{1} Al-Fatihah / الفاتحة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | آل عمران / Ali ‘Imran {3} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Baqarah البقرة (Sapi Betina) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 2 Tafsir ayat Ke 255.
اللَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ ۚ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۖ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ ﴿٢٥٥﴾
allāhu lā ilāha illā huw, al-ḥayyul-qayyụm, lā ta`khużuhụ sinatuw wa lā na`ụm, lahụ mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ, man żallażī yasyfa’u ‘indahū illā bi`iżnih, ya’lamu mā baina aidīhim wa mā khalfahum, wa lā yuḥīṭụna bisyai`im min ‘ilmihī illā bimā syā`, wasi’a kursiyyuhus-samāwāti wal-arḍ, wa lā ya`ụduhụ ḥifẓuhumā, wa huwal-‘aliyyul-‘aẓīm
QS. Al-Baqarah [2] : 255
Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar.
Allah, tiada tuhan yang berhak untuk disembah selian Dia, Dia Mahahidup, Pemilik seluruh makna kehidupan sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Pemelihara segala sesuatu, tidak pernah mengantuk apalagi tidur. Segala apa yang ada dilangit dan dibumi adalah milik-Nya, tidak ada seorangpun yang berani berbuat lancang dengan memberi syafaat dihadapan-Nya kecuali dengan izin-Nya. Ilmu-Nya mencakup segala apa yang ada, dimasa lalu, saat ini dan yang akan datang. Dia mengetahui perkara-perkara yang akan datang yang dihadapi oleh para makhluk dan mengetahui perkara-perkara masa lalu yang telah ditinggalkan oleh makhluk. Tidak seorangpun dari makhluk yang mengetahui sedikitpun dari ilmu-Nya , kecuali sebatas apa yang Allah ajarkan dan sampaikan kepadanya. Kursi-Nya meliputi langit-langit dan bumi. Kursi adalah tempat pijakan kedua kaki Rabb, dan hanya Allah yang mengetahui bagaimananya. Menjaga langit dan bumi tidak memberiatkan bagi Allah, Dialah yang Mahatinggi dengan Dzat dan sifat-sifat-Nya di atas seluruh makhluk-Nya, pemilik segala sifat keagungan dan kesombongan. Ayat ini adalah ayat yang paling agung di dalam Al Qur’an dan bernama ayat kursi.
Ayat ini disebut “ayat Kursi”, ia mempunyai kedudukan yang besar.
Di dalam sebuah hadis sahib, dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ disebutkan bahwa ayat Kursi merupakan ayat yang paling utama di dalam Kitabullah.
Imam Ahmad mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Sa’id Al-Jariri, dari Abus Salil, dari Abdullah ibnu Rabah, dari Ubay ibnu Ka’b, bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bertanya kepadanya, “Ayat Kitabullah manakah yang paling agung?” Ubay menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengulang-ulang pertanyaannya, maka Ubay menjawab, “Ayat Kursi.” Lalu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Selamatlah dengan ilmu yang kamu miliki, hai Abul Munzir. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya ayat Kursi itu mempunyai lisan dan sepasang bibir yang selalu menyucikan Tuhan Yang Mahakuasa di dekat pilar Arasy.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Abdul A’la ibnu Abdul A’la, dari Al-Jariri dengan lafaz yang sama. Akan tetapi, pada hadis yang ada pada Imam Muslim tidak terdapat kalimat “Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya”, hingga akhir hadis.
Hadis yang lain diriwayatkan dari Ubay pula mengenai keutamaan ayat Kursi ini. Al-Hafiz Abu Ya’la Al-Mausuli mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Maisarah, dari Al-Auza’i, dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Ubaidah ibnu Abu Lubabah, dari Abdullah ibnu Ubay ibnu Ka’b yang menceritakan, ayahnya pernah menceritakan kepadanya bahwa ia memiliki sebuah wadah besar yang berisikan buah kurma. Ayahnya biasa menjaga tong berisikan kurma itu, tetapi ia menjumpai isinya berkurang. Di suatu malam ia menjaganya, tiba-tiba ia melihat seekor hewan yang bentuknya mirip dengan anak lelaki yang baru berusia balig. Lalu aku (Ka’b) bersalam kepadanya dan ia menyalami salamku. Aku bertanya, “Siapakah kamu, jin ataukah manusia?” Ia menjawab, “Jin.” Aku berkata, “Kemarikanlah tanganmu ke tanganku.” Maka ia mengulurkan tangannya ke tanganku, ternyata tangannya seperti kaki anjing, begitu pula bulunya. Lalu aku berkata, “Apakah memang demikian bentuk jin itu?” Ia menjawab, “Kamu sekarang telah mengetahui jin, di kalangan mereka tidak ada yang lebih kuat daripada aku.” Aku bertanya, “Apakah yang mendorongmu berbuat demikian?” Ia menjawab, ‘Telah sampai kepadaku bahwa kamu adalah seorang manusia yang suka bersedekah, maka kami ingin memperoleh sebagian dari makananmu.” Lalu ayahku (Ka’b) berkata kepadanya, “Hal apakah yang dapat melindungi kami dari gangguan kalian?” Jin itu menjawab, “Ayat ini,” yakni ayat Kursi. Pada keesokan harinya Ka’b berangkat menemui Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, lalu menceritakan hal itu kepadanya. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Benarlah (apa yang dikatakan oleh) si jahat itu.
Imam Bukhari di dalam Bab “Fadailil Qur’an (Keutamaan Al-Qur’an)”, yaitu bagian Wakalah, mengenai sifat iblis, dalam kitab sahihnya mengatakan:
bahwa Usman ibnul Haisam yang dijuluki Abu Amr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan hadis berikut: Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menugasi diriku untuk menjaga (hasil) zakat Ramadan. Datanglah kepadaku seseorang yang langsung mengambil sebagian dari makanan, maka aku menangkapnya dan kukatakan (kepadanya), “Sungguh aku akan melaporkan kamu kepada Rasulullah.” Ia menjawab, “Lepaskanlah aku, sesungguhnya aku orang yang miskin dan banyak anak serta aku dalam keadaan sangat perlu (makanan).” Aku melepaskannya, dan pada pagi harinya Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda (kepadaku), “Hai Abu Hurairah, apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi malam?” Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengadu tentang kemiskinan yang sangat dan banyak anak, hingga aku kasihan kepadanya, maka kulepaskan dia.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Ingatlah, sesungguhnya dia telah berdusta kepadamu dan dia pasti akan kembali lagi.” Aku mengetahui bahwa dia pasti akan kembali karena sabda Rasul صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang mengatakan bahwa dia akan kembali. Untuk itu aku mengintainya, ternyata dia datang lagi, lalu mengambil sebagian dari makanan itu. Maka kutangkap dia, dan aku berkata kepadanya, “Sungguh aku akan melaporkanmu kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ” Ia berkata, “Lepaskanlah aku, karena sesungguhnya aku orang yang miskin dan banyak tanggungan anak-anak, aku kapok tidak akan kembali lagi.” Aku merasa kasihan kepadanya dan kulepaskan dia. Pada pagi harinya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya kepadaku, “Hai Abu Hurairah, apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi malam?” Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengadukan keadaannya yang miskin dan banyak anak, aku merasa kasihan kepadanya, akhirnya terpaksa kulepaskan dia.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Ingatlah, sesungguhnya dia telah berdusta kepadamu dan dia pasti akan kembali lagi.” Kuintai untuk yang ketiga kalinya, ternyata dia datang lagi, lalu mengambil sebagian dari makanan. Maka aku tangkap dia, dan kukatakan kepadanya, “Sungguh aku akan menghadapkan dirimu kepada Rasulullah. Kali ini untuk yang ketiga kalinya kamu katakan bahwa dirimu tidak akan kembali, tetapi ternyata kamu kembali lagi.” Ia menjawab, “Lepaskanlah aku, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat yang akan membuatmu mendapat manfaat dari Allah karenanya.” Aku bertanya, “Kalimat-kalimat apakah itu?” Ia menjawab, “Apabila kamu hendak pergi ke peraduanmu, maka bacalah ayat Kursi, yaitu ‘Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya)’, hingga kamu selesaikan ayat ini. Sesungguhnya engkau akan terus-menerus mendapat pemeliharaan dari Allah dan tiada setan yang berani mendekatimu hingga pagi harinya.” Maka aku lepaskan dia. Pada pagi harinya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya kepadaku, “Apakah yang telah dilakukan oleh tawananmu tadi malam?” Aku menjawab, “Wahai Rasulullah, dia menduga bahwa dirinya mengajarkan kepadaku beberapa kalimat yang menyebabkan aku mendapat manfaat dari Allah karenanya, maka dia kulepaskan.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya, “Apakah kalimat-kalimat itu?” Aku menjawab, “Dia mengatakan kepadaku, ‘Apabila engkau hendak pergi ke peraduanmu, bacalah ayat Kursi dari awal hingga akhir ayat, yaitu: Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya).’ Dia mengatakan kepadaku, ‘Engkau akan terus-menerus mendapat pemeliharaan dari Allah dan tidak ada setan yang berani mendekatimu hingga pagi harinya’.” Sedangkan para sahabat adalah orang-orang yang paling suka kepada kebaikan. Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Ingatlah, sesungguhnya dia percaya kepadamu, tetapi dia sendiri banyak berdusta. Hai Abu Hurairah, tahukah kamu siapakah orang yang kamu ajak bicara selama tiga malam itu?” Aku menjawab, “Tidak.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Dia adalah setan.”
Sesungguhnya banyak hadis lain yang menceritakan keutamaan ayat Kursi ini, sengaja tidak kami ketengahkan untuk meringkas, mengingat predikatnya tidak ada yang sahih lagi sanadnya daif, seperti hadis Ali yang menganjurkan membacanya di saat hendak ber-hijamah (berbekam). Disebutkan bahwa membaca ayat Kursi di saat hendak berhijamah sama kedudukannya dengan melakukan hijamah dua kali. Dan hadis Abu Hurairah yang menceritakan perihal menulis ayat Kursi pada telapak tangan kiri dengan memakai minyak za’faran sebanyak tujuh kali, lalu dijilat yang faedahnya untuk menguatkan hafalan dan tidak akan lupa pada hafalannya. Kedua hadis tersebut diketengahkan oleh Ibnu Murdawaih, juga hadis-hadis yang lain mengenainya.
Ayat Kursi Mengandung Sepuluh Kalimat yang Menyendiri.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Allah, tidak ada Tuhan melainkan Dia.
Pemberitahuan yang menyatakan bahwa Dialah Tuhan Yang Maha Esa bagi semua makhluk.
Yang Hidup kekal lagi terus-menerus mengurus (makhluk-Nya).
Yakni Dia adalah Zat Yang Hidup kekal, tidak mati selama-lamanya, lagi terus-menerus mengurus selain-Nya. Sahabat Umar membacanya qiyamun dengan pengertian bahwa semua makhluk berhajat kepada-Nya, sedangkan Dia Mahakaya dari semua makhluk. Dengan kata lain, segala sesuatu tidak akan berujud tanpa perintah dari-Nya. Perihalnya sama dengan makna yang ada dalam firman-Nya:
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan kehendak-Nya. (Ar Ruum:25)
Adapun firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
tidak mengantuk dan tidak tidur.
Artinya, Dia tidak pernah terkena kekurangan, tidak lupa, tidak pula lalai terhadap makhluk-Nya. Bahkan Dia mengurus semua jiwa berikut amal perbuatannya, lagi menyaksikan segala sesuatu. Tiada sesuatu pun yang gaib (tidak diketahui) oleh-Nya, tiada suatu perkara yang samar pun yang tidak diketahui-Nya. Di antara kesempurnaan sifat Qayyum-Nya ialah Dia tidak pernah mengantuk dan tidak pernah pula tidur.
Lafaz la ta-khuzuhu artinya tidak pernah terkena, sinatun, artinya mengantuk, yaitu pendahuluan dari tidur. Wala naum, dan tidak pula tidur, lafaz ini disebutkan karena pengertiannya lebih kuat daripada yang pertama.
Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan dari Abu Musa:
Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berdiri di antara kami, lalu mengucapkan empat kalimat berikut, yaitu: “Sesungguhnya Allah tidak tidur dan tidak layak bagi-Nya tidur. Dia merendahkan dan mengangkat timbangan (amal perbuatan), dilaporkan kepada-Nya semua amal perbuatan siang hari sebelum amal perbuatan malam hari, dan amal perbuatan malam hari sebelum amal perbuatan siang hari. Hijab (penghalang)-Nya adalah nur atau api. Seandainya Dia membuka hijab-Nya, niscaya Kesucian Zat-Nya akan membakar semua makhluk sejauh pandangan-Nya.”
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, telah menceritakan kepadaku Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah maula Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Tidak mengantuk dan tidak tidur. (Al Baqarah:255) Bahwa Musa a.s. pernah bertanya kepada para malaikat, “Apakah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى pernah tidur?” Maka Allah mewahyukan kepada para malaikat dan memerintahkan mereka untuk membuat Musa mengantuk selama tiga hari, dan mereka tidak boleh membiarkannya terjaga. Mereka mengerjakan apa yang diperintahkan itu. Mereka memberi dua buah botol kepada Musa supaya dipegang, lalu mereka meninggalkannya. Sebelum itu mereka mewanti-wanti kepada Musa agar hati-hati terhadap kedua botol tersebut, jangan sampai pecah. Maka Musa mulai mengantuk, sementara kedua botol itu dipegang oleh masing-masing tangannya. Kemudian Musa mengantuk dan sadar, dan mengantuk serta sadar. Akhirnya ia mengantuk selama beberapa saat, lalu salah satu dari kedua botol itu beradu dengan yang lainnya hingga pecah.
Ma’mar mengatakan, sesungguhnya apa yang disebutkan oleh kisah di atas merupakan misal (perumpamaan) yang dibuat oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Ma’mar ‘mengatakan bahwa demikian pula halnya langit dan bumi di tangan kekuasaan-Nya (seandainya Dia mengantuk, niscaya keduanya akan hancur berantakan).
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Al-Hasan ibnu Yahya, dari Abdur Razzaq yang mengetengahkan kisah ini. Pada kenyataannya kisah ini merupakan salah satu dari berita kaum Bani Israil, yang kesimpulannya menyatakan bahwa hal seperti ini termasuk salah satu hal yang diajarkan kepada Musa untuk mengetahui bahwa Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى itu tiada sesuatu pun yang samar bagi-Nya dan bahwa Dia Mahasuci dari hal tersebut.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Qasim ibnu Atiyyah, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman Ad-Dustuki, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, telah menceritakan kepada kami Asy’as ibnu Ishaq, dari Ja’far ibnu Abul Mugirah, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa orang-orang Bani Israil pernah bertanya, “Hai Musa, apakah Tuhanmu tidur?” Musa menjawab, “Ber-takwalah kalian kepada Allah.” Maka Tuhan berseru kepadanya, “Hai Musa, mereka menanyakan kepadamu, apakah Tuhanmu tidur? Maka ambillah dua buah botol, lalu peganglah pada kedua tanganmu dan janganlah kamu tidur pada malam harinya.” Musa melakukan hal itu. Ketika sepertiga malam hari lewat, Musa merasa mengantuk hingga ia jatuh terduduk, tetapi ia terbangun, lalu dengan segera ia membetulkan letak kedua botol itu. Tetapi ketika malam hari berada pada penghujungnya, Musa mengantuk dan kedua botol itu jatuh, lalu pecah. Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman, “Hai Musa, seandainya Aku mengantuk, niscaya terjatuhlah langit dan bumi dan hancur berantakan, sebagaimana kedua botol yang ada pada kedua tanganmu itu terjatuh.” Kemudian Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan ayat Kursi ini kepada Nabi-Nya صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi.
Ayat ini memberitakan bahwa semuanya adalah hamba-hamba-Nya, berada dalam kekuasaan-Nya dan di bawah pengaturan dan pemerintahan-Nya. Perihalnya sama dengan makna yang ada dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (Maryam:93-95)
Adapun firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Tidak ada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya melainkan dengan seizin-Nya.
Makna ayat ini sama dengan ayat lain, yaitu firman-Nya:
Dan berapa banyak malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai-(Nya). (An Najm:26)
Sama pula dengan firman-Nya:
dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah. (Al Anbiyaa:28)
Demikian itu karena keagungan dan kebesaran serta ketinggian-Nya, hingga tidak ada seorang pun yang berani memberikan syafaat kepada seseorang di sisi-Nya melainkan dengan izin dari-Nya. Seperti hal yang disebutkan di dalam hadis mengenai syafaat, yaitu:
Aku datang ke bawah Arasy, lalu aku menyungkur bersujud, dan Allah membiarkan diriku dalam keadaan demikian menurut apa yang dikehendaki-Nya. Kemudian Dia berfirman, “Angkatlah kepalamu dan katakanlah (apa yang engkau kehendaki), niscaya kamu didengar, dan mintalah syafaat, niscaya kamu diberi izin untuk memberi syafaat.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melanjutkan kisahnya, “Kemudian Allah memberikan suatu batasan kepadaku, lalu aku masukkan mereka ke dalam surga.”
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka.
Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan bahwa pengetahuan Allah meliputi semua yang ada, baik masa lalu, masa sekarang, maupun masa depannya. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung dalam ayat lain yang mengisahkan malaikat:
Dan tidaklah kami (Jibril) turun kecuali dengan perintah Tuhanmu. Kepunyaan-Nyalah apa-apa yang ada di hadapan kita, apa-apa yang ada di belakang kita, dan apa-apa yang ada di antara keduanya, dan tidaklah Tuhanmu lupa. (Maryam:64)
Dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.
Yakni tidak ada seorang pun yang mengetahui sesuatu dari ilmu Allah kecuali sebatas apa yang Allah beri tahukan kepadanya dan apa yang diperlihatkan kepadanya.
Akan tetapi, makna ayat ini dapat ditafsirkan bahwa makna yang dimaksud ialah mereka tidak dapat mengetahui sesuatu pun mengenai pengetahuan tentang Zat dan sifat-sifat-Nya melainkan hanya sebatas apa yang diperlihatkan oleh Allah kepadanya. Perihalnya sama dengan makna yang terkandung di dalam firman-Nya:
sedangkan ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. (Thaahaa:110)
Kursi Allah meliputi langit dan bumi.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Idris, dari Mutarrif, dari Tarif, dari Ja’far ibnu Abul Mugirah, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini. Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan ‘Kursi-Nya’ ialah ilmu-Nya.
Hal yang sama telah diriwayatkan Ibnu Jarir melalui hadis Abdullah ibnu Idris dan Hasyim, keduanya dari Mutarrif ibnu Tarif dengan lafaz yang sama. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan pula dari Sa’id ibnu Jubair hal yang semisal.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan bahwa ulama lainnya mengatakan, “Yang dimaksud dengan Kursi ialah tempat kedua telapak kaki (kekuasaan-Nya).” Kemudian ia meriwayatkannya dari Abu Musa, As-Saddi, Ad-Dahhak, dan Muslim Al-Batin.
Syuja’ ibnu Makhlad mengatakan di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Abu Asim, dari Sufyan, dari Ammar Az-Zahabi, dari Muslim Al-Batin, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah ditanya mengenai makna firman-Nya: Kursi Allah meliputi langit dan bumi.Maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab:
Kursi Allah ialah tempat kedua telapak kaki (kekuasaan-Nya), sedangkan Arasy tiada yang dapat menaksir luasnya kecuali hanya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى sendiri.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan pula hadis ini melalui jalur Syuja’ ibnu Makhlad Al-Fallas yang menceritakan hadis ini, tetapi ke-marfu’-an hadis ini adalah suatu kekeliruan. Karena Waki’ meriwayatkannya pula di dalam kitab tafsirnya, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Ammar Az-Zahabi, dari Muslim Al-Batin, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Kursi adalah tempat kedua telapak kaki (kekuasaan)-Nya, dan Arasy, tidak ada seorang pun yang dapat menaksir luasnya.
Hal yang semisal diriwayatkan pula oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya, dari Abul Abbas (yaitu Muhammad ibnu Ahmad Al-Mahbubi), dari Muhammad ibnu Mu’az, dari Abu Asim, dari Sufyan (yaitu As-Sauri) berikut sanadnya, dari Ibnu Abbas, tetapi mauquf sampai kepada Ibnu Abbas saja (dan tidak marfu’ sampai kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ). Selanjutnya Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat Syaikhain (Bukhari dan Muslim), tetapi keduanya tidak mengetengahkan asar ini.
Ibnu Murdawaih meriwayakan pula melalui jalur Al-Hakim ibnu Zahir Al-Fazzari Al-Kufi yang dikenal hadisnya tak terpakai, dari As-Saddi, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara marfu’, tetapi tidak sahih predikatnya.
As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik bahwa Kursi terletak di bawah Arasy.
As-Saddi sendiri mengatakan bahwa langit dan bumi berada di dalam Kursi, sedangkan Kursi berada di hadapan Arasy.
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, “Seandainya langit dan bumi yang masing-masingnya terdiri atas tujuh lapis dihamparkan, kemudian satu sama lainnya disambungkan, maka semuanya itu bukan apa-apa bila dibandingkan dengan luasnya Kursi, melainkan hanya seperti suatu halqah (sekerumunan manusia) yang berada di tengah-tengah padang pasir.”
Hal ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abu Hatim. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepadaku Ibnu Wahb, bahwa Ibnu Zaid pernah mengatakan, ayahnya pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda:
Tiadalah langit yang tujuh (bila) diletakkan di dalam Kursi, melainkan seperti tujuh keping uang dirham yang dilemparkan di atas sebuah tameng.
Disebutkan pula, Abu Zar r.a. pernah mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda:
Tiadalah Kursi itu (bila) diletakkan di dalam Arasy melainkan seperti sebuah halqah (lingkaran) besi yang dilemparkan di tengah-tengah sebuah padang pasir dari bumi.
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wuhaib Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abul Yusri Al-Asqalani, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah At-Tamimi, dari Al-Qasim ibnu Muhammad As-Saqafi, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Abu Zar Al-Gifari, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tentang Kursi. Maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tiadalah langit yang tujuh dan bumi yang tujuh lapis bila diletakkan pada Kursi melainkan seperti sebuah lingkaran (besi) yang dilemparkan di tengah-tengah padang pasir. Dan sesungguhnya keutamaan Arasy atas Kursi sama dengan keutamaan padang pasir atas lingkaran itu.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya.
Maksudnya, tidak memberatkan-Nya dan tidak mengganggu-Nya sama sekali memelihara langit dan bumi serta semua makhluk yang ada pada keduanya, bahkan hal tersebut mudah dan sangat ringan bagi-Nya. Dialah yang mengatur semua jiwa beserta semua apa yang diperbuatnya, Dialah yang mengawasi segala sesuatu. Tidak ada sesuatu pun yang terhalang dari-Nya, dan tiada sesuatu pun yang gaib bagi-Nya. Segala sesuatu seluruhnya hina di hadapan-Nya dalam keadaan tunduk dan patuh bila dibandingkan dengan-Nya, lagi berhajat kepada-Nya, sedangkan Dia Mahakaya lagi Maha Terpuji, Maha melakukan semua yang dikehendaki-Nya, tidak dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang dilakukan-Nya, sedangkan mereka dimintai pertanggungjawaban. Dia Mahamenang atas segala sesuatu, Maha Menghitung atas segala sesuatu, Maha Mengawasi (Waspada), Mahaagung. Tidak ada Tuhan selain Dia, dan tidak ada Rabb selain Dia.
Firman Allah Sw:
Dan Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.
Sama maknanya dengan firman-Nya:
Yang Mahabesar lagi Mahatinggi. (Ar Ra’du:9)
Cara memahami ayat-ayat ini dan hadis-hadis sahih yang semakna dengannya lebih baik memakai metode yang dilakukan oleh ulama Salaf yang saleh dan dianjurkan oleh mereka, yaitu tidak serupa dan tidak mirip dengan apa yang digambarkan dalam teksnya.
(255) Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengabarkan,
أَنَّ هٰذِهِ الْآيَةَ أَعْظَمُ آيَاتِ الْقُرْآنِ.
“Bahwa ayat ini adalah ayat yang paling agung dalam al-Qur`an,”
karena ayat ini meliputi makna tauhid, kebesaran, dan luasnya sifat Allah جَلَّ جَلالُهُ, dan Allah جَلَّ جَلالُهُmengabarkan bahwasanya Dia adalah, اَللّٰهُ “Allah جَلَّ جَلالُهُ” yang memiliki segala makna-makna ketuhanan, dan bahwasanya tidak ada yang berhak bercitra ketuhanan dan per-ibadahan kecuali hanya Dia.
Dipertuhankannya selainNya dan peribadahan kepada selain-Nya adalah batil, dan bahwasanya Dia اَلْحَيُّ “Hidup kekal,” yang memiliki seluruh makna-makna kehidupan yang sempurna berupa pendengaran, penglihatan, kemampuan, kehendak, dan sebagainya dari sifat-sifat fisik, sebagaimana juga Dia الْقَيُّوْمُ terus menerus mengurus (makhlukNya),” termasuk di dalamnya segala macam bentuk sifat-sifat perbuatan, karena Dia terus menerus mengurus (makhlukNya), yang sendiri saja mengurusnya, dan tidak butuh kepada bantuan seluruh makhluk-makhlukNya. Allah جَلَّ جَلالُهُ mengurus segala makhluk, di mana Dia menciptakan mereka, menetapkannya, memberikan segala kebutuhan mereka dalam mempertahankan keberadaan dan kelanggengan mereka. Dan di antara kesempur-naan hidup dan kepengurusanNya bahwa Dia لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ “tidak mengantuk,” maksudnya, tidak ingin tidur, وَّلَا نَوْمٌۗ “dan tidak tidur” karena ngantuk. Tidur hanya muncul pada para makhluk yang diselubungi oleh kelemahan, ketidakmampuan, serta kekurangan, dan tidak muncul pada Dzat yang memiliki keagungan, kesom-bongan, dan kemuliaan, dan Allah جَلَّ جَلالُهُ juga mengabarkan bahwasanya Dia Pemilik apa yang ada di langit dan di bumi, semuanya adalah hamba-hamba Allah جَلَّ جَلالُهُ sebagai budak-budakNya yang tidak ada seorang pun yang keluar dari koridor tersebut,
اِنْ كُلُّ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ اِلَّآ اٰتِى الرَّحْمٰنِ عَبْدًا
“Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba.” (Maryam: 93).
Maka Dia-lah Raja segala raja dan Dia-lah yang memiliki segala sifat raja, pengaturan, kekuasaan, dan kesombongan, dan dari kesempurnaan kerajaanNya bahwasanya tidak ada yang dapat, يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ “memberi syafa’at di sisi Allah جَلَّ جَلالُهُ,” yakni tak seorang pun, اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ “kecuali dengan izinNya.” Setiap pemuka kaum dan para pemegang syafa’at adalah hamba-hamba bagiNya dan budak-budakNya, di mana mereka tidak melakukan syafa’at hingga me-reka diizinkan untuk itu, (Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman,)
قُلْ لِّلّٰهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيْعًا ۗ لَه مُلْكُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ
“Katakanlah, ‘Hanya kepunyaan Allah جَلَّ جَلالُهُ syafa’at itu semuanya. KepunyaanNya kerajaan langit dan bumi’.” (Az-Zumar: 44).
Dan Allah جَلَّ جَلالُهُ tidak memberikan izin kepada seorang pun untuk memberikan syafa’at kecuali bagi mereka yang Dia ridhai, dan Dia tidak meridhai kecuali mereka yang mentauhidkanNya dan meng-ikuti RasulNya. Barangsiapa yang tidak bersifat seperti ini, maka dia tidak mendapatkan bagian dari syafa’at. Kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ me-ngabarkan tentang ilmuNya yang luas lagi melingkupi dan bahwa Dia mengetahui apa yang ada pada seluruh makhluk berupa per-kara-perkara yang akan datang yang tidak ada akhirnya, وَمَا خَلْفَهُمْۚ “dan di belakang mereka” dari perkara-perkara yang telah berlalu yang tidak ada batasnya, dan bahwasanya tidak ada yang tersem-bunyi dariNya,
يَعْلَمُ خَاۤىِٕنَةَ الْاَعْيُنِ وَمَا تُخْفِى الصُّدُوْرُ
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (Al-Mu`min: 19).
Dan bahwasanya di antara makhluk itu tidaklah seorang pun yang meliputi ilmu Allah جَلَّ جَلالُهُ dan pengetahuanNya, اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ “melainkan apa yang dikehendakiNya.” Di antaranya adalah sesuatu yang diperlihatkan olehNya kepada kalian dari perkara-perkara syar’i dan perkara takdir, dan itu hanya bagian yang sangat sedikit sekali yang akan hilang (bila dibandingkan) ilmu Allah جَلَّ جَلالُهُ dan penge-tahuanNya sebagaimana yang dikatakan oleh makhluk yang paling mengetahui tentangNya yaitu para Rasul dan Malaikat,
قَالُوْا سُبْحٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَآ اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۗاِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
“Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami.” (Al-Baqarah: 32).
Kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ mengabarkan tentang keagungan dan ke-muliaanNya dan bahwasanya kursiNya seluas langit dan bumi, dan bahwa Dia menjaga keduanya dan seluruh makhluk yang berada di dalamnya dengan sebab-sebab dan aturan-aturan yang dijadikan oleh Allah جَلَّ جَلالُهُ pada para makhluk, walaupun demikian tidaklah ada sesuatu pun yang memberatkanNya untuk menjaga keduanya karena kesempurnaan kebesaranNya dan KuasaNya, serta luasnya hikmahNya dalam segala hukum-hukumNya.
وَهُوَ الْعَلِيُّ “Dan Allah جَلَّ جَلالُهُ Mahatinggi” dengan DzatNya atas semua makhluk-makhlukNya, dan Dia Tinggi dengan keagungan sifat-sifatNya, dan Dia-lah yang Mahatinggi yang menguasai makhluk-makhluk, segala yang ada patuh padaNya, segala perkara tunduk padaNya, dan semua hamba merendahkan diri kepadaNya, الْعَظِيْمُ “lagi Mahaagung” yang menyatukan segala sifat keagungan, kesom-bongan, kebesaran, dan kemegahan, Dzat yang dicintai oleh hati, diagungkan oleh ruh, orang-orang yang mengetahui itu paham bahwa keagungan setiap hal walaupun nampak jelas namun Dia akan sangat kecil bila disandingkan dengan keagungan Dzat yang Mahatinggi lagi Mahabesar.
Ayat ini meliputi semua makna yang merupakan makna yang paling mulia yang menyebabkannya berhak menjadi ayat yang teragung dalam al-Qur`an, dan orang yang membacanya dengan melakukan perenungan dan pemahaman, maka dia berhak agar hatinya dipenuhi dengan keyakinan, pengetahuan, dan keimanan, dan Dia akan terjaga dengan hal itu dari kejahatan setan.
Allah; tidak ada tuhan yang pantas disembah dan dipertuhan selain dia. Yang mahahidup, kekal, dan memiliki semua makna kehidupan yang sempurna, yang terus menerus mengurus makhluk-Nya. Tidak seperti manusia, dia tidak mengantuk dan tidak pula tidur, sebab keduanya adalah sifat kekurangan yang membuat-Nya tidak mampu mengurus makhluk-Nya. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Dia yang menciptakan, memelihara, memiliki, dan bertindak terhadap semua itu. Tidak ada yang dapat memberi syafaat pertolongan di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia demikian perkasa dan kuasa sehingga berbicara di hadapan-Nya pun harus setelah memperolah restu-Nya, bahkan apa yang disampaikan itu harus sesuatu yang benar. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka, yakni apa saja yang sedang dan akan terjadi, dan apa yang di belakang mereka, yakni sesuatu yang telah berlalu. Allah mengetahui apa yang mereka lakukan dan rencanakan, baik yang berkaitan dengan masa kini, masa lampau, atau masa depan. Dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang dia kehendaki untuk mereka ketahui dengan memperlihatkan dan memberitahukannya. Kursi-Nya, yaitu kekuasaan, ilmu, atau kursi tempat kedua kaki tuhan (yang tidak diketahui hakikatnya kecuali oleh Allah) berpijak, sangat luas, meliputi langit dan bumi. Dan jangan menduga karena kursi-Nya terlalu luas, dia letih mengurus itu semua. Tidak! dia tidak merasa berat maupun kesulitan memelihara keduanya, dan dia mahatinggi zat dan sifat-sifat-Nya jika dibanding makhluk-makhluknya, mahabesar dengan segala keagungan dan kekuasaan-Nya. Inilah ayat kursi, ayat teragung dalam Al-Qur’an karena mencakup namanama dan sifat-sifat Allah yang menunjukkan kesempurnaan zat, ilmu, kekuasaan, dan keagungan-Nya. Ayat ini dinamakan ayat kursi. Siapa yang membacanya akan memperoleh perlindungan Allah dan tidak akan diganggu setan. Meski memiliki kekuasaan yang sangat luas, Allah tidak memaksa seseorang untuk mengikuti ajaran-Nya. Tidak ada paksaan terhadap seseorang dalam menganut agama islam. Mengapa harus ada paksaan, padahal sesungguhnya telah jelas perbedaan antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Oleh karena itu, janganlah kamu menggunakan paksaan apalagi kekerasan dalam berdakwah. Ajaklah manusia ke jalan Allah dengan cara yang terbaik. Barang siapa ingkar kepada tagut, yaitu setan dan apa saja yang dipertuhankan selain Allah, dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang teguh pada ajaran agama yang benar sehingga tidak akan terjerumus dalam kesesatan, sama halnya dengan orang yang berpegang teguh pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus sehingga dia tidak akan terjatuh. Agama yang benar ibarat tali yang kuat dan terjulur menuju Allah, dan di situ terdapat sebab-sebab yang menyelamatkan manusia dari murka-Nya. Allah maha mendengar segala yang diucapkan oleh hamba-Nya, maha mengetahui segala niat dan perbuatan mereka, sehingga semua itu akan mendapat balasannya di hari kiamat.
Al-Baqarah Ayat 255 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Baqarah Ayat 255, Makna Al-Baqarah Ayat 255, Terjemahan Tafsir Al-Baqarah Ayat 255, Al-Baqarah Ayat 255 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Baqarah Ayat 255
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176 | 177 | 178 | 179 | 180 | 181 | 182 | 183 | 184 | 185 | 186 | 187 | 188 | 189 | 190 | 191 | 192 | 193 | 194 | 195 | 196 | 197 | 198 | 199 | 200 | 201 | 202 | 203 | 204 | 205 | 206 | 207 | 208 | 209 | 210 | 211 | 212 | 213 | 214 | 215 | 216 | 217 | 218 | 219 | 220 | 221 | 222 | 223 | 224 | 225 | 226 | 227 | 228 | 229 | 230 | 231 | 232 | 233 | 234 | 235 | 236 | 237 | 238 | 239 | 240 | 241 | 242 | 243 | 244 | 245 | 246 | 247 | 248 | 249 | 250 | 251 | 252 | 253 | 254 | 255 | 256 | 257 | 258 | 259 | 260 | 261 | 262 | 263 | 264 | 265 | 266 | 267 | 268 | 269 | 270 | 271 | 272 | 273 | 274 | 275 | 276 | 277 | 278 | 279 | 280 | 281 | 282 | 283 | 284 | 285 | 286
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)