{1} Al-Fatihah / الفاتحة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | آل عمران / Ali ‘Imran {3} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Baqarah البقرة (Sapi Betina) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 2 Tafsir ayat Ke 227.
وَإِنْ عَزَمُوا الطَّلَاقَ فَإِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ ﴿٢٢٧﴾
wa in ‘azamuṭ-ṭalāqa fa innallāha samī’un ‘alīm
QS. Al-Baqarah [2] : 227
Dan jika mereka berketetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Namun jika mereka membulatkan tekad untuk mentalak (menceraikan) istri-istri mereka dengan tetap bersikukuh di atas sumpah mereka dan menolak untuk menggauli istri-istri mereka, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui perkataan mereka dan mengetahui niat-niat mereka dan Dia akan membalas mereka atasnya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan jika mereka bertetap hati untuk talak.
Di dalam kalimat ini terkandung pengertian yang menunjukkan bahwa talak tidak jatuh hanya dengan lewatnya masa empat bulan. Demikianlah menurut pendapat jumhur ulama mutaakhkhirin. Sedangkan menurut pendapat ulama lainnya, talak satu jatuh setelah lewat masa empat bulan. Pendapat ini didukung oleh riwayat yang sanad-sanadnya berpredikat sahih, dari Umar, Usman, Ali, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan Zaid ibnu Sabit. Pendapat inilah yang dipegang oleh Ibnu Sirin, Masruq, Al-Qasim, Salim, Al-Hasan, Abu Sala-mah, Qatadah, Syauraih Al-Qadi, Qubaisah ibnu Zuaib, Ata, Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, Sulaiman ibnu Tarkhan At-Taimi, Ibrahim An-Nakha’i, Ar-Rabi’ ibnu Anas, dan As-Saddi.
Kemudian dikatakan bahwa si istri tertalak dengan lewatnya masa ila empat bulan dengan status talak raj’i. Demikianlah menurut Sa’id ibnul Musayyab, Abu Bakar ibnu Abdur Rahman ibnul Haris ibnu Hisyam, Makhul, Rabi’ah, Az-Zuhri, dan Marwan ibnul Hakam.
Menurut pendapat yang lainnya lagi, si istri tertalak bain. Pendapat ini diriwayatkan dari Ali, Ibnu Mas’ud, Usman, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan Zaid ibnu Sabit, serta dipegang oleh Ata, Jabir ibnu Zaid, Masruq, Ikrimah, Al-Hasan, Ibnu Sirin, Muhammad ibnul Hanafiyyah, Ibrahim, Qubaisah ibnu Zuaib, Abu Hanifah, As-Sauri, dan Al-Hasan ibnu Saleh.
Semua pendapat yang mengatakan bahwa si istri tertalak dengan lewatnya masa empat bulan mewajibkan adanya idah atas pihak istri. Kecuali apa yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas dan Abusy Sya’sa yang mengatakan bahwa si istri telah mengalami haid tiga kali, maka tidak ada idah atas dirinya. Pendapat inilah yang dikemukakan oleh Imam Syafii.
Akan tetapi, pendapat yang dikatakan oleh jumhur ulama mutaakhkhirin mengatakan bahwa pihak suami dihentikan, lalu ia dituntut untuk kembali kepada istrinya atau menceraikannya, dan tiada suatu talak pun yang jatuh atas diri si istri hanya karena lewatnya masa empat bulan.
Imam Malik meriwayatkan dari Nafi’, dari Abdullah ibnu Umar yang mengatakan, “Apabila seorang lelaki meng-ila istrinya, maka talaknya tidak ada yang jatuh, sekalipun telah berlalu masa empat bulan, melainkan pihak suami dihentikan, lalu dituntut untuk kembali kepada istrinya atau menceraikannya.” Demikianlah menurut riwayat yang diketengahkan oleh Imam Bukhari.
Imam Syafii rahimahullah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Yahya ibnu Sa’id, dari Sulaiman ibnu Yasar yang mengatakan, “Aku telah menjumpai belasan orang sahabat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, semua berpendapat bahwa lelaki yang bersumpah ila dihentikan.” Pengertian belasan menurut Imam Syafii paling sedikit terdiri atas tiga belas orang.
Imam Syafii meriwayatkan sebuah asar melalui Ali r.a., bahwa ia menghentikan suami yang bersumpah ila. Kemudian mengatakan bahwa memang demikianlah menurut pendapat kami, pendapat ini sesuai dengan apa yang telah kami riwayatkan melalui Umar, Ibnu Umar, Siti Aisyah, Usman, Zaid ibnu Sabit dan belasan orang sahabat Nabi lainnya. Demikianlah pendapat Imam Syafii rahimahullah.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ayub, dari Ubaidillah ibnu Umar, dari Suhail ibnu Abu Saleh, dari ayahnya yang menceritakan bahwa ia pernah bertanya kepada dua belas lelaki sahabat tentang masalah seorang lelaki yang mengucapkan sumpah ila terhadap istrinya. Mereka mengatakan bahwa si suami tidak dikenakan apa pun sebelum lewat masa empat bulan, setelah itu si suami dihentikan dan dipaksa memilih salah satu di antara dua alternatif: Adakalanya kembali kepada istrinya (menyetubuhinya) atau menceraikannya.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Imam Daruqutni melalui Suhail.
Menurut kami, pendapat ini diriwayatkan dari Umar, Usman, Ali, Abu Darda, Aisyah Ummul Muminin, Ibnu Umar, dan ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan pula oleh Sa’id ibnul Musayyab, Umar ibnu Abdul Aziz, Mujahid, Tawus, Muhammad ibnu Ka’b, dan Al-Qasim.
Pendapat ini merupakan mazhab Imam Malik, Imam Syafii, dan Imam Ahmad ibnu Hambal serta murid-murid mereka semuanya, rahimahullah.
Pendapat ini pula yang dipilih oleh Ibnu Jarir, juga yang dikatakan oleh Al-Lais, Ishaq ibnu Rahawaih, Abu Ubaid, Abu Saur, dan Daud. Mereka semua berpendapat bahwa jika pihak suami tidak mau kembali kepada istrinya, maka pihak suami harus menalak istrinya. Jika pihak suami tidak mau menalak istrinya, maka pihak hakimlah yang menjatuhkan talaknya. Kemudian talak yang dijatuhkan ber-sifat raj’i, si suami boleh merujuknya selagi dalam masa idahnya.
Tetapi Imam Malik berpendapat menyendiri. Ia mengatakan, tidak boleh pihak suami merujuknya sebelum ia menyetubuhi istrinya dalam idahnya. Pendapat ini aneh sekali.
Para ahli fiqih dan lain-lainnya sehubungan dengan masalah menangguhkan seorang suami yang bersumpah ila selama empat bulan telah menyebutkan sebuah asar yang diriwayatkan oleh Imam Malik ibnu Anas di dalam kitab Muwatta-nya, dari Abdullah ibnu Dinar yang menceritakan bahwa di suatu malam Khalifah Umar ibnul Khattab keluar, lalu ia mendengar seorang wanita mengucapkan syair berikut:
Malam ini terasa amat panjang dan lambungnya kelihatan sudah menghitam, sedangkan aku tidak dapat tidur karena tiada kekasih yang biasa bermain denganku. Maka demi Allah, seandainya aku tidak mempunyai perasaan bahwa Allah selalu mengawasiku, niscaya lambungnya akan bergerak dari tempat tidur ini.
Kemudian Umar bertanya kepada anak perempuannya (yaitu Siti Hafsah r.a.), “Berapa lamakah seorang wanita bertahan ditinggal suaminya?” Siti Hafsah menjawab, “Enam atau empat bulan.” Maka Umar berkata, “Aku tidak akan menugaskan seorang pun dari pasukan kaum muslim lebih dari masa tersebut.”
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari As-Saib ibnu Jubair maula ibnu Abbas yang telah menjumpai masa sahabat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (yakni tabi’in) mengatakan bahwa ia masih tetap teringat kepada hadis Umar. Disebutkan bahwa di suatu malam Khalifah Umar mengelilingi kota Madinah, dia sering melakukan hal tersebut, tiba-tiba ia melewati rumah seorang wanita Arab, sedangkan pintu rumah wanita itu tertutup, lalu terdengar wanita itu mendendangkan syair berikut:
Malam ini terasa amat panjang dan lambung tempat tidurnya Sudah lapuk, sedangkan aku sendiri tidak dapat tidur karena tiada kekasih yang aku biasa bermain dengannya. Aku bermain dengannya tahap demi tahap, seakan-akan bulan menampakkan alisnya di malam yang pekat, Dia membuat senang orang yang bermain di dekatnya, dalam kelembutan perutnya yang agak besar itu aku mendekatinya. Demi Allah, seandainya tidak ada Allah dan memang kenyataannya tiada sesuatu pun selain Allah, niscaya lambungnya pasti direbahkannya di atas tempat tidur ini. Akan tetapi, aku takut kepada malaikat pengawas yang ditugaskan menjaga diri kami, sepanjang masa dia selalu mencatat semuanya karena taat kepada perintah Tuhanku, sedangkan rasa malu menghalang-halangi diriku dan demi menghormat suamiku agar diriku jangan tercemar.
Kemudian perawi melanjutkan asar ini seperti yang disebutkan di atas atau semisal dengannya. Asar ini diriwayatkan pula melalui berbagai jalur, dan merupakan salah satu as’ar yang terkenal.
Tafsir Ayat:
وَإِنْ عَزَمُوا الطَّلاقَ “Dan jika mereka ber’azam (bertetap hati untuk) talak,” artinya, mereka tidak mau kembali (dan melakukan jimak) yang merupakan tanda kebencian mereka terhadap istri-istri mereka dan ketidaksukaan terhadap mereka. Ini tidaklah terjadi kecuali karena ketetapan hati yang kuat untuk talak. Apabila ini terjadi, maka ini adalah hak yang wajib dilaksanakan secara langsung, dan bila tidak, maka hakimlah yang memaksanya untuk melakukan talak atau melakukannya untuknya.
فَإِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ “Maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” Ayat ini merupakan ancaman dan peringatan bagi orang yang bersumpah dengan sumpah seperti ini dan ia bermaksud menyusahkan dan memberatkan (istrinya) dengan sumpahnya.
Ayat ini dapat dijadikan dalil bahwa ila` itu khusus terhadap istri karena Allah hanya menyebutkan, “istrinya,” dan juga bahwa berjimak itu wajib pada setiap empat bulan sekali, karena setelah empat bulan itu ia harus dipaksa, baik untuk berjimak atau melakukan talak, dan hal ini tidaklah seperti itu kecuali karena ia meninggalkan suatu yang wajib.
Dan jika mereka berketetapan hati tanpa keraguan hendak menceraikan istrinya maka mereka wajib mengambil keputusan yang pasti, yaitu cerai, maka sungguh, Allah maha mendengar apa yang mereka ucapkan dan maha mengetahui apa yang ada dalam hati mereka. Penyebutan dua sifat Allah sekaligus mengisyaratkan bahwa talak atau perceraian dianggap sah apabila diucapkan atau diikrarkan dengan jelas dan bukan karena paksaan. Setelah menjelaskan masalah perempuan yang ditalak suaminya, berikut ini Allah menjelaskan idah mereka. Dan para istri yang diceraikan bila sudah pernah dicampuri, belum menopause, dan tidak sedang hamil, wajib menahan diri mereka menunggu selama tiga kali quru, yaitu tiga kali suci atau tiga kali haid. Tenggang waktu ini bertujuan selain untuk membuktikan kosong-tidaknya rahim dari janin, juga untuk memberi kesempatan kepada suami menimbang kembali keputusannya. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahim mereka, baik berupa janin, haid, maupun suci yang dialaminya selama masa idah. Ketentuan di atas akan mereka laksanakan dengan baik jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhir. Dan para suami mereka berhak menjatuhkan pilihannya untuk kembali kepada istri mereka dalam masa idah itu, jika mereka menghendaki perbaikan hubungan suami-istri yang sedang mengalami keretakan tersebut. Dan mereka, para perempuan, mempunyai hak seimbang yang mereka peroleh dari suaminya dengan kewajibannya yang harus mereka tunaikan menurut cara yang patut sesuai tugas dan tanggung jawab masing-masing. Tetapi para suami mempunyai kelebihan di atas mereka. 3 yaitu derajat kepemimpinan karena tanggung jawab terhadap keluarganya. Allah mahaperkasa atas orang-orang yang mendurhakai aturan-aturan yang telah ditetapkan, mahabijaksana dalam menetapkan aturan dan syariat-Nya.
Al-Baqarah Ayat 227 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Baqarah Ayat 227, Makna Al-Baqarah Ayat 227, Terjemahan Tafsir Al-Baqarah Ayat 227, Al-Baqarah Ayat 227 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Baqarah Ayat 227
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176 | 177 | 178 | 179 | 180 | 181 | 182 | 183 | 184 | 185 | 186 | 187 | 188 | 189 | 190 | 191 | 192 | 193 | 194 | 195 | 196 | 197 | 198 | 199 | 200 | 201 | 202 | 203 | 204 | 205 | 206 | 207 | 208 | 209 | 210 | 211 | 212 | 213 | 214 | 215 | 216 | 217 | 218 | 219 | 220 | 221 | 222 | 223 | 224 | 225 | 226 | 227 | 228 | 229 | 230 | 231 | 232 | 233 | 234 | 235 | 236 | 237 | 238 | 239 | 240 | 241 | 242 | 243 | 244 | 245 | 246 | 247 | 248 | 249 | 250 | 251 | 252 | 253 | 254 | 255 | 256 | 257 | 258 | 259 | 260 | 261 | 262 | 263 | 264 | 265 | 266 | 267 | 268 | 269 | 270 | 271 | 272 | 273 | 274 | 275 | 276 | 277 | 278 | 279 | 280 | 281 | 282 | 283 | 284 | 285 | 286
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)