{1} Al-Fatihah / الفاتحة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | آل عمران / Ali ‘Imran {3} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Baqarah البقرة (Sapi Betina) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 2 Tafsir ayat Ke 189.
۞ يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْأَهِلَّةِ ۖ قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ وَالْحَجِّ ۗ وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا وَلَـٰكِنَّ الْبِرَّ مَنِ اتَّقَىٰ ۗ وَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ أَبْوَابِهَا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ﴿١٨٩﴾
yas`alụnaka ‘anil-ahillah, qul hiya mawāqītu lin-nāsi wal-ḥajj, wa laisal-birru bi`an ta`tul-buyụta min ẓuhụrihā wa lākinnal-birra manittaqā, wa`tul-buyụta min abwābihā wattaqullāha la’allakum tufliḥụn
QS. Al-Baqarah [2] : 189
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang bulan sabit. Katakanlah, “Itu adalah (penunjuk) waktu bagi manusia dan (ibadah) haji.” Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari atasnya, tetapi kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung.
Sahabat-sahabatmu bertanya kepadamu wahai Nabi, tentang rembulan yang berubah-ubah. Jawablah mereka dengan mengatakan: Allah menjadikan rembulan sebagai alamat yang dengannya orang-orang bisa mengetahui waktu-waktu ibadah mereka yang tertentu, seperti puasa, haji dan muamalat-muamalat mereka. Bukanlah kebaikan apa yang kalian terbiasa melkukannya di zaman jahiliyah dan di awal Islam, berupa mendatangi rumah-rumah kalian dari arah belakang saat kalian berihram dengan haji atau umrah, dengan dugaan bahwa hal itu merupakan sesuatu yang mendekatkan diri kepada Allah. Akan tetapi kebaikan itu terletak pada pelaksanaan terhadap perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Masuklah kalian ke rumah-rumah kalian dari pintu-pintunya saat kalian berihram dengan haji atau umrah, takutlah kalian kepada Allah dalam segala urusan kalian, agar kalian beruntung dengan meraih apa yang kalian harapkan berupa kebaikan dunia dan akhirat.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa orang-orang bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tentang bulan sabit. Maka turunlah ayat berikut, yakni firman-Nya:
Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah, “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia.”
Yakni dengan melaluinya mereka mengetahui waktu masuknya ibadah mereka, bilangan idah istri-istri, dan waktu haji mereka.
Abu Ja’far meriwayatkan dari Ar-Rabi’, dari Abul Aliyah, telah sampai sebuah hadis kepada kami bahwa mereka pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa Allah menciptakan hilal (bulan sabit)?” Maka Allah menurunkan firman-Nya: Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia.” (Al Baqarah:189) Maksudnya, Allah menjadikan bulan sabit sebagai tanda-tanda waktu puasa kaum muslim dan waktu berbuka mereka, bilangan idah istri-istri, dan tanda waktu agama (ibadah haji) mereka. Hal yang sama diriwayatkan pula dari Ata, Ad-Dahhak, Qatadah, As-Saddi, dan Ar-Rabi’ ibnu Anas.
Abdur Razzaq meriwayatkan, dari Abdul Aziz ibnu Abu Rawwad, dari Nafi’, dari Ibnu Umar yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Allah menjadikan bulan sabit sebagai tanda-tanda waktu bagi manusia, maka berpuasalah kalian karena melihatnya dan berbukalah kalian karena melihatnya. Maka apabila awan menutupi kalian, sempurnakanlah bilangan menjadi tiga puluh hari.
Hadis riwayat Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya melalui hadis Ibnu Abu Rawwad dengan lafaz yang sama.
Imam Hakim mengatakan bahwa Ibnu Abu Rawwad adalah orang yang siqah, ahli ibadah, seorang mujtahid lagi bernasab terhormat. Maka hadis ini sahih sanadnya, tetapi Imam Bukhari dan Imam Muslim tidak mengetengahkannya.
Muhammad ibnu Jabir meriwayatkan dari Qais ibnu Talq, dari ayahnya yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Allah telah menciptakan bulan sabit. Maka apabila kalian melihat bulan sabit, berpuasalah, dan apabila kalian melihatnya lagi, berbukalah. Tetapi jika awan menutupi kalian, maka sempurnakanlah bilangan bulan kalian menjadi tiga puluh hari.
Hal yang sama diriwayatkan melalui hadis Abu Hurairah, juga dari ucapan Ali ibnu Abu Talib r.a.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra yang menceritakan bahwa pada mulanya di zaman Jahiliah apabila mereka telah melakukan ihram, mereka memasuki rumahnya dari arah belakangnya. Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya:
Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Abu Daud At-Tayalisi, dari Syu’bah, dari Abi Ishaq, dari Al-Barra yang menceritakan bahwa orang-orang Ansar pada mulanya bila mereka tiba dari perjalanannya, maka seseorang dari mereka tidak memasuki rumahnya dari arah pintunya, lalu turunlah ayat ini.
Al-A’masy menceritakan dari Abu Sufyan, dari Jabir, bahwa dahulu orang-orang Quraisy dikenal dengan nama Humus, mereka selalu masuk dari pintu-pintunya dalam ihram mereka, sedangkan orang-orang Ansar dan semua orang Arab dalam ihram mereka tidak memasukinya dari pintu. Ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sedang berada di sebuah kebun, selanjutnya beliau keluar dari pintunya, tetapi keluar pula bersamanya Qutbah ibnu Amir dari kalangan Ansar. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Qutbah ibnu Amir adalah seorang pedagang, sesungguhnya dia telah keluar bersamamu dari pintu itu.” Maka Rasul صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya kepada Qutbah, “Apakah yang mendorongmu melakukan demikian?” Qutbah menjawab, “Aku melihat engkau melakukannya, maka aku ikut melakukan seperti apa yang telah engkau lakukan.” Rasul صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Sesungguhnya aku adalah seorang Ahmas.” Qutbah menjawab, “Sesungguhnya agamaku juga adalah agamamu.” Maka Allah menurunkan firman-Nya:
Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula, juga Al-Aufi, dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama diriwayatkan pula dari Mujahid, Az-Zuhri, Qatadah, Ibrahim An-Nakha’i, As-Saddi, dan Ar-Rabi’ ibnu Anas.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, dahulu beberapa kaum dari kalangan ahli Jahiliah apabila seseorang dari mereka hendak melakukan suatu perjalanan, lalu ia keluar dari rumahnya memulai perjalanan yang ditujunya. Kemudian sesudah ia keluar, timbul keinginan tetap tinggal dan mengurungkan niat bepergiannya, maka dia tidak memasuki rumahnya dari pintunya, melainkan menaiki tembok bagian belakang. Lalu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya., hingga akhir ayat.
Muhammad ibnu Ka’b mengatakan, “Seorang lelaki apabila hendak melakukan i’tikaf, ia tidak memasuki rumahnya dari arah pintunya, maka Allah menurunkan ayat ini.”
Ata ibnu Abu Rabah mengatakan bahwa penduduk Yasrib apabila kembali dari hari raya mereka, mereka memasuki rumahnya masing-masing dari arah belakangnya, dan mereka berpendapat bahwa hal tersebut lebih mendekati kepada kebajikan. Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
Dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya.
Akhirnya mereka tidak lagi berpendapat bahwa hal tersebut lebih dekat kepada kebajikan.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan bertakwalah kalian kepada Allah, agar kalian beruntung.
Yakni kerjakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepada kalian dan tinggalkanlah oleh kalian apa yang telah diharamkan Allah bagi kalian.
…agar kalian beruntung.
Yaitu kelak di hari kemudian. Bila kalian dihadirkan di hadapan Allah, maka kelak Dia akan memberi kalian pahala dan balasannya dengan lengkap dan sempurna.
Tafsir Ayat:
Firman Allah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, يَسْأَلُونَكَ عَنِ الأهِلَّةِ “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.” Kata اَلْأَهِلَّةُ adalah bentuk jamak dari kata اَلْهِلَالُ. Maksudnya, mereka bertanya tentang faidah dan hikmah atau dzat bulan sabit tersebut. قُلْ هِيَ مَوَاقِيتُ لِلنَّاسِ “Katakanlah, ‘Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia’,” maksudnya, Allah جَلَّ جَلالُهُ dengan kelembutan dan rahmatNya menjadikannya dengan pengaturan ini, sabit itu terlihat kecil pada awal bulan, lalu bertambah besar menjadi sempurna di pertengahannya, kemudian mulai berkurang dari kesempurnaannya, dan seperti itulah hingga manusia mengetahui tanda-tanda waktu ibadah-ibadah mereka, seperti puasa, waktu zakat, denda (kaffarat) dan masa-masa haji, dan ketika haji itu jatuh pada bulan-bulan yang telah ditentukan, serta menghabiskan waktu yang sangat banyak, Allah berfirman, وَالْحَجِّ “Dan bagi ibadah haji.”
Demikian pula, dengan hal tersebut diketahuilah tempo-tempo dari hutang-hutang yang ditangguhkan, masa penyewaan, masa bilangan, dan masa kehamilan, dan lain sebagainya dari hal-hal yang merupakan kebutuhan makhluk, lalu Allah menjadikannya sebagai hitungan yang diketahui oleh setiap orang, baik anak kecil maupun orang dewasa, orang pintar maupun orang bodoh. Sean-dainya saja perhitungan itu dengan tahun matahari, maka hanya sedikit manusia yang mengetahuinya.
وَلَيْسَ الْبِرُّ بِأَنْ تَأْتُوا الْبُيُوتَ مِنْ ظُهُورِهَا “Dan bukanlah kebajikan itu me-masuki rumah-rumah dari belakangnya.” Ini sebagaimana kebiasaan kaum Anshar dan selain mereka dari orang-orang Arab apabila berihram, mereka tidak memasuki rumah dari pintu-pintunya sebagai suatu tindakan ibadah dan sebagai dugaan bahwa hal itu adalah suatu kebajikan, lalu Allah جَلَّ جَلالُهُ mengabarkan bahwasanya hal itu bukanlah suatu kebajikan, karena Allah جَلَّ جَلالُهُ tidak mensyariatkannya, dan setiap orang yang beribadah dengan suatu ibadah yang tidak disyariatkan oleh Allah dan tidak pula oleh RasulNya, maka dia telah melakukan ibadah dengan suatu bid’ah, dan Allah memerintahkan mereka untuk memasuki rumah dari pintunya karena mengandung suatu kemudahan atas mereka, yang merupakan kaidah dasar dari kaidah-kaidah Syariat.
Dari isyarat ayat ini dapat diambil faidah bahwa dalam setiap perkara, seyogyanya seorang manusia itu melakukannya dari jalan yang mudah dan dekat, yang cepat menyampaikannya kepada tujuan. Maka seorang yang menyeru kepada kebaikan dan melarang dari yang mungkar sepatutnya memandang kondisi orang-orang yang diserunya (atau dilarangnya), dan memakai cara kelembutan dan taktik yang dengannya dapat menyampaikannya kepada yang dimaksudkan atau kepada sebagiannya saja. Seorang pelajar dan pengajar seyogyanya menempuh cara yang paling dekat dan mudah untuk memperoleh apa yang dimaksudkannya, demikianlah setiap orang yang berusaha mendapatkan sesuatu, dia akan mem-peroleh apa yang dimaksudkannya dengan bantuan Dzat yang Maha Memiliki lagi yang disembah.
وَاتَّقُوا اللَّهَ “Dan bertakwalah kepada Allah.” Inilah kebajikan yang diperintahkan oleh Allah, yaitu konsisten dalam bertakwa kepadaNya secara terus menerus dengan merealisasikan perintah-perintahNya dan menjauhi larangan-laranganNya, karena sesungguhnya hal itu adalah sebab keberhasilan dan kemenangan dengan mendapatkan apa yang diinginkan serta keselamatan dari apa yang ditakuti. Maka barangsiapa yang tidak bertakwa kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ, niscaya dia tidak memiliki jalan menuju keberhasilan, dan barang-siapa yang bertakwa kepadaNya, niscaya dia akan bahagia dengan kemenangan dan keberhasilan.
Setelah pada ayat-ayat sebelumnya menerangkan masalah-masalah tentang puasa dalam bulan ramadan dan hukum-hukum yang bertalian dengan puasa, maka ayat ini menerangkan waktu yang diperlukan oleh umat manusia dalam melaksanakan ibadahnya. Jika mereka yakni para sahabatmu bertanya kepadamu wahai Muhammad tentang bulan sabit. Katakanlah kepada mereka, fenomena perubahan bulan itu adalah sebagai penunjuk waktu bagi manusia untuk mengetahui waktu-waktu yang telah ditentukan Allah seperti waktu salat, puasa dan untuk melakukan ibadah haji. Dan bukanlah suatu kebajikan ketika berihram baik dalam haji maupun umrah memasuki rumah dari atasnya sebagaimana yang sering dilakukan pada masa jahiliyah, tetapi kebajikan adalah melakukan kebajikan sebagaimana orang yang bertakwa, menunaikan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Karenanya, ketika berihram, masukilah rumah-rumah dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung sehingga memperoleh kebahagian dunia dan akhirat. Dan perangilah di jalan Allah, untuk membela diri dan kehormatan agamamu, orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas dengan tidak membunuh wanita, anak-anak, orang lanjut usia, tuna netra, lumpuh, dan orang-orang yang tidak ada hubungannya dengan perang. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas dengan melanggar etika perang tersebut.
Al-Baqarah Ayat 189 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Baqarah Ayat 189, Makna Al-Baqarah Ayat 189, Terjemahan Tafsir Al-Baqarah Ayat 189, Al-Baqarah Ayat 189 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Baqarah Ayat 189
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176 | 177 | 178 | 179 | 180 | 181 | 182 | 183 | 184 | 185 | 186 | 187 | 188 | 189 | 190 | 191 | 192 | 193 | 194 | 195 | 196 | 197 | 198 | 199 | 200 | 201 | 202 | 203 | 204 | 205 | 206 | 207 | 208 | 209 | 210 | 211 | 212 | 213 | 214 | 215 | 216 | 217 | 218 | 219 | 220 | 221 | 222 | 223 | 224 | 225 | 226 | 227 | 228 | 229 | 230 | 231 | 232 | 233 | 234 | 235 | 236 | 237 | 238 | 239 | 240 | 241 | 242 | 243 | 244 | 245 | 246 | 247 | 248 | 249 | 250 | 251 | 252 | 253 | 254 | 255 | 256 | 257 | 258 | 259 | 260 | 261 | 262 | 263 | 264 | 265 | 266 | 267 | 268 | 269 | 270 | 271 | 272 | 273 | 274 | 275 | 276 | 277 | 278 | 279 | 280 | 281 | 282 | 283 | 284 | 285 | 286
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)