 183 | 184 | 185 | 186 | 187 | 188 | 189 | 190 | 191 | 192 | 193 | 194 | 195 | 196 | 197 | 198 | 199 | 200 | 201 | 202 | 203 | 204 | 205 | 206 | 207 | 208 | 209 | 210 | 211 | 212 | 213 | 214 | 215 | 216 | 217 | 218 | 219 | 220 | 221 | 222 | 223 | 224 | 225 | 226 | 227 | 228 | 229 | 230 | 231 | 232 | 233 | 234 | 235 | 236 | 237 | 238 | 239 | 240 | 241 | 242 | 243 | 244 | 245 | 246 | 247 | 248 | 249 | 250 | 251 | 252 | 253 | 254 | 255 | 256 | 257 | 258 | 259 | 260 | 261 | 262 | 263 | 264 | 265 | 266 | 267 | 268 | 269 | 270 | 271 | 272 | 273 | 274 | 275 | 276 | 277 | 278 | 279 | 280 | 281 | 282 | 283 | 284 | 285 | 286
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)