{3} Ali ‘Imran / آل عمران | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | المائدة / Al-Maidah {5} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nisa النساء (Wanita) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 4 Tafsir ayat Ke 17.
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَـٰئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا ﴿١٧﴾
innamat-taubatu ‘alallāhi lillażīna ya’malụnas-sū`a bijahālatin ṡumma yatụbụna ming qarībin fa ulā`ika yatụbullāhu ‘alaihim, wa kānallāhu ‘alīman ḥakīmā
QS. An-Nisa [4] : 17
Sesungguhnya bertobat kepada Allah itu hanya (pantas) bagi mereka yang melakukan kejahatan karena tidak mengerti, kemudian segera bertobat. Tobat mereka itulah yang diterima Allah. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.
Allah hanya menerima taubat dari orang-orang yang melakukan dosa-dosa dan kemaksiatan-kemaksiatan karena ketidaktahuan terhadap akibatnya dan bahwa ia mendatangkan murka Allah. Setiap pelaku maksiat kepada Allah, sengaja maupun tidak sengaja adalah orang bodoh dari sisi pertimbangan ini. Sekalipun mungkin ia mengetahui pengharamannya, kemudian mereka kembali kepada Tuhan mereka dengan taubat dan ketaatan sebelum menyaksikan kematian. Allah akan menerima taubat mereka. Allah Maha Mengetahui makhluk-Nya dan Maha Bijaksana dalam pengaturan dan takdir-Nya.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman bahwa sesungguhnya Allah hanya menerima tobat dari orang yang berbuat keburukan lantaran kebodohannya. kemudian ia bertobat, sekalipun sesudah menyaksikan kedatangan malaikat maut yang akan mencabut nyawanya sampai di tenggorokan.
Mujahid dan lain-lainnya yang bukan hanya serang mengatakan bahwa setiap orang yang berbuat durhaka kepada Allah karena tersalah atau sengaja, ia dinamakan jahil hingga ia menghentikan perbuatan dosanya.
Qatadah meriwayatkan dari Abul Aliyah yang menceritakan bahwa sahabat-sahabat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengatakan, “Setiap perbuatan dosa yang dilakukan oleh seorang hamba, maka hamba yang bersangkutan dinamakan jahil.” Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar. dari Qatadah yang mengatakan bahwa sahabat-sahabat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Berkumpul, lalu mereka berpendapat bahwa setiap perbuatan yang dianggap durhaka terhadap Allah pelakunya berada dalam kejahilan, baik ia melakukannya dengan sengaja ataupun selain disengaja.
Ibnu Juraij meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Kasir, dari Mujahid yang mengatakan bahwa setiap orang yang berbuat maksiat kepada Allah, ia dalam keadaan jahil di saat mengerjakannya. Ibnu Juraij mengatakan bahwa Ata ibnu Abu Rabah pernah mengatakan hal yang sama kepadanya.
Abu Saleh meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa termasuk kejahilan seseorang ialah bila ia mengerjakan perbuatan yang jahat.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
…kemudian mereka bertaubat dengan segera.
Yang dimaksud dengan min qarib batas maksimalnya ialah mulai dia mengerjakan perbuatan dosa sampai ia melihat malaikat maut.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa masa yang sedikit sebelum kematian disebut dengan istilah qarib (dekat).
Qatadah dan As-Saddi mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah selagi orang yang bersangkutan berada dalam masa sehatnya. Perdapat ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
…kemudian mereka bertobat dengan segera.
Makna yang dimaksud ialah selagi nyawa orang yang bersangkutan belum sampai ke tenggorokan. Ikrimah mengatakan bahwa dunia seluruhnya dinamakan qarib.
Hadits-hadits dalam masalah ini:
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami ali ibnu Iyasy dan Isam ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami -Sauban, dari ayahnya. dari Mak-hul. dari Jubair ibnu Nufair dari Ibnu Umar. dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba selagi nyawanya belum sampai di tenggorokan.
Imam Turmuzi dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Abdur Rahman ibnu Sabit ibnu Suban dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Disebutkan di dalam kitab Sunan Ibnu Majah bahwa sebutan dari Abdullah ibnu Amr adalah dugaan belaka. sebenarnya dia adalah Abdullah ibnu Umar ibnul Khattab.
Hadis lain Dari Ibnu Umar
Ibnu Murdawaih mengatakan. telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ma’mar, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Hasan Al-Harrani, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah Al-Babili, telah menceritakan kepada kami Ayyub ibnu Nuhaik Al-Halabi, ia pernah mendengar Ata ibnu Abu Rabaah berkata bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Umar mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda: Tidak sekali-kali seorang hamba yang mukmin bertobat sebelum ia mati dalam jarak satu bulan, melainkan Allah menerimanya dalam jarak yang lebih pendek dari itu, dan (tidak sekali-kali seorang hamba yang mukmin bertobat) sebelum matinya dalam jarak satu hari. Allah mengetahui tobat yang dilakukannya dan Allah menerimanya.
Hadis lain
Abu Daud At-Thayalisi mengatakan: telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Ibrahim ibnu Maimunah, dan telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari Mulhan yang dikenal dengan nama Ayyub. Ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar ibnu Umar berkata, “Barang siapa bertobat sebelum matinya dalam jarak satu tahun, niscaya tobatnya diterima. Barang siapa bertobat sebelum matinya dalam jarak satu bulan, niscaya tobatnya diterima. Barang siapa bertobat sebelum matinya dalam jarak satu minggu. niscaya tobatnya diterima. Barang siapa bertobat sebelum matima dalam jarak satu hari. niscaya tobatnya diterima. Barang siapa bertobat sebelum matinya dalam jarak satu jam, niscaya tobatnya diterima”. Ketika aku (perawi) katakan bahwa sesungguhnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman: Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanyalah tobat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertobat dengan segera. (An Nisaa:17) Maka Ibnu Umar berkata, “Sesungguhnya aku menceritakan kepadamu hanya berdasarkan apa yang telah kudengar dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ”
Demikianlah menurut riwayat Abu Daud At-Tayalisi, dan Abu Umar Al-Haudi serta Abu Amir Al-Aqdi, dari Syu’bah.
Hadis lain:
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Muhammad. telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Mutarrif, dari Zaid Ibnu Aslam. dari Abdur Rahman ibnus Baylmani yang menceritakan bahwa empat orang sahabat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berkumpul, lalu seseorang dari mereka mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba yang dilakukannya sehari sebelum ia mati. Sahabat lainnya bertanya, “Apakah kamu mendengar hal ini dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ?” Ia menjawab, “Ya.” Sahabat yang kedua mengatakan kalau dirinya pernah mendengar Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Bersabda: Sesungguhnya Allah menerima taubat seeorang hamba yang dilakukannya setengah hari sebelum ia mati. Sahabat yang ketiga bertanya, “Apakah kamu mendengarnya dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ?” Ia menjawab, “Ya.” Lalu sahabat yang ketiga mengatakan bahwa dirinya pernah mendengar Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Sesungguhnya Allah menerima taubat seeorang hamba yang dilakukannya beberapa saat sebelum ia mati. Sahabat yang keempat bertanya.”Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ?” Ia menjawab.”Ya.” Sahabat yang keempat mengatakan bahwa dirinya pernah mendengar Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Sesungguhnya Allah menerima tobat seorang hamba selagi napasnya belum sampai ke tenggorokannya.
Sa’id ibnu Mansur meriwayatkannya dari Ad-Darawardi, dari Zaid ibnu Aslam, dari Abdur Rahman ibnus Salmani, lalu ia menyebutkan hadis yang hampir sama dengan hadis ini.
Hadis lain.
Abu Bakar ibnu Murdawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Imran ibnu Abdur Rahim, telah menceritakan kepada kami Usman ibnul Haisam, telah menceritakan kepada kami Auf, dari Muhammad ibnu Sirin dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulllahh Saw bersabda: Sesungguhnya Allah menerima tobat hamba-Nya selagi nyawa si hamba belum sampai ke tenggorokannya.
Hadis-hadis mursal dalam hal ini .
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Addi, dari Auf. dari Al-Hasan. telah sampai kepadanya bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda: Sesungguhnya Allah menerima tobat seorang hamba sebelum nyawanya sampai ke tenggorokannya.
Hadis ini berpredikat mursal lagi hasan, dari Al-Hasan Al-Basri.
Ibnu Jarir mengatakan pula:
telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar. telah menceritakan kepada kami Mu’az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Qatadah, dari Al-Ala ibnu Ziyad, dari Abu Ayyub Basyir ibnu Ka’b, bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Sesungguhnya Allah menerima tobat seorang hamba selagi nyawanya belum sampai ke tenggorokannya.
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abdul A’la, dari Said. dari Qatadah, dari Ubadah ibnus Samit, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda, lalu Ibnu Jarir mengetengahkan hadis yang semisal dengan hadis di atas.
Hadis lain.
Ibnu Jarir mengatakan telah menceritakan kepada kami Ibnu Basysyar. telah menceritakan kepada kami Abu Daud. telah menceritakan kepada kami Imran, dari Qatadah yang menceritakan bahwa ketika kami sedang berada di rumah Anas ibnu Malik yang saat itu terdapat pula Abu Qilabah, maka Abu Qilabah bercerita bahwa sesungguhnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى ketika melaknat iblis, si iblis meminta kepada Allah penangguhan sejenak. lalu iblis berkata.”Demi keagungan-Mu aku tidak akan keluar dari kalbu anak Adam selagi di dalam tubuhnnya masih ada rohh.” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman.”Demi keagungan-Ku. Aku tidak akan menutup pintu tobat baginya selagi didalam tubuhnya masih ada roh.”
Hal ini disebutkan di dalam sebuah hadis marfu yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya melalui jalur Amr ibnu Abu Amr dan Abul Haisam Al-Atwari, keduanya dari Abu Sa’id, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda:
Iblis berkata, “Wahai Tuhanku, demi keagungan-Mu, aku akan terus-menerus menyesatkan mereka (Bani Adam) selagi roh mereka masih ada dalam tubuhnya.” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman, “Demi keagungan dan kebesaran-Ku, Aku akan terus memberikan ampunan bagi mereka selagi mereka meminta ampun kepada-Ku.”
Hadis-hadis ini menunjukkan bahwa barang siapa bertobat kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى. sedangkan dia berharap masih dapat hidup, maka sesungguhnya tobatnya diterima. Karena itulah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
…maka mereka itulah yang diterima Allah tobatnya, dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Bila ia merasa putus harapan untuk dapat hidup dan menyaksikan kedatangan malaikat pencabut nyawa, roh telah sampai di tenggnrokannya, dadanya terasa sesak. dan roh mencapai halqam-nya. napasnya mulai naik ke atas lebih dari itu sampai di galasim. Maka tiada tobat yang diterima saat itu, dan pintu tobat telah tertutup baginya.
Taubat dari Allah جَلَّ جَلالُهُ terhadap hamba-hambaNya ada dua macam; pertama, taufik dariNya untuk melakukan taubat itu sendiri, dan kedua, penerimaanNya akan taubat tersebut setelah dilakukan oleh sang hamba. Di sini, Allah جَلَّ جَلالُهُ mengabarkan bahwa taubat yang hanya berhak dialamatkan kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ adalah haq yang hanya Allah جَلَّ جَلالُهُ peruntukkan bagi DiriNya, sebagai kebaikan dan anugerah dariNya bagi orang yang melakukan perbuatan dosa, yaitu kemaksiatan بِجَهَالَةٍ “lantaran kejahilan” yaitu kebodohan darinya akan akibat perbuatan itu dan konsekuensi kemurkaan dan siksaan Allah جَلَّ جَلالُهُ terhadapnya, kebodohannya akan pengawasan dan pengamatan Allah جَلَّ جَلالُهُ terhadap dirinya, kebodohannya akan hasil dari perbuatannya itu berupa berkurangnya atau hilangnya iman darinya, maka setiap pelaku kemaksiatan terhadap Allah جَلَّ جَلالُهُ adalah jahil dengan kondisi seperti itu walaupun ia mengetahui akan keharamannya, bahkan mengetahui keharaman sesuatu adalah syarat suatu kemaksiatan yang mendapat hukuman karenanya, ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ “yang kemudian mereka bertaubat dengan segera” kemungkinan maknanya adalah; kemudian mereka bertaubat sebelum menyaksikan kematian, karena Allah جَلَّ جَلالُهُ menerima taubat seorang hamba apabila ia bertaubat sebelum ada kepastian bahwa ia akan mati dan sebelum ada siksaan secara pasti, sedangkan setelah hadirnya kematian, maka tidaklah akan diterima dari pelaku kemaksiatan suatu taubat pun dan tidak akan diterima pula keimanan dari orang kafir, sebagaimana Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman tentang Fir’aun,
حَتَّى إِذَا أَدْرَكَهُ الْغَرَقُ قَالَ آمَنْتُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا الَّذِي آمَنَتْ بِهِ بَنُو إِسْرَائِيلَ
“Hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam, berkatalah dia, ‘Saya percaya bahwa tidak ada tuhan melainkan Rabb yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ)’.” (Yunus: 90).
Dan Allah جَلَّ جَلالُهُberfirman
فَلَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا قَالُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَحْدَهُ وَكَفَرْنَا بِمَا كُنَّا بِهِ مُشْرِكِينَ * فَلَمْ يَكُ يَنْفَعُهُمْ إِيمَانُهُمْ لَمَّا رَأَوْا بَأْسَنَا سُنَّةَ اللَّهِ الَّتِي قَدْ خَلَتْ فِي عِبَادِهِ
“Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata, ‘Kami beriman hanya kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ saja, dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami persekutukan dengan Allah جَلَّ جَلالُهُ.’ Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka telah melihat siksa Kami. Itulah sun-nah Allah جَلَّ جَلالُهُ yang telah berlaku terhadap hamba-hambaNya.” (Al-Mu`min: 84-85).
Dan Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman di sini, وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ “Dan tidaklah taubat itu diterima Allah جَلَّ جَلالُهُ dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan,” yaitu kemaksiatan-kemaksiatan selain kekufuran, ﮋ حَتَّى إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الآنَ وَلا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا “hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia mengatakan, ‘Sesungguhnya saya bertaubat sekarang.’ Dan tidak (pula diterima taubat) orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih,” yang demikian itu karena taubat dalam kondisi seperti itu adalah taubat yang terpaksa yang tidak berguna bagi pelakunya, padahal sesungguhnya yang bermanfaat itu hanyalah taubat pilihan atau kesadaran.
Dan kemungkinan juga makna FirmanNya, مِنْ قَرِيبٍ “Dengan segera” yaitu segera setelah perbuatan dosa tersebut yang mengharuskan adanya taubat, maka maknanya adalah, bahwa barangsiapa yang bersegera dalam menarik diri sejak timbulnya dosa dan berserah diri kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ serta menyesali perbuatan itu, maka sesungguhnya Allah جَلَّ جَلالُهُ akan mengampuni dosanya, berbeda halnya dengan orang yang terus menerus dengan dosanya dan berkelanjutan dalam aib-aibnya itu hingga menjadi sebuah sifat yang menempel pada dirinya, maka sesungguhnya akan sulit baginya untuk bertaubat secara total, bahkan biasanya ia tidak mendapatkan taufik taubat dan tidak dimudahkan kepada sebab-sebabnya, seperti seseorang yang melakukan perbuatan dosa atas dasar ilmu yang jelas dan keyakinan yang dibarengi dengan sikap meremehkan pengawasan Allah جَلَّ جَلالُهُ terhadapnya, maka sesungguhnya ia telah menutup pintu rahmat bagi dirinya sendiri.
Memang benar, bahwa Allah جَلَّ جَلالُهُ terkadang memberikan taufik kepada hambaNya yang selalu melakukan dosa dan maksiat dengan kesengajaan dan keyakinan menuju taubat yang berguna di mana Allah جَلَّ جَلالُهُ akan menghapus dengan taubat itu apa-apa yang telah lalu berupa dosa-dosa dan kejahatan-kejahatannya, akan tetapi rahmat dan taufik itu lebih dekat kepada orang yang pertama, oleh karena itulah Allah جَلَّ جَلالُهُ menutup ayat pertama tersebut dengan FirmanNya, وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا “Dan Allah جَلَّ جَلالُهُ Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana” dan di antara ilmu Allah جَلَّ جَلالُهُ adalah bahwa Dia mengetahui orang yang benar dalam bertaubat dan orang yang berdusta, dan akan membalas setiap dari kedua orang tersebut sesuai dengan hak keduanya menurut hikmahNya, dan di antara hikmahNya adalah Allah جَلَّ جَلالُهُ akan memberikan taufik kepada orang yang hikmah dan rahmatNya menghendaki orang tersebut kepada taubat, dan Allah جَلَّ جَلالُهُ akan menghinakan orang yang hikmah dan keadilanNya menghendaki tidak memberi taufik kepadanya, Wallahua’lam.
Pada ayat lalu ditegaskan bahwa Allah maha penerima tobat dan maha penyayang. Sesungguhnya bertobat kepada Allah yakni penerimaan tobat yang diwajibkan Allah atas diri-Nya sebagai salah satu bukti rahmat dan anugerah-Nya kepada manusia itu hanya bagi mereka yang melakukan kejahatan, baik dosa kecil maupun dosa besar, karena tidak mengerti yakni karena didorong oleh ketidaksadaran akan dampak buruk dari kejahatan itu, kemudian mereka segera bertobat kepada Allah dengan tulus disertai penyesalan yang mendalam paling lambat sesaat sebelum berpisahnya roh dari jasad. Tobat mereka itulah, yang kedudukannya cukup tinggi, yang diterima Allah. Allah maha mengetahui orang yang betul-betul jujur, tulus, dan ikhlas dalam tobatnya. Dia juga mahabijaksana dengan tidak berbuat aniaya kepada hamba-Nya, sehingga dia menerima tobat siapa yang wajar diterima dan menolak siapa yang pantas ditolak tobatnya. Setelah menjelaskan tobat yang diterima dan batas akhir diterimanya tobat, berikut ini dijelaskan tentang batas akhir waktu penolakan tobat serta dampak dari penolakan itu. Dan tobat yakni pengampunan dosa itu tidaklah diberikan Allah untuk mereka yang melakukan kejahatan atau kedurhakaan secara terus-menerus, silih berganti tanpa penyesalan. Tindakan tersebut dilakukan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka secara tiba-tiba, dan roh sudah berada di tenggorokan, atau sesaat sebelum keluarnya roh dari jasadnya, barulah dia mengatakan, saya benar-benar bertobat sekarang. Tobat dalam kondisi tersebut pada saat diperlihatkan azab yang akan menimpanya, tidaklah diterima Allah (lihat: surah ga’fir/40: 85). Dan selain itu tidak pula diterima tobat dari orang-orang yang meninggal sedang mereka dalam keadaan kafir, yakni kematiannya membawa serta kekufurannya yang tidak disertai dengan tobat. Bagi orang-orang itu telah kami sediakan azab yang pedih di akhirat dan tidak ada seorang pun yang bisa menghalangi siksaan yang akan ditimpakan kepadanya.
An-Nisa Ayat 17 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Nisa Ayat 17, Makna An-Nisa Ayat 17, Terjemahan Tafsir An-Nisa Ayat 17, An-Nisa Ayat 17 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Nisa Ayat 17
Tafsir Surat An-Nisa Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)