{1} Al-Fatihah / الفاتحة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | آل عمران / Ali ‘Imran {3} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Baqarah البقرة (Sapi Betina) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 2 Tafsir ayat Ke 210.
هَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا أَنْ يَأْتِيَهُمُ اللَّهُ فِي ظُلَلٍ مِنَ الْغَمَامِ وَالْمَلَائِكَةُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ ۚ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الْأُمُورُ ﴿٢١٠﴾
hal yanẓurụna illā ay ya`tiyahumullāhu fī ẓulalim minal-gamāmi wal-malā`ikatu wa quḍiyal-amr, wa ilallāhi turja’ul-umụr
QS. Al-Baqarah [2] : 210
Tidak ada yang mereka tunggu-tunggu kecuali datangnya (azab) Allah bersama malaikat dalam naungan awan, sedangkan perkara (mereka) telah diputuskan. Dan kepada Allah-lah segala perkara dikembalikan.
Orang-orang kafir yang menentang itu tidak menunggu setelah tegaknya hujjah yang jelas kecuali kehadiran Allah kepada mereka sesuai dengan keagungan-Nya dalam naungan awan di hari kiamat untuk menetapkan keputusan-Nya yang adil, dan para malaikat juga akan datang. Saat itu Allah menetapkan keputusan-Nya di antara hamba-hamba-Nya, dan segala urusan makhluk akan kembali kepada-Nya semata.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى mengancam orang-orang kafir melalui Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Untuk itu Dia berfirman: Tiada yang mereka nanti-nantikan (pada hari kiamat) melainkan datangnya (siksa) Allah dalam naungan awan dan malaikat. (Al Baqarah:210) Yakni pada hari kiamat nanti di saat diputuskan semua perkara seluruh umat manusia dari awal sampai akhirnya, lalu setiap orang yang beramal mendapat balasan yang setimpal dari amal perbuatannya. Jika amalnya baik, maka balasannya baik pula, jika amalnya buruk, maka balasannya buruk pula. Karena itulah dalam ayat berikutnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
…dan diputuskanlah perkaranya. Dan hanya kepada Allah dikembalikan segala urusan.
Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
Jangan (berbuat demikian). Apabila bumi diguncangkan berturut-turut, dan datanglah Tuhanmu, sedangkan malaikat berbaris-baris, dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahannam, dan pada hari itu ingatlah manusia, tetapi tidak berguna lagi mengingat itu baginya. (89:21-23)
Dan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka), atau kedatangan (siksa) Tuhanmu, atau kedatangan beberapa ayat Tuhanmu. (Al An’am:158), hingga akhir ayat.
Imam Abu Ja’far ibnu Jarir dalam bab ini menuturkan sebuah hadis mengenai As-sur (sangkakala) yang cukup panjang mulai dari permulaannya, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Hadis ini cukup terkenal dan diketengahkan oleh banyak pemilik kitab musnad dan lain-lainnya. Antara lain di dalamnya disebutkan seperti berikut:
Bahwa umat manusia di saat mengalami kesusahan di padang mahsyar, mereka meminta syafaat kepada Tuhannya melalui para nabi seorang demi seorang, mulai dari Nabi Adam sampai nabi-nabi yang sesudahnya. Tetapi nabi-nabi itu mengelakkan dirinya dari memohon syafaat tersebut, hingga sampailah mereka kepada Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Ketika mereka datang kepadanya, maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Akulah orangnya, akulah orangnya yang dapat memohonkan syafaat. Lalu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berangkat dan bersujud kepada Allah di bawah Arasy, dan beliau meminta syafaat dari sisi Allah agar Dia berkenan datang untuk memutuskan peradilan di antara semua hamba-Nya. Maka Allah memberi izin kepadanya untuk memberi syafaat. Lalu Allah datang dalam naungan awan sesudah langit dunia terbelah dan semua malaikat yang ada padanya turun, kemudian langit kedua, dan langit ketiga hingga langit ketujuh terbelah pula. Para malaikat penyangga Arasy dan malaikat Karubiyyun turun. Kemudian Allah Yang Mahaperkasa turun dalam naungan awan dan para malaikat yang terdengar gemuruh suara tasbih mereka seraya mengucapkan, “Mahasuci Allah yang mempunyai kerajaan dunia dan kerajaan langit. Mahasuci Allah yang memiliki segala keagungan dan keperkasaan. Mahasuci Allah Yang Mahahidup dan tak pernah mati. Mahasuci Allah yang mematikan semua makhluk, sedangkan Dia tidak mati. Mahasuci lagi Mahakudus Tuhan para malaikat dan roh. Mahasuci lagi Mahakudus Tuhan kami Yang Mahatinggi. Mahasuci Tuhan yang memiliki kekuasaan dan keagungan. Mahasuci Allah selama-lamanya.”
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih dalam bab ini mengetengahkan banyak hadis yang di dalamnya terkandung hal-hal yang aneh. Antara lain ialah apa yang diriwayatkannya melalui hadis Al-Minhal ibnu Amr, dari Abu Ubaidah ibnu Abdullah ibnu Maisarah, dari Masruq, dari Ibnu Mas’ud, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda:
Allah menghimpunkan orang-orang yang pertama dan orang-orang yang terakhir di suatu tempat pada hari yang telah dimaklumi, semua orang mengarahkan pandangannya ke langit menunggu-nunggu keputusan peradilan. Lalu Allah turun dalam naungan awan dari Arasy sampai ke Al-Kursi.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar’ah, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Ata ibnu Miqdam, telah menceritakan kepada kami Mu’tamir ibnu Sulaiman, bahwa ia pernah mendengar Abdul Jalil Al-Qaisi menceritakan asar berikut dari Abdullah ibnu Amr sehubungan dengan makna firman-Nya: Tiada yang mereka nanti-nantikan (pada hari kiamat) melainkan datangnya (siksa) Allah dalam naungan awan. (Al Baqarah:210) Di saat awan itu turun, sedangkan jarak antara awan dan penciptanya itu tujuh puluh ribu hijab (tirai). Di antara tirai itu ada cahaya kegelapan dan air, kemudian di dalam kegelapan itu air mengeluarkan suara gelegar yang dapat mengejutkan hati.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, ayahku telah menceritakan kepada kami, Muhammad ibnul Wazir Ad-Dimasyqi telah menceritakan kepada kami, Al-Walid telah menceritakan kepada kami, bahwa aku bertanya kepada Zahir ibnu Muhammad mengenai firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berikut: Tiada yang mereka nanti-nantikan (pada had kiamat) melainkan datangnya (siksa) Allah dalam naungan awan. (Al Baqarah:210) Naungan awan ini tersusun dari batu-batu yaqut dan bertahtakan berbagai mutiara dan zabarjad.
Ibnu Abu Nujaih mengatakan dari Mujahid sehubungan dengan makna zulalin minal gamam. Yang dimaksud dengan awan dalam ayat ini bukan sembarang awan. Awan ini belum pernah terlihat oleh seorang pun kecuali oleh Bani Israil ketika mereka tersesat di padang pasir.
Abu Ja’far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi’ ibnu Anas, dari Abul Aliyah sehubungan dengan makna firman-Nya:
Tiada yang mereka nanti-nantikan (pada hari kiamat) melainkan kedatangan Allah dalam naungan awan dan malaikat.
Yakni para malaikat datang dengan bernaungkan awan, sedangkan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى datang dengan cara yang Dia kehendaki. Pengertian ini menurut salah satu qiraah lainnya disebutkan seperti berikut:
Tiada yang mereka nanti-nantikan (pada hari kiamat) melainkan datangnya Allah dan para malaikat dalam naungan awan.
Perihalnya sama dengan makna yang terdapat di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
Dan (ingatlah) hari (ketika) langit pecah belah mengeluarkan kabut putih dan diturunkanlah malaikat bergelombang-gelombang. (Al Furqaan:25)
Tafsir Ayat:
Dalam ayat ini terdapat ancaman yang keras dan peringatan yang membuat hati gentar. Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, “Tiada yang dinanti-nantikan oleh orang-orang yang berbuat kerusakan di muka bumi, dan orang-orang yang mengikuti langkah-langkah setan serta orang-orang yang mencampakkan perintah-perintah Allah, kecuali Hari Pembalasan segala perbuatan, di mana pada hari itu disisipkan segala hal yang menakutkan, menegangkan, mengerikan, dan mengguncangkan hati orang-orang zhalim, balasan kejelekan atas orang-orang yang merusak, hal itu karena Allah جَلَّ جَلالُهُ akan melipat langit dan bumi, bintang-bintang jatuh berserakan, matahari dan bulan tergulung.”
Para malaikat yang mulia turun dan melingkupi seluruh makhluk, dan Pencipta yang Mulia lagi Mahatinggi turun فِي ظُلَلٍ مِنَ الْغَمَامِ “dalam naungan awan” untuk melerai di antara hamba-hambaNya dengan keputusan yang adil, lalu diletakkanlah timbangan, dibukalah buku-buku catatan, lalu memutihlah wajah-wajah penghuni surga, dan menghitam wajah-wajah penghuni neraka, dan terjadilah perbedaan yang sangat jelas antara orang-orang yang baik dari orang-orang yang jelek. Setiap orang akan dibalas sesuai dengan perbuatannya, orang zhalim akan menggigit jarinya apabila ia mengetahui kondisinya saat itu.
Ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya adalah dalil bagi madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang menetapkan adanya sifat-sifat ikhtiariyah (yang tergantung kepada kehendak Allah) seperti al-istiwa` (bersemayam), an-Nuzul (turun), al-maji` (datang) dan yang semacamnya dari sifat-sifat yang telah Allah جَلَّ جَلالُهُ kabarkan tentang diriNya atau telah dikabarkan oleh RasulNya a tentang-Nya. Mereka menetapkan semua itu sesuai dengan yang patut bagi keagungan Allah dan kebesaranNya tanpa ada penyerupaan dan tidak pula penyimpangan, berbeda dengan kelompok Mu’aththilah dengan berbagai macam cabangnya seperti al-Jahmiyah, al-Mu’tazilah, al-‘Asy’ariyah, dan semisal mereka dari kalangan orang-orang yang meniadakan sifat-sifat tersebut, dan mentakwilkan ayat-ayat tersebut demi tujuan peniadaan dengan takwil-takwil yang tidak ada keterangannya dari Allah, bahkan hakikat takwil itu hanyalah demi mencela penjelasan Allah dan penjelasan Rasul-Nya صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, dan menganggap bahwa perkataan mereka itu membawa kepada hidayah dalam masalah ini, akan tetapi mereka itu tidaklah memiliki dalil naqli sedikit pun bahkan tidak pula dalil aqli.
Mengenai dalil naqli, mereka telah mengakui bahwa nash-nash yang ada dalam al-Qur`an dan as-Sunnah, baik konteks lahirnya atau bahkan kandungan tegasnya, menunjukkan kebenaran apa yang diyakini oleh madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dan bahwasanya nash-nash itu demi menunjukkan pada madzhab mereka yang batil yang harus dipalingkan dari makna lahirnya, baik ditambah padanya atau dikurangi, hal ini sebagaimana yang Anda lihat, tidaklah diridhai oleh seseorang yang masih memiliki iman seberat biji sawi sekalipun.
Dan mengenai dalil akal, maka tidak ada sesuatu pun dalam logika yang menunjukkan peniadaan sifat-sifat tersebut, bahkan akal menunjukkan bahwa pelaku perbuatan adalah lebih sempurna daripada yang tidak mampu melakukan, dan bahwa perbuatan Allah جَلَّ جَلالُهُ yang berkaitan dengan DiriNya dan yang berkaitan de-ngan penciptaanNya adalah sebuah kesempurnaan, maka apabila mereka mengira bahwa menetapkan sifat-sifat itu akan menjurus kepada penyerupaan kepada makhluk-makhlukNya, maka harus dikatakan kepada mereka bahwa perkataan tentang sifat mengikuti perkataan tentang Dzat, sebagaimana Allah جَلَّ جَلالُهُ memiliki Dzat yang tidak serupa dengan segala macam dzat-dzat yang lain, maka Allah juga memiliki sifat yang tidak serupa dengan sifat-sifat yang lain. Oleh karena itu, sifatNya mengikuti DzatNya dan sifat-sifat makhlukNya mengikuti dzat-dzat mereka, sehingga tidaklah ada dalam penetapan sifat-sifat itu suatu tindakan penyerupaan denganNya.
Hal ini juga dikatakan kepada mereka yang menetapkan hanya sebagian sifat saja dan meniadakan sebagian lainnya, atau mereka yang menetapkan nama-namaNya tanpa sifat-sifatNya; karena pilihannya adalah antara menetapkan semua yang telah Allah tetapkan untuk DiriNya, dan ditetapkan oleh RasulNya, atau meniadakan keseluruhannya yang merupakan pengingkaran terhadap Rabb alam semesta.
Adapun penetapanmu terhadap sebagiannya dan peniadaanmu terhadap sebagian lain adalah tindakan yang saling bertolak belakang. Coba bedakan antara apa yang engkau tetapkan dan apa yang engkau tiadakan, niscaya engkau tidak akan mendapatkan perbedaan dalam hal itu, lalu apabila engkau berkata, “Apa yang telah saya tetapkan itu tidaklah menyebabkan penyerupaan,” Ahlus Sunnah berkata kepadamu bahwa penetapan terhadap apa yang engkau tiadakan itu tidak menyebabkan penyerupaan, dan bila engkau berkata, “Saya tidak paham dari apa yang saya tiadakan itu kecuali hanyalah penyerupaan,” orang-orang yang meniadakan berkata kepadamu, “Dan kami pun tidak paham dari apa yang engkau tetapkan itu kecuali hanyalah penyerupaan,” maka apa yang engkau jawab untuk orang-orang tersebut adalah apa yang menjadi jawaban Ahlus Sunnah untukmu terhadap apa yang eng-kau tiadakan.
Kesimpulannya, bahwa barangsiapa yang meniadakan sesuatu dan menetapkan sesuatu dari apa yang telah ditunjukkan oleh al-Qur`an dan as-Sunnah atas penetapannya, maka tindakan itu saling bertolak belakang, yang tidak ada dalil syar’i dan tidak pula akal yang menetapkannya, bahkan menyimpang dari hal yang masuk logika maupun hal yang diriwayatkan.
Wahai orang-orang yang beriman! masuklah ke dalam islam secara keseluruhan. Kata as-silm atau as-salm di sini berarti islam. Laksanakanlah islam secara total, tidak setengah-setengah, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan yang menyesatkan dan memecah belah kamu. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu. Ayat ini diturunkan berkaitan dengan seorang yahudi bernama abdulla’h bin sala’m. Ia memeluk islam tetapi masih mengerjakan sejumlah ajaran yahudi, seperti mengagungkan hari sabat dan enggan mengonsumsi daging dan susu untatetapi jika kamu tergelincir akibat berbuat maksiat dan tidak melaksanakan islam secara keseluruhan, ka’ffah, setelah bukti-bukti yang nyata, yakni dalil tentang kebenaran islam, sampai kepadamu melalui wahyu yang dibawa oleh para nabi, ketahuilah bahwa Allah mahaperkasa. Tidak ada yang dapat menghalangi siksaan-Nya. Allah juga mahabijaksana dalam segala perbuatan-Nya.
Al-Baqarah Ayat 210 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Baqarah Ayat 210, Makna Al-Baqarah Ayat 210, Terjemahan Tafsir Al-Baqarah Ayat 210, Al-Baqarah Ayat 210 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Baqarah Ayat 210
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176 | 177 | 178 | 179 | 180 | 181 | 182 | 183 | 184 | 185 | 186 | 187 | 188 | 189 | 190 | 191 | 192 | 193 | 194 | 195 | 196 | 197 | 198 | 199 | 200 | 201 | 202 | 203 | 204 | 205 | 206 | 207 | 208 | 209 | 210 | 211 | 212 | 213 | 214 | 215 | 216 | 217 | 218 | 219 | 220 | 221 | 222 | 223 | 224 | 225 | 226 | 227 | 228 | 229 | 230 | 231 | 232 | 233 | 234 | 235 | 236 | 237 | 238 | 239 | 240 | 241 | 242 | 243 | 244 | 245 | 246 | 247 | 248 | 249 | 250 | 251 | 252 | 253 | 254 | 255 | 256 | 257 | 258 | 259 | 260 | 261 | 262 | 263 | 264 | 265 | 266 | 267 | 268 | 269 | 270 | 271 | 272 | 273 | 274 | 275 | 276 | 277 | 278 | 279 | 280 | 281 | 282 | 283 | 284 | 285 | 286
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)