{3} Ali ‘Imran / آل عمران | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | المائدة / Al-Maidah {5} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nisa النساء (Wanita) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 4 Tafsir ayat Ke 77.
أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ قِيلَ لَهُمْ كُفُّوا أَيْدِيَكُمْ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ فَلَمَّا كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقِتَالُ إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ يَخْشَوْنَ النَّاسَ كَخَشْيَةِ اللَّهِ أَوْ أَشَدَّ خَشْيَةً ۚ وَقَالُوا رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ لَوْلَا أَخَّرْتَنَا إِلَىٰ أَجَلٍ قَرِيبٍ ۗ قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَىٰ وَلَا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا ﴿٧٧﴾
a lam tara ilallażīna qīla lahum kuffū aidiyakum wa aqīmuṣ-ṣalāta wa ātuz-zakāh, fa lammā kutiba ‘alaihimul-qitālu iżā farīqum min-hum yakhsyaunan-nāsa kakhasy-yatillāhi au asyadda khasy-yah, wa qālụ rabbanā lima katabta ‘alainal-qitāl, lau lā akhkhartanā ilā ajaling qarīb, qul matā’ud-dun-yā qalīl, wal-ākhiratu khairul limanittaqā, wa lā tuẓlamụna fatīlā
QS. An-Nisa [4] : 77
Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, ”Tahanlah tanganmu (dari berperang), laksanakanlah shalat dan tunaikanlah zakat!” Ketika mereka diwajibkan berperang, tiba-tiba sebagian mereka (golongan munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih takut (dari itu). Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tunda (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi?” Katakanlah, “Kesenangan di dunia ini hanya sedikit dan akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa (mendapat pahala turut berperang) dan kamu tidak akan dizalimi sedikit pun.”
Apakah kamu tidak mengetahui wahai Rasul keadaan orang-orang yang kepada mereka dikatakan sebelum diwajibkannya berperang: Tahanlah tangan kalian dengan tidak memerangi musuh kalian dari orang-orang musyrikin, dan kalian harus menegakkan shalat dan menunaikan zakat yang Allah wajibkan atas kalian. Manakala berperang diwajibkan atas mereka, tiba-tiba sekelompk orang dari mereka berubah keadaannya,mereka takut dan gentar menghadapi manusia seperti mereka takut keapada Allah bahkan lebih, mereka menyampaikan besarnya rasa takut yang menimpa mereka sambil berkata: “Ya Tuhan Kami, mengapa Engkau mewajibkan kami untuk berperang? Mengapa Engkau tidak menundanya beberapa saat.” Mereka mengucapkannya karena mereka lebih menyukai kehidupan dunia. Katakanlah kepada mereka wahai Rasul, “Kenikmatan dunia itu sedikit sedangkan akhirat dan apa yang ada padanya adalah lebih agung dan lebih kekal bagi siapa yang bertakwa, yang melaksanakan apa yang diperintahkan kepadanya dan menjauhi apa yang dilarang darinya.” Tuhanmu tidak menzalimi seorang pun sedikit pun, sekalipun hanya setipis kulit di antara biji kurma dengan dagingnya.
Dahulu di masa permulaan Islam ketika orang-orang mukmin masih berada di Mekah, mereka diperintahkan untuk mengerjakan salat dan menunaikan zakat, sekalipun masih belum ada ketentuan nisab-nya. Mereka diperintahkan untuk membantu orang-orang yang miskin dari kalangan mereka sendiri, diperintahkan pula bersikap pemaaf, mengampuni perbuatan orang-orang musyrik, dan bersabar sampai datang perintah dari Allah.
Mereka sangat merindukan adanya perintah dari Allah yang memerintahkan agar mereka berperang melawan musuh-musuh mereka, untuk membalas sakit hati terhadap orang-orang musyrik yang selalu mengganggu mereka. Saat itu perintah berperang masih belum sesuai karena banyak sebab, antara lain ialah kaum muslim masih minoritas bila dibandingkan dengan musuh mereka. Penyebab Lainnya ialah karena keberadaan kaum mukmin saat itu ada di negeri mereka sendiri, yaitu di Tanah Suci Mekah yang merupakan bagian dari bumi yang paling suci. Perintah untuk berperang di dalam negeri mereka bukan atas dasar memulai, menurut suatu pendapat. Karena itulah maka jihad baru diperintahkan hanya di Madinah, yaitu di saat kaum mukmin telah mempunyai negeri sendiri, pertahanan, dan para penolongnya.
Akan tetapi, setelah mereka diperintahkan berperang seperti yang mereka dambakan sebelumnya, ternyata sebagian dari mereka ada yang mengeluh dan menjadi takut menghadapi manusia dengan takut yang sangat. Hal ini disebutkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى melalui firman-Nya:
Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai ke beberapa waktu lagi?”
Yakni mengapa tidak Engkau tangguhkan kewajiban berperang itu sampai beberapa waktu yang lain, karena sesungguhnya perang itu berakibat teralirkannya darah, anak-anak menjadi yatim, dan istri-istri menjadi janda? Makna ayat ini sama dengan ayat Lainnya, yaitu firman-Nya:
Dan orang-orang yang beriman berkata, “Mengapa tiada diturunkan suatu surat?” Maka apabila diturunkan suatu surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang. (Muhammad:20), hingga beberapa ayat berikutnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdul Aziz, dari Abu Zar’ah dan Ali ibnu Rumhah, keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Hasan, dari Al-Husain ibnu Waqid, dari Amr ibnu Dinar, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Abdur Rahman ibnu Auf dan beberapa orang temannya datang menemui Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ di Mekah. Lalu mereka berkata, “Wahai Nabi Allah, dahulu kami berada dalam kejayaan ketika masih musyrik. Tetapi setelah beriman, kami menjadi kalah.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Sesungguhnya aku diperintahkan untuk memberi maaf (terhadap tindakan-tindakan kaum musyrik). Karena itu, janganlah kalian memerangi kaum itu. Setelah Allah memindahkan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ke Madinah, maka Allah memerintahkannya untuk memerangi orang-orang musyrik. Ternyata mereka yang berkata demikian tidak mau berperang. Maka Allah menurunkan firman-Nya:
Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka, “Tahanlah tangan kalian (dari berperang).”, hingga akhir ayat.
Imam Nasai dan Imam Hakim serta Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui hadis Ali ibnul Hasan ibnu Syaqiq dengan lafaz yang sama.
Asbat meriwayatkan dari As-Saddi, bahwa tiada yang diwajibkan atas kaum mukmin saat itu kecuali hanya salat dan zakat. Lalu mereka meminta kepada Allah agar diwajibkan berperang atas diri mereka. Ketika diwajibkan atas mereka berperang, maka keadaannya berbeda, seperti yang disebutkan firman-Nya:
…tiba-tiba sebagian dari mereka takut kepada manusia (musuh) seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih (sangat) dari itu takutnya. Mereka berkata, “Ya Tuhan kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami? Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami sampai ke beberapa waktu lagi?”
Yang dimaksud dengan ajalin qarib ialah mati. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
Katakanlah, “Kesenangan dunia ini hanya sebentar, dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa.”
Mujahid mengatakan, sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi, diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Dan firman-Nya:
Katakanlah, “Kesenangan dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa.”
Artinya, akhirat bagi orang yang bertakwa adalah lebih baik daripada kehidupan dunianya.
dan kalian tidak akan dianiaya sedikit pun
Tiada sedikit pun dari amal perbuatan kalian yang dianiaya, melainkan semuanya pasti ditunaikan dengan balasan yang sempurna.
Makna ayat ini mengandung pengertian hiburan bagi kaum mukmin dalam menghadapi kehidupan dunia, sekaligus menanamkan rasa suka kepada pahala akhirat serta menggugah mereka untuk berjihad.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ya’qub ibnu Ibrahim Ad-Dauraqi, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Zaid, dari Hisyam yang menceritakan bahwa Al-Hasan Al-Basri membacakan firman-Nya:
Katakanlah, “Kesenangan dunia ini hanya sebentar.”
Lalu ia berkata, “Semoga Allah merahmati seorang hamba yang menilai duniawi dengan penilaian tersebut. Dunia ini semuanya dari awal sampai akhir, tiada lain sama halnya dengan seorang lelaki yang tertidur sejenak, lalu ia melihat dalam mimpinya sesuatu yang disukainya. Tetapi tidak lama kemudian ia terbangun dari tidurnya.”
Kaum Muslimin ketika masih di Makkah, mereka diperintahkan untuk mendirikan shalat dan menunaikan zakat, yaitu sebagai pelipur lara bagi kaum fakir, bukan zakat yang diketahui yang memiliki nishab dan syarat-syarat tertentu, sesungguhnya zakat seperti itu belumlah diwajibkan kecuali di Madinah, dan mereka pun belum diperintahkan untuk berjihad karena beberapa faidah, di antaranya;
+ Bahwa di antara hikmah Allah جَلَّ جَلالُهُ adalah Dia mensyariatkan hukum-hukum kepada hamba-hambaNya dalam bentuk yang tidak memberatkan mereka, dan Allah جَلَّ جَلالُهُ memulai dengan yang paling penting sebelum yang penting, yang lebih mudah sebelum yang mudah.
+ Bahwasanya bila saja diperintahkan kepada mereka jihad padahal jumlah dan perlengkapan mereka yang masih sedikit ditambah jumlah musuh yang besar, niscaya hal itu akan menjadi bumerang bagi hancurnya Islam, maka menjadi pertimbangan yang pasti dari sisi kemaslahatan yang besar atas kemaslahatan yang lebih kecil darinya dan hikmah-hikmah Ilahi yang lainnya.
Dan sebagian kaum Mukminin merasa sangat menginginkan seandainya jihad diwajibkan atas mereka pada suatu kondisi yang mana hal itu tidak cocok untuk diwajibkan, namun yang patut pada kondisi seperti itu adalah menegakkan apa yang diperintahkan kepada mereka berupa tauhid, shalat, zakat dan semisalnya, sebagaimana Firman Allah جَلَّ جَلالُهُ,
وَلَوْ أَنَّهُمْ فَعَلُوْا مَا يُوْعَظُوْنَ بِهِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ وَأَشَدَّ تَثْبِيْتًا
“Dan sesungguhnya kalau mereka melaksanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka).” (An-Nisa`: 66).
Kemudian ketika mereka berhijrah ke Madinah dan Islam telah kuat, maka diwajibkanlah jihad atas mereka pada waktunya yang cocok untuk itu, lalu sekelompok dari orang-orang yang sebelumnya tergesa-gesa meminta diwajibkannya jihad karena rasa takut kepada manusia (musuh), mereka lemah dan tidak berani, رَبَّنَا لِمَ كَتَبْتَ عَلَيْنَا الْقِتَالَ “Ya Rabb kami, mengapa Engkau wajibkan berperang kepada kami?” Dalam hal ini tindakan itu adalah sebuah sikap keluh kesah dan sanggahan terhadap Allah جَلَّ جَلالُهُ, dan yang sepatutnya bagi mereka adalah menerima perintah Allah جَلَّ جَلالُهُ dan bersabar atas perintah-perintahNya tersebut, maka mereka telah berlaku kebalikan dari apa yang seharusnya diharapkan dari mereka, mereka berkata, لَوْلا أَخَّرْتَنَا إِلَى أَجَلٍ قَرِيْبٍ “Mengapa tidak Engkau tangguhkan (kewajiban berperang) kepada kami beberapa waktu lagi?” Maksudnya, mengapa engkau tidak menunda kewajiban jihad itu selama masa tertentu dan bukan saat ini, kondisi seperti ini sering kita temui diperlihatkan oleh orang-orang yang kurang matang dan tergesa-gesa dalam urusan sebelum waktunya, kebanyakannya adalah ia tidak akan bersabar atasnya ketika menunaikannya dan tidak pula teguh dalam mengembannya, akan tetapi ia sedikit sekali kesabarannya.
Kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ mengingatkan mereka dari kondisi seperti itu, di mana itu merupakan tindakan tidak ikut serta dalam peperangan, dalam FirmanNya, قُلْ مَتَاعُ الدُّنْيَا قَلِيلٌ وَالآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى “Katakanlah, ‘Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa’,” maksudnya, menikmati kesenangan-kesenangan dunia dan keindahan-keindahannya adalah sebentar, dan menghadapi segala kesulitan dalam ketaatan kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ pada waktu yang sebentar adalah sangat mudah bagi jiwa dan ringan untuknya, karena bila ia mengetahui bahwa kesulitan yang dihadapinya itu tidak akan lama, niscaya hal itu mudah baginya, lalu bagaimana ia mampu menyamakan antara dunia dan akhirat, padahal akhirat itu lebih baik dari dunia pada dzatnya yaitu kesenangan, dan waktunya, adapun dzatnya adalah seperti yang disabdakan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam hadits yang kuat,
إِنَّ مَوْضِعَ سَوْطٍ فِي الْجَنَّةِ لَخَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا.
“Sesungguhnya tempat cambuk di surga itu lebih baik dari dunia dan seisinya.” (Dikeluarkan oleh al-Bukhari, no. 3250 dari Sahl bin Sa’ad radhiallahu ‘anhu)
Adapun kenikmatannya adalah suci dari hal-hal yang merusaknya, bahkan setiap yang terbersit dalam benak atau berputar-putar dalam pikiran berupa gambaran suatu kenikmatan, maka kenikmatan surga itu adalah lebih dari gambaran tersebut, sebagaimana Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman,
فَلا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ
“Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata.” (As-Sajdah: 17).
Dan Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman melalui lisan NabiNya (Dikeluarkan oleh al-Bukhari, no. 3244 dan Muslim, no. 2824 dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu),
أَعْدَدْتُ لِعِبَادِيَ الصَّالِحِيْنَ مَا لَا عَيْنٌ رَأَتْ وَلَا أُذُنٌ سَمِعَتْ وَلَا خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ.
“Saya telah menyiapkan bagi hamba-hambaKu yang shalih apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terbersit dalam benak seorang manusia pun.”
Adapun kenikmatan dunia, sesungguhnya ia bercampur dengan berbagai macam gangguan di mana bila dibandingkan antara kelezatannya dan apa yang mengiringinya berupa berbagai macam penderitaan dan kegelisahan serta kegalauan, maka kelezatan tersebut tidaklah mempunyai prosentase sedikit pun dari segala sisinya. Adapun waktunya, sesungguhnya dunia itu sementara, usia manusia menurut usia dunia sangatlah pendek sekali, sedangkan akhirat, maka sesungguhnya ia adalah kenikmatan yang selamanya, penghuni-penghuninya kekal di dalamnya, bila seorang yang berakal mau berpikir tentang kedua negeri tersebut dan tergambar olehnya hakikat keduanya dengan sebenar-benarnya, mesti ia tahu yang mana yang harus didahulukan, diusahakan, dan bersungguh-sungguh dalam meraihnya, karena itulah Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, وَالآخِرَةُ خَيْرٌ لِمَنِ اتَّقَى “Dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa,” yaitu menjauhi kesyirikan dan seluruh hal-hal yang diharamkan, وَلا تُظْلَمُونَ فَتِيلًا “dan kamu tidak akan dianiaya sedikit pun,” maksudnya, usaha kalian untuk akhirat akan kalian dapatkan secara sempurna dan penuh dan tidak dikurangi sedikit pun darinya.
Ayat-ayat yang lalu menggambarkan dua motivasi perang dan dua kelompok pada masing-masing motivasi itu. Ayat-ayat berikut menggambarkan fenomena yang ada di sebagian kelompok orang beriman yang enggan diajak berperang. Tidakkah engkau memperhatikan, wahai kaum beriman, orang-orang yang dikatakan kepada mereka, yakni orangorang yang menampakkan dirinya beriman dan minta izin berperang sebelum ada perintah berperang’ dikatakan kepada mereka, tahanlah tanganmu dari berperang karena belum waktunya, laksanakanlah salat guna membangun hubungan dengan Allah, dan tunaikanlah zakat untuk membangun hubungan dengan sesama! ketika situasi telah menuntut untuk melakukan perang karena kaum muslim bertambah teraniaya, maka mereka pun diwajibkan untuk berperang, tiba-tiba sebagian mereka golongan munafik yang telah hidup nyaman pada waktu turunnya ayat ini, takut kepada manusia sebagai musuh yakni orang-orang kafir seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih dahsyat lagi takut dari itu. Dalam kondisi dihantui oleh rasa takut menghadapi musuh dan takut kehilangan kesenangan yang sudah diperoleh, mereka berkata, ya tuhan kami, mengapa engkau wajibkan berperang kepada kami, padahal kami belum terlepas dari kesulitan hidup’ mengapa tidak engkau tunda kewajiban berperang itu kepada kami beberapa waktu lagi, agar kami dapat merasakan kesenangan ini lebih lama lagi’ katakanlah, berapa lama pun kesenangan yang kalian dapatkan di dunia ini tidak ada artinya, karena kesenangan dunia itu hanya sedikit, dan kesenangan akhirat itu lebih baik karena banyak dan beraneka ragam, yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa mendapat pahala turut berperang dan kamu tidak akan dizalimi sedikit pun baik di dunia maupun di akhirat. Di mana pun kamu berada, wahai orang-orang yang enggan berperang di jalan Allah, kematian itu pasti akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu berada pada persembunyian di dalam benteng yang tinggi dan kukuh yang tidak terdapat celah sedikit pun untuk menembusnya. Jika mereka, orang-orang yang enggan itu, memperoleh kebaikan, yakni sesuatu yang menyenangkan dan menggembirakan, mereka mengatakan, ini dari sisi Allah, dan jika mereka ditimpa suatu keburukan atau kondisi yang tidak menyenangkan, mereka akan mengatakan, ini dari engkau, yakni disebabkan olehmu, wahai Muhammad. Katakanlah, semuanya datang dari sisi Allah dan karena izin-Nya. Maka mengapa orang-orang yang mengucapkan kata-kata seperti itu, yakni orang-orang munafik, hampir-hampir tidak memahami pembicaraan dan penjelasan seperti itu sedikit pun’.
An-Nisa Ayat 77 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Nisa Ayat 77, Makna An-Nisa Ayat 77, Terjemahan Tafsir An-Nisa Ayat 77, An-Nisa Ayat 77 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Nisa Ayat 77
Tafsir Surat An-Nisa Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)