{3} Ali ‘Imran / آل عمران | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | المائدة / Al-Maidah {5} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nisa النساء (Wanita) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 4 Tafsir ayat Ke 8.
وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ أُولُو الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينُ فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَوْلًا مَعْرُوفًا ﴿٨﴾
wa iżā ḥaḍaral-qismata ulul-qurbā wal-yatāmā wal-masākīnu farzuqụhum min-hu wa qụlụ lahum qaulam ma’rụfā
QS. An-Nisa [4] : 8
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.
Bila pembagian warisan dihadiri oleh kerabat-kerabat mayit yang tidak mendapatkan warisan, atau anak-anak yatim yang ditinggal wafat bapaknya sebelum mereka mencapai usia baligh, atau orang-orang miskin yang tidak mempunyai harta yang mencukupi dan yang bisa menutupi hajat kebutuhan mereka, maka berilah mereka sebagian dari harta sebagai sebuah anjuran sebelum harta tersebut dibagi-bagi kepada yang berhak menerimanya. Ucapkanlah kepada mereka ucapan yang baik bukan ucapan yang kotor lagi buruk.
Menurut suatu pendapat makna yang dimaksud ialah apabila di saat pembagian warisan dihadiri oleh kaum kerabat yang bukan dari kalangan ahli waris.
…anak yatim dan orang miskin.
Maka hendaklah mereka diberi bagian sekadarnya sebagai persen. Sesungguhnya hal tersebut pada permulaan Islam diwajibkan. Menurut pendapat yang lain adalah sunat. Para ulama berselisih pendapat, apakah hal ini dimansukh ataukah tidak, ada dua pendapat mengenainya.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Abdullah Al-Asyja’i, dari Sufyan, dari Asy-Syaibani, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini. Dikatakan bahwa ayat ini muhkamah dan tidak dimansukh. Pendapat Imam Bukhari ini diikuti oleh Sa’id yang meriwayatkannya juga dari Ibnu Abbas.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnul Awwam, dari Al-Hajjaj, dari Al-Hakam, dari Miqsam, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ayat ini masih tetap berlaku dan dipakai.
As-Sauri meriwayatkan dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan ayat ini, bahwa pemberian tersebut hukumnya wajib atas ahli waris si mayat dalam jumlah yang disetujui oleh mereka dan mereka rela memberikannya. Hal yang sama diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Abu Musa, Abdur Rahman ibnu Abu Bakar, Abul Aliyah, Asy-Sya’bi, dan Al-Hasan.
Ibnu Sirin, Sa’id ibnu Jubair, Makhul, Ibrahim An-Nakha’i. Ata ibnu Abu Rabah, Az-Zuhri, dan Yahya ibnu Ya’mur mengatakan bahwa pemberian tersebut hukumnya wajib.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Asyaj. dari Ismail ibnu Ulayyah, dari Yunus ibnu Ubaid, dari Ibnu Sirin mengatakan bahwa Ubaidah mengurus suatu wasiat, ia memerintahkan agar didatangkan seekor kambing, lalu kambing itu disembelih, kemudian ia memberi makan orang-orang yang disebutkan dalam hadis ini, lalu berkata, “Seandainya tidak ada ayat ini, niscaya biayanya diambil dari hartaku.”
Imam Malik dalam suatu riwayat yang ia ketengahkan di kitab tafsir—bagian dari satu juz—yang terhimpun dalam muwatha mengatakan bahwa urwah pernah memberi orang-orang dari harta Mus’ab ketika ia membagikan harta (yang ditinggalkan)nya.
Az-Zuhri mengatakan bahwa ayat ini muhkam. Telah diriwayatkan dari Abdul Karim, dari Mujahid yang mengatakan bahwa pemberian tersebut suatu hak yang wajib dalam batas yang disetujui oleh orang-orang yang bersangkutan.
Alasan orang-orang yang berpendapat bahwa pemberian bagian tersebut merupakan perintah wasiat yang ditujukan kepada mereka yang bersangkutan.
Abdur Razzaq mengatakan. telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Ibnu Abu Mulaikah, bahwa Asma binti Abdur Rahman ibnu Abu Bakar As-Siddiq dan Al-Qasim ibnu Muhammad, keduanya telah menceritakan kepadanya bahwa Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Bakar pernah membagikan harta warisan ayahnya (yaitu Abdur Rahman) yang saat itu Siti Aisyah masih hidup. Selanjutnya Abdullah tidak membiarkan seorang miskin pun, tidak pula seorang kerabat, melainkan diberinya bagian dari harta peninggalan ayahnya. Lalu keduanya membacakan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat. (An Nisaa:8) Al-Qasim mengatakan bahwa lalu aku ceritakan hal tersebut kepada Ibnu Abbas, maka ia berkata, “Kurang tepat, sebenarnya dia tidak usah melakukan hal itu. Sesungguhnya hal itu hanyalah berdasarkan wasiat, dan ayat ini hanyalah berkenaan dengan wasiat yang dikehendaki oleh si mayat buat mereka.” Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Alasan orang yang berpendapat bahwa ayat ini dimansukh secara keseluruhan.
Sufyan As-Sauri meriwayatkan dari Muhammad ibnus Saib Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas r.a. yang mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir. (An Nisaa:8), hingga akhir ayat. Bahwa ayat ini dimansukh.
Ismail ibnu Muslim Al-Makki meriwayatkan dari Qatadah, dari Ikrimah. dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan ayat berikut. yaitu firman-Nya:
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat.
Bahwa ayat ini dimansukh oleh ayat sesudahnya, yaitu oleh firman-Nya:
Allah mensyariatkan bagi kalian tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anak kalian. (An Nisaa:11)
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan ini, yaitu firman-Nya:
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat.
Hal ini berlaku sebelum turunnya ayat tentang bagian-bagian tertentu dalam harta pusaka. Sesudah itu Allah menurunkan ayat bagian-bagian tertentu dan memberikan kepada ahli waris haknya. kemudian sedekah diadakan menurut apa yang disebutkan oleh si mayat (sewaktu masih hidupnya). Semua itu diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah. Telah menceritakan kepada kami Hajaj. dari Ibnu Juraij dan Usman ibnu Ati. Dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir anak yatim dan orang miskin.
Ayat ini dimansukh oleh ayat tentang pembagian harta pusaka. Maka Allah menjadikan bagi setiap ahli waris bagiannya yang tertentu dari harta peninggalan ibu bapaknya dan kaum kerabatnya, ada yang men-dapat sedikit dan ada yang mendapat banyak.
Telah menceritakan kepada kami Usaid ibnu Asim, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Amir, dari Hammam, dari Qatadah. dari Sa’id ibnul Musayyab, ia pernah mengatakan bahwa ayat ini telah dimansukh. Sebelum ada ayat yang nicnentukan bagian-bagian tertentu bagi ahli waris. harta peninggaian seorang Lelaki sebagian darinya diberikan kepada anak yatim, orang fakir miskin, dan kaum kerabat apabila mereka menghadiri pembagiannya. Selanjutnya dimansukh oleh ayat yang menentukan bagian-bagian tertentu bagi ahli waris, maka Allah menetapkan bagi tiap-tiap ahli waris liak yang didapatnya. Wasiat diambil dari sebagian harta peninggalan si mayat yang ia wasiatkan buat kaum kerabat yang dikehendakinya.
Malik meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Sa’id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa ayat ini telah dimansukh oleh ayat mawaris dan ayat mengenai wasiat.
Hal yang sama diriwayatkan dari Ikrimah, Abusy Sya’sa, Al-Qasim ibnu Muhammad, Abu Saleh dan Abu Malik, juga oleh Zaid ibnu Aslam, Ad-Dahhak, Ata Al-Khurrasani, Muqatil ibnu Hayyan, dan Rabi’ah ibnu Abu Abdur Rahman. Disebutkan bahwa mereka mengatakan ayat ini telah dimansukh.
Hal ini merupakan mazhab jumhur ulama fiqih, Imam yang empat dan para pengikutnya masing-masing.
Sehubungan dengan masalah ini Ibnu Jarir memilih suatu pendapat yang aneh sekali. Kesimpulannya menyatakan bahwa makna ayat menurutnya ialah:
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir.
Yakni apabila pembagian harta wasiat itu dihadiri oleh kaum kerabat mayat:
…maka berilah mereka dari harta itu, dan ucapkanlah oleh kalian. (An Nisaa:8) Kepada anak-anak yatim dan orang-orang miskin bila mereka menghadirinya. perkataan yang benar.
Demikianlah makna yang disimpulkan oleh Ibnu Jarir sesudah pembicaraan yang bertele-tele dan berulang-ulang.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir.
Yaitu pembagian warisan.
Demikianlah yang dikatakan bukan hanya seorang ulama, dan makna inilah yang dinilai benar, bukan seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir tadi.
Makna yang dimaksud ialah apabila dalam pembagian tersebut hadir orang-orang fakir dari kerabat si mayat, yaitu mereka yang tidak mempunyai hak waris, serta hadir pula orang-orane miskin, anak-anak yatim, sedangkan harta peninggalan yang ditinggalkan melimpah jumlahnya. Maka akan timbul keinginan untuk mendapatkan sesuatu dari harta tersebut. Bila mereka melihat yang ini menerima dan yang itu menerima warisan, sedangkan mereka tidak mempunyai harapan untuk mendapatkan seperti apa yang mereka terima. Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Yang Maha Pengasih dan Penyayang memerintahkan agar diberikan kepada mereka. Suatu pemberian dari harta warisan tersebut dalam jumlah yang sekadamya, sebagai sedekah buat mereka, dan sebagai kebaikan serta silaturahmi kepada mereka, sekaligus untuk menghapuskan ketidakberdayaan mereka. Seperti pengertian yang terkandung di dalam firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya kepada fakir miskin). (Al An’am:141)
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى mencela orang-orang yang mengangkut harta dengan sembunyi-sembunyi agar tidak kelihatan oleh orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhajat kepadanya. Seperti yang diberitakan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى tentang para pemilik kebun. yaitu melalui firman-Nya:
ketika mereka bersumpah bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)nya di pagi hari. (Al Qalam:17)
Makna yang dimaksud ialah di malam hari.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman:
Maka pergilah mereka seraya saling berbisik-bisik.”Pada hari ini janganlah ada seorang miskin masuk ke dalam kebun kalian.” (Al Qalam:23-24)
Maka sebagai akibatnya mereka dibinasakan, seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya yang lain, yaitu:
Allah telah. rnenimpakan kebinasaan atas mereka dan orang-orang kafir akan menerima (akibat-akibat) seperti itu. (Muhammad:10)
Barang siapa yang ingkar terhadap hak Allah, niscaya Allah akan menghukumnya dengan rnenimpakan malapetaka terhadap barang milik yang paling disayanginya. Karena itulah maka disebutkan di dalam sebuah hadis:
Tidak sekali-kali harta zakat mencampuri suatu harta, melainkan ia pasti merusaknya.
Dengan kata lain, tidak menunaikan zakat merupakan penyebab bagi ludesnya harta tersebut secara keseluruhan.
Ini adalah di antara ketentuan-ketentuan Allah جَلَّ جَلالُهُ yang baik lagi luhur dan menghibur hati, di mana Dia berfirman, وَإِذَا حَضَرَ الْقِسْمَةَ “Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir,” yaitu, pembagian harta warisan أُولُو الْقُرْبَى “kerabat,” yaitu, sanak famili yang tidak termasuk ahli waris, dengan landasan Firman Allah جَلَّ جَلالُهُ, الْقِسْمَةَ “sewaktu pembagian”; karena para ahli waris adalah orang-orang yang mendapat bagian, وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينُ “anak yatim dan orang miskin,” yaitu, orang-orang yang berhak (menerima sedekah) dari orang-orang fakir, فَارْزُقُوهُمْ مِنْهُ “maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya),” maksudnya, berikanlah mereka ala kadarnya dari harta ter-sebut yang kalian dapatkan tanpa usaha, tanpa lelah, tanpa susah, dan tanpa perjuangan, karena sesungguhnya jiwa mereka menatap kepadanya dan hati mereka memandangnya. Karena itu, hiburlah hati mereka dengan sesuatu yang tidak memudharatkan kalian dan bermanfaat bagi mereka. Dengan demikian dapat diambil suatu hal dari makna tersebut, bahwa setiap orang yang memandang dan menyaksikan apa yang ada di tangan manusia, seyogyanya diberikan kepadanya sekedarnya dari hal tersebut, sebagaimana Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,
إِذَا جَاءَ أَحَدَكُمْ خَادِمُهُ بِطَعَامِهِ، فَلْيُجْلِسْهُ مَعَهُ، فَإِنْ لَمْ يُجْلِسْهُ فَلْيُنَاوِلْهُ لُقْمَةً أَوْ لُقْمَتَيْنِ.
“Apabila datang kepada salah seorang di antara kalian pembantunya membawa makanannya, maka persilahkanlah ia turut duduk bersamanya, namun bila ia tidak mempersilahkannya ikut duduk bersamanya, maka berikanlah kepadanya satu atau dua suap,”(Dikeluarkan oleh al-Bukhari, no. 5460 dan Muslim, no. 1663, dan hadits ini memiliki jalan yang banyak dengan lafazh-lafazh yang mirip-mirip. Lihat ash-Shahihah oleh al-Albani, no.1042, 1043, 1285 dan 1297), atau seperti yang beliau a sabdakan.
“Dan dahulu para sahabat radhiallahu ‘anhum apabila telah tampak pohon mereka mulai berbuah, mereka menghadirkannya kepada Rasulullah a lalu beliau mendoakan agar mendapat berkah lalu beliau melihat kepada anak-anak yang paling kecil di hadapannya dan memberikan buah tersebut kepadanya.”(Dikeluarkan oleh Muslim, no.1373 dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ’anhu),
Hal itu karena beliau sangat mengetahui kalau anak kecil itu sangat menginginkan buah tersebut. Kondisi ini adalah bila keadaannya memungkinkan untuk diberikan, namun bila hal tersebut tidak mungkin diberikan, karena merupakan hak dari orang-orang yang tidak mampu membelanjakan hartanya dengan baik atau suatu hal yang lebih penting dari itu, maka harus dikatakan kepada mereka قَوْلًا مَعْرُوفًا “perkataan yang baik,” menolak mereka dengan penolakan yang baik, perkataan yang lembut tanpa kata yang keji dan kotor.
Setelah menjelaskan ketentuan hak warisan bagi kaum perempuan, maka pada ayat ini Allah memberi peringatan agar memperhatikan pula kerabat lain yang tidak memeroleh harta warisan dan kebetulan hadir ketika harta warisan itu dibagikan. Dan apabila sewaktu pembagian harta warisan itu hadir atau diketahui oleh beberapa kerabat yang tidak mendapatkan harta warisan, baik mereka yang hadir adalah anak-anak yatim dan orang-orang miskin yang masih ada hubungan kerabat atau tidak, maka hendaknya berilah mereka dari harta warisan itu sekadarnya yang dapat menghibur hati mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik dan benar serta perlakukanlah mereka dengan bijaksana. Setelah menjelaskan anjuran berbagi sebagian dari harta warisan yang didapat kepada kerabat yang tidak mendapatkan bagian, ayat ini memberi anjuran untuk memperhatikan nasib anak-anak mereka apabila menjadi yatim. Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan di kemudian hari anakanak yang lemah dalam keadaan yatim yang belum mampu mandiri di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan-Nya lantaran mereka tidak terurus, lemah, dan hidup dalam kemiskinan. Oleh sebab itu, hendaklah mereka para wali bertakwa kepada Allah dengan mengindahkan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar, penuh perhatian dan kasih sayang terhadap anak-anak yatim dalam asuhannya.
An-Nisa Ayat 8 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Nisa Ayat 8, Makna An-Nisa Ayat 8, Terjemahan Tafsir An-Nisa Ayat 8, An-Nisa Ayat 8 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Nisa Ayat 8
Tafsir Surat An-Nisa Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)