{2} Al-Baqarah / البقرة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | النساء / An-Nisa {4} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran آل عمران (Keluarga ‘Imran) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 3 Tafsir ayat Ke 159.
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ ۖ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ ۖ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ ﴿١٥٩﴾
fa bimā raḥmatim minallāhi linta lahum, walau kunta faẓẓan galīẓal-qalbi lanfaḍḍụ min ḥaulika fa’fu ‘an-hum wastagfir lahum wa syāwir-hum fil-amr, fa iżā ‘azamta fa tawakkal ‘alallāh, innallāha yuḥibbul-mutawakkilīn
QS. Ali ‘Imran [3] : 159
Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.
Dengan rahmat Allah kepadamu dan kepada sahabat-sahabatmu wahai nabi, Allah melimphakan nikmat-Nya kepadamu sehingga kamu bisa bersikap lemah-lembut kepada mereka. Bila kamu berakhlak buruk dan berhati kasar maka para sahabatmu akan menjauh darimu. Maka jangan menyalahkan mereka karena apa yang mereka lakukan di perang Uhud. Mohonah wahai Nabi kepada Allah agar mengampuni mereka, bermusyawarahlah dengan mereka dalam perkara-perkara yang memang memerlukan musyawarah, lalu bila kamu sudah bertekad bulat melakukan salah satu urusan setelah bermusyawarah, maka lakukanlah dengan hanya berpegang kepada Allah semata. Sesungguhnya Allah menicintai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman kepada rasul-Nya seraya menyebutkan anugerah yang telah dilimpahkan-Nya kepada dia, juga kepada orang-orang mukmin, yaitu Allah telah membuat hatinya lemah lembut kepada umatnya yang akibatnya mereka menaati perintahnya dan menjauhi larangannya, Allah juga membuat tutur katanya terasa menyejukkan hati mereka.
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Yakni sikapmu yang lemah lembut terhadap mereka, tiada lain hal itu dijadikan oleh Allah buatmu sebagai rahmat buat dirimu dan juga buat mereka.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.Yaitu berkat rahmat Allah-lah kamu dapat bersikap lemah lembut terhadap mereka.
Huruf ma merupakan silah, orang-orang Arab biasa menghubungkannya dengan isim makrifat, seperti yang terdapat di dalam firman-Nya:
Maka disebabkan mereka melanggar perjanjian itu. (An Nisaa:155)
Dapat pula dihubungkan dengan isim nakirah, seperti yang terdapat di dalam firman-Nya:
Dalam sedikit waktu. ((Al Mu’minun:40)
Demikian pula dalam ayat ini disebutkan melalui firman-Nya:
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Yakni karena rahmat dari Allah.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa begitulah akhlak Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang diutus oleh Allah, dengan menyandang akhlak ini. Makna ayat ini mirip dengan makna ayat yang lain, yaitu firman-Nya:
Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (At Taubah:128)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Haiwah, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ziyad, telah menceritakan kepadaku Abu Rasyid Al-Harrani yang mengatakan bahwa Abu Umamah Al-Bahili pernah memegang tangannya, lalu bercerita bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah memegang tangannya, kemudian bersabda: Hai Abu Umamah, sesungguhnya termasuk orang-orang mukmin ialah orang yang dapat melunakkan hatinya.
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.
Al-fazzu artinya keras, tetapi makna yang dimaksud ialah keras dan kasar dalam berbicara, karena dalam firman selanjutnya disebutkan:
…lagi berhati kasar.
Dengan kata lain, sekiranya kamu kasar dalam berbicara dan berkeras hati dalam menghadapi mereka, niscaya mereka bubar darimu dan meninggalkan kamu. Akan tetapi, Allah menghimpun mereka di sekelilingmu dan membuat hatimu lemah lembut terhadap mereka sehingga mereka menyukaimu, seperti apa yang dikatakan oleh Abdullah ibnu Amr: Sesungguhnya aku telah melihat di dalam kitab-kitab terdahulu mengenai sifat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, bahwa beliau tidak keras, tidak kasar, dan tidak bersuara gaduh di pasar-pasar, serta tidak pernah membalas keburukan dengan keburukan lagi, melainkan memaafkan dan merelakan.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Karena itulah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ selalu bermusyawarah dengan mereka apabila menghadapi suatu masalah untuk mengenakkan hati mereka, agar menjadi pendorong bagi mereka untuk melaksanakannya. Seperti musyawarah yang beliau lakukan dengan mereka mengenai Perang Badar, sehubungan dengan hal mencegat iring-iringan kafilah kaum musyrik. Maka mereka mengatakan: Wahai Rasulullah, seandainya engkau membawa kami ke lautan, niscaya kami tempuh laut itu bersamamu, dan seandainya engkau membawa kami berjalan ke Barkil Gimad (ujung dunia), niscaya kami mau berjalan bersamamu. Dan kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan oleh kaum Musa kepada Musa, “Pergilah engkau bersama Tuhanmu dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya tetap duduk di sini,” melainkan kami katakan, “Pergilah dan kami selalu bersamamu, di hadapanmu, di sebelah kananmu, dan di sebelah kirimu dalam keadaan siap bertempur.”
Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengajak mereka bermusyawarah ketika hendak menentukan posisi beliau saat itu, pada akhirnya Al-Munzir ibnu Amr mengisyaratkan (mengusulkan) agar Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berada di hadapan kaum (pasukan kaum muslim). Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengajak mereka bermusyawarah sebelum Perang Uhud, apakah beliau tetap berada di Madinah atau keluar menyambut kedatangan musuh. Maka sebagian besar dari mereka mengusulkan agar semuanya berangkat menghadapi mereka. Lalu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berangkat bersama pasukannya menuju ke arah musuh-musuhnya berada.
Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengajak mereka bermusyawarah dalam Perang Khandaq, apakah berdamai dengan golongan yang bersekutu dengan memberikan sepertiga dari hasil buah-buahan Madinah pada tahun itu. Usul itu ditolak oleh dua orang Sa’d, yaitu Sa’d ibnu Mu’az dan Sa’d ibnu Ubadah. Akhirnya Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menuruti pendapat mereka.
Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengajak mereka bermusyawarah pula dalam Perjanjian Hudaibiyah, apakah sebaiknya beliau bersama kaum muslim menyerang orang-orang musyrik. Maka Abu Bakar As-Siddiq berkata, “Sesungguhnya kita datang bukan untuk berperang, melainkan kita datang untuk melakukan ibadah umrah.” Kemudian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memperkenankan pendapat Abu Bakar itu.
Dalam peristiwa hadisul ifki (berita bohong), Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
Hai kaum muslim, kemukakanlah pendapat kalian kepadaku tentang suatu kaum yang telah mencemarkan keluargaku dan menuduh mereka berbuat tidak senonoh. Demi Allah, aku belum pernah melihat suatu keburukan pun pada diri keluargaku, lalu dengan siapakah mereka berbuat tidak senonoh. Demi Allah, tiada yang aku ketahui kecuali hanya kebaikan belaka.
Lalu beliau meminta pendapat kepada sahabat Ali dan sahabat Usamah tentang menceraikan Siti Aisyah r.a.
Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bermusyawarah pula dengan mereka dalam semua peperangannya, juga dalam masalah-masalah lainnya.
Para ahli fiqih berbeda pendapat mengenai masalah, apakah musyawarah bagi Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ merupakan hal yang wajib ataukah hanya dianjurkan (disunatkan) saja untuk mengenakkan hati mereka (para sahabatnya)? Sebagai jawabannya ada dua pendapat.
Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak-nya, telah menceritakan kepada kami Abu Ja’far Muhammad ibnu Muhammad Al-Bagdadi, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ayyub Al-Allaf di Mesir, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Amr ibnu Dinar, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: dan bermusyawarahlah kamu dengan mereka dalam urusan itu. (Ali Imran:159) Yang dimaksud dengan mereka ialah sahabat Abu Bakar dan sahabat Umar r.a kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abu Bakar dan Umar. Keduanya adalah penolong Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan sebagai wazir (patih)nya serta sekaligus sebagai kedua orang tua kaum muslim.
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Waki’, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abdur Rahman ibnu Ganam, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda kepada Abu Bakar dan Umar: Seandainya kamu berdua berkumpul dalam suatu musyawarah, aku tidak akan berbeda denganmu.
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui sahabat Ali ibnu Abu Talib yang pernah mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah ditanya mengenai azam (tekad bulat). Maka beliau bersabda:
Meminta pendapat dari ahlur rayi, kemudian mengikuti pendapat mereka.
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair, dari Sufyan, dari Abdul Malik ibnu Umair, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Penasihat adalah orang yang dipercaya.
Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkannya pula melalui hadis Abdul Malik dengan konteks yang lebih panjang daripada hadis di atas, dan dinilai hasan oleh Imam Nasai.
Ibnu Majah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, dari Syarik, dari Al-A’masy, dari Abu Amr Asy-Syaibani, dari ibnu Mas’ud yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Penasihat adalah orang yang dipercaya.
Imam Ibnu Majah menyendiri dalam periwayatan hadis ini dengan sanad tersebut.
ia mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah dan Ali ibnu Hasyim, dari Ibnu Abu Laila, dari Abuz Zubair, dari Jabir yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda: Apabila seseorang di antara kalian meminta nasihat kepada saudaranya, maka hendaklah saudaranya itu memberikan nasihat (saran) kepadanya.
Hadis ini pun hanya diriwayatkan oleh Ibnu Majah sendiri.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah.
Yakni apabila engkau bermusyawarah dengan mereka dalam urusan itu, dan kamu telah membulatkan tekadmu, hendaklah kamu bertawakal kepada Allah dalam urusan itu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Jika Allah menolong kalian, maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kalian, jika Allah membiarkan kalian (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kalian (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. (Ali Imran:160)
Ayat ini —seperti yang telah disebutkan di atas— sama maknanya dengan firman-Nya:
Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Ali Imran:126)
Maksudnya, disebabkan rahmat Allah جَلَّ جَلالُهُ kepadamu dan kepada para sahabatmu, maka Allah جَلَّ جَلالُهُ telah memberikan karuniaNya atasmu agar engkau berlaku lemah lembut dan bersikap sopan santun kepada mereka, mengasihi mereka, berakhlak baik pada mereka, hingga mereka berkumpul di sekelilingmu, mencintaimu, dan menaati perintahmu.
وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا “Sekiranya kamu bersikap keras,” maksudnya, berakhlak buruk, غَلِيظَ الْقَلْبِ “lagi berhati keras,” maksudnya, berhati kasar, لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ “tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu,” karena sikap seperti ini membuat mereka lari dan benci kepada orang yang memiliki akhlak yang jelek. Akhlak yang baik merupakan ajaran pokok dalam agama yang akan menarik manusia kepada agama Allah جَلَّ جَلالُهُ dan membuat mereka senang kepadanya, di samping apa yang didapatkan oleh pelakunya berupa pujian dan pahala yang khusus. Dan sebaliknya, akhlak yang buruk merupakan masalah paling pokok dalam agama yang akan menjauhkan manusia dari agama dan membuat mereka benci kepadanya di samping apa yang diperoleh oleh pelakunya berupa celaan dan hukuman yang setimpal.
Rasul yang ma’shum ini telah Allah جَلَّ جَلالُهُ Firmankan kepadanya seperti itu, lalu bagaimanakah dengan selainnya? Bukankah menjadi sesuatu yang paling wajib dan paling penting adalah mencontoh akhlak-akhlak beliau yang mulia, dan bermuamalah dengan manusia sebagaimana Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bermuamalah dengan mereka, dengan cara lemah lembut, akhlak yang baik dan penyatuan hati, sebagai suatu sikap taat kepada perintah Allah جَلَّ جَلالُهُ dan daya tarik bagi hamba-hamba Allah جَلَّ جَلالُهُ kepada agama Allah جَلَّ جَلالُهُ?
Kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ memerintahkan NabiNya a untuk memaafkan mereka dari kelalaian yang terjadi pada mereka terhadap hak-hak beliau dan agar beliau memohonkan ampunan untuk mereka atas kelalaian mereka terhadap hak-hak Allah جَلَّ جَلالُهُ, hingga Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menyatukan antara pemberian maaf dan berbuat baik.
وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu,” yaitu perkara-perkara yang membutuhkan musyawarah, tukar pikiran dan pendapat. Karena di dalam musyawarah itu terdapat faidah yang banyak dalam maslahat agama maupun dunia yang tidak mungkin dibatasi, di antaranya:
1. Bahwasanya musyawarah itu termasuk ibadah-ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ.
2. Bahwasanya di dalam bermusyawarah itu terdapat pemberian toleransi untuk mencurahkan ide-ide mereka dan menghilangkan ketidakenakan yang ada dalam hati ketika terjadi berbagai peristiwa. Orang yang memiliki kekuasaan atas orang lain apabila mengumpulkan para cendikiawan dan tokoh masyarakat, lalu mengajak mereka bermusyawarah tentang suatu peristiwa, niscaya hati mereka akan tenang dan mereka akan mencintainya dan kemudian mereka mengetahui bahwa dia tidak berbuat sewenang-wenang kepada mereka, akan tetapi dia memandang kepada kemaslahatan umum bagi seluruh masyarakat. Dengan demikian, mereka semua mengerahkan segala usaha dan kemampuan mereka dalam rangka ketaatan kepadanya, karena mereka mengetahui bahwa usahanya itu demi kemaslahatan umum. Berbeda dengan orang yang tidak mengadakan musyawarah, mereka hampir tidak menyukainya dengan kecintaan yang jujur dan tidak pula mereka akan menaatinya, dan kalaupun mereka menaatinya, maka mereka akan melakukan dengan ketaatan yang tidak sempurna.
3. Dalam bermusyawarah terdapat pencerahan pikiran, disebabkan pengaktifan akal pada obyek peruntukannya hingga menjadi suatu nilai tambah bagi akal.
4. Apa yang dihasilkan oleh musyawarah adalah dari pikiran yang matang, karena seorang yang bermusyawarah hampir-hampir tidak berbuat salah dalam pelaksanaannya, dan apabila terjadi kesalahan atau tidak sempurna sebagaimana yang diinginkan, maka ia tidak akan dicela.
Apabila Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman kepada RasulNya صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –sementara beliau adalah manusia yang paling sempurna akalnya, paling dalam ilmunya dan paling utama pikirannya–, وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ “Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu,” maka bagaimana pula dengan selain beliau?
Kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُberfirman, فَإِذَا عَزَمْتَ”Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,” yaitu atas suatu perkara setelah bermusyawarah padanya, apabila dibutuhkan, فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ “maka bertawakAllah جَلَّ جَلالُهُ kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ,” maksudnya, bersandarlah kepada upaya Allah جَلَّ جَلالُهُ dan kekuatanNya, dan berlepas dirilah dari kemampuan dan kekuatan dirimu.
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ “Sesungguhnya Allah جَلَّ جَلالُهُ menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya”, yakni yang kembali kepadaNya.
Setelah memberi kaum mukmin tuntunan secara umum, Allah lalu memberi tuntunan secara khusus dengan menyebutkan karunianya kepada nabi Muhammad. Maka berkat rahmat yang besar dari Allah, engkau berlaku lemah lembut terhadap mereka yang melakukan pelanggaran dalam perang uhud. Sekiranya engkau bersikap keras, buruk perangai, dan berhati kasar, tidak toleran dan tidak peka terhadap kondisi dan situasi orang lain, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah, hapuslah kesalahan-kesalahan mereka dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, yakni urusan peperangan dan hal-hal duniawi lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, dan kemasyarakatan. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad untuk melaksanakan hasil musyawarah, maka bertawakAllah kepada Allah, dan akuilah kelemahan dirimu di hadapan Allah setelah melakukan usaha secara maksimal. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal ayat sebelumnya diakhiri dengan perintah bertawakal kepada Allah, satu-satunya penentu keberhasilan dan kegagalan. Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada siapa pun dan apa pun yang dapat mengalahkanmu, tetapi jika Allah membiarkan kamu, tidak memberi pertolongan, maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu’ pasti tidak ada. Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal, mengakui kelemahan diri di hadapan Allah setelah melakukan usaha secara maksimal.
Ali ‘Imran Ayat 159 Arab-Latin, Terjemah Arti Ali ‘Imran Ayat 159, Makna Ali ‘Imran Ayat 159, Terjemahan Tafsir Ali ‘Imran Ayat 159, Ali ‘Imran Ayat 159 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Ali ‘Imran Ayat 159
Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176 | 177 | 178 | 179 | 180 | 181 | 182 | 183 | 184 | 185 | 186 | 187 | 188 | 189 | 190 | 191 | 192 | 193 | 194 | 195 | 196 | 197 | 198 | 199 | 200
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)