{2} Al-Baqarah / البقرة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | النساء / An-Nisa {4} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran آل عمران (Keluarga ‘Imran) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 3 Tafsir ayat Ke 153.
۞ إِذْ تُصْعِدُونَ وَلَا تَلْوُونَ عَلَىٰ أَحَدٍ وَالرَّسُولُ يَدْعُوكُمْ فِي أُخْرَاكُمْ فَأَثَابَكُمْ غَمًّا بِغَمٍّ لِكَيْلَا تَحْزَنُوا عَلَىٰ مَا فَاتَكُمْ وَلَا مَا أَصَابَكُمْ ۗ وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ ﴿١٥٣﴾
iż tuṣ’idụna wa lā talwụna ‘alā aḥadiw war-rasụlu yad’ụkum fī ukhrākum fa aṡābakum gammam bigammil likai lā taḥzanụ ‘alā mā fātakum wa lā mā aṣābakum, wallāhu khabīrum bimā ta’malụn
QS. Ali ‘Imran [3] : 153
(Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada siapa pun, sedang Rasul (Muhammad) yang berada di antara (kawan-kawan)mu yang lain memanggil kamu (kelompok yang lari), karena itu Allah menimpakan kepadamu kesedihan demi kesedihan, agar kamu tidak bersedih hati (lagi) terhadap apa yang luput dari kamu dan terhadap apa yang menimpamu. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.
Ingatlah wahai sahabat-sahabat Muhammad keadaan kalian saat kalian mulai naik ke gunung untuk berlari menyelamatkan diri dari musuh kalian, kalian tidak menoleh kepada siapa pun karena saat itu kalian sedang dalam keadaan takut dan khawatir yang sangat. Sedangkan Rasulullah tetap teguh di tempatnya memanggil-manggil kalian dengan berseru: “Kemarilah wahai hamba-hamba Allah.” Namun kalian tidak mendengar dan tidak memandang. Maka sebagai balasannya Allah menurunkan kesedihan, kesempitan, dan kesusahan, agar kalian tidak bersedih atas apa yang lepas dari tangan kalian, yaitu kemenangan dan harta rampasan perang. Dan agar kalian tidak berduka atas apa yang menimpa kalian berupa ketakutan dan kekalahan. Allah Maha Mengenal seluruh perbuatan kalian, tiada sesuatu pun yang samar bagi-Nya.
Yakni kalian berpaling dari mereka (musuh kalian) ketika kalian terpaksa naik ke atas bukit, lari dari musuh kalian.
Al-Hasan dan Qatadah membacanya tas’aduna, yakni ketika kalian naik ke bukit.
…dan tidak menoleh kepada seseorang pun.
Yaitu sedangkan kalian tidak menoleh kepada seorang pun karena dalam keadaan kalut, takut, dan ngeri.
…sedangkan Rasul yang berada di belakang kalian memanggil kalian.
Artinya, kalian telah meninggalkan beliau di belakang kalian, sedangkan beliau berseru memanggil kalian agar jangan lari dari musuh, dan memerintahkan kalian agar kembali dan berperang menghadapi musuh.
As-Saddi mengatakan, ketika tekanan pasukan kaum musyrik bertambah berat atas pasukan kaum muslim dalam Perang Uhud dan pasukan kaum musyrik dapat memukul mundur pasukan kaum muslim, maka sebagian di antara pasukan kaum muslim ada yang lari masuk ke Madinah, sedangkan sebagian yang lain ada yang lari naik ke bukit dan berdiri di atas batu besar. Sedangkan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menyeru mereka melalui sabdanya, “Kemarilah kepadaku, hai hamba-hamba Allah. Kemarilah kepadaku, hai hamba-hamba Allah!” Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menceritakan perihal naiknya mereka ke atas bukit, lalu menceritakan pula perihal seruan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang ditujukan kepada mereka melalui firman-Nya:
(Ingatlah) ketika kalian lari dan tidak menoleh kepada seseorang pun, sedangkan Rasul yang berada di belakang kalian memanggil kalian.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Abbas, Qatadah, Ar-Rab’i, dan Ibnu Zaid.
Seperti apa yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. ia mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Abu Ishaq, dari Al-Barra ibnu Azib r.a. yang menceritakan bahwa dalam Perang Uhud Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengangkat Abdullah ibnu Jubair sebagai komandan pasukan pemanah yang jumlahnya lima puluh orang. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menempatkan mereka pada suatu posisi yang strategis dan berpesan kepada mereka melalui sabdanya: Jika kalian melihat kami disambar oleh burung-burung, janganlah kalian tinggalkan tempat kalian sebelum aku mengirimkan utusan kepada kalian. Kaum muslim dapat memukul mundur pasukan kaum musyrik. Al-Barra ibnu Azib r.a. mengatakan, “Demi Allah, aku melihat kaum wanita berlari-lari dengan kencangnya menuju ke arah bukit, sedangkan betis-betis mereka dan gelang-gelang kaki mereka kelihatan karena mereka mengangkat kain mereka.” Lalu teman-teman Abdullah ibnu Jubair mengatakan, “Ganimah, hai kaum. ganimah! Teman-teman kalian beroleh kemenangan, bagaimanakah menurut pandangan kalian?” Abdullah ibnu Jubair berkata, “Apakah kalian lupa apa yang telah dipesankan oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kepada kalian?” Mereka menjawab, “Sesungguhnya kami, demi Allah, tetap akan datang kepada mereka dan kita pasti akan memperoleh bagian dari ganimah.” Ketika pasukan pemanah mendatangi teman-temannya yang beroleh kemenangan, maka perhatian mereka berpaling, lalu pasukan kaum musyrik datang menyerang mereka. Akhirnya keadaan menjadi terbalik, merekalah kini yang terpukul mundur. Dalam peristiwa itulah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memanggil mereka dari arah belakang mereka. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ saat itu hanya ditemani oleh dua belas orang lelaki, tujuh di antaranya gugur dalam membela Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan sahabatnya berhasil menangkap seratus empat puluh orang pasukan kaum musyrik dalam Perang Badar, tujuh puluh orang di antaranya ditawan dalam keadaan hidup, sedangkan yang tujuh puluh lagi telah gugur di medan perang. Abu Sufyan berseru, “Apakah di antara kaum ada Muhammad, apakah di antara kaum (pasukan kaum muslim) terdapat Muhammad?” Hal ini diucapkannya sebanyak tiga kali. Tetapi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melarang mereka menjawab seruan Abu Sufyan itu. Kemudian Abu Sufyan berseru pula, “Apakah di antara kaum terdapat Abu Quhafah, apakah di antara kaum ada Abu Quhafah? Apakah di antara kaum ada Ibnul Khattab, apakah di antara kaum ada Ibnul Khattab?” Setelah itu ia kembali bergabung dengan pasukan kaum musyrik dan berkata kepada mereka, “Mereka telah terbunuh, dan sekarang kalian telah membungkam mereka.” Maka Umar tidak dapat menahan dirinya lagi, lalu ia berkata, “Engkau dusta. Demi Allah, hai musuh Allah, sesungguhnya orang-orang yang kamu sebutkan tadi semuanya masih hidup, Allah tetap membiarkan bagimu apa yang menyusahkanmu.” Abu Sufyan berkata, “Hari ini adalah pembalasan dari Perang Badar, peperangan itu silih berganti. Sesungguhnya kalian akan menemukan di antara kaum yang gugur ada orang yang dicincang yang tidak aku perintahkan, maka janganlah kalian menyalahkan diriku.” Kemudian Abu Sufyan berdendang, mengalunkan syair yang bunyinya mengatakan, “Tinggilah Hubal, tinggilah Hubal.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Mengapa tidak kalian jawab dia?” Mereka (para sahabat) bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang harus kami katakan?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Katakanlah bahwa Allah Mahatinggi lagi Mahaagung.” Abu Sufyan berseru lagi, “Kami mempunyai Uzza, sedangkan kalian tidak mempunyai Uzza.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Mengapa kalian tidak menjawabnya?” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang harus kami katakan?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda memberikan petunjuknya: Katakanlah, “Allah Penolong kami, sedangkan kalian tidak mempunyai seorang penolong pun.”
Imam Bukhari meriwayatkannya melalui hadis Zuhair ibnu Mu’awiyah secara ringkas. Dia meriwayatkannya melalui hadis Israil, dari Abu Ishaq dengan konteks yang lebih panjang dari hadis ini, seperti yang disebutkan sebelumnya.
Imam Baihaqi meriwayatkan di dalam kitab Dalailun Nubuwwah melalui hadis Imarah ibnu Gazyah, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang menceritakan bahwa ketika pasukan kaum muslim terpukul mundur dan meninggalkan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam Perang Uhud bersama sebelas orang lelaki dari kalangan Ansar dan Talhah ibnu Ubaidillah, ketika itu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sedang naik ke bukit (mencari posisi yang kuat agar tidak dapat diserang oleh musuh). Maka pasukan kaum musyrik mengejarnya. Lalu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Tidakkah ada seseorang yang menahan mereka?” Talhah berkata, “Akulah yang akan menahan mereka, wahai Rasulullah.” Tetapi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Engkau tetap bersamaku, hai Talhah.” Maka seorang lelaki dari kalangan Ansar berkata, “Akulah yang menahan mereka, wahai Rasulullah.” Lalu lelaki itu berperang, melindungi Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ,sedangkan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ terus naik ke bukit bersama orang-orang yang tersisa. Lelaki Ansar itu gugur dan mereka melanjutkan pengejarannya, maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Adakah seseorang yang mau menahan mereka?” Maka Talhah mengucapkan kata-katanya seperti yang pertama tadi, dan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengucapkan pula sabdanya seperti yang pertama (yakni mencegahnya). Kemudian seorang lelaki Ansar berkata, “Wahai Rasulullah, akulah yang akan menahan mereka.” Lalu ia berperang, melindungi Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, sedangkan semua temannya naik ke bukit. Tetapi akhirnya lelaki itu gugur, dan kaum musyrik terus mengejar Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kembali mengatakan perkataannya yang pertama tadi, dan Talhah selalu menjawabnya, “Wahai Rasulullah, akulah yang menahan mereka,” tetapi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ selalu menahannya. Lalu seorang lelaki dari Ansar meminta izin kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ untuk berperang, dan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengizinkannya, lalu ia berperang seperti teman-teman yang mendahuluinya, hingga tiada yang tersisa bersama Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ selain dari Talhah sendiri. Maka kaum musyrik mengepung keduanya, lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Siapakah yang mau menahan mereka?” Talhah menjawab.”Akulah yang akan menahan mereka.” Kemudian Talhah berperang seperti yang dilakukan oleh semua orang yang mendahuluinya, dan dalam perang itu jari tangannya terpotong, lalu ia mengucapkan, “Aduh!” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Seandainya engkau mengucapkan Bismillah dan menyebut asrna Allah (ketika terkena luka itu), niscaya para malaikat mengangkatmu, sedangkan semua orang melihatmu hingga para malaikat membawamu masuk ke langit. Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ naik ke bukit, menyusul sahabat-sahabatnya yang saat itu berkumpul di atas bukit.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Waki’, dari Ismail, dari Qais ibnu Abu Hazim yang mengatakan: Aku melihat tangan Talhah yang pernah dipakai untuk melindungi Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (yakni dalam Perang Uhud) dalam keadaan lumpuh.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadis Mu’tamir ibnu Sulaiman, dari ayahnya, dari Abu Usman An-Nahdi yang menceritakan bahwa tiada seorang pun yang pernah berperang bersama-sama Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam peperangan yang dilakukannya masih hidup selain dari Talhah ibnu Ubaidillah dan Sa’d, yakni melalui hadis keduanya.
Al-Hasan ibnu Arafah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Mu’awiyah, dari Hisyam ibnu Hisyam Az-Zuhri yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa’id ibnul Musayyab bercerita, ia pernah mendengar Sa’d ibnu Abu Waqqas menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam Perang Uhud mempersenjatai dirinya dengan panah seraya bersabda: “Bidikkanlah, ayah dan ibuku menjadi tebusanmu.”
Hadis tersebut diketengahkan oleh Imam Bukhari, dari Abdullah ibnu Muhammad, dari Marwan ibnu Mu’awiyyah.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadaku Saleh ibnu Kaisan, dari salah seorang keluarga Sa’d, dari Sa’d ibnu Abu Waqqas, bahwa dia dalam Perang Uhud membidik musuh untuk melindungi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Sa’d mengatakan, “Sesungguhnya aku melihat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memberikan anak panah kepadaku seraya bersabda: ‘Bidikkanlah, ayah dan ibuku menjadi tebusanmu!’ hingga beliau memberiku anak panah yang tidak ada ujung besinya. Maka aku pakai juga untuk membidik musuh.”
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadis Ibrahim ibnu Sa’d ibnu Abu Waqqas dari ayahnya yang menceritakan: Aku melihat dalam Perang Uhud di sebelah kanan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan di sebelah kirinya terdapat dua orang lelaki yang memakai pakaian putih, keduanya berperang melindungi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dengan gigih. Aku belum pernah melihat keduanya, baik sebelum itu ataupun sesudahnya. Yang dimaksud oleh sahabat Sa’d dengan “keduanya’ adalah Malaikat Jibril dan Malaikat Mikail a.s.
Hammad ibnu Salamah meriwayatkan dari Ali ibnu Zaid dan Sabit, dari Anas ibnu Malik, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam Perang Uhud terkucilkan bersama tujuh orang dari kalangan Ansar dan dua orang dari kalangan Quraisy. Ketika pasukan kaum musyrik mengejar beliau, beliau bersabda, “Siapakah yang mau mengusir mereka dari kita, dan baginya surga,” atau “Dia akan menjadi temanku di surga.” Maka majulah seorang lelaki dari kalangan Ansar yang langsung bertempur hingga gugur. Kemudian pasukan kaum musyrik mengejar beliau, maka beliau bersabda, “Siapakah yang mau mengusir mereka dari kita, dan baginya surga.” Maka majulah seorang lelaki dari kalangan Ansar yang langsung bertempur hingga gugur. Demikianlah seterusnya hingga gugur tujuh orang. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda kepada kedua temannya, “Kita tidak berlaku adil kepada teman-teman kita.”
Imam Muslim meriwayatkannya melalui Hudbah ibnu Khalid, dari Hammad ibnu Salamah dengan lafaz yang semakna.
Abul Aswad meriwayatkan dari Urwah ibnuz Zubair yang menceritakan bahwa dahulu Ubay ibnu Khalaf —saudara lelaki Bani Jumah— telah bersumpah ketika di Mekah, bahwa dirinya benar-benar akan membunuh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Tatkala sumpahnya itu sampai terdengar oleh Rasulullah Saw, maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Tidak, bahkan akulah yang akan membunuhnya, jika Allah mengizinkan. Ketika Perang Uhud berkobar, Ubay maju ke medan perang dengan memakai topi besi yang menutupi seluruh kepalanya seraya berkata, “Aku tidak akan selamat jika Muhammad selamat.” Lalu ia langsung maju menyerang ke arah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dengan maksud untuk membunuhnya, tetapi ia dihadang oleh Mus’ab ibnu Umair (saudara lelaki Bani Abdud Dar) untuk melindungi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dengan dirinya, hingga Mus’ab ibnu Umair gugur sebagai tameng Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Saat itu juga Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melihat tenggorokan Ubay ibnu Khalaf yang tampak di antara celah topi besi dan baju besinya, lalu beliau menusuk celah tersebut dengan tombak pendeknya, hingga Ubay ibnu Khalaf terjatuh dari kudanya ke tanah, tetapi dari tusukan itu tidak ada darah yang mengalir. Teman-teman Ubay ibnu Khalaf datang membopongnya, sedangkan Ubay ibnu Khalaf menjerit-jerit seperti suara sapi jantan (karena kesakitan). Lalu mereka berkata kepadanya, “Apakah yang membuatmu merintih, sesungguhnya luka ini hanyalah goresan saja.” Kemudian disampaikan kepada mereka sabda Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang mengatakan, “Tidak, bahkan akulah yang akan membunuh Ubay.” Kemudian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya apa yang telah menimpaku ini ditimpakan kepada penduduk Zul Majaz, niscaya mereka mati semuanya.” Akhirnya Ubay ibnu Khalaf mati dan dimasukkan ke dalam neraka. Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala. (Al Mulk:11)
Musa ibnu Uqbah di dalam kitab Magazi-nya telah meriwayatkan hadis ini melalui Az-Zuhri, dari Sa’id ibnul Musayyab dengan lafaz yang semisal.
Muhammad ibnu Ishaq menceritakan, ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam keadaan terjepit di lereng bukit, Ubay ibnu Khalaf mengejarnya seraya berkata, “Aku tidak akan selamat jika engkau selamat.” Maka pasukan kaum muslim berkata, “Wahai Rasulullah, ada seorang lelaki yang menghadangnya dari kalangan kita.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Biarkanlah dia!’ Ketika Ubay mendekat kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengambil sebilah tombak dari Al-Haris ibnus Summah. Menurut yang diceritakan kepadaku dari salah seorang kaum yang hadir, disebutkan bahwa ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengambil tombak itu dari Al-Haris ibnus Summah, maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ terlebih dahulu menggerak-gerakkan tombak itu sekali gerak hingga kami semua menjauh, bagaikan bulu unta yang berterbangan bila seekor unta menggerak-gerakkan tubuhnya. Kemudian Ubay dihadapi oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, dan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ langsung dapat menusuknya pada lehernya dengan sekali tusuk, hingga Ubay ibnu Khalaf terjatuh berkali-kali dari atas kudanya karena tusukan tersebut.
Al-Waqidi meriwayatkan dari Yunus ibnu Bukair, dari Muhammad ibnu Ishaq, dari Asim ibnu Amr ibnu Qatadah, dari Abdullah ibnu Ka’b ibnu Malik, dari ayahnya hal yang semisal.
Al-Waqidi mengatakan, Ibnu Umar pernah mengatakan bahwa Ubay ibnu Khalaf mati di Lembah Rabig. Sesungguhnya aku melewati Lembah Rabig sesudah malam hari tiba, ternyata aku melihat api yang menyala-nyala di hadapanku hingga aku takut. Tiba-tiba aku melihat seorang lelaki keluar dari api itu dalam keadaan dibelenggu dengan rantai, ia diseret dan dalam keadaan terbakar oleh kehausan. Tiba-tiba aku melihat ada seorang lelaki lain berkata, “Jangan beri dia minum, karena sesungguhnya orang ini adalah orang yang terbunuh oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Inilah Ubay ibnu Khalaf.”
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui riwayat Abdur Razzaq, dari Ma’mar, dari Hamman ibnu Munabbih, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Murka Allah sangat keras terhadap suatu kaum yang berani melakukan hal ini —seraya mengisyaratkan kepada gigi serinya— kepada diri Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Dan murka Allah sangat keras terhadap lelaki yang dibunuh oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam perang sabilillah.
Imam Bukhari mengetengahkannya melalui hadis Ibnu Juraij, dari Amr ibnu Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa murka Allah amat keras terhadap orang yang telah dibunuh oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dengan tangannya dalam perang sabilillah. Murka Allah amat keras terhadap suatu kaum yang berani melukai wajah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ibnu Ishaq mengatakan bahwa gigi seri Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dirontokkan dan pelipisnya dilukai, juga bibirnya. Orang yang berani melakukan demikian terhadap diri beliau adalah Atabah ibnu Abu Waqqas.
Saleh ibnu Kaisan meriwayatkan dari orang yang menceritakan hadis ini dari Sa’d ibnu Abu Waqqas. Disebutkan bahwa Sa’d ibnu Abu Waqqas pernah berkata, “Aku belum pernah ingin membunuh seseorang seperti keinginanku untuk membunuh Atabah ibnu Abu Waqqas. Menurut sepengetahuanku, dia adalah orang yang jahat perangainya lagi dibenci di kalangan kaumnya. Sesungguhnya telah cukup bagiku mengenai dirinya, yaitu sabda Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang mengatakan: ‘Murka Allah amat keras terhadap orang yang berani melukai wajah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ’.”
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Az-Zuhri, dari Usman Al-Hariri, dari Miqsam, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah mendoakan kebinasaan atas Atabah ibnu Abu Waqqas dalam Perang Uhud, yaitu ketika Atabah berani merontokkan gigi serinya dan melukai wajahnya. Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berdoa: Ya Allah, janganlah engkau lewatkan atas dirinya masa satu tahun sebelum dia mati dalam keadaan kafir. Ternyata belum lagi lewat masa satu tahun, dia telah mati dalam keadaan kafir dan masuk neraka.
Al-Waqidi meriwayatkan dari Ibnu Abu Sabrah, dari Ishaq ibnu Abdullah ibnu Abu Farwah, dari Abul Huwairis, dari Nafi’ ibnu Jubair yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar seorang Muhajirin menceritakan kisah berikut, bahwa ia ikut dalam Perang Uhud, dan menyaksikan anak-anak panah bertaburan dari berbagai arah mengarah ke suatu tempat, sedangkan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berada di tengah-tengah tempat itu, tetapi semua anak panah meleset darinya. Sesungguhnya ia melihat Abdullah ibnu Syihab Az-Zuhri pada hari itu (Perang Uhud) mengatakan, “Tunjukkanlah aku kepada Muhammad, aku tidak akan selamat jika dia selamat,” padahal saat itu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berada di sebelahnya tanpa ditemani oleh seorang pun, kemudian Abdullah ibnu Syihab Az-Zuhri melewatinya. Maka Safwan mencelanya karena peristiwa tersebut. Tetapi Ibnu Syihab menjawabnya, “Demi Allah, aku tidak melihatnya, aku bersumpah dengan nama Allah bahwa dia terlindungi dari kita. Kami berangkat bersama empat orang, dan kami berjanji untuk membunuhnya, tetapi kami tidak dapat melakukan hal tersebut.” Al-Waqidi mengatakan, menurut apa yang telah terbuktikan pada kami, orang yang melukai kedua pelipis Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ adalah Ibnu Qumaiah, sedangkan yang melukai bibirnya dan merontokkan gigi serinya adalah Atabah ibnu Abu Waqqas.
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Mubarak, dari Ishaq ibnu Yahya ibnu Talhah ibnu Ubaidillah, telah menceritakan kepadaku Isa ibnu Talhah, dari Ummul Mukminin r.a. yang menceritakan bahwa sahabat Abu Bakar apabila teringat akan Perang Uhud, ia selalu mengatakan, “Hari itu keseluruhannya merupakan hari bagi Talhah.” Selanjutnya Abu Bakar menceritakan peristiwa tersebut, bahwa dia adalah orang yang mula-mula kembali ke medan perang dalam Perang Uhud. Lalu ia melihat seorang lelaki yang sedang bertempur dengan gigihnya bersama Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ untuk melindunginya. Lalu aku (Abu Bakar) berkata, “Mudah-mudahan engkau adalah Talhah, mengingat aku sendiri tidak dapat melakukannya karena ada halangan yang menghambatku. Kalau memang demikian, berarti dia (Talhah) adalah seorang lelaki dari kaumku yang paling aku cintai.” Saat itu antara aku (Abu Bakar) dan pasukan kaum musyrik terdapat seorang lelaki yang tidak aku kenal, sedangkan posisiku lebih dekat kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ketimbang dia. Dia berjalan dengan langkah-langkah yang tidak kukenal sebelumnya, tetapi cukup cepat. Setelah dekat, temyata dia adalah Abu Ubaidah ibnul Jarrah. Ketika aku sampai kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, kujumpai gigi serinya rontok dan wajahnya terluka, dua mata rantai dari kerudung besinya melukai pipi beliau. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Kamu berdua harus menolong teman kamu,” yang beliau maksud adalah Talhah. Saat itu darah mengucur dari luka beliau, maka kami tidak mempedulikan ucapan beliau. Aku segera bersiap-siap mencabut kedua mata rantai itu dari wajahnya, tetapi Abu Ubaidah berkata, “Aku mohon kepadamu, biarkanlah aku yang menangani ini.” Maka aku biarkan dia melakukannya. Abu Ubaidah tidak suka mencabut dengan tangannya karena khawatir akan membuat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kesakitan, maka ia menggigit dengan mulutnya. Ia dapat mencabut salah satu dari kedua mata rantai, tetapi bersamaan dengan itu satu gigi serinya rontok. Maka aku (Abu Bakar) bermaksud untuk melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Abu Ubaidah, tetapi Abu Ubaidah berkata, “Aku mohon kepadamu, biarkanlah aku yang melakukan ini.” Maka ia lakukan seperti yang ia lakukan pada pertama kalinya tadi, dan gigi serinya rontok pula bersama tercabutnya mata rantai terakhir. Sejak itu Abu Ubaidah adalah orang ompong yang paling baik. Setelah kami merawat dan mengobati Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, kemudian kami menemui Talhah yang ada di salah satu galian, ternyata kami jumpai pada tubuhnya kurang lebih tujuh puluh luka akibat tusukan tombak, pukulan pedang, dan lemparan panah. Kami jumpai pula jari telunjuknya terpotong, maka kami urus jenazahnya.
Al-Haisam ibnu Kulaib dan Imam Tabrani meriwayatkannya melalui hadis Ishaq ibnu Yahya dengan lafaz yang sama.
Tetapi di dalam riwayat Al-Haisam disebutkan bahwa Abu Ubaidah mengatakan, “Aku mohon kepadamu, hai Abu Bakar, biarkanlah aku yang melakukan ini.” Lalu Abu Ubaidah mencabut panah itu dengan mulutnya secara pelan-pelan karena takut membuat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kesakitan. Akhimya anak panah itu berhasil ia cabut, tetapi bersamaan dengan itu gigi serinya rontok. Lalu Al-Haisam melanjutkan kisahnya. Hadis ini dipilih oleh Al-Hafiz Ad-Diya Al-Maqdisi di dalam kitabnya.
Ali ibnul Madini menilai daif hadis ini ditinjau dari jalur Ishaq ibnu Yahya. Karena sesungguhnya Ishaq ibnu Yahya dibicarakan mempunyai kelemahan oleh Yahya ibnu Sa’id Al-Qattan, Imam Ahmad, Yahya ibnu Mu’in, Imam Bukhari, Abu Zar’ah, Abu Hatim, Muhammad ibnu Sa’d, Imam Nasai serta lain-lainnya.
Ibnu Wahb meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, bahwa Umar ibnus Saib pernah menceritakan kepadanya bahwa Malik (yaitu ayah sahabat Abu Sa’id Al-Khudri) ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ terluka dalam Perang Uhud, maka ia menyedot luka itu dengan mulutnya hingga bersih dan tampak putih. Lalu dikatakan kepadanya, “Ludahkanlah!” Malik menjawab, “Tidak, demi Allah, aku tidak akan mengeluarkannya untuk selama-lamanya.” Kemudian Malik berbalik dan maju bertempur, maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Barang siapa yang ingin melihat seorang lelaki dari penduduk surga, hendaklah ia memandang orang ini. Akhirnya Malik gugur sebagai syuhada.
Telah disebutkan di dalam kitab Sahihain melalui jalur Abdul Aziz ibnu Abu Hazm, dari ayahnya, dari Sahl ibnu Sa’d, bahwa ia pernah ditanya mengenai luka yang dialami oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Maka ia menjawab: Wajah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ terluka dan gigi serinya rontok serta topi besi yang ada di kepalanya pecah. Maka Siti Fatimah mencuci darahnya, dan sahabat Ali mengucurkan air dengan tameng. Ketika Fatimah melihat bahwa air tidak dapat menghentikan darah, bahkan justru bertambah banyak, maka ia mengambil sepotong tikar, lalu ia bakar hingga menjadi abu, kemudian abunya ia tempelkan ke anggota yang luka, maka barulah darah berhenti.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Karena itu, Allah menimpakan atas kalian kesedihan atas kesedihan.
Yakni Allah membalas kalian dengan kesusahan di atas kesusahan yang lain. Perihalnya sama dengan perkataan orang-orang Arab, “Engkau tinggal di Bani Fulan, juga tinggal di Bani Anu.” Menurut Ibnu Jarir, demikian pula makna firman-Nya:
dan sesungguhnya aku akan menyalib kamu sekalian pada pangkal pohon kurma. (Taha: 71)
‘Ala juzu’in nakhli, artinya pada pangkal pohon kurma.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa kesusahan pertama disebabkan kekalahan dan ketika diserukan bahwa Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah terbunuh. Sedangkan kesusahan yang kedua ialah ketika pasukan kaum musyrik menduduki posisi yang lebih tinggi daripada mereka di atas bukit, dan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
Ya Allah, mereka tidak boleh lebih tinggi daripada kita.
Dan diriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Auf, bahwa kesusahan yang pertama disebabkan kekalahan, sedangkan kesusahan yang kedua terjadi ketika diserukan bahwa Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah terbunuh. Berita yang kedua ini mereka rasakan lebih berat ketimbang kekalahan yang mereka derita.
Kedua asar tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih. Telah diriwayatkan pula hal yang semisal dari Umar ibnul Khattab. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan hal yang semisal dari Qatadah.
As-Saddi mengatakan bahwa kesusahan pertama disebabkan telah luput dari mereka ganimah dan kemenangan. Kesusahan yang kedua karena musuh beroleh kemenangan atas mereka.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
Karena itu, Allah menimpakan atas kalian kesedihan atas kesedihan.
Yaitu kesusahan di atas kesusahan, dengan terbunuhnya sebagian di antara saudara-saudara kalian, musuh kalian menang atas kalian, dan kesedihan yang mencekam hati kalian ketika mendengar bahwa Nabi kalian telah dibunuh. Hal tersebut terjadi menimpa kalian secara berturut-turut, hingga menjadi kesedihan di atas kesedihan.
Mujahid dan Qatadah mengatakan bahwa kesusahan pertama karena mereka mendengar bahwa Nabi Muhammad dibunuh, kesusahan yang kedua ialah pembunuhan dan pelukaan yang diderita mereka dalam perang itu. Telah diriwayatkan dari Qatadah serta Ar-Rabi’ ibnu Anas hal yang sebaliknya.
Diriwayatkan dari As-Saddi bahwa kesedihan yang pertama karena kemenangan dan ganimah terlepas dari tangan mereka. Kesedihan kedua karena musuh dapat mengalahkan mereka dan berada di atas mereka. Pendapat ini telah disebut keterangannya dari As-Saddi.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang benar di antara semuanya ialah pendapat orang yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Karena itu, Allah menimpakan atas kalian kesedihan atas kesedihan. (Ali Imran:153) karena itu, Allah menggantikan nikmat kalian —hai orang-orang mukmin— dengan terhalangnya kalian mendapat ganimah dari kaum musyrik dan kemenangan atas mereka serta mendapat bantuan untuk menghadapi mereka, sehingga kalian banyak yang gugur dan mengalami luka-luka pada hari itu. Padahal pada mulanya Allah telah memperlihatkan kepada kalian dalam kesemuanya itu hal-hal yang kalian sukai. Hal ini terjadi karena kalian durhaka terhadap Tuhan kalian dan kalian berani melanggar perintah nabi kalian. Kini kalian menjadi sedih setelah kalian menduga bahwa nabi kalian telah dibunuh, musuh berhasil memukul mundur kalian, dan keadaannya menjadi terbalik.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…supaya kalian jangan bersedih hati terhadap apa yang luput dari kalian.
Yakni ganimah dan kemenangan atas musuh kalian yang luput dari tangan kalian.
…dan terhadap apa yang menimpa kalian.
Yaitu berupa luka-luka yang banyak dialami oleh kalian, juga yang terbunuh. Demikianlah menurut penafsiran Ibnu Abbas, Abdur Rahman ibnu Auf, Al-Hasan, Qatadah, dan As-Saddi.
Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.
Mahasuci Allah dengan segala puji-Nya, tidak ada Tuhan selain Allah Yang Mahaagung lagi Mahatinggi.
Allah جَلَّ جَلالُهُmengingatkan mereka tentang kondisi mereka saat kalah perang, dan Allah جَلَّ جَلالُهُ mencela mereka atas hal tersebut seraya berfirman, إِذْ تُصْعِدُونَ “(Ingatlah) ketika kamu lari”, yaitu kabur dari perang, وَلَا تَلْوُونَ عَلَى أَحَدٍ “dan tidak menoleh kepada seorang pun”, maksudnya, tak seorang pun dari kalian menoleh kepada orang lain dan tidak melihatnya, bahkan kalian tidak memiliki keinginan kecuali lari dan selamat dari peperangan, padahal tidak ada bahaya besar atas kalian, karena kalian itu bukanlah manusia yang terakhir yang menghadapi musuh dan merasakan kedahsyatan perang, akan tetapi, وَالرَّسُولُ يَدْعُوكُمْ فِي أُخْرَاكُمْ “Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggilmu,” maksudnya beliaulah yang berada di belakang kalian seraya berkata, “Datanglah kepadaku wahai hamba-hamba Allah جَلَّ جَلالُهُ,” namun kalian tidak menoleh kepadanya dan tidak pula kalian berpaling kepadanya. Padahal melarikan diri dari perang itu adalah tindakan yang patut dicela, dan mengabaikan seruan Rasul yang wajib untuk didahulukan atas (keselamatan) jiwa sendiri adalah lebih besar celaannya.
فَأَثَابَكُمْ “Karena itu Allah جَلَّ جَلالُهُ menimpakan atas kamu,” maksudnya, Allah جَلَّ جَلالُهُ membalas perbuatan kalian itu dengan غَمًّا بِغَمٍّ “kesedihan di atas kesedihan,” maksudnya, kesedihan yang diikuti dengan kesedihan lain, kesedihan dengan lenyapnya kemenangan dan hilangnya ghanimah, dan kesedihan dengan kekalahan kalian, serta kesedihan yang membuat kalian patah semangat saat kalian mendengar bahwa Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah terbunuh.
Akan tetapi Allah جَلَّ جَلالُهُ dengan kasih sayangNya dan bagusnya pandanganNya bagi hamba-hambaNya, menjadikan terkumpu-nya segala perkara-perkara tersebut bagi hamba-hambaNya yang beriman sebagai suatu kebaikan bagi mereka.
Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, لِكَيْلَا تَحْزَنُوا عَلَى مَا فَاتَكُمْ “Supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput darimu,” berupa kemenangan dan keberhasilan, وَلَا مَا أَصَابَكُمْ “dan terhadap apa yang menimpamu”, berupa kekalahan, kematian, dan menderita luka; ketika terbukti bagi kalian bahwa Rasul صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ itu tidak terbunuh, maka terasa kecillah bagi kalian musibah-musibah tersebut.
Kalian berbahagia dengan keberadaannya yang menjadi penghibur dari segala cobaan dan ujian, dan hanya Allah جَلَّ جَلالُهُ saja yang mengetahui rahasia dan hikmah yang terkandung di balik segala ujian dan cobaanNya.
Semua itu bersumber dari ilmu dan kesempurnaan pengetahuanNya terhadap perbuatan-perbuatan, penampilan-penampilan zahir maupun batin kalian. Karena itulah Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, وَاللَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ “Dan Allah جَلَّ جَلالُهُ Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Dan mengandung kemungkinan bahwa makna FirmanNya, لِكَيْلَا تَحْزَنُوا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا مَا أَصَابَكُمْ “Supaya kamu jangan bersedih hati terhadap apa yang luput darimu dan terhadap apa yang menimpamu,” bahwasanya Allah جَلَّ جَلالُهُ telah menetapkan kesedihan dan musibah tersebut atas kalian agar jiwa kalian tegar dan terlatih di atas kesabaran terhadap segala musibah dan menjadi ringanlah bagi kalian untuk menghadapi segala bentuk kesulitan.
Setelah dijelaskan bahwa Allah memaafkan kesalahan mereka dalam perang uhud, lalu disebutkan kesalahan yang dimaksud. Ingatlah ketika sebagian kamu lari meninggalkan pertempuran dan tidak menoleh kepada siapa pun akibat rasa takut yang berlebihan, sedang rasul yang berada di antara kawan-kawan-Mu yang lain bertahan di medan perang memanggil kamu, karena itu Allah menimpakan kepadamu kesedihan demi kesedihan, yaitu kabar wafatnya rasulullah, luka kamu, gugurnya sahabat-sahabat kamu, dan kegagalan meraih kemenangan dalam perang, agar kamu tidak bersedih hati lagi terhadap apa yang luput dari kamu, yaitu kemenangan dan harta rampasan perang, dan terhadap apa yang menimpamu, yakni luka kamu dan gugurnya sahabat-sahabat kamu. Dan Allah mahateliti atas apa yang kamu kerjakan. Usai menjelaskan ampunan Allah atas kesalahan pasukan pemanah yang meninggalkan posisinya pada perang uhud, Allah lalu beralih menjelaskan pertolongan-Nya kepada pasukan muslim berupa kantuk walau dalam suasana duka. Kemudian setelah kamu ditimpa kesedihan, dia menurunkan rasa aman kepadamu berupa kantuk yang bisa menghilangkan kepenatan yang meliputi segolongan dari kamu yang kuat imannya, sedangkan segolongan lagi, yang imannya tidak kuat, telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah, bahwa kalau nabi Muhammad itu benar-benar nabi dan rasul Allah, tentu dia tidak akan kalah dalam peperangan. Mereka berkata, adakah sesuatu yang dapat kita perbuat, yakni campur tangan kita, dalam urusan ini’ mereka berkata demikian karena ingin lepas tanggung jawab dari kegagalan dalam perang uhud. Katakanlah wahai nabi Muhammad, sesungguhnya segala urusan itu di tangan Allah. Dia yang menetapkan kemenangan atau kekalahan berdasarkan hukum kemasyarakatan yang berlaku.
Ali ‘Imran Ayat 153 Arab-Latin, Terjemah Arti Ali ‘Imran Ayat 153, Makna Ali ‘Imran Ayat 153, Terjemahan Tafsir Ali ‘Imran Ayat 153, Ali ‘Imran Ayat 153 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Ali ‘Imran Ayat 153
Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176 | 177 | 178 | 179 | 180 | 181 | 182 | 183 | 184 | 185 | 186 | 187 | 188 | 189 | 190 | 191 | 192 | 193 | 194 | 195 | 196 | 197 | 198 | 199 | 200
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)