{1} Al-Fatihah / الفاتحة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | آل عمران / Ali ‘Imran {3} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Baqarah البقرة (Sapi Betina) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 2 Tafsir ayat Ke 182.
فَمَنْ خَافَ مِنْ مُوصٍ جَنَفًا أَوْ إِثْمًا فَأَصْلَحَ بَيْنَهُمْ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ ﴿١٨٢﴾
fa man khāfa mim mụṣin janafan au iṡman fa aṣlaḥa bainahum fa lā iṡma ‘alaīh, innallāha gafụrur raḥīm
QS. Al-Baqarah [2] : 182
Tetapi barangsiapa khawatir bahwa pemberi wasiat (berlaku) berat sebelah atau berbuat salah, lalu dia mendamaikan antara mereka, maka dia tidak berdosa. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Barangsiapa yang mengetahui kezaliman dari pemberi wasiat karena kekeliruan atau kesengajaan, lalu dia menasihati pemberi wasiat saat mengucapkan wasiat dan membimbingnya kepada wasiat yang adil, bila hal tersebut tidak bisa terlaksana, lalu dia melakukan perbaikan di antara pihak-pihak yang terkait dengan melakukan perubahan terhadap wasiat agar ia sejalan dengan syariat, maka tidak ada dosa atasnya dalam perbaikan yang dilakukannya tersebut. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun bagi hamba-hamba-Nya sekaligus Penyayang terhadap mereka.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
(Akan tetapi) barang siapa khawatir terhadap orang yang berwasiat itu berlaku berat sebelah atau berbuat dosa.
Ibnu Abbas, Abul Aliyah, Mujahid, Ad-Dahhak, Ar-Rabi’ ibnu Anas, dan As-Saddi mengatakan bahwa al-janaf ialah keliru, tetapi yang ini pengertiannya mencakup segala macam kekeliruan. Misalnya mereka menambahkan bagian salah seorang ahli waris dengan memakai suatu perantara atau suatu cara. Umpamanya bila ia mewasiatkan untuk menjual sesuatu kepada si Fulan dengan harga yang sangat murah, atau mewasiatkan sesuatu kepada cucu lelakinya yang lahir dari anak perempuan dengan tujuan untuk menambah bagian si anak perempuan, atau dengan cara lainnya. Hal ini dia lakukan baik secara tidak sengaja —karena terdorong oleh emosi dan kekuatan kasih sayangnya tanpa berpikir terlebih dahulu— ataupun ia lakukan dengan sengaja tanpa memikirkan dosanya, maka dalam keadaan seperti ini si penerima harus memperbaiki permasalahannya dan bersikap adil dalam menangani wasiat yang diterimanya itu sesuai dengan ketentuan hukum syara’. Dan hendaknya merevisi apa yang diwasiatkan oleh si mayat dengan meluruskannya kepada apa yang lebih dekat kepada hukum yang benar dan maksud yang dituju oleh si mayat. Singkatnya, menggabungkan tujuan si pemberi wasiat dengan hukum syar’i. Perbaikan dan penyesuaian ini sama sekali bukan termasuk ke dalam pengertian mengubah wasiat. Karena itulah maka ia di-‘ataf”-kan (dikaitkan) dengan kalimat sebelumnya yang menunjukkan pengertian dilarang, untuk diketahui bahwa cara ini sama sekali berbeda dengan cara pertama tadi.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnul Walid ibnu Mazid secara qiraah, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Al-Auza’i, bahwa Az-Zuhri pernah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Urwah, dari Siti Aisyah, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Dikembalikan sebagian dari sedekah orang yang aniaya selagi ia masih hidup, sebagaimana dikembalikan sebagian wasiat orang yang berat sebelah setelah ia meninggal dunia.
Diriwayatkan pula oleh Abu Bakar ibnu Murdawaih melalui hadis Al-Abbas ibnul Walid dengan lafaz yang sama. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa Al-Walid ibnu Mazid melakukan kekeliruan padanya, perkataan ini hanyalah dari Urwah saja. Al-Walid ibnu Muslim meriwayatkannya pula dari Al-Auza’i, dan dalam sanadnya ini ia tidak sampai kepada Urwah.
Ibnu Murdawaih mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Umar ibnul Mugirah, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang bersabda: Berat sebelah dalam wasiat merupakan dosa besar.
Mengenai status rafa” hadis ini masih perlu dipertimbangkan.
Hadis yang paling baik mengenai bab ini ialah apa yang dikatakan oleh Abdur Razzaq:
telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Asy’as ibnu Abdullah, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Sesungguhnya seorang lelaki benar-benar mengamalkan suatu amalan ahli kebaikan selama tujuh puluh tahun, tetapi apabila ia berwasiat, lalu ia berat sebelah dalam wasiatnya itu, maka dia akan diakhiri dengan keburukan amalnya, lalu dimasukkan ke dalam neraka. Dan sesungguhnya seorang lelaki benar-benar mengamalkan suatu amalan ahli keburukan selama tujuh puluh tahun, tetapi ternyata berlaku adil dalam wasiatnya, maka dia akan diakhiri dengan kebaikan amalnya, lalu dimasukkan ke dalam surga.
Selanjutnya Abu Hurairah r.a. mengatakan, “Bacalah oleh kalian bila kalian suka,” yaitu firman-Nya: Itulah hukum-hukum Allah, maka janganlah kalian melanggarnya. (Al Baqarah:229)
Sedangkan wasiat yang mengandung kesewenang-wenangan, ketidakadilan, dan dosa, maka seyogyanya orang yang menyaksikan orang yang berwasiat saat melakukan wasiat untuk memberikan nasihat kepadanya dengan apa yang terbaik dan paling adil, dan agar ia mencegahnya dari kelaliman dan ketidakadilan tersebut yaitu condong karena suatu kesalahan yang tidak disengaja, sedangkan dosa itu adalah bila disengaja dalam melaku-kannya. Namun bila orang yang menyaksikan itu tidak melakukan hal di atas, maka sebaiknya ia mendamaikan antara orang-orang yang diwasiatkan kepada mereka dan berusaha menciptakan keadilan di antara mereka dalam bentuk kesepakatan bersama dan perdamaian, dan menasihati mereka agar menunaikan segala kewajiban-kewajiban yang ditanggung orang yang meninggal dari mereka tersebut, maka orang ini telah melakukan kebaikan yang agung dan tidak ada dosa baginya sebagaimana yang harus ditanggung oleh orang yang merubah wasiat yang lalim tersebut.
Oleh karena itu Allah berfirman, إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ “Sesungguhnya Allah Maha Pengampun,” maksudnya, Dia mengampuni seluruh ketergelinciran, memaafkan kesalahan bagi orang yang bertaubat kepadaNya, dan di antaranya adalah ampunanNya terhadap orang yang menahan nafsunya lalu menggugurkan sebagian hak-haknya demi saudaranya, karena barangsiapa yang memaafkan, niscaya Allah akan memaafkannya. Dan Allah akan mengampuni dosa mayit yang berbuat lalim pada wasiatnya tersebut jika keluarga mayit mau saling memaafkan, demi menggugurkan kewajiban si mayit, رَحِيمٌ “lagi Maha Penyayang” kepada hamba-hambaNya yaitu dengan mensyariatkan kepada mereka segala perkara yang dengannya mereka saling berkasih sayang dan berkasih mesra.
Ayat-ayat ini menunjukkan tentang anjuran untuk berwasiat, dan menjelaskan untuk siapa wasiat itu diperuntukkan, dan juga tentang ancaman terhadap orang yang merubah wasiat yang adil, serta anjuran untuk mendamaikan pada wasiat yang lalim.
Tetapi barang siapa khawatir karena mengetahui atau melihat tanda-tanda bahwa pemberi wasiat berlaku berat sebelah atau berbuat salah, baik disengaja maupun tidak, sehingga menyimpang dari ketentuan Allah, lalu dia mendamaikan antara mereka dengan meminta orang yang berwasiat berlaku adil dalam wasiatnya sesuai dengan ketentuan syariat islam, maka dia, yakni orang yang mendamaikan itu, tidak berdosa. Sungguh, Allah maha pengampun, maha penyayang kepada hambahamba-Nya yang bertobatwahai orang-orang yang beriman! diwajibkan atas kamu berpuasa guna mendidik jiwa, mengendalikan syahwat, dan menyadarkan bahwa manusia memiliki kelebihan dibandingkan hewan, sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu dari umat para nabi terdahulu agar kamu bertakwa dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah.
Al-Baqarah Ayat 182 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Baqarah Ayat 182, Makna Al-Baqarah Ayat 182, Terjemahan Tafsir Al-Baqarah Ayat 182, Al-Baqarah Ayat 182 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Baqarah Ayat 182
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176 | 177 | 178 | 179 | 180 | 181 | 182 | 183 | 184 | 185 | 186 | 187 | 188 | 189 | 190 | 191 | 192 | 193 | 194 | 195 | 196 | 197 | 198 | 199 | 200 | 201 | 202 | 203 | 204 | 205 | 206 | 207 | 208 | 209 | 210 | 211 | 212 | 213 | 214 | 215 | 216 | 217 | 218 | 219 | 220 | 221 | 222 | 223 | 224 | 225 | 226 | 227 | 228 | 229 | 230 | 231 | 232 | 233 | 234 | 235 | 236 | 237 | 238 | 239 | 240 | 241 | 242 | 243 | 244 | 245 | 246 | 247 | 248 | 249 | 250 | 251 | 252 | 253 | 254 | 255 | 256 | 257 | 258 | 259 | 260 | 261 | 262 | 263 | 264 | 265 | 266 | 267 | 268 | 269 | 270 | 271 | 272 | 273 | 274 | 275 | 276 | 277 | 278 | 279 | 280 | 281 | 282 | 283 | 284 | 285 | 286
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)