{2} Al-Baqarah / البقرة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | النساء / An-Nisa {4} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran آل عمران (Keluarga ‘Imran) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 3 Tafsir ayat Ke 161.
وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ ۚ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ ﴿١٦١﴾
wa mā kāna linabiyyin ay yagull, wa may yaglul ya`ti bimā galla yaumal-qiyāmah, ṡumma tuwaffā kullu nafsim mā kasabat wa hum lā yuẓlamụn
QS. Ali ‘Imran [3] : 161
Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi.
Tidak patut bagi Nabi mengkhianati sahabat-sahabatnya dengan mengambil sesuatu dari harta rampasan perang selain apa yang Allah khususkan untuknya. Barangsiapa di antara kalian yang melakukan hal itu maka dia akan datang di hari Kiamat dengan membawanya agar ditampakkan di hadapan para makhluk di padang Mahsyar, kemudian masing-masing orang diberi balasan dari apa yang dilakukannya secara utuh tanpa dikurangi dan dizalimi.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang.
Ibnu Abbas, Mujahid, Al-Hasan, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah mengatakan bahwa tidak layak bagi seorang nabi berbuat khianat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Musayyab ibnu Wadih, telah menceritakan kepada kami Abi Ishaq Al-Fazzari, dari Sufyan ibnu Khasif, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa mereka kehilangan sebuah qatifah (permadani) dalam Perang Badar, lalu mereka berkata, “Barangkali Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah mengambilnya.” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya:
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Yang dimaksud dengan al-gulul ialah khianat atau korupsi.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Malik ibnu Abusy Syawarib, telah menceritakan kepada kami Abdul Wahid ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Khasif, telah menceritakan kepada kami Miqsam, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abbas, bahwa firman-Nya berikut ini: Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. (Ali Imran:161) diturunkan berkenaan dengan qatifah merah yang hilang dalam Perang Badar. Maka sebagian orang mengatakan bahwa barangkali Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengambilnya, hingga ramailah orang-orang membicarakan hal tersebut. Karena itu, Allah menurunkan firman-Nya:
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi secara bersamaan dari Qutaibah, dari Abdul Wahid ibnu Ziyad dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Sebagian di antara mereka ada yang meriwayatkannya dari Khasif, dari Miqsam, yakni secara mursal.
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui jalur Abu Amr ibnul Ala, dari Mujahid dan Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa orang-orang munafik menuduh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengambil sesuatu yang hilang. Maka Allah menurunkan firman-Nya:
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang.
Telah diriwayatkan pula melalui berbagai jalur —hal yang sama dengan hadis di atas— dari Ibnu Abbas.
Ayat ini membersihkan diri Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dari semua segi perbuatan khianat dalam menunaikan amanat dan pembagian ganimah serta urusan-urusan lainnya.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang.
Misalnya beliau memberikan bagian kepada sebagian pasukan, sedangkan sebagian yang lainnya tidak diberi bagian. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ad-Dahhak.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang.
Yang dimaksud dengan khianat di sini menurutnya misalnya ialah beliau meninggalkan sebagian dari wahyu yang diturunkan kepadanya dan tidak menyampaikannya kepada umat.
Al-Hasan Al-Basri, Tawus, Mujahid, dan Ad-Dahhak membacanya dengan memakai huruf ya yang di-dammah-kan, sehingga artinya menjadi seperti berikut: Tidak mungkin seorang nabi dikhianati.
Qatadah dan Ar-Rabi’ ibnu Anas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan dalam Perang Badar, yang saat itu sebagian dari sahabat ada yang berbuat korupsi dalam pembagian ganimah. Ibnu Jarir meriwayatkan dari keduanya (Qatadah dan Ar-Rabi’ ibnu Anas). Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari seorang di antara mereka, bahwa ia menafsirkan qiraat (bacaan) ini dengan pengertian dituduh berbuat khianat.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedangkan mereka tidak dianiaya.
Ungkapan ini mengandung ancaman keras dan peringatan yang kuat, dan sunnah pun menyebutkan larangan melakukan hal tersebut dalam beraneka ragam hadis.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik, telah menceritakan kepada kami Zubair (yakni Ibnu Muhammad), dari Abdullah ibnu Muhammad ibnu Aqil, dari Ata ibnu Yasar, dari Abu Malik Al-Asyja’i, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Khianat yang paling besar di sisi Allah ialah sehasta tanah, kalian menjumpai dua orang lelaki bertetangga tanah miliknya atau rumah miliknya, lalu salah-seorang dari keduanya mengambil sehasta dari milik temannya. Apabila ia mengambilnya, niscaya hal itu akan dikalungkan kepadanya dari tujuh lapis bumi di hari kiamat nanti.
Hadis yang lain.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai’ah, dari Ibnu Hubairah dan Al-Haris ibnu Yazid, dari Abdur Rahman ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Mustaurid mengatakan bahwa ia telah mendengar Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Barang siapa memegang kekuasaan bagi kami untuk suatu pekerjaan, sedangkan dia belum mempunyai tempat tinggal, maka hendaklah ia mengambil tempat tinggal, atau belum mempunyai istri maka hendaklah ia segera kawin, atau belum mempunyai pelayan, maka hendaklah ia mengambil pelayan, atau belum mempunyai kendaraan, maka hendaklah ia mengambil kendaraan. Dan barang siapa memperoleh sesuatu selain dari hal tersebut, berarti dia adalah orang yang khianat (korupsi).
Demikian menurut lafaz yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui jalur lain dan dengan konteks yang lain pula. Untuk itu ia mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Marwan Ar-Ruqqi, telah menceritakan kepada kami Al-Mu’afa, telah menceritakan kepada kami Al-Auza’i, dari Al-Haris ibnu Yazid, dari Jubair ibnu Nafir, dari Al-Mustaurid ibnu Syaddad yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Barang siapa bekerja bagi (kepentingan) kita, hendaklah ia mencari istri, dan jika ia belum mempunyai pelayan, hendaklah ia mencari seorang pelayan, dan jika masih belum punya rumah, hendaklah ia mencari rumah. Al-Mustaurid ibnu Syaddad mengatakan pula, sahabat Abu Bakar pernah mengatakan bahwa ia pernah mendapat berita bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda: Barang siapa yang mengambil selain dari itu, berarti dia adalah orang yang korupsi atau pencuri.
Guru kami (Al-Hafiz Al-Mazzi) mengatakan bahwa hadis ini diriwayatkan pula oleh Abu Ja’far ibnu Muhammad Al-Faryabi dari Musa ibnu Marwan, hanya ia menyebutkan dari Abdur Rahman ibnu Nafir, bukan ibnu Jubair, hal ini lebih mendekati kebenaran.
Hadis lain diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Bisyr, telah menceritakan kepada kami Ya’qub Al-Qummi, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Humaid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Aku benar-benar mengetahui seseorang di antara kalian datang di hari kiamat seraya memikul seekor kambing yang mengembik, ia berseru, “Hai Muhammad, hai Muhammad (tolonglah daku).” Maka aku katakan, “Aku tidak memiliki suatu wewenang pun dari Allah untuk menolong dirimu, aku telah menyampaikan (risalahku) kepadamu.” Dan sungguh aku benar-benar mengetahui seseorang di antara kalian datang pada hari kiamat seraya memikul seekor unta yang bersuara, ia berkata, “Hai Muhammad, hai Muhammad.” Maka aku jawab, “Aku tidak memiliki suatu wewenang pun dari Allah untuk menolong dirimu, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu.” Dan sesungguhnya aku benar-benar mengetahui seseorang di antara kalian datang di hari kiamat seraya memikul seekor kuda yang meringkik, ia berkata, “Hai Muhammad, hai Muhammad!” Maka kujawab, “Aku tidak memiliki suatu wewenang pun dari Allah untuk menolong dirimu, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu.” Dan sesungguhnya aku benar-benar mengetahui seseorang di antara kalian datang pada hari kiamat seraya memikul suatu bagian berupa kulit, lalu ia berseru, “Hai Muhammad, hai Muhammad.” Maka kujawab, “Aku tidak memiliki suatu wewenang pun dari Allah untuk menolong dirimu, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu.”
Hadis ini tidak diriwayatkan oleh seorang pun dari para pemilik kitab-kitab sunnah.
Hadis yang lain, diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Az-Zuhri yang pernah mendengar Urwah mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Humaid As-Sa’idi yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengangkat seorang lelaki dari kalangan Bani Azd —yang dikenal dengan nama Ibnul Lutbiyyah— sebagai amil (pemungut zakat). Lalu ia datang dan mengatakan, “Ini buat kalian, dan ini yang dihadiahkan kepadaku.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berdiri di atas mimbarnya, lalu bersabda: Apakah gerangan yang dilakukan oleh seorang amil yang telah kita kirimkan untuk menunaikan suatu tugas, lalu ia mengatakan, “Ini buat kalian, dan yang ini yang dihadiahkan kepadaku”? Mengapa ia tidak duduk saja di rumah ayah dan ibunya, lalu menunggu apakah ia diberi hadiah ataukah tidak? Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, tidak sekali-kali seseorang di antara kalian mengambil sesuatu darinya melainkan ia datang di hari kiamat seraya memikulnya di atas pundak. Jika yang diambil itu berupa unta, maka unta itu mengeluarkan suaranya-, atau berupa sapi, maka melenguh, atau berupa kambing, maka mengembik. Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengangkat kedua tangannya tinggi-ting-gi hingga kami melihat kulit ketiaknya, lalu bersabda: Ya Allah, bukankah aku telah menyampaikan. sebanyak tiga kali.
Hisyam ibnu Urwah menambahkan dalam riwayatnya bahwa Abu Humaid mengatakan, “Saat itu aku melihat beliau dengan kedua mataku sendiri dan mendengar sabdanya dengan kedua telingaku. Tanyakanlah oleh kalian kepada Zaid ibnu Sabit.”
Hadis ini diketengahkan pula oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim melalui Sufyan ibnu Uyaynah. Pada lafaz yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan, “Dan tanyakanlah oleh kalian kepada Zaid ibnu Sabit.” Diriwayatkan pula melalui berbagai jalur oleh Az-Zuhri, dan melalui banyak jalur dari Hisyam ibnu Urwah, keduanya meriwayatkan hadis ini dari Urwah dengan lafaz yang sama.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Iyasy, dari Yahya ibnu Sa’id, dari Urwah ibnuz Zubair, dari Abu Humaid, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Hadiah-hadiah yang diterima oleh para amil (petugas) adalah gulul (penggelapan).
Hadis ini termasuk hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad sendiri, predikat sanadnya daif, seakan-akan hadis ini merupakan ringkasan dari sebelumnya.
Hadis lain diriwayatkan oleh Abu Isa At-Turmuzi di dalam Kitabul Ahkam.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Daud ibnu Yazid Al-Audi, dari Al-Mugirah ibnu Syibl, dari Qais ibnu Abu Hazim, dari Mu’az ibnu Jabal yang menceritakan: Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengutusku ke negeri Yaman (untuk memungut zakat). Ketika aku telah berangkat, beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengirimkan utusannya di belakangku. Maka aku kembali, dan beliau bersabda, “Tahukah kamu, mengapa aku memanggilmu kembali? Jangan sekali-kali kamu mengambil sesuatu tanpa seizinku, karena sesungguhnya hal itu adalah gulul. Barang siapa yang berkhianat (gulul) dalam urusan ini, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Karena hal inilah aku memanggilmu. Sekarang berangkatlah menuju tempat tugasmu.”
Hadis ini hasan garib, kami tidak mengenalnya melainkan hanya dari jalur ini. Dalam bab yang sama diriwayatkan pula dari Addi ibnu Umairah, Buraidah, Al-Mustaurid ibnu Syaddad, Abu Humaid, dan Ibnu Umar.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Dikatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Abu Hayyan Yahya ibnu Sa’id At-Taimi, dari Abu Zar’ah, dari Ibnu Umar. Sedangkan apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Abu Hurairah, bahwa pada suatu hari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berdiri di hadapan kami, lalu menyebutkan perihal gulul yang dipandang oleh beliau sebagai suatu kesalahan besar dan merupakan perkara yang berat. Kemudian beliau bersabda: Aku benar-benar akan menjumpai seseorang di antara kalian yang datang di hari kiamat, sedangkan di atas pundaknya terpikulkan unta yang mengeluarkan suaranya. Lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah aku.” Maka aku jawab, “Aku tidak mempunyai suatu wewenang pun dari Allah untuk menolongmu, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu.” Aku benar-benar akan menjumpai seseorang di antara kalian yang datang pada hari kiamat, sedangkan di atas pundaknya terpikulkan seekor kuda yang meringkik. Lalu ia berkata, “Ya Rasulullah, tolonglah aku.” Maka aku katakan, “Aku tidak memiliki suatu wewenang pun dari Allah untuk menolongmu, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu.” Aku benar-benar akan menjumpai seseorang di antara kalian yang datang pada hari kiamat, sedangkan pada pundaknya terpikulkan sejumlah harta benda, lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, tolonglah aku.” Maka aku jawab, “Aku tidak memiliki sesuatu wewenang pun dari Allah untuk menolongmu, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu.”
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui Abu Hayyan dengan lafaz yang sama.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa’id, dari Ismail ibnu Abu Khalid, telah menceritakan kepadaku Qais, dari Addi ibnu Umairah Al-Kindi yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Hai manusia, barang siapa di antara kalian yang menangani suatu pekerjaan untuk kami, lalu ia menyembunyikan dari kami sebatang jarum dan selebihnya dari pekerjaan itu, maka hal itu merupakan gulul (penggelapan) yang kelak di hari kiamat dia akan datang membawanya. Maka berdirilah seorang lelaki yang hitam dari kalangan Ansar yang menurut Mujahid dia adalah Sa’d ibnu Ubadah, seakan-akan dia (perawi) melihatnya. Lalu lelaki itu berkata, “Wahai Rasulullah, terimalah dariku tugasmu.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya, “Apakah itu?” Si lelaki itu menjawab, “Aku pernah mendengarmu bersabda anu dan anu, dan sekarang aku akan mengatakannya, ‘Barang siapa yang kami angkat menjadi amil untuk menangani suatu pekerjaan, hendaklah menyerahkan seluruh hasilnya, baik banyak maupun sedikit. Maka apa yang diberikan kepadanya dari hasil itu, ia boleh menerimanya, dan apa yang tidak diberikan kepadanya dari hasil itu, hendaklah ia menahan dirinya’.”
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Abu Daud melalui berbagai jalur dari Ismail ibnu Abu Khalid dengan lafaz yang sama.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Dikatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, dari Abu Ishaq Al-Fazzari, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Manbuz —seorang lelaki dari keluarga Abu Rafi’—, dari Al-Fadl ibnu Abdullah ibnu Abu Rafi”, dari Abu Rafi’ yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sehabis salat Asar adakalanya pergi menuju tempat Bani Abdul Asyhal, lalu beliau berbincang-bincang dengan mereka hingga waktu magrib tiba. Abu Rafi’ mengatakan, ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sedang berjalan dengan langkah yang cepat untuk melakukan salat Magrib, beliau me-makai jalan yang dilewati Baqi’, lalu beliau bersabda, “Celakalah kamu, celakalah kamu,” lalu beliau menempel pada bajuku hingga aku mundur, dan aku menduga yang beliau maksud diriku. Tetapi beliau bersabda, “Mengapa kamu?” Aku menjawab, “Apakah telah terjadi sesuatu pada dirimu, wahai Rasulullah?” Beliau bertanya, “Mengapa demikian?” Abu Rafi’ berkata, “Sesungguhnya tadi engkau berkata kepadaku.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: Tidak, tetapi ini adalah kuburan si Fulan. ia pernah kutugaskan untuk memungut zakat di kalangan Bani Fulan, dan ternyata ia menggelapkan sebuah baju namirah, kini dirinya memakai baju yang semisal dari api neraka.
Hadis lain diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Salim Al-Kufi Al-Mafluj —orang yang siqah—, telah menceritakan kepada kami Ubaid ibnul Aswad, dari Al-Qasim ibnul Walid, dari Abu Sadiq, dari Rabi’ah ibnu Najiyah, dari Ubadah ibnus Samit yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mencabut sehelai bulu dari punggung unta hasil ganimah, kemudian bersabda: Tiada hak bagiku dalam harta ini kecuali seperti hak yang diperoleh seseorang di antara kalian. Waspadalah kalian terhadap gulul (pengkhianatan dalam harta rampasan), karena sesungguhnya gulul itu merupakan kehinaan bagi pelakunya kelak di hari kiamat. Tunaikanlah benang dan jarummu serta barang yang lebih besar dari itu, dan berjihadlah kalian di jalan Allah, baik terhadap kaum kerabat atau orang lain, baik sedang berada di tempat maupun berada dalam perjalanan. Karena sesungguhnya jihad itu merupakan salah satu di antara pintu-pintu surga. Sesungguhnya jihad itu, dengan melaluinya Allah benar-benar menyelamatkan (pelakunya) dari kesedihan dan kesusahan. Dan tegakkanlah hukuman-hukuman had Allah, baik terhadap kaum kerabat ataupun orang lain, dan jangan kalian mundur dalam berjuang membela agama Allah hanya karena celaan orang yang mencela.
Hadis lain diriwayatkan dari Amr ibnu Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Kembalikanlah benang dan jarum, karena sesungguhnya gulul itu merupakan keaiban, neraka, dan kemaluan bagi pelakunya kelak di hari kiamat.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Abu Daud.
Dikatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Mutarrif, dari Abul Jahm, dari Abu Mas’ud Al-Ansari yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengutusnya sebagai amil zakat, kemudian beliau berpesan melalui sabdanya: Berangkatlah engkau, hai Abu Mas’ud. Semoga aku tidak menjumpai engkau di hari kiamat nanti datang, sedangkan di atas punggungmu terdapat seekor unta dari ternak unta zakat yang mengeluarkan suaranya hasil dari penggelapanmu. Ibnu Mas’ud berkata, “Kalau demikian, aku tidak akan berangkat.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Kalau demikian, maumu aku tidak memaksamu.”
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Abu Daud.
Hadis lain diriwayatkan oleh Abu Bakar ibnu Murdawaih.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Usman ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Abdul Hamid ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Aban, dari Alqamah ibnu Marsad, dari Abu Buraidah, dari ayahnya, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Sesungguhnya sebuah batu dilemparkan ke dalam neraka Jahannam, maka batu itu meluncur ke bawah selama tujuh puluh musim gugur (yakni tujuh puluh tahun), tetapi masih belum sampai ke dasarnya. Dan didatangkan harta yang digelapkan, lalu dilemparkan (ke neraka Jahannam) bersama batu itu. Kemudian dikatakan kepada yang menggelapkannya, “Ambillah harta itu.” Yang demikian itulah yang dimaksud di dalam firman-Nya: Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. (Ali Imran:161)
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Dinyatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hasyim ibnul Qasim, telah menceritakan kepada kami Ikrimah ibnu Ammar, telah menceritakan kepadaku Sammak Al-Hanafi Abu Zamil, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Abbas, telah menceritakan kepadaku Umar ibnul Khattab bahwa setelah Perang Khaibar berhenti, ada segolongan sahabat yang datang menghadap Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Lalu mereka berkata, “Si Fulan mati syahid dan si Anu mati syahid,” hingga sebutan mereka sampai kepada seorang lelaki yang dikatakan oleh mereka bahwa si Fulan mati syahid. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Tidak demikian, sesungguhnya aku melihatnya berada di dalam neraka karena baju burdah atau baju aba’ah yang digelapkannya. Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda pula: Pergilah kamu dan serukanlah kepada orang-orang bahwa sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-orang mukmin! Umar ibnul Khattab r.a. melanjutkan kisahnya, “Maka aku pergi dan kuserukan (kepada mereka) bahwa sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-orang mukmin.”
Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Hadis lain diriwayatkan dari Umar r.a.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Abdur Rahman ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, bahwa Musa ibnu Jubair pernah men¬ceritakan kepadanya bahwa Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnul Habbab Al-Ansari pernah menceritakan kepadanya bahwa Abdullah ibnu Unais pernah menceritakan kepadanya, bahwa pada suatu hari Abdullah Ibnu Unais dan Umar Ibnul Khattab mengenang kembali saat permulaan diwajibkan zakat. Lalu Umar berkata, “Tidakkah kamu pernah mendengar sabda Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ketika menuturkan masalah gulul (pengkhianatan atau penggelapan) harta zakat, yaitu: ‘Barang siapa yang menggelapkan seekor unta atau seekor kambing dari harta zakat, maka sesungguhnya kelak di hari kiamat ia bakal menggendongnya”?” Maka Abdullah ibnu Unais menjawab, “Memang aku pernah mendengarnya.”
Hadis lain diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa’id Al-Umawi, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa’id, dari Nafi’, dari Ibnu Umar yang telah menceritakan: Bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengutus sahabat Sa’d ibnu Ubadah untuk memungut zakat. Untuk itu beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Hai Sa’d, hati-hatilah kamu, jangan sampai kamu datang pada hari kiamat nanti dengan membawa seekor unta yang bersuara.” Sa’d menjawab, “Aku tidak akan mengambilnya dan tidak akan mendatangkannya.” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak jadi mengutusnya.
Hadis lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad:
telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Saleh ibnu Muhammad ibnu Zaidah, dari Salim ibnu Abdullah, bahwa ia berada di negeri Romawi bersama Maslamah ibnu Abdul Malik. Ketika Maslamah membuka barang-barang miliknya, maka ia menjumpai pada barangnya terdapat hasil gulul. Lalu Maslamah bertanya kepada Salim ibnu Abdullah mengenai hal tersebut. Kemudian Salim ibnu Abdullah mengatakan bahua ayahnya telah menceritakan sebuah hadis kepadanya. dari Umar ibnul Khattab r.a., bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Barang siapa yang kalian jumpai pada barangnya hasil gulul, maka bakarlah barang itu —perawi menduga bahwa Umar ibnul Khattab mengatakan— dan pukullah dia oleh kalian. Salim ibnu Abdullah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Maslamah mengeluarkan barang-barangnya di pasar, dan ia menemukan sebuah mushaf di dalamnya. Ketika ia menanyakan hal tersebut kepada Salim, maka Salim berkata, “Juallah mushaf itu dan sedekahkanlah hasilnya.”
Menurut penilaian Ali ibnul Madini dan Imam Bukhari serta lain-lainnya, hadis ini munkar, yakni yang melalui riwayat Abi Waqid.
Imam Daruqutni mengatakan bahwa hal ini memang sahih (benar) bila dikatakan sebagai fatwa Salim semata.
Tetapi ada orang yang berpegang sesuai dengan pengertian hadis ini, seperti yang dilakukan oleh Imam Ahmad ibnu Hambal dan teman-temannya yang mengikuti jejaknya.
Al-Umawi meriwayatkannya dari Mu’awiyah, dari Abu Ishaq, dari Yunus ibnu Ubaid, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa hukuman orang yang berbuat gulul, semua barang bawaannya dikeluarkan, kemudian dibakar berikut hasil gulul-nya.
Kemudian ia meriwayatkannya pula dari Mu’awiyah, dari Abu Ishaq, dari Usman ibnu Ata, dari ayahnya, dari Ali yang mengatakan bahwa orang yang berbuat gulul semua barang bawaannya dikumpulkan, kemudian dibakar dan dihukum dera di bawah hukuman had budak, serta tidak boleh mendapat bagian (ganimah)nya.
Berbeda dengan Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, dan jumhur ulama, mereka mengatakan bahwa barang bawaan si pelaku gulul tidak dibakar, melainkan ia dikenai hukuman ta’zir yang sesuai.
Imam Bukhari mengatakan bahwa adakalanya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melarang menyalatkan jenazah orang yang berbuat gulul, tetapi harta benda miliknya tidak dibakar.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Aswad ibnu Amir, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Jubair ibnu Malik yang menceritakan bahwa pernah diperintahkan agar semua mushaf dikumpulkan untuk diadakan perbaikan, lalu ibnu Mas’ud mengatakan: Barang siapa di antara kalian yang mampu menggelapkan sebuah mushaf, hendaklah ia menggelapkannya. Karena sesungguhnya barang siapa yang menggelapkan sesuatu, maka kelak di hari kiamat dia akan datang dengan membawanya. Kemudian Ibnu Mas’ud mengatakan, “Aku telah membaca dari lisan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sebanyak tujuh puluh kali, maka apakah aku tega meninggalkan apa yang telah kuambil dari lisan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ?”
Waki’ meriwayatkan di dalam kitab tafsirnya, dari Syarik, dari Ibrahim ibnu Muhajir, dari Ibrahim, ketika diperintahkan agar semua mushaf dibakar, maka sahabat ibnu Mas’ud r.a. berkata, “Hai manusia, gelapkanlah mushaf. Karena sesungguhnya barang siapa yang berbuat gulul, maka kelak di hari kiamat ia akan datang dengan membawa barang yang digelapkannya. Sebaik-baik barang yang digelapkan ialah mushaf, kelak seseorang di antara kalian akan datang dengan membawanya di hari kiamat.”
Imam Abu Daud meriwayatkan dari Samurah ibnu Jundub yang menceritakan:
bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ apabila memperoleh ganimah, beliau memerintahkan kepada Bilal untuk menyerukan kepada orang-orang agar mengumpulkan semua ganimahnya, lalu beliau membagi lima harta rampasan tersebut, sesudah itu baru beliau membagi-bagikannya. Kemudian pada suatu hari datanglah seorang lelaki sesudah Bilal berseru (atas perintah Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) seraya membawa seikat kain bulu, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, inilah yang kami peroleh dari ganimah.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Apakah engkau mendengar seruan Bilal?” Hal ini beliau katakan sebanyak tiga kali. Lelaki itu menjawab, “Ya.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya, “Apa yang menghambatmu untuk datang?” Lalu lelaki itu meminta maaf kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Tetapi Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Tidak, engkau akan datang di hari kiamat dengan membawanya. Maka aku tidak akan menerimanya darimu.
Al-Ghulul (berkhianat) adalah menyembunyikan harta ghanimah dan berkhianat pada setiap harta yang dipegang oleh seseorang, ghulul ini adalah haram menurut ijma’, bahkan ia termasuk di antara dosa besar, sebagaimana yang ditunjukkan oleh ayat yang mulia tersebut dan ayat-ayat lainnya dari nash-nash yang ada. Allah جَلَّ جَلالُهُmengabarkan bahwasanya tidaklah patut dan tidak mungkin seorang Nabi itu melakukan khianat, karena berkhianat itu -sebagaimana yang telah Anda ketahui- termasuk dosa-dosa yang besar dan sejahat-jahatnya aib.
Sungguh Allah جَلَّ جَلالُهُtelah memelihara para NabiNya dari segala hal yang mengotori dan menjatuhkan mereka, dan Dia menjadikan mereka sebagai orang-orang terbaik akhlaknya di seluruh alam dan orang-orang yang paling bersih jiwanya. Allah جَلَّ جَلالُهُ membersihkan, membaikkan, dan menyucikan mereka dari segala aib dan kekurangan, Dia menjadikan mereka sebagai tempat risalahNya dan kandungan hikmahNya,
أَعْلَمُ حَيْثُ يَجْعَلُ رِسَالَتَهُ
“Allah جَلَّ جَلالُهُ lebih mengetahui kepada siapa Dia memberikan tugas kera-sulan.” (Al-An’am: 124).
Seorang hamba itu cukup hanya dengan mengetahui salah seorang dari mereka (para nabi), niscaya dia akan memastikan keselamatan mereka dari setiap hal yang membuat mereka tercela, dan tidaklah dibutuhkan dalil bantahan atas celaan yang dikatakan tentang mereka dari musuh-musuh mereka. Karena pengetahuannya tentang kenabian mereka menuntut keharusan adanya penolakan akan hal itu. Oleh karena itu, Allah جَلَّ جَلالُهُ merangkai ayat ini dengan konteks yang dapat menghalangi adanya perbuatan khianat dari mereka. Maka Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, وَمَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَغُلَّ “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat,” maksudnya, hal itu adalah terhalang dan mustahil terjadi dari orang-orang yang telah dipilih Allah جَلَّ جَلالُهُ untuk menerima kenabian. Kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ menyebutkan ancaman atas orang yang berbuat khianat dalam FirmanNya,وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “Barangsiapa berkhianat (dalam urusan rampasan perang itu), maka pada Hari Kiamat dia akan datang membawa sesuatu yang dikhianatkannya itu.” Maksudnya, pembawa ghanimah itu membawanya dengan cara memikulnya di atas punggungnya, baik harta itu berupa hewan maupun barang atau selainnya, di mana ia akan disiksa dengannya pada Hari Kiamat.
ثُمَّ تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ “Kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang dia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal.” Seorang yang berkhianat atau orang lain, masing-masing akan diberikan ganjarannya atas dosanya, seukuran dengan apa yang dikerjakannya, وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ “sedang mereka tidak dianiaya,” maksudnya, tidak ditambah kejelekan mereka dan tidak pula berkurang sedikit pun kebaikan mereka.
Simaklah dengan baik perlindungan (proteksi) yang terkandung dalam ayat yang mulia tersebut, ketika Allah جَلَّ جَلالُهُ menyebutkan dalam ayat itu hukuman bagi orang yang berkhianat, dan bahwa dia akan datang pada Hari Kiamat dengan membawa harta yang dikhianatinya itu, dan ketika Allah جَلَّ جَلالُهُ akan menyebutkan tentang balasannya. Tindakan Allah جَلَّ جَلالُهُ membatasinya pada konteks pelaku ghulul mengisyaratkan pemahaman bahwa selain dari orang tersebut, dari berbagai pelaku kejahatan lainnya, terkadang tidak dipenuhi balasannya, maka Allah جَلَّ جَلالُهُ menyebutkannya dengan lafazh yang umum yang meliputi semua orang yang berkhianat dan selainnya.
Ketika pasukan pemanah dalam perang uhud melihat ganimah yang ditinggalkan oleh pasukan kafir, mereka bergegas turun dari bukit untuk mengambilnya. Sebagian mereka mengira dan khawatir nabi muhammmad tidak membagikan ganimah kepada mereka. Lalu Allah menegaskan bahwa tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang atau yang lainnya. Barang siapa berkhianat, dalam urusan apa pun, niscaya pada hari kiamat dia akan datang membawa dosa apa yang dikhianatkannya itu, dia akan sangat tersiksa karenanya. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya ketika di dunia, dan mereka tidak dizalimi walau sedikit pun. Di akhirat tidak ada sedikit pun perbuatan aniaya. Semua akan mendapat balasan amal perbuatannya secara adil. Maka adakah orang yang mengikuti keridaan Allah, sungguh-sungguh menjalankan perintahnya dan menjauhi larangan-Nya, sama dengan orang yang kembali dengan membawa kemurkaan besar dari Allah dan tempatnya di neraka jahanam’ pasti tidak sama. Neraka jahanam itulah seburuk-buruk tempat kembali.
Ali ‘Imran Ayat 161 Arab-Latin, Terjemah Arti Ali ‘Imran Ayat 161, Makna Ali ‘Imran Ayat 161, Terjemahan Tafsir Ali ‘Imran Ayat 161, Ali ‘Imran Ayat 161 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Ali ‘Imran Ayat 161
Tafsir Surat Ali ‘Imran Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176 | 177 | 178 | 179 | 180 | 181 | 182 | 183 | 184 | 185 | 186 | 187 | 188 | 189 | 190 | 191 | 192 | 193 | 194 | 195 | 196 | 197 | 198 | 199 | 200
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)