{1} Al-Fatihah / الفاتحة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | آل عمران / Ali ‘Imran {3} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Baqarah البقرة (Sapi Betina) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 2 Tafsir ayat Ke 224.
وَلَا تَجْعَلُوا اللَّهَ عُرْضَةً لِأَيْمَانِكُمْ أَنْ تَبَرُّوا وَتَتَّقُوا وَتُصْلِحُوا بَيْنَ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴿٢٢٤﴾
wa lā taj’alullāha ‘urḍatal li`aimānikum an tabarrụ wa tattaqụ wa tuṣliḥụ bainan-nās, wallāhu samī’un ‘alīm
QS. Al-Baqarah [2] : 224
Dan janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan menciptakan kedamaian di antara manusia. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Janganlah kalian wahai kaum muslimin menjadikan sumpah kalian dengan nama Allah sebagai penghalang bagi kalian untuk berbuat baik, bersilaturrahim, bertakwa dan melakukan perbaikan di antara manusia dimana kalian diajak untuk melakukan sebagian darinya, lalu kalian menolak dengan alasan sudah terlanjur bersumpah dengan nama Allah untuk tidak akan melakukannya. Sebaliknya orang yang bersumpah harus meninggalkan sumpahnya dan melakukan amal-amal kebaikan dan membayar denda kafarat sumpahnya, dan tidak menganggap apapun sumpahnya. Allah Maha Mendengar perkataan kalian dan Maha Mengetahui segala keadaan kalian.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman bahwa janganlah kalian menjadikan sumpah-sumpah kalian atas nama Allah menghalang-halangi kalian untuk berbuat kebajikan dan silaturahmi, jika kalian bersumpah untuk tidak melakukannya. Perihalnya sama dengan ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kalian bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat(nya), orang-orang yang miskin, dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada, apakah kalian tidak ingin bahwa Allah mengampuni kalian? (An Nuur:22)
Berpegang teguh pada sumpah yang demikian, pelakunya beroleh dosa. Karena itu, ia harus melepaskan sumpahnya dan membayar kifarat.
Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Bukhari:
telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Hammam ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa kaiimat berikut merupakan hadis yang diceritakan kepada kami oleh Abu Hurairah r.a. dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, yaitu bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Kami (umat Muhammad) adalah orang-orang yang terakhir (adanya), tetapi orang-orang yang paling dahulu (masuk surga) di hari kiamat.
Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda pula: Demi Allah, sesungguhnya seseorang dari kalian berpegang teguh pada sumpahnya terhadap keluarganya menjadi orang yang berdosa menurut Allah daripada dia membayar kifarat yang telah diwajibkan oleh Allah atas sumpahnya itu.
Demikian pula apa yang diriwayatkan oleh Muslim dari Muhammad ibnu Rafi’, dari Abdur Razzaq dengan lafaz yang sama. Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Muhammad ibnu Rafi’.
Kemudian Imam Bukhari mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah (yaitu Ibnu Salam), dari Yahya (yaitu ibnu Abu Kasir), dari Ikrimah, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Barang siapa yang bersitegang terhadap keluarganya dengan sumpahnya, maka perbuatan itu dosanya amat besar, kifarat tidak cukup untuk menutupinya.
Menurut riwayat yang lain, hendaklah ia melanggar sumpahnya, lalu membayar kifarat.
Ali ibnu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Janganlah kalian jadikan (nama) Allah dalam sumpah kalian sebagai penghalang. (Al Baqarah:224) Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna ayat ialah ‘janganlah kamu jadikan sumpahmu menghalang-halangi dirimu untuk berbuat kebaikan, tetapi bayarlah kifarat sumpahmu itu dan berbuatlah kebaikan’.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Masruq, Asy-Sya’bi, Ibrahim, An-Nakha’i, Mujahid, Tawus, Sa’id ibnu Jubair, Ata, lkrimah, Makhul, Az-Zuhri, Al-Hasan, Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, Ar-Rabi’ ibnu Anas, Ad-Dahhak, Ata Al-Kurrasani, dan As-Saddi rahimahumullah.
Pendapat mereka diperkuat oleh sebuah hadis di dalam kitab Sahihain:
dari Abu Musa Al-Asy’ari r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Sesungguhnya aku, demi Allah, insya Allah, tidak sekali-kali mengucapkan sumpah, kemudian aku memandang bahwa hal lain lebih baik darinya, melainkan aku akan melakukan hal yang lebih baik itu dan aku ber-tahallul dari sumpahku (dengan membayar kifarat).
Telah disebutkan pula di dalam kitab Sahihain bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda kepada Abdur Rahman ibnu Samurah:
Hai Abdur Rahman ibnu Samurah, janganlah kamu meminta imarah (jabatan), karena sesungguhnya jika kamu aku beri imarah tanpa ada permintaan dari pihakmu, niscaya aku akan membantunya. Dan jika kamu diberi karena meminta, maka imarah itu sepenuhnya atas tanggung jawabmu sendiri. Dan apabila kamu mengucapkan suatu sumpah, lalu kamu melihat hal yang lain lebih baik daripada sumpahmu itu, maka kerjakanlah hal yang lebih baik darinya dan bayarlah kifarat sumpahmu.
Imam Muslim meriwayatkan melalui Abu Hurairah, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Barang siapa yang mengucapkan suatu sumpah, lalu ia melihat hal lainnya lebih baik daripada sumpahnya, maka hendaklah ia membayar kifarat sumpahnya dan melakukan hal yang lebih baik itu.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Khalifah ibnu Khayyat, telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Barang siapa yang mengucapkan suatu sumpah, lalu ia memandang hal lainnya lebih baik daripada sumpahnya, maka meninggalkan sumpahnya itu merupakan kifaratnya.
Imam Abu Daud meriwayatkan melalui jalur Abu Ubaidillah ibnul Akhnas, dari Amr ibnu Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Tiada nazar dan tiada sumpah dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam (orang yang bersangkutan), tidak pula dalam maksiat kepada Allah, dan tidak pula dalam memutuskan silaturahmi. Barang siapa yang mengucapkan suatu sumpah, lalu ia memandang hal lainnya lebih baik daripada sumpahnya, maka hendaklah ia meninggalkan sumpahnya dan hendaklah ia melakukan hal yang lebih baik, karena sesungguhnya meninggalkan sumpah merupakan kifaratnya.
Kemudian Imam Abu Daud mengatakan bahwa hadis-hadis yang dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ semuanya mengatakan:
Maka hendaklah ia membayar kifarat sumpahnya.
Riwayat inilah yang sahih.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sa’id Al-Kindi, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Misar, dari Harisah ibnu Muhammad, dari Umrah, dari Aisyah yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Barang siapa yang mengucapkan suatu sumpah untuk memutuskan silaturahmi dan berbuat maksiat, maka untuk menunaikan sumpahnya itu ialah hendaknya ia melanggarnya dan mencabut kembali sumpahnya.
Hadis ini daif, mengingat Harisah adalah Ibnu Abur Rijal yang dikenal dengan sebutan Muhammad ibnu Abdur Rahman, dia (Harisah) hadisnya tidak dapat dipakai lagi dinilai lemah oleh semuanya.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Sa’id ibnu Musayyab, Masruq serta Asy-Sya’bi, bahwa mereka mengatakan: Tidak ada sumpah dalam maksiat, dan tidak ada kifarat atasnya.
Tafsir Ayat:
Maksud dari sumpah dan janji adalah mengagungkan Dzat yang digunakan dalam bersumpah dan menegaskan tentang isi dari sumpah tersebut. Allah جَلَّ جَلالُهُ telah memerintahkan untuk menjaga sumpah dan konsekuensi dari perintah itu dalam segala hal. Akan tetapi Allah membuat pengecualian apabila pembuktian (mempertahankan) sumpah itu mengharuskan untuk meninggalkan sesuatu yang lebih baik darinya, maka Allah melarang hamba-hambaNya menjadikan sumpah-sumpah mereka sebagai penghalang atau pembatas dari berbuat kebajikan, menghindari kejahatan, dan mendamaikan antara manusia. Barangsiapa yang bersumpah untuk meninggalkan suatu kewajiban, maka wajib atasnya membatalkan sumpahnya tersebut dan haram baginya mempertahankannya. Dan barangsiapa yang bersumpah untuk meninggalkan suatu yang dianjurkan, maka boleh baginya membatalkannya. Barangsiapa yang bersumpah untuk melakukan sesuatu yang diharamkan, maka wajib atasnya membatalkannya, dan jika untuk melakukan sesuatu yang dimakruhkan, maka disunnahkan untuk membatalkannya. Sedangkan hal-hal yang mubah, maka seyogyanya menjaga sumpah tersebut dan tidak melanggarnya.
Ayat ini dapat dijadikan dalil atas kaidah yang terkenal yaitu, apabila ada kemaslahatan yang banyak, maka harus didahulukan yang paling terpenting darinya. Tetapi mempertahankan sumpah di sini adalah maslahat, melaksanakan perintah-perintah Allah dalam perkara ini adalah lebih besar maslahatnya dari hal itu, oleh karena itu harus didahulukan daripada sumpah.
Kemudian Allah menutup ayat ini dengan dua nama yang mulia seraya berfirman, وَاللَّهُ سَمِيعٌ “Dan Allah Maha Mendengar,” yakni, segala suara, عَلِيمٌ “lagi Maha Mengetahui” akan segala maksud dan niat, yang di antaranya adalah Dia mendengar perkataan orang-orang yang bersumpah dan mengetahui maksud sumpah mereka, apakah baik atau buruk. Dan termasuk dalam cakupannya adalah peringatan dari pembalasannya, dan bahwa ilmu tentang perbuatan-perbuatan dan niat-niat mereka adalah telah tetap di sisi Allah.
Usai menjelaskan hubungan harmonis suami-istri dalam rumah tangga, Allah menjelaskan adanya hubungan kurang harmonis antara keduanya yang sengaja ditutup-tutupi melalui sumpah. Dan janganlah kamu jadikan nama Allah selalu disebut-sebut dalam sumpahmu lantaran sumpah itu kamu jadikan sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan menciptakan kedamaian di antara manusia. Mengucapkan sumpah atas nama Allah untuk tidak mengerjakan perbuatan baik, seperti demi Allah, aku tidak akan membantu anak yatim, dilarang oleh agama. Jika telanjur diucapkan maka sumpah itu harus dibatalkan dengan membayar kafarat atau denda berupa salah satu dari tiga pilihan, yakni memberi makan sepuluh orang miskin sekali makan, memberi pakaian kepada mereka, memerdekakan budak, atau puasa tiga hari, seperti dijelaskan dalam surah al-ma”idah/5: 89. Allah maha mendengar apa yang kamu ucapkan, maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Setelah menjelaskan larangan bersumpah untuk tidak berbuat baik, Allah pada ayat ini menjelaskan jenis sumpah lain. Allah tidak menghukum dengan memberi sanksi berupa kafarat terhadap kamu karena sumpahmu yang diucapkan dengan tidak kamu sengaja, yakni ucapan sumpah namun tidak ada maksud bersumpah, tetapi dia menghukum kamu dengan memberi sanksi atau mengazab di akhirat karena niat yang terkandung dalam hatimu, yakni bila kamu bersumpah untuk meyakinkan orang lain. Allah maha pengampun atas sumpah yang telah kamu ucapkan, maha penyantun dengan tidak segera mengazab orang yang berbuat dosa agar mereka sadar dan bertobat
Al-Baqarah Ayat 224 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Baqarah Ayat 224, Makna Al-Baqarah Ayat 224, Terjemahan Tafsir Al-Baqarah Ayat 224, Al-Baqarah Ayat 224 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Baqarah Ayat 224
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176 | 177 | 178 | 179 | 180 | 181 | 182 | 183 | 184 | 185 | 186 | 187 | 188 | 189 | 190 | 191 | 192 | 193 | 194 | 195 | 196 | 197 | 198 | 199 | 200 | 201 | 202 | 203 | 204 | 205 | 206 | 207 | 208 | 209 | 210 | 211 | 212 | 213 | 214 | 215 | 216 | 217 | 218 | 219 | 220 | 221 | 222 | 223 | 224 | 225 | 226 | 227 | 228 | 229 | 230 | 231 | 232 | 233 | 234 | 235 | 236 | 237 | 238 | 239 | 240 | 241 | 242 | 243 | 244 | 245 | 246 | 247 | 248 | 249 | 250 | 251 | 252 | 253 | 254 | 255 | 256 | 257 | 258 | 259 | 260 | 261 | 262 | 263 | 264 | 265 | 266 | 267 | 268 | 269 | 270 | 271 | 272 | 273 | 274 | 275 | 276 | 277 | 278 | 279 | 280 | 281 | 282 | 283 | 284 | 285 | 286
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)