{3} Ali ‘Imran / آل عمران | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | المائدة / Al-Maidah {5} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nisa النساء (Wanita) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 4 Tafsir ayat Ke 36.
۞ وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا ﴿٣٦﴾
wa’budullāha wa lā tusyrikụ bihī syai`aw wa bil-wālidaini iḥsānaw wa biżil-qurbā wal-yatāmā wal-masākīni wal-jāri żil-qurbā wal-jāril-junubi waṣ-ṣāḥibi bil-jambi wabnis-sabīli wa mā malakat aimānukum, innallāha lā yuḥibbu mang kāna mukhtālan fakhụrā
QS. An-Nisa [4] : 36
Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang sombong dan membanggakan diri,
Sembahlah Allah dan tunduklah kepada-Nya semata, jangan mengangkat sekutu bagi-Nya dalam rububiyah dan ibadah. Berbuat baiklah kepada bapak ibu, tunaikan hak keduanya dan hak-hak para kerabat, anak-anak yang ditinggal mati oleh bapak mereka saat mereka belum berusia dewasa, orang-orang yang membutuhkan yang tidak mempunyai apa yang mencukupi dan menutup kebutuhan mereka, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, kawan dalam perjalanan dan saat tinggal, musafir yang memerlukan dan hamba sahaya baik laki-laki maupun wanita. Sesungguhnya Allah tidak menyukai hamba-hamba-Nya yang menyombongkan diri yang merasa lebih tinggi dari manusia lainnya.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar menyembah Dia semata, tiada sekutu bagi Dia. Karena sesungguhnya Dialah Yang Maha Pencipta, Maha Pemberi rezeki, Yang memberi nikmat, Yang memberikan karunia kepada makhluk-Nya dalam semua waktu dan keadaan. Dialah Yang berhak untuk disembah oleh mereka dengan mengesakan-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun dari makhluk-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam sabda Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kepada Mu’az ibnu Jabal:
“Tahukah kamu, apakah hak Allah atas hamba-hamba-Nya?” Mu’az menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Hendaknya mereka menyembah-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” Antara lain Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda pula: Tahukah kamu, apakah hak hamba-hamba Allah atas Allah, apabila mereka mengerjakan hal tersebut? Yaitu Dia tidak akan mengazab mereka.
Kemudian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mewasiatkan agar kedua orang tua diperlakukan dengan perlakuan yang baik, karena sesungguhnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menjadikan keduanya sebagai penyebab bagi keberadaanmu dari alam ‘adam sampai ke alam wujud. Sering sekali Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menggandengkan antara perintah beribadah kepada-Nya dengan berbakti kepada kedua orang tua, seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya:
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu. (Luqman:14)
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu (Al Israa’:23)
Kemudian berbuat baik kepada ibu bapak ini diiringi dengan perintah berbuat baik kepada kaum kerabat dari kalangan kaum laki-laki dan wanita. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis:
Bersedekah kepada orang miskin adalah sedekah, tetapi kepada kerabat adalah sedekah dan silaturahmi.
Selanjutnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
…dan (berbuat baiklah kepada) anak-anak yatim.
Demikian itu karena mereka telah kehilangan orang yang mengurus kemaslahatan mereka dan orang yang memberi mereka nafkah. Maka Allah memerintahkan agar mereka diperlakukan dengan baik dan dengan penuh kasih sayang.
Kemudian disebutkan oleh firman-Nya:
dan (berbuat baiklah kepada) orang-orang miskin.
Mereka adalah orang-orang yang memerlukan uluran tangan karena tidak menemukan apa yang dapat mencukupi kebutuhan hidup mereka. Maka Allah memerintahkan agar mereka dibantu hingga kebutuhan hidup mereka cukup terpenuhi dan terbebaskan dari keadaan daruratnya. Pembahasan mengenai fakir miskin ini akan disebutkan secara rinci dalam tafsir surat Bara’ah (surat At-Taubah).
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…dan (berbuat baiklah kepada) tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan jari dzil qurba ialah tetangga yang antara kamu dan dia ada hubungan kerabat, sedangkan jaril junub ialah tetangga yang antara kamu dan dia tidak ada hubungan kerabat.
Hal yang sama diriwayatkan dari Ikrimah, Mujahid, Maimun ibnu Mihran, Ad-Dahhak, Zaid ibnu Aslam, Muqatil ibnu Hayyan dan Qatadah.
Banyak hadis yang menganjurkan berbuat baik kepada tetangga, berikut ini kami ketengahkan sebagian darinya yang mudah, hanya kepada Allah kami memohon pertolongan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Umar ibnu Muhammad ibnu Zaid, bahwa ia pernah mendengar Muhammad menceritakan hadis berikut dari Abdullah ibnu Umar, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda: Jibril masih terus berwasiat kepadaku mengenai tetangga, hingga aku menduga bahwa Jibril akan memberinya hak mewaris.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya masing-masing dengan melalui Muhammad ibnu Zaid ibnu Abdullah ibnu Umar dengan lafaz yang sama.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Imran, dari Talhah ibnu Abdullah, dari Aisyah, bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Untuk itu ia mengatakan: “Sesungguhnya aku mempunyai dua orang tetangga. maka kepada siapakah aku akan mengirimkan hadiah (kiriman) ini?” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Kepada tetangga yang pintunya lebih dekat kepadamu.”
Imam Bukhari meriwayatkannya melalui hadis Syu’bah dengan sanad yang sama.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan (berbuat baiklah kepada) teman-teman sejawat.
As-Sauri meriwayatkan dari Jabir Al-Ju’fi, dari Asy-Sya’bi, dari Ali dan Ibnu Mas’ud, yang dimaksud ialah istri.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, Ibrahim An-Nakha’i, Al-Hasan, dan Sa’id ibnu Jubair dalam salah satu riwayatnya yang menyatakan hal selain itu.
Ibnu Abbas dan sejumlah ulama mengatakan, yang dimaksud adalah tamu. Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, dan Qatadah mengatakan bahwa yang dimaksud adalah teman seperjalanan.
Adapun Ibnu Sabil, menurut Ibnu Abbas dan sejumlah ulama, yang dimaksud adalah tamu. Menurut Mujahid, Abu Ja’far, Al-Baqir, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Muqatil, yang dimaksud dengan Ibnu Sabil ialah orang yang sedang dalam perjalanan yang mampir kepadamu. Pendapat ini lebih jelas, sekalipun pendapat yang mengatakan “tamu” bermaksud orang yang dalam perjalanan, lalu bertamu, pada garis besarnya kedua pendapat bermaksud sama.
Pembahasan mengenai Ibnu Sabil ini akan diketengahkan secara rinci dalam tafsir surat Al-Bara’ah (surat At-Taubah). Hanya kepada Allah mohon keperca-yaan dan hanya kepada-Nya bertawakal.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan (berbuat baiklah kepada) hamba sahaya yang kalian miliki.
Ayat ini memerintahkan untuk berbuat baik kepada para hamba sahaya, karena hamba sahaya adalah orang yang lemah upayanya, dan dikuasai oleh orang lain. Karena itu, terbukti bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mewasiatkan kepada umatnya dalam sakit yang membawa kewafatannya melalui sabdanya yang mengatakan:
Salat, salat, dan budak-budak yang kalian miliki!
Maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengulang-ulang sabdanya hingga lisan beliau kelihatan terus berkomat-kamit mengatakannya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abul Abbas, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, telah menceritakan kepada kami Bujair ibnu Sa’d. dari Khalid ibnu Ma’dan, dari Al-Miqdam ibnu Ma’di Kariba yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Tidak sekali-kali kamu beri makan dirimu melainkan hal itu sedekah bagimu, tidak sekali-kali kamu beri makan anakmu melainkan hal itu sedekah bagimu, tidak sekali-kali kamu beri makan istrimu melainkan hal itu sedekah bagimu, dan tidak sekali-kali kamu beri makan pelayanmu melainkan hal itu sedekah bagimu.
Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Baqiyyah, sanad hadis berpredikat sahih.
Dari Abdullah ibnu Amr, disebutkan bahwa ia pernah bertanya kepada Qahriman (pegawai)nya, “Apakah engkau telah memberikan makanan pokok kepada budak-budak?” Ia menjawab, “Belum.” Abdullah ibnu Amr berkata, “Berangkatlah sekarang dan berikanlah makanan pokok itu kepada mereka, karena sesungguhnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda:
‘Cukuplah dosa seseorang, bila ia menahan makanan pokok terhadap hamba sahayanya.’
Hadis riwayat Imam Muslim.
Disebutkan dari sahabat Abu Hurairah r.a., dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda:
Hamba sahaya berhak mendapatkan makanan dan pakaiannya, dan tidak boleh dibebani dengan pekerjaan melainkan sebatas kemampuannya.
Hadis riwayat Imam Muslim pula.
Dari Abu Hurairah r.a. pula, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Disebutkan bahwa. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Apabila pelayan seseorang di antara kalian datang menyuguhkan makanan, lalu ia tidak mau mempersilakan pelayan untuk makan bersamanya, maka hendaklah ia memberikan kepadanya sesuap atau dua suap makanan, sepiring atau dua piring makanan, karena sesungguhnya pelayanlah yang memasak dan yang menghidangkannya.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Lafaz hadis ini berdasarkan apa yang ada pada Sahih Bukhari, sedangkan menurut lafaz Imam Muslim adalah seperti berikut:
Hendaklah ia mempersilakan pelayannya untuk makan bersamanya, dan jika makanan tersebut untuk orang banyak lagi sedikit, maka hendaklah ia memberinya makanan di tangannya barang sesuap atau dua suap makanan.
Dari Abu Zar r.a., dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda:
Mereka (para pelayan) adalah saudara-saudara kalian lagi budak-budak kalian, Allah telah menjadikan mereka di bawah kekuasaan kalian. Maka barang siapa yang saudaranya berada di bawah kekuasaannya, hendaklah ia memberinya makan dari apa yang ia makan, dan hendaklah ia memberinya pakaian dari apa yang ia pakai, dan janganlah kalian membebani mereka pekerjaan yang tidak mampu mereka lakukan, dan jika kalian terpaksa membebani mereka (dengan pekerjaan berat), maka bantulah mereka.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri.
Yakni congkak, takabur, dan sombong terhadap orang lain, dia melihat bahwa dirinya lebih baik daripada mereka. Dia merasa dirinya besar, tetapi di sisi Allah hina dan di kalangan manusia dibenci.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.
Yang dimaksud dengan mukhtal ialah takabur dan sombong. Sedangkan yang dimaksud dengan firman-Nya:
…lagi membangga-banggakan diri.
Tidak pernah bersyukur kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى setelah diberi nikmat oleh-Nya, bahkan dia berbangga diri terhadap orang-orang dengan karunia nikmat yang telah diberikan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى kepadanya, dan dia orang yang sedikit bersyukur kepada Allah atas hal tersebut.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Kasir, dari Abdullah ibnu Waqid, dari Abu Raja Al-Harawi yang mengatakan bahwa ia tidak pernah menjumpai orang yang jahat perangainya kecuali ada pada diri orang yang sombong lagi membangga-banggakan dirinya, lalu ia membacakan firman-Nya:
dan (berbuat baiklah kepada) hamba sahaya yang kalian miliki., hingga akhir ayat.
Tidak pernah ia jumpai orang yang menyakiti kedua orang tuanya kecuali ada pada diri orang sombong lagi durhaka, lalu ia membacakan firman-Nya: dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka. (Maryam:32)
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Al-Awwam ibnu Hausyab hal yang semisal sehubungan dengan makna mukhtal (sombong) dan fakhur (membangga-banggakan diri). Untuk itu ia mengatakan:
telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Na’im, dari Al-Aswad ibnu Syaiban, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abdullah ibnusy Syiklikhir yang mengatakan bahwa Mutarrif pernah menceritakan bahwa telah sampai kepadanya sebuah hadis dari Abu Zar yang membuatnya ingin sekali bersua dengan Abu Zar. Lalu ia menjumpai Abu Zar. Aku (Mutarrif) bertanya, “Hai Abu Zar, telah sampai kepadaku bahwa dirimu pernah menduga bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda, ‘Sesungguhnya Allah menyukai tiga orang dan membenci tiga orang’.” Abu Zar menjawab, “Memang benar, kamu tentu percaya bahwa aku tidak akan berdusta kepada kekasihku (Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ),” sebanyak tiga kali. Aku bertanya, “Lalu siapakah tiga macam orang yang dibenci oleh Allah itu?” Abu Zar menjawab, “Orang yang sombong lagi membangga-banggakan diri. Bukankah kamu pun telah menjumpainya di dalam Kitabullah yang ada pada kalian?” Kemudian Abu Zar r.a. membacakan firman-Nya:
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.
Dan telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Wuhaib, dari Khalid, dari Abu Tamimah, dari seorang lelaki dari kalangan Banil Hujaim yang menceritakan: Aku pernah berkata, “Wahai Rasulullah, berwasiatlah untukku.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Jangan sekali-kali kamu memanjangkan kainmu, karena sesungguhnya memanjangkan kain merupakan sikap orang yang sombong, dan sesungguhnya Allah tidak menyukai (orang yang bersikap) sombong.”
Allah جَلَّ جَلالُهُ memerintahkan hamba-hambaNya untuk beribadah semata kepadaNya yang tidak ada sekutu bagiNya, yaitu dengan menjatuhkan dirinya ke dalam perbudakan peribadahan kepadaNya, tunduk patuh (dengan menjalankan) perintah-perintahNya dan (menjauhi) larangan-laranganNya dengan rasa cinta, hina, dan tulus ikhlas hanya untukNya dalam seluruh ibadah yang lahir maupun yang batin. Lalu Allah جَلَّ جَلالُهُ melarang dari menyekutukan DiriNya dengan sesuatu pun, baik syirik yang kecil maupun syirik yang besar, tidak dengan malaikat, seorang nabi, seorang wali Allah جَلَّ جَلالُهُ, dan tidak pula dengan selain mereka dari seluruh makhluk yang mereka sendiri tidak mampu (mendatangkan) manfaat bagi mereka, dan tidak pula mampu (mencegah) mudarat, tidak mampu mematikan, menghidupkan, dan tidak pula membangkitkan, akan tetapi yang seharusnya dilakukan adalah mengikhlaskan ibadah hanya untuk Dzat yang memiliki kesempurnaan mutlak dari berbagai seginya, dan bagi Dzat yang memiliki kekuasaan mengatur yang menyeluruh yang tidak ada sekutu dan tidak dibantu dalam hal itu oleh seorang pun.
Kemudian setelah Allah جَلَّ جَلالُهُ memerintahkan (para hambaNya) untuk beribadah kepadaNya dan menunaikan hak-hakNya, lalu Allah جَلَّ جَلالُهُ memerintahkan mereka untuk menunaikan hak-hak hamba yang paling terdekat lalu yang dekat, Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا “Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu bapak” yaitu berbuat baiklah kepada mereka dengan perkataan yang mulia, percakapan yang lembut, dan tingkah laku yang luhur, dengan menaati perintah keduanya, meninggalkan larangan keduanya, memberikan nafkah kepada keduanya, memuliakan orang-orang yang memiliki hubungan dengan keduanya, menjalin silaturahim dengan orang-orang yang tidak ada bagimu hubungan silaturahim itu kecuali karena keduanya. Berbuat baik ini memiliki dua lawan kata yaitu berbuat jelek dan tidak berbuat baik, kedua hal tersebut adalah dilarang. وَبِذِي الْقُرْبَى “Karib kerabat” maksudnya, berbuat baiklah kepada mereka, dan yang demikian itu mencakup seluruh karib kerabat, baik yang dekat maupun yang jauh, yaitu berbuat baik kepada mereka dengan perkataan maupun perbuatan, dan agar tidak memutus hubungan silaturahim dengan mereka dengan perkataan maupun perbuatan.
وَالْيَتَامَى “Anak-anak yatim” yaitu anak-anak yang kehilangan ayah selagi mereka masih kecil, maka mereka memiliki hak atas kaum Muslimin, baik mereka itu termasuk karib kerabat maupun bukan, yaitu dengan cara menyantuni mereka, berbuat baik kepada mereka, menghibur hati mereka, mendidik mereka, mengajar mereka dengan sebaik-baik pendidikan dan pengajaran untuk kemaslahatan dunia dan akhirat mereka. وَالْمَسَاكِين “Orang-orang miskin,” mereka adalah orang-orang yang dihimpit oleh kebutuhan dan kepapaan, mereka tidak mendapatkan apa yang mampu menutupi kebutuhan mereka apalagi menutupi kebutuhan orang-orang yang mereka tanggung, maka Allah جَلَّ جَلالُهُ memerintahkan untuk berbuat baik dengan cara memenuhi kebutuhan hidup mereka, menghilangkan kekurangan mereka, dan Allah جَلَّ جَلالُهُ menganjurkan kepada hal tersebut serta menunaikannya sesuai dengan kemampuan. وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى “Tetangga yang dekat,” yaitu tetangga dekat yang memiliki dua hak, hak bertetangga dan hak kekerabatan, maka ia memiliki hak dan perbuatan baik atas tetangganya, dan hal itu menurut kebiasaan yang berlaku.
Demikian juga, الْجَارِ الْجُنُبِ “dan tetangga yang jauh” yaitu yang tidak memiliki tali kekerabatan, maka semakin dekat rumah tetangga semakin besar haknya. Karena itu, seyogyanya seorang tetangga selalu berusaha memberikan tetangganya hadiah, sedekah, dakwah, dan kelembutan dengan perkataan maupun perbuatan, serta tidak mengganggunya, baik dengan perkataan maupun perbuatan. وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ “Dan teman sejawat.” Ada yang berpendapat bahwa maksudnya adalah; teman dalam perjalanan, pendapat lain mengatakan bahwa ia adalah istri, sedangkan yang lain lagi berpendapat bahwa ia adalah teman secara umum. Namun yang terakhir ini lebih cocok, karena mencakup teman baik dalam perjalanan maupun ketika bermukim (menetap), dan juga mencakup istri, maka seorang teman memiliki hak atas temannya lebih dari sekedar karena keislamannya, yaitu dengan menolongnya dalam urusan-urusan agamanya maupun dunianya, menasihatinya, setia padanya, baik dalam kondisi susah maupun senang, duka maupun suka, mencintai untuknya apa yang dicintai untuk dirinya, membenci untuknya apa yang dibenci untuk dirinya, dan setiap kali bertambah rasa pertemanan, maka semakin besar dan kokoh pula hak teman atas temannya itu.
وَابْنِ السَّبِيْلِ “Ibnu sabil” yaitu orang asing yang sedang berada pada suatu daerah yang asing, baginya baik ia membutuhkan bantuan ataupun tidak, baginya hak atas kaum Muslimin karena mendesaknya kebutuhan dirinya dan karena kondisinya sebagai seorang yang asing yang tidak berada pada daerahnya yaitu dengan cara menyampaikannya kepada tujuannya atau sebagian tujuannya dan dengan memuliakannya, serta memberikan sambutan yang baik, وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ “dan apa-apa yang kamu miliki,” yaitu dari manusia maupun binatang, dengan cara menunaikan hajat mereka, tidak memikulkan apa yang tidak mampu mereka kerjakan, membantu mereka pada apa yang mereka kerjakan, dan mendidik mereka kepada sesuatu yang mengandung kemaslahatan bagi mereka, maka barangsiapa yang menunaikan perintah-perintah tersebut, niscaya ia adalah seorang yang taat kepada Rabbnya dan berlaku rendah hati terhadap hamba-hambaNya, tunduk terhadap perintah-perintah Allah جَلَّ جَلالُهُ dan syariatNya, sehingga ia berhak mendapatkan balasan yang melimpah dan pujian yang baik. Adapun orang yang tidak menunaikan perintah-perintah tersebut, maka sesungguhnya ia adalah seorang hamba yang berpaling dari Rabbnya, tidak tunduk pada perintah-perintahNya, tidak pula rendah hati terhadap hamba-hambaNya, akan tetapi ia adalah seorang yang berlaku sombong terhadap hamba-hamba Allah جَلَّ جَلالُهُ, bangga terhadap diri sendiri dan perkataannya, oleh karena itu Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا “Sesungguhnya Allah جَلَّ جَلالُهُ tidak menyukai orang-orang yang sombong,” yaitu merasa bangga akan dirinya sendiri dan congkak terhadap makhluk, فَخُوْرًا “dan membangga-banggakan diri,” memuji diri sendiri dan menyanjungnya dengan maksud sombong dan angkuh terhadap hamba-hamba Allah جَلَّ جَلالُهُ, mereka itu dengan apa yang ada pada diri mereka berupa kesombongan dan membangga-banggakan diri telah menghalangi mereka dari menunaikan hak-hak tersebut, karena itu Allah جَلَّ جَلالُهُ mencela mereka dalam FirmanNya, الَّذِينَ يَبْخَلُونَ “(Yaitu) orang-orang yang kikir,” maksudnya, mereka tidak mau menunaikan hak-hak yang wajib atas mereka, وَيَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبُخْلِ “dan menyuruh orang lain berbuat kikir” dengan perkataan dan perbuatan mereka, وَيَكْتُمُونَ مَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ “dan menyembunyikan karunia Allah جَلَّ جَلالُهُ yang telah diberikanNya kepada mereka” yaitu berupa ilmu yang digunakan oleh orang yang tersesat sebagai hidayah dan oleh orang yang bodoh sebagai petunjuk, namun mereka menyembunyikannya dari orang-orang tersebut, mereka menampakkan kepada orang-orang tersebut kebatilan yang akan menghalangi orang-orang tersebut dari kebenaran, mereka telah menyatukan antara kikir harta dan kikir ilmu serta usaha menuju kerugian diri mereka sendiri dan kerugian orang lain, dan inilah sifat-sifat orang-orang kafir, oleh karena itu Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِيْنَ عَذَابًا مُهِيْنًا “Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan” yaitu sebagaimana mereka telah berlaku sombong terhadap hamba-hamba Allah جَلَّ جَلالُهُ dan tidak mau menunaikan hak-hak mereka, menjadi penyebab orang lain menolak hak-hak hamba-hamba berupa kekikiran dan tidak mendapatkan petunjuk, begitu pula Allah جَلَّ جَلالُهُ menghinakan mereka dengan siksa yang pedih dan kehinaan yang abadi. Kami berlindung kepadaMu ya Allah جَلَّ جَلالُهُ, dari segala keburukan.
Ayat-ayat di atas yang berbicara tentang aturan dan tuntunan kehidupan rumah tangga dan harta waris, memerlukan tingkat kesadaran untuk mematuhinya. Ayat ini menekankan kesadaran tersebut dengan menunjukkan perincian tempat tumpuan kesadaran itu dipraktikkan. Dan sembahlah Allah tuhan yang menciptakan kamu dan pasangan kamu, dan janganlah kamu sekali-kali mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah dengan sungguh-sungguh kepada kedua orang tua, juga kepada karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh walaupun tetangga itu nonmuslim, teman sejawat, ibnu sabil, yakni orang dalam perjalanan bukan maksiat yang kehabisan bekal, dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai dan tidak melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada orang yang sombong dan membanggakan diri di hadapan orang lain. Ayat yang lalu ditutup dengan ungkapan ketidaksenangan Allah kepada orang-orang yang sombong dan membanggakan diri. Mereka itu adalah orang yang kikir, dan juga menyuruh orang lain agar berbuat kikir dengan cara menghalangi orang lain berinfak dengan ucapan, dan memberi contoh berinfak dengan jumlah yang sangat ke-cil, dan juga secara terus menerus menyembunyikan karunia yang telah diberikan Allah kepadanya dengan tidak mau menginfakkannya. Untuk itu, kami telah menyediakan hukuman untuk orang-orang kafir dalam bentuk azab yang menghinakan atas kesombongan mereka itu.
An-Nisa Ayat 36 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Nisa Ayat 36, Makna An-Nisa Ayat 36, Terjemahan Tafsir An-Nisa Ayat 36, An-Nisa Ayat 36 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Nisa Ayat 36
Tafsir Surat An-Nisa Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)