{3} Ali ‘Imran / آل عمران | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | المائدة / Al-Maidah {5} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nisa النساء (Wanita) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 4 Tafsir ayat Ke 4.
وَآتُوا النِّسَاءَ صَدُقَاتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا ﴿٤﴾
wa ātun-nisā`a ṣaduqātihinna niḥlah, fa in ṭibna lakum ‘an syai`im min-hu nafsan fa kulụhu hanī`am marī`ā
QS. An-Nisa [4] : 4
Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.
Berikanlah wahai para suami mahar kepada para istri sebagai pemberian wajib lagi pasti yang harus dari kerelaan jiwa kalian. Bila para istri itu merelakan sebagian dari mahar lalu dia memberikannya lagi kepada kalian, maka ambillah dan silahkan Anda menggunakannya karena ia adalah halal lagi baik.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kalian nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan istilah nihlah dalam ayat ini adalah mahar.
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Az-Zuhri. dari Urwah, dari Siti Aisyah, bahwa nihlah adalah maskawin yang wajib.
Muqatil, Qatadah, dan Ibnu Juraij mengatakan bahwa nihlah artinya faridah (maskawin yang wajib), sedangkan Ibnu Juraij menambahkan bahwa maskawin tersebut adalah maskawin yang disebutkan.
Ibnu Zaid mengatakan, istilah nihlah dalam perkataan orang Arab artinya maskawin yang wajib. Disebutkan, “Janganlah kamu menikahinya kecuali dengan sesuatu (maskawin) yang wajib baginya. Tidak layak bagi seseorang sesudah Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menikahi seorang wanita kecuali dengan maskawin yang wajib. Tidak layak penyebutan maskawin didustakan tanpa alasan yang dibenarkan.”
Pada garis besarnya perkataan mereka menyatakan bahwa seorang lelaki diwajibkan membayar maskawin kepada calon istrinya sebagai suatu keharusan. Hendaknya hal tersebut dilakukannya dengan senang hati. Sebagaimana seseorang memberikan hadiahnya secara suka rela, maka seseorang diharuskan memberikan maskawin kepada istrinya secara senang hati pula. Jika pihak istri dengan suka hati sesudah penyebutan maskawinnya mengembalikan sebagian dari maskawin itu kepadanya, maka pihak suami boleh memakannya dengan senang hati dan halal.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari As-Saddi, dari Ya’qub ibnul Mugirah ibnu Syu’bah, dari Ali yang mengatakan, “Apabila seseorang di antara kalian sakit, hendaklah ia meminta uang sebanyak tiga dirham kepada istrinya atau yang senilai dengan itu, lalu uang itu hendaklah ia belikan madu. Sesudah itu hendaklah ia mengambil air hujan, lalu dicampurkan sebagai minuman yang sedap lagi baik akibatnya, sebagai obat yang diberkati.”
Hasyim meriwayatkan dari Sayyar, dari Abu Saleh, bahwa seorang lelaki apabila menikahkan anak perempuannya, maka dialah yang menerima maskawinnya, bukan anak perempuannya. Lalu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى melarang mereka melakukan hal tersebut dan turunlah firman-Nya:
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kalian nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.
Hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ismail Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Waki’, dari Sufyan, dari Umair Al-Khas’ami. dari Abdul Malik ibnu Mugirah At-Taifi, dari Abdur Rahman ibnu Malik As-Salmani menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Membacakan firman-Nya:
Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kalian nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.
Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, berapakah tanda pertalian di antara mereka?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Jumlah yang disetujui oleh keluarga mereka.”
Ibnu Murdawaih meriwayatkan melalui jalur Hajaj ibnu Artah, dari Abdul Malik ibnul Mugirah, dari Abdur Rahman ibnus Salman, dari Umar ibnul Khattab yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berkhotbah kepada kami. Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Nikahkanlah oleh kalian wanita-wanita kalian yang sendirian,” sebanyak tiga kali. Lalu ada seorang lelaki mendekat kepadanya dan bertanya, “Wahai Rasulullah, berapakah tanda pengikat di antara mereka?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Sejumlah yang disetujui oleh keluarga mereka.”
Ibnus Salman orangnya daif. kemudian dalam sanad hadis ini terdapat inqita’.
Dan karena banyak orang-orang (laki-laki) menzhalimi para wanita dan menindas hak-hak mereka, khususnya mahar yang berjumlah banyak yang diberikan dalam satu pemberian saja hingga memberatkan suami untuk menyerahkannya kepada istri, maka Allah جَلَّ جَلالُهُ memerintahkan dan menganjurkan kepada para suami untuk memberikan kepada istri-istri, صَدُقَاتِهِنَّ “maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi),” yaitu, mahar-mahar mereka, نِحْلَةً “sebagai pemberian dengan penuh kerelaan,” maksudnya, dari kelapangan dada dan ketenangan jiwa. Janganlah kalian menzhalimi mereka dan berlaku curang sedikit pun pada mahar tersebut.
Ayat ini menunjukkan bahwa mahar itu diberikan kepada istri apabila ia telah menjadi wanita yang mukallaf dan bahwa mahar tersebut telah menjadi hak miliknya dengan adanya akad nikah, karena suami telah memberikannya kepada istrinya, dan pemberian itu menunjukkan kepemilikan.
فَإِنْ طِبْنَ لَكُمْ عَنْ شَيْءٍ مِنْهُ “Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu,” yaitu, dari mahar tersebut, نَفْسًا “dengan senang hati,” maksudnya dengan membiarkan untuk kalian atas dasar kerelaan dan pilihan sendiri untuk menggugurkan sedikit darinya atau menunda membayar atau menggantinya, فَكُلُوهُ هَنِيئًا مَرِيئًا “maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” Artinya tidak ada dosa atas kalian dalam hal itu dan tidak pula tanggung jawab.
Ayat ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa seorang istri boleh membelanjakan hartanya sendiri hingga untuk sumbangan sekalipun, apabila ia telah dewasa. Namun bila ia belum dewasa, maka pemberiannya itu tidaklah memiliki hukum apa-apa, dan wali wanita tersebut juga tidak memiliki hak apa-apa dari mahar tersebut kecuali apa yang diberikan secara sukarela oleh wanita tersebut.
Dan ayat, فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ “Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi” adalah dalil yang menunjukkan bahwa menikahi wanita-wanita yang buruk, tidaklah dianjurkan bahkan dilarang, seperti wanita musyrik, atau wanita pezina; sebagaimana Firman Allah جَلَّ جَلالُهُ,
وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman.” (Al-Baqarah: 221).
Dan FirmanNya,
وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ
“Dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik.” (An-Nur: 3).
Dan apabila telah mantap dalam menetapkan pilihan dan siap untuk menikah dengan wanita pujaan kamu, maka berikanlah maskawin yakni mahar kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan, karena mahar merupakan hak istri dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh suami terhadapnya. Suami tidak boleh berbuat semenamena terhadapnya atas dasar pemberian tersebut. Kemudian, jika mereka, para istri menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati sebagai hadiah untuk kalian, maka terimalah hadiah itu dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati. Dengan demikian, pemberian itu halal dan baik untuk kaliansetelah penjelasan tentang hak-hak anak yatim yang harus dipenuhi, ayat ini menjelaskan larangan menyerahkan harta mereka bila mereka belum mampu mengurus. Dan janganlah kalian serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, yaitu anak yatim atau orang dewasa yang belum mampu mengurus, harta mereka yang ada dalam kekuasaan kalian yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan, penyangga hidup, penopang urusan, dan penunjang berbagai keinginan dalam kehidupan ini. Sebab, dalam kondisi seperti itu mereka akan menghabiskan harta tersebut secara sia-sia. Karena itu, berilah mereka belanja secukupnya dan pakaian selayaknya yang bisa menutupi aurat dan memperindah penampilan, dari hasil harta yang kalian usahakan itu. Bersikaplah lemah lembut dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik sehingga membuat perasaan mereka nyaman dan tenteram.
An-Nisa Ayat 4 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Nisa Ayat 4, Makna An-Nisa Ayat 4, Terjemahan Tafsir An-Nisa Ayat 4, An-Nisa Ayat 4 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Nisa Ayat 4
Tafsir Surat An-Nisa Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)