{3} Ali ‘Imran / آل عمران | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | المائدة / Al-Maidah {5} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nisa النساء (Wanita) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 4 Tafsir ayat Ke 34.
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ ۚ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ ۚ وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا ﴿٣٤﴾
ar-rijālu qawwāmụna ‘alan-nisā`i bimā faḍḍalallāhu ba’ḍahum ‘alā ba’ḍiw wa bimā anfaqụ min amwālihim, faṣ-ṣāliḥātu qānitātun ḥāfiẓātul lil-gaibi bimā ḥafiẓallāh, wallātī takhāfụna nusyụzahunna fa’iẓụhunna wahjurụhunna fil-maḍāji’i waḍribụhunn, fa in aṭa’nakum fa lā tabgụ ‘alaihinna sabīlā, innallāha kāna ‘aliyyang kabīrā
QS. An-Nisa [4] : 34
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.
Kaum laki-laki bertanggung jawab dalam mengarahkan dan mengayomi kaum wanita, karena Allah memberikan kepada mereka unsur-unsur penunjang qiwamah dan keunggulan, di samping mahar dan nafkah yang mereka berikan kepada istri. Wanita-wanita yang shalihah yang berpegang kepada syariat Allah adalah yang patuh kepada Allah dan kepada suami-suami mereka, yang menjaga apa yang tidak diketahui oleh suami karena Allah telah mengamanatkan penjagaannya kepada mereka dengan penjagaan dan taufik-Nya. Wanita-wanita yang kalian khawatirkan menentangmu, maka nasihatilah dengan kata-kata yang baik, lalu tinggalkanlah mereka di tempat tidur dan jangan mendekati mereka. Bila hal ini tidak membuat mereka berubah maka pukullah dengan pukulan yang tidak memudharatkan mereka, bila mereka telah menaati kalian maka jangan berbuat zalim kepada mereka, karena wali mereka adalah Allah yang Mahatinggi lagi Mahabesar. Dia akan membalas siapa yang menzalimi mereka dan melanggar hak-hak mereka.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.
Dengan kata lain, lelaki itu adalah pengurus wanita, yakni pemimpinnya, kepalanya, yang menguasai, dan yang mendidiknya jika menyimpang.
oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita).
Yakni karena kaum laki-laki lebih afdal daripada kaum wanita, seorang lelaki lebih baik daripada seorang wanita, karena itulah maka nubuwwah (kenabian) hanya khusus bagi kaum laki-laki. Demikian pula seorang raja. Karena ada sabda Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang mengatakan:
Tidak akan beruntung suatu kaum yang urusan mereka dipegang oleh seorang wanita.
Hadis riwayat Imam Bukhari melalui Abdur Rahman ibnu Abu Bakrah, dari ayahnya. Demikian pula dikatakan terhadap kedudukan peradilan dan lain-lainnya.
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Berupa mahar (mas kawin), nafkah, dan biaya-biaya lainnya yang diwajibkan oleh Allah atas kaum laki-laki terhadap kaum wanita, melalui kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya.
Diri lelaki lebih utama daripada wanita, laki-laki mempunyai keutamaan di atas wanita, juga laki-lakilah yang memberikan keutamaan kepada wanita. Maka sangat sesuailah bila dikatakan bahwa lelaki adalah pemimpin wanita. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya. (Al Baqarah:228), hingga akhir ayat.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita.
Yakni menjadi kepala atas mereka, seorang istri diharuskan taat kepada suaminya dalam hal-hal yang diperintahkan oleh Allah yang mengharuskan seorang istri taat kepada suaminya. Taat kepada suami ialah dengan berbuat baik kepada keluarga suami dan menjaga harta suami. Hal yang sama dikatakan oleh Muqatil, As-Saddi, dan Ad-Dahhak.
Al-Hasan Al-Basri meriwayatkan bahwa ada seorang istri datang kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengadukan perihal suaminya yang telah menamparnya. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Balaslah!” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya:
Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita.
Akhirnya si istri kembali kepada suaminya tanpa ada qisas (pembalasan).
Ibnu Juraij dan Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui berbagai jalur dari Al-Hasan Al-Basri. Hal yang sama di-mursal-kan hadis ini oleh Qatadah, Ibnu Juraij, dan As-Saddi. Semuanya itu diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Murdawaih menyandarkan hadis ini ke jalur yang lain. Untuk itu ia mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ali An-Nasai, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Hibatullah Al-Hasyimi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Muhammad Al-Asy’as, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail ibnu Musa ibnu Ja’far ibnu Muhammad yang mengatakan bahwa ayahku telah menceritakan kepada kami, dari kakekku, dari Ja’far ibnu Muhammad, dari ayahnya, dari Ali yang menceritakan bahwa datang kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ seorang lelaki dari kalangan Ansar dengan seorang wanita mahramnya. Lalu si lelaki itu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya suami wanita ini (yaitu Fulan bin Fulan Al-Ansari) telah menampar wajahnya hingga membekas padanya.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “ia tidak boleh melakukan hal itu.” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya:
Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita….
Yakni dalam hal mendidik. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Aku menghendaki suatu perkara, tetapi ternyata Allah menghendaki yang lain.
Asy-Sya’bi mengatakan sehubungan dengan ayat ini, yaitu firman-Nya:
Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Yaitu mas kawin yang diberikan oleh laki-laki kepadanya. Tidakkah Anda melihat seandainya si suami menuduh istrinya berzina, maka si suami melakukan mula’anah terhadapnya (dan bebas dari hukuman had). Tetapi jika si istri menuduh suaminya berbuat zina, si istri dikenai hukuman dera.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang mengatakan, “As-Salihat,” artinya wanita-wanita yang saleh.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang mengatakan, “Qanitat menurut Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, yang dimaksud ialah istri-istri yang taat kepada suaminya.
lagi memelihara diri di balik pembelakangan suaminya.)
Menurut As-Saddi dan lain-lainnya, makna yang dimaksud ialah wanita yang memelihara kehormatan dirinya dan harta benda suaminya di saat suaminya tidak ada di tempat.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
oleh karena Allah telah memelihara (mereka).
Orang yang terpelihara ialah orang yang dipelihara oleh Allah.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh, telah menceritakan kepada kami Abu Ma’syar, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Abu Sa’id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Sebaik-baik wanita ialah seorang istri yang apabila kamu melihat kepadanya, membuatmu gembira, dan apabila kamu memerintahkannya, maka ia menaatimu, dan apabila kamu pergi meninggalkan dia, maka ia memelihara kehormatan dirinya dan hartamu. Abu Hurairah r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membacakan firman-Nya: Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. (An Nisaa:34), hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya dari Yunus ibnu Habib, dari Abu Daud At-Tayalisi, dari Muhammad ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Zi-b, dari Sa’id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang semisal.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai’ah, dari Abdullah ibnu Abu Ja’far, Ibnu Qariz pernah menceritakan kepada-nya bahwa Abdur Rahman ibnu Auf pernah menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda: Seorang wanita itu apabila mengerjakan salat lima waktunya, puasa bulan (Ramadan)nya, memelihara kehormatannya, dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya, “Masuklah kamu ke dalam surga dari pintu mana pun yang kamu sukai.”
Hadis ini diriwayatkan secara munfarid (menyendiri) oleh Imam Ahmad melalui jalur Abdullah ibnu Qariz, dari Abdur Rahman ibnu Auf.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Wanita-wanita yang kalian khawatiri nusyuznya.
Yakni wanita-wanita yang kalian khawatirkan bersikap membangkang terhadap suaminya.
An-Nusyuz artinya tinggi diri, wanita yang nusyuz ialah wanita yang bersikap sombong terhadap suaminya, tidak mau melakukan perintah suaminya, berpaling darinya, dan membenci suaminya. Apabila timbul tanda-tanda nusyuz pada diri si istri, hendaklah si suami menasihati dan menakutinya dengan siksa Allah bila ia durhaka terhadap dirinya. Karena sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadanya agar taat kepada suaminya dan haram berbuat durhaka terhadap suami, karena suami mempunyai keutamaan dan memikul tanggung jawab terhadap dirinya. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sehubungan dengan hal ini telah bersabda:
Seandainya aku diberi wewenang untuk memerintah seseorang agar bersujud terhadap orang lain, niscaya aku perintahkan kepada wanita untuk bersujud kepada suaminya, karena hak suami yang besar terhadap dirinya.
Imam Bukhari meriwayatkan melalui Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Apabila seorang lelaki mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu si istri menolaknya, maka para malaikat melaknatnya sampai pagi hari.
Menurut riwayat Imam Muslim disebutkan seperti berikut:
Apabila seorang istri tidur semalam dalam keadaan memisahkan diri dari tempat tidur dengan suaminya, maka para malaikat melaknatnya sampai pagi hari.
Karena itulah disebutkan di dalam firman-Nya:
Wanita-wanita yang kalian khawatiri nusyuznya, maka nasihatilah mereka.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka.
Menurut Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah hendaklah si suami tidak menyetubuhinya, tidak pula tidur bersamanya, jika terpaksa tidur bersama. maka si suami memalingkan punggungnya dari dia.
Hal yang sama dikatakan pula oleh bukan hanya seorang. Tetapi ulama yang lainnya, antara lain As-Saddi, Ad-Dahhak, Ikrimah, juga Ibnu Abbas menurut riwayat yang lain mengatakan bahwa selain itu si suami jangan berbicara dengannya, jangan pula mengobrol dengannya.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan pula dari Ibnu Abbas, hendaknya si suami menasihatinya sampai si istri kembali taat. Tetapi jika si istri tetap membangkang, hendaklah si suami berpisah dengannya dalam tempat tidur, jangan pula berbicara dengannya, tanpa menyerahkan masalah nikah kepadanya, yang demikian itu terasa berat bagi pihak istri.
Mujahid, Asy-Sya’bi, Ibrahim, Muhammad ibnu Ka’b, Miqsam, dan Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-hajru ialah hendaknya si suami tidak menidurinya.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid. dari Abu Murrah Ar-Raqqasyi, dari pamannya, bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Jika kalian merasa khawatir mereka akan nusyuz (membangkang), maka pisahkanlah diri kalian dari tempat tidur mereka. Hammad mengatakan bahwa yang dimaksud ialah jangan menyetubuhinya.
Di dalam kitab sunan dan kitab musnad disebutkan dari Mu’awiyah ibnu Haidah Al-Qusyairi, bahwa ia pernah bertanya:
“Wahai Rasulullah, apakah hak seorang istri di antara kami atas diri suaminya?” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: Hendaknya kamu memberi dia makan jika kamu makan, dan memberinya pakaian jika kamu berpakaian, dan janganlah kamu memukul wajah dan jangan memburuk-burukkan, janganlah kamu mengasingkannya kecuali dalam lingkungan rumah.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan pukullah mereka.
Yakni apabila nasihat tidak bermanfaat dan memisahkan diri dengannya tidak ada hasilnya juga, maka kalian boleh memukulnya dengan pukulan yang tidak melukai.
Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim, dari Jabir, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda dalam haji wada’-nya:
Bertakwalah kepada Allah dalam urusan wanita, karena sesungguhnya mereka di sisi kalian merupakan penolong, dan bagi kalian ada hak atas diri mereka, yaitu mereka tidak boleh mempersilakan seseorang yang tidak kalian sukai menginjak hamparan kalian. Dan jika mereka melakukannya, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak melukakan, dan bagi mereka ada hak mendapat rezeki (nafkah) dan pakaiannya dengan cara yang makruf.
Demikianlah yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang, yaitu dengan pukulan yang tidak melukakan.
Menurut Al-Hasan Al-Basri, yang dimaksud ialah pukulan yang tidak membekas.
Ulama fiqih mengatakan, yang dimaksud ialah pukulan yang tidak sampai mematahkan suatu anggota tubuh pun, dan tidak membekas barang sedikit pun.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, jika si istri nusyuz, hendaklah si suami memisahkan diri dari tempat tidurnya. Jika si istri sadar dengan cara tersebut, maka masalahnya sudah selesai. Tetapi jika cara tersebut tidak bermanfaat, maka Allah mengizinkan kepadamu untuk memukulnya dengan pukulan yang tidak melukakan, dan janganlah kamu mematahkan suatu tulang pun dari tubuhnya, hingga ia kembali taat kepadamu. Tetapi jika cara tersebut tidak bermanfaat, maka Allah telah menghalalkan bagimu menerima tebusan (khulu’) darinya.
Sufyan ibnu Uyaynah meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Abdullah ibnu Abdullah ibnu Umar, dari Iyas ibnu Abdullah ibnu Abu Ziab yang menceritakan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Janganlah kalian memukul hamba-hamba perempuan Allah! Maka datanglah Umar r.a. kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan mengatakan, “‘Banyak istri yang membangkang terhadap suaminya,” Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memperbolehkan memukul mereka (sebagai pelajaran). Akhirnya banyak istri datang kepada keluarga Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengadukan perihal suami mereka. Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Sesungguhnya banyak istri yang berkerumun di rumah keluarga Muhammad mengadukan perihal suami mereka, mereka (yang berbuat demikian terhadap istrinya) bukanlah orang-orang yang baik dari kalian.
Hadis riwayat Imam Abu Daud, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud (yakni Abu Daud At-Tayalisi), telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Daud Al-Audi, dari Abdur Rahman As-Sulami, dari Al-Asy’as ibnu Qais yang menceritakan, “Aku pernah bertamu di rumah Umar r.a. Lalu Umar memegang istrinya dan menamparnya, setelah itu ia berkata, ‘Hai Asy’as, hafalkanlah dariku tiga perkara berikut yang aku hafalkan dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yaitu: Janganlah kamu menanyai seorang suami karena telah memukul istrinya, dan janganlah kamu tidur melainkan setelah mengerjakan witir’.” Al-Asy’as lupa perkara yang ketiganya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Kemudian jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.
Artinya, apabiia seorang istri taat kepada suaminya dalam semua apa yang dikehendaki suaminya pada diri si istri sebatas yang dihalalkan oleh Allah, maka tidak ada jalan bagi si suami untuk menyusahkannya, dan suami tidak boleh memukulnya, tidak boleh pula mengasingkannya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar.
Mengandung ancaman terhadap kaum laki-laki jika mereka berlaku aniaya terhadap istri-istrinya tanpa sebab, karena sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar yang akan menolong para istri, Dialah yang akan membalas terhadap lelaki (suami) yang berani berbuat aniaya terhadap istrinya.
Allah جَلَّ جَلالُهُ mengabarkan bahwasanya قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita,” maksudnya, dengan cara mengharuskan mereka untuk menunaikan hak-hak Allah جَلَّ جَلالُهُ berupa pemeliharaan akan kewajiban-kewajiban dariNya dan melarang mereka dari berbuat kerusakan, laki-laki wajib untuk menekankan hal tersebut kepada mereka, dan laki-laki juga adalah pemimpin mereka dengan memberikan nafkah kepada mereka berupa pakaian dan tempat tinggal. Kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ menyebutkan sebab yang mengharuskan fungsi laki-laki tersebut sebagai pemimpin atas wanita dalam FirmanNya, بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ “Oleh karena Allah جَلَّ جَلالُهُ telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka,” yaitu disebab-kan karena keutamaan laki-laki atas wanita dan kelebihan yang diberikan (Allah جَلَّ جَلالُهُ) kepada mereka atas wanita.
Pengutamaan laki-laki atas wanita disebabkan dari berbagai segi; dari segi kekuasaan adalah dikhususkan bagi laki-laki, kenabian, kerasulan, pengkhususan mereka dalam berbagai macam ibadah seperti jihad, shalat Hari Raya dan Shalat Jum’at, dan apa yang telah Allah جَلَّ جَلالُهُ berikan secara khusus buat mereka berupa akal pikiran yang matang, kesabaran, dan ketegaran yang tidak dimiliki oleh wanita, demikian juga Allah جَلَّ جَلالُهُ mengkhususkan mereka dengan (kewajiban memberi) nafkah kepada istri, bahkan pada sebagian besar nafkah laki-laki dikhususkan untuknya dan diistimewakan dengannya daripada wanita, dan mungkin hal ini adalah rahasia dari Firman Allah جَلَّ جَلالُهُ, وَبِمَا أَنْفَقُوا “Karena mereka telah menafkahkan,” dan menghilangkan obyek dalam kalimat tersebut menunjukkan kepada nafkah secara umum, maka dapat diketahui dari itu semua bahwa laki-laki itu adalah seperti wali dan tuan bagi istrinya, sedang istrinya itu adalah sebagai pendamping, tawanan, dan pelayan, maka tugas laki-laki adalah menunaikan apa yang telah Allah جَلَّ جَلالُهُ perintahkan untuk dilindungi, dan tugas wanita adalah melakukan ketaatan kepada Rabbnya dan ketaatan kepada suaminya, oleh karena itulah Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ “Sebab itu, maka wanita yang shalih, ialah yang taat” yaitu ia taat kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ, حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ “lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,” yaitu ia taat kepada suaminya hingga saat suami sedang tidak ada, dengan menjaga dirinya untuk suaminya dan juga hartanya, yang demikian itu dengan penjagaan Allah جَلَّ جَلالُهُ bagi mereka dan bimbinganNya terhadap mereka dan bukannya dari diri mereka sendiri, karena sesungguhnya nafsu itu selalu memerintahkan kepada kejahatan, akan tetapi barangsiapa yang bertawakal kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ, niscaya cukuplah baginya hal itu dari perkara yang merisaukannya berupa perkara dunia maupun agamanya.
Kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, وَاللَاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ “Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya” yaitu tindakan tidak taat mereka kepada para suami mereka, berupa kedurhakaan terhadap suami, baik dengan perkataan maupun perbuatan, maka sang suami boleh menghukumnya dengan yang paling mudah lalu yang mudah. فَعِظُوهُنَّ “Maka nasihatilah mereka” yaitu dengan menjelaskan kepada mereka tentang hukum-hukum Allah جَلَّ جَلالُهُ dalam perkara ketaatan dan kedurhakaan kepada suami, menganjurkannya untuk taat, dan mengancamnya dari berbuat durhaka, bila ia kembali taat, maka itulah yang diharapkan, namun bila tidak, maka suami boleh memisahkan istri di tempat tidurnya, yaitu suami tidak menggaulinya dengan tujuan sampai perkara yang diinginkan tercapai, namun bila tidak tercapai, maka suami boleh memukulnya dengan pukulan yang tidak membahayakan (tidak meninggalkan luka), dan bila perkara yang diinginkan tercapai dengan salah satu dari cara-cara tersebut di atas kemudian mereka kembali taat kepada kalian, فَلَا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلًا “maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya,” maksudnya, karena telah tercapai apa yang kalian kehendaki, maka janganlah kalian mencelanya atas perkara-perkara yang telah berlalu tersebut dan mencari-cari kekurangan yang sangat berbahaya bila disebutkan, di mana hal itu akan menimbulkan keburukan.
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا “Sesungguhnya Allah جَلَّ جَلالُهُ Mahatinggi lagi Mahabesar,” yaitu milikNya ketinggian yang mutlak dari berbagai segi dan pandangan, ketinggian Dzat, ketinggian kuasa dan ketinggian kemampuan, dan Yang Mahabesar di mana tidak ada yang lebih besar, lebih mulia dan lebih agung, daripada Allah جَلَّ جَلالُهُ, Dia memiliki keagungan Dzat dan Sifat.
Masih dalam kaitan larangan agar tidak berangan-angan dan iri hati atas kelebihan yang Allah berikan kepada siapa pun, laki-laki maupun perempuan, ayat ini membicarakan secara lebih konkret fungsi dan kewajiban masing-masing dalam kehidupan. Laki-laki atau suami itu adalah pelindung bagi perempuan atau istri, karena Allah telah melebihkan sebagian mereka, laki-laki, atas sebagian yang lain, perempuan, dan karena mereka, yakni laki-laki secara umum atau suami secara khusus, telah memberikan nafkah apakah itu dalam bentuk mahar ataupun serta biaya hidup rumah tangga sehari-hari dari hartanya sendiri. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat kepada Allah dan menjaga diri ketika suami tidak ada di rumah atau tidak bersama mereka, karena Allah telah menjaga diri mereka. Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan melakukan nusyuz (durhaka terhadap suami), seperti meninggalkan rumah tanpa restu suami, hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka dengan lemah lembut dan pada saat yang tepat, tidak pada sembarang waktu, dan bila nasihat belum bisa mengubah perilaku mereka yang buruk itu, tinggalkanlah mereka di tempat tidur dengan cara pisah ranjang, dan bila tidak berubah juga, kalau perlu pukullah mereka dengan pukulan yang tidak menyakitkan tetapi memberi kesan kemarahan. Tetapi jika mereka sudah menaatimu, tidak lagi berlaku nusyuz, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya dengan mencerca dan mencaci maki mereka. Sungguh, Allah mahatinggi, maha-besarbila upaya yang diajarkan pada ayat-ayat sebelumnya tidak dapat meredakan sengketa yang dialami oleh sebuah rumah tangga, maka lakukanlah tuntunan yang diberikan oleh ayat ini. Dan jika kamu khawatir akan terjadi syiqa’q atau persengketaan yang kemungkinan besar membawa perceraian antara keduanya, maka kirimlah kepada suami istri yang bersengketa itu seorang juru damai yang bijaksana dan dihormati dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai yang juga bijaksana dan dihormati dari keluarga perempuan. Jika keduanya, baik suami istri, maupun juru damai itu, bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah akan memberi taufik jalan keluar kepada suami-istri itu. Sungguh, Allah mahamengetahui atas segala sesuatu, lagi maha teliti.
An-Nisa Ayat 34 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Nisa Ayat 34, Makna An-Nisa Ayat 34, Terjemahan Tafsir An-Nisa Ayat 34, An-Nisa Ayat 34 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Nisa Ayat 34
Tafsir Surat An-Nisa Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)