{2} Al-Baqarah / البقرة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | النساء / An-Nisa {4} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran آل عمران (Keluarga ‘Imran) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 3 Tafsir ayat Ke 134.
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ ۗ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ ﴿١٣٤﴾
allażīna yunfiqụna fis-sarrā`i waḍ-ḍarrā`i wal-kāẓimīnal-gaiẓa wal-‘āfīna ‘anin-nās, wallāhu yuḥibbul-muḥsinīn
QS. Ali ‘Imran [3] : 134
(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan,
Orang-orang yang menginfakkan harta mereka dalam keadaan lapang dan sempit, orang-orang yang menahan amarah mereka dengan bersabar, bila mereka mampu maka mereka memaafkan orang yang telah menzalimi mereka. Inilah perbuatan baik di mana Allah mencintai orang-orang yang melakukannya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) baik di waktu lapang maupun sempit.
Yakni dalam keadaan susah dan dalam keadaan makmur, dalam keadaan suka dan dalam keadaan duka, dalam keadaan sehat dan juga dalam keadaan sakit. Dengan kata lain, mereka rajin berinfak dalam semua keadaan. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara sembunyi dan terang-terangan. (Al Baqarah:274)
Makna yang dimaksud ialah bahwa mereka tidak kendur dan lupa oleh suatu urusan pun dalam menjalankan ketaatan kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Mereka membelanjakan harta untuk keridaan-Nya serta berbuat baik kepada sesamanya dari kalangan kaum kerabatnya dan orang-orang lain dengan berbagai macam kebajikan.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang.
Dengan kata lain, apabila mereka mengalami emosi, maka mereka menahannya (yakni memendamnya dan tidak mengeluarkannya), selain itu mereka memaafkan orang-orang yang berbuat jahat kepada mereka.
Disebutkan dalam sebagian asar yang mengatakan:
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman, “Hai anak Adam, ingatlah kepada-Ku jika kamu marah, niscaya Aku mengingatmu bila Aku sedang murka kepadamu. Karena itu, Aku tidak akan membinasakanmu bersama orang-orang yang Aku binasakan.
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Malik, dari Az-Zuhri, dari Sa’id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Orang yang kuat itu bukanlah karena jago gulat, tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya di kala sedang marah.
Syaikhain meriwayatkan hadis ini melalui hadis Malik.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Ibrahim At-Taimi, dari Al-Haris ibnu Suwaid, dari Abdullah (yakni Ibnu Mas’ud r.a.) yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: “Siapakah di antara kalian yang harta warisnya lebih disukai olehnya daripada hartanya sendiri?” Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, tiada seorang pun di antara kami melainkan hartanya sendiri lebih disukainya daripada harta warisnya.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Ketahuilah oleh kalian, bahwa tiada seorang pun di antara kalian melainkan harta warisnya lebih disukai olehnya daripada hartanya sendiri. Tiada bagianmu dari hartamu kecuali apa yang kamu infakkan, dan tiada bagi warismu kecuali apa yang kamu tangguhkan.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah pula bersabda: “Bagaimanakah menurut penilaian kalian orang yang kuat di antara kalian?” Kami menjawab, “Orang yang tidak terkalahkan oleh banyak lelaki.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Bukan, tetapi orang yang kuat itu ialah orang yang dapat menahan dirinya di kala sedang marah.” “Tahukah kalian apakah yang dimaksud dengan ar-raqub?” Kami menjawab, “Orang yang tidak mempunyai anak.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Bukan, tetapi ar-raqub ialah orang yang tidak menyuguhkan sesuatupun dari anaknya.”
Imam Bukhari mengetengahkan hadis tersebut pada bagian pertamanya, sedangkan Imam Muslim mengetengahkannya berasal dari hadis ini melalui riwayat Al-A’masy.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, aku mendengar Urwah ibnu Abdullah Al-Ju’fi menceritakan dari Abu Hasbah atau ibnu Abu Husain, dari seorang laki-laki yang menyaksikan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berkhotbah. Maka beliau bersabda: “Tahukah kalian apakah yang dimaksud dengan ar-raqub?” Kami menjawab, “Orang yang tidak mempunyai anak.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Ar-raqub yang sesungguhnya ialah orang yang mempunyai anak, lalu ia mati, sedangkan dia belum menyuguhkan sesuatu pun dari anaknya.” “Tahukah kalian, siapakah sa’luk itu?” Mereka menjawab, “Orang yang tidak berharta.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Sa’luk yang sesungguhnya ialah orang yang berharta, lalu ia mati, sedangkan dia belum menyuguhkan barang sepeser pun dari hartanya itu.” Kemudian dalam kesempatan lain Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: “Apakah arti jagoan itu?” Mereka menjawab, “Seseorang yang tidak terkalahkan oleh banyak lelaki.” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Orang yang benar-benar jagoan ialah orang yang marah, lalu marahnya itu memuncak hingga wajahnya memerah dan semua rambutnya berdiri, lalu ia dapat mengalahkan kemarahannya.”
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Hisyam (yaitu Ibnu Urwah), dari ayahnya, dari Al-Ahnaf ibnu Qais, dari salah seorang pamannya yang dikenal dengan nama Harisah ibnu Qudamah As-Sa’di yang menceritakan hadis berikut: Bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Untuk itu ia mengatakan, “Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku suatu nasihat yang bermanfaat bagi diriku, tetapi jangan banyak-banyak agar aku selalu mengingatnya.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Kamu jangan marah.” Ia mengulangi pertanyaannya kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berkali-kali, tetapi semuanya itu dijawab oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dengan kalimat, “Kamu jangan marah.”
Hal yang sama diriwayatkan dari Abu Mu’awiyah, dari Hisyam dengan lafaz yang sama. Ia meriwayatkan pula dari Yahya ibnu Sa’id Al-Qattan, dari Hisyam dengan lafaz yang sama yang isinya adalah seperti berikut: Bahwa seorang lelaki bertanya, “Wahai Rasulullah, berilah aku suatu nasihat, tetapi jangan terlalu banyak, barangkali saja aku selalu mengingatnya.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Kamu jangan marah.”
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri.
Hadis lain diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Az-Zuhri, dari Humaid ibnu Abdur Rahman, dari seorang lelaki dari kalangan sahabat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang menceritakan: Seorang lelaki bertanya, “Wahai Rasulullah, berwasiatlah untukku.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Kamu jangan marah.” Lelaki itu melanjutkan kisahnya, “Maka setelah kurenungkan apa yang telah disabdakan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tadi, aku berkesimpulan bahwa marah itu menghimpun semua perbuatan jahat.”
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Abu Hindun, dari Abu Harb ibnu Abul Aswad, dari Abul Aswad, dari Abu Zar r.a. yang menceritakan bahwa ketika ia hendak mengambil air dari sumurnya, tiba-tiba datanglah suatu kaum, lalu mereka berkata, “Siapakah di antara kalian yang mau mengambilkan air buat (minum ternak) Abu Zar dan menghitung beberapa helai rambut dari kepalanya?” Kemudian ada seorang lelaki berkata, “Saya,” lalu lelaki itu menggiring ternak kambing milik Abu Zar ke sumur tersebut (untuk diberi minum). Pada mulanya Abu Zar berdiri, lalu duduk, kemudian berbaring. Ketika ditanyakan kepadanya, “Wahai Abu Zar, mengapa engkau duduk, lalu berbaring?” Maka Abu Zar menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda kepada kami (para sahabat): ‘Apabila seseorang di antara kalian marah, sedangkan ia dalam keadaan berdiri, hendaklah ia duduk hingga marahnya hilang. Apabila marahnya masih belum hilang, hendaklah ia berbaring.”
Imam Abu Dawud meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Hambal berikut sanadnya. Hanya di dalam riwayatnya disebutkan dari Abu Harb, dari Abu Zar, padahal yang benar ialah Ibnu Abu Harb, dari ayahnya, dari Abu Zar, seperti yang disebutkan di dalam riwayat Abdullah ibnu Ahmad dari ayahnya.
Hadis lain.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Wa-il As-San’ani yang mengatakan, “Ketika kami sedang berada di dalam majelis Urwah ibnu Muhammad, tiba-tiba masuk menemuinya seorang lelaki dan lelaki itu berbicara kepadanya tentang suatu pembicaraan yang membuat Urwah marah. Ketika Urwah marah, maka ia pergi, lalu kembali lagi menemui kami dalam keadaan telah berwudu. Kemudian ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku ayahku di hadapan kakekku (yaitu Atiyyah ibnu Sa’d As-Sa’di) yang berpredikat sebagai sahabat, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: ‘Sesungguhnya marah itu perbuatan setan, dan setan itu diciptakan dari api, dan sesungguhnya api itu hanya dapat dipadamkan dengan air. Karena itu, apabila seseorang di antara kalian marah, hendaklah ia berwudu’.”
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui hadis Ibrahim ibnu Khalid As-San’ani, dari Abu Wa-il Al-Oas Al-Muradi As-San’ani. Imam Abu Daud mengatakan bahwa Abu Wa-il ini adalah Abdullah ibnu Buhair.
Hadis lain.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Nuh ibnu Mu’awiyah As-Sulami, dari Muqatil ibnu Hayyan, dari Ata, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Barang siapa yang memberikan masa tangguh kepada orang yang sedang kesulitan atau memaafkan (utang)nya, niscaya Allah memelihara dirinya dari panasnya neraka Jahannam. Ingatlah, sesungguhnya amal surga itu bagaikan tanah licin yang ada di bukit —sebanyak tiga kali—. Ingatlah, sesungguhnya amal neraka itu bagaikan tanah yang mudah dilalui yang berada di tanah datar. Orang yang berbahagia ialah orang yang dipelihara dari segala fitnah. Dan tiada suatu regukan pun yang lebih disukai oleh Allah selain dari regukan amarah yang ditelan oleh seseorang hamba, tidak sekali-kali seorang hamba Allah mereguk amarahnya karena Allah, melainkan Allah memenuhi rongganya dengan iman.
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri, sanadnya hasan, tiada seorang perawi pun yang mempunyai kelemahan di dalamnya, dan matannya hasan pula.
Hadis lain yang semakna dengannya.
Imam Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Uqbah ibnu Makram, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman (yakni Ibnu Mahdi), dari Bisyr (yakni Ibnu Mansur), dari Muhammad ibnu Ajlan, dari Suwaid ibnu Wahb, dari seorang lelaki anak seorang sahabat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, dari ayahnya yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Barang siapa yang menahan amarah, sedangkan dia mampu mengeluarkannya, maka Allah memenuhi rongganya dengan keamanan dan iman. Dan barang siapa yang meninggalkan pakaian keindahan, sedangkan dia mampu mengadakannya —Bisyr menduga bahwa Muhammad ibnu Ajlan mengatakan karena tawadu (rendah diri)—, maka Allah memakaikan kepadanya pakaian kehormatan. Dan barang siapa memakai mahkota karena Allah, niscaya Allah akan memakaikan kepadanya mahkota seorang raja.
Hadis lain.
Imam Ahma’d mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa’id, telah menceritakan kepadaku Abu Marhum, dari Sahl ibnu Mu’az ibnu Anas, dari ayahnya, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Barang siapa menahan amarah, sedangkan dia mampu untuk melaksanakannya, maka Allah kelak akan memanggilnya di mata semua makhluk, hingga Allah menyuruhnya memilih bidadari manakah yang disukainya.
Imam Abu Daud, Imam Turmuzi, dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Sa’id ibnu Abu Ayyub dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa predikat hadis ini hasan garib.
Hadis lain, diriwayatkan oleh Abdur Razzaq.
telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Qais, dari Yazid ibnu Aslam, dari seorang lelaki dari kalangan ulama Syam yang dikenal dengan nama Abdul Jalil, dari seorang pamannya, dari Abu Hurairah r.a. sehubungan dengan firman-Nya: dan orang-orang yang menahan amarahnya. (Ali Imran:134) Bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Barang siapa menahan amarahnya, sedangkan dia mampu melaksanakannya, niscaya Allah memenuhi rongganya dengan keamanan dan keimanan.
Hadis lain.
Ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan bahwa Ahmad ibnu Muhammad ibnu Ziyad telah menceritakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Talib, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Ubaid, dari Al-Hasan, dari Ibnu Umar r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Tiada suatu regukan pun yang ditelan oleh seorang hamba dengan pahala yang lebih utama selain dari regukan amarah yang ditelan olehnya karena mengharapkan rida Allah.
Hadis diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ibnu Majah, dari Bisyr ibnu Umar, dari Hammad ibnu Salamah, dari Yunus ibnu Ubaid dengan lafaz yang sama.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…dan orang-orang yang menahan amarahnya.
Yakni mereka tidak melampiaskan kemarahannya kepada orang lain, melainkan mencegah dirinya agar tidak menyakiti orang lain, dan ia lakukan hal tersebut demi mengharapkan pahala Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى
Kemudian Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
…dan memaafkan (kesalahan) orang.
Yaitu selain menahan diri, tidak melampiaskan kemarahannya, mereka juga memaafkan orang yang telah berbuat aniaya terhadap dirinya, sehingga tiada suatu uneg-uneg pun yang ada dalam hati mereka terhadap seseorang. Hal ini merupakan akhlak yang paling sempurna. Karena itulah dalam akhir ayat ini disebutkan:
Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Hal yang disebut di atas merupakan salah satu dari kebajikan. Di dalam sebuah hadis disebutkan seperti berikut:
Ada tiga perkara yang aku berani bersumpah untuknya, tiada harta yang berkurang karena sedekah, dan tidak sekali-kali Allah menambahkan kepada seorang hamba yang pemaaf melainkan hanya keagungan, serta barang siapa yang merendahkan dirinya karena Allah, niscaya Allah mengangkat (kedudukan)nya.
Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya. meriwayatkan melalui hadis Musa ibnu Uqbah, dari Ishaq ibnu Yahya ibnu Abu Talhah Al-Qurasyi, dari Ubadah ibnus Samit, dari Ubay ibnu Ka’b, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Barang siapa yang menginginkan bangunan untuknya (di surga, dimuliakan, dan derajat (pahala)nya ditinggikan, hendaklah ia memaafkan orang yang berbuat aniaya kepadanya, memberi kepada orang yang kikir terhadap dirinya, dan bersilaturahmi kepada orang yang memutuskannya.
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis ali, Ka’b ibnu Ujrah, dan Abu Hurairah serta Ummu Salamah hadis yang semakna.
Telah diriwayatkan melalui Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Apabila hari kiamat terjadi, maka ada seruan yang memanggil, “Di manakah orang-orang yang suka memaafkan orang lain? Kemarilah kalian kepada Tuhan kalian dan ambillah pahala kalian!” Dan sudah seharusnya bagi setiap orang muslim masuk surga bila ia suka memaafkan (orang lain).
Kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ menjelaskan tentang sifat orang-orang yang bertakwa dan perbuatan-perbuatan mereka seraya berfirman, الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ “(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit,” yaitu, pada saat kondisi mereka sedang sulit atau kondisi mereka sedang lapang. Bila mereka sedang lapang, maka mereka akan memper-banyak infak, dan bila mereka sedang kesulitan, maka mereka tidak menganggap remeh suatu kebaikan walaupun (hanya) sedikit (saja).
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ “Dan orang-orang yang menahan amarahnya,” yaitu, bila terjadi dari orang lain tindakan yang menyakitkan terhadapnya yang menimbulkan kemarahan yaitu hati yang penuh dengan kedongkolan yang akan menimbulkan balas dendam dengan perkataan maupun perbuatan. Mereka itu tidaklah bertindak menurut tabiat kemanusiaannya, akan tetapi mereka menahan apa yang ada dalam hati mereka disebabkan kemarahan, dan menghadapi orang yang berbuat jelek kepadanya itu dengan kesabaran.
وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ “Dan memaafkan (kesalahan) orang.” Termasuk dalam tindakan memaafkan orang adalah memaafkan segala hal yang terjadi dari orang yang telah berbuat jelek kepada kita dengan perkataan maupun perbuatan. Memaafkan itu sangat lebih baik daripada (hanya) sekedar menahan amarah, karena memaafkan itu adalah tindakan meninggalkan balas dendam disertai dengan bentuk kelapangan dada terhadap orang yang berbuat jelek. Itu hanya dapat terjadi dari orang-orang yang menghiasi dirinya dengan akhlak yang terpuji dan jauh dari akhlak yang tercela, dan dari orang-orang yang bertransaksi dengan Allah جَلَّ جَلالُهُ dan memaafkan hamba-hamba Allah جَلَّ جَلالُهُ sebagai suatu kasih sayang terhadap mereka dan tindakan kebajikan kepada mereka, benci dari keburukan yang menimpa mereka agar Allah جَلَّ جَلالُهُ mengampuni dirinya sehingga dia mendapatkan pahala di sisi Allah جَلَّ جَلالُهُ yang Mahamulia, dan bukan dari hamba yang miskin, sebagaimana Allah جَلَّ جَلالُهُberfirman,
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
“Maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah جَلَّ جَلالُهُ.” (Asy-Syura: 40).
Kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ menyebutkan kondisi yang lebih umum daripada yang lainnya dan lebih baik, lebih tinggi dan lebih utama, yaitu berbuat kebajikan (al-Ihsan), Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ “Allah جَلَّ جَلالُهُ menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” Kebajikan itu ada dua macam: Berbuat baik pada perkara ibadah kepada Sang Pencipta dan berbuat baik kepada para makhluk.
Dan Ihsan dalam perkara ibadah kepada Sang Pencipta telah ditafsirkan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dengan sabdanya,
أَنْ تَعْبُدَ اللّٰهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ.
“Engkau menyembah Allah جَلَّ جَلالُهُ seakan-akan engkau melihatNya, dan bila engkau tidak melihatNya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Adapun berbuat baik kepada para makhluk yaitu memberikan manfaat yang bersifat agama maupun duniawi kepada mereka dan menghindarkan mereka dari kemudaratan yang bersifat agama maupun duniawi, sehingga termasuk dalam kategori itu adalah memerintahkan mereka kepada yang ma’ruf dan melarang mereka dari yang mungkar, mengajarkan orang yang bodoh di antara mereka, menasihati masyarakat umum maupun khusus, berusaha dalam menyatukan kalimat mereka, menyalurkan segala macam sedekah, infak yang wajib maupun yang sunnah kepada mereka dengan berbagai perbedaan kondisi dan karakter mereka. Termasuk juga dalam hal itu adalah mengerahkan kedermawanan hati, menolak keburukan dan bersabar atas gangguan, sebagaimana Allah جَلَّ جَلالُهُ menjelaskan tentang sifat orang-orang yang bertakwa dalam ayat ini.
Maka barangsiapa yang melaksanakan perkara-perkara tersebut, ia telah menegakkan hak-hak Allah جَلَّ جَلالُهُ dan hak-hak hambaNya. Kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ menyebutkan tentang alasan mereka kepada Tuhan mereka dari kejahatan dan dosa-dosa mereka, seraya berfirman,
Mereka adalah orang yang terus-menerus berinfak di jalan Allah, baik di waktu lapang, mempunyai kelebihan harta setelah kebutuhannya terpenuhi, maupun sempit, yaitu tidak memiliki kelebihan, dan orangorang yang menahan amarahnya akibat faktor apa pun yang memancing kemarahan dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan akan sangat terpuji orang yang mampu berbuat baik terhadap orang yang pernah berbuat salah atau jahat kepadanya, karena Allah mencintai, melimpahkan rahmat-Nya tiada henti kepada orang yang berbuat kebaikan. Pesan-pesan yang mirip dengan kandungan ayat ini disampaikan pula melalui surah an-nahl/16: 126; asy-syura’/42: 40 dan 43setelah Allah menjelaskan sikap penghuni surga ketika menghadapi orang lain, maka dia menjelaskan sikap mereka terhadap diri sendiri. Mereka adalah orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji, yaitu dosa besar yang akibatnya tidak hanya menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, pembunuhan, dan riba, atau menzalimi diri sendiri dalam bentuk pelanggaran apa pun yang akibatnya hanya pada pelaku saja, baik dosa tersebut dilakukan dengan sengaja atau tidak, maka segera mengingat Allah dan bertobat, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya. Sungguh Allah maha pengampun, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah’ dan setelah bertobat mereka tidak meneruskan atau mengulangi perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui dan menyadari akibat buruk dari perbuatan dosa dan menyadarkan mereka untuk segera bertobat.
Ali ‘Imran Ayat 134 Arab-Latin, Terjemah Arti Ali ‘Imran Ayat 134, Makna Ali ‘Imran Ayat 134, Terjemahan Tafsir Ali ‘Imran Ayat 134, Ali ‘Imran Ayat 134 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Ali ‘Imran Ayat 134
Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176 | 177 | 178 | 179 | 180 | 181 | 182 | 183 | 184 | 185 | 186 | 187 | 188 | 189 | 190 | 191 | 192 | 193 | 194 | 195 | 196 | 197 | 198 | 199 | 200
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)