{3} Ali ‘Imran / آل عمران | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | المائدة / Al-Maidah {5} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nisa النساء (Wanita) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 4 Tafsir ayat Ke 95.
لَا يَسْتَوِي الْقَاعِدُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ غَيْرُ أُولِي الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ ۚ فَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقَاعِدِينَ دَرَجَةً ۚ وَكُلًّا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَىٰ ۚ وَفَضَّلَ اللَّهُ الْمُجَاهِدِينَ عَلَى الْقَاعِدِينَ أَجْرًا عَظِيمًا ﴿٩٥﴾
lā yastawil-qā’idụna minal-mu`minīna gairu uliḍ-ḍarari wal-mujāhidụna fī sabīlillāhi bi`amwālihim wa anfusihim, faḍḍalallāhul-mujāhidīna bi`amwālihim wa anfusihim ‘alal-qā’idīna darajah, wa kullaw wa’adallāhul-ḥusnā, wa faḍḍalallāhul-mujāhidīna ‘alal-qā’idīna ajran ‘aẓīmā
QS. An-Nisa [4] : 95
Tidaklah sama antara orang beriman yang duduk (yang tidak turut berperang) tanpa mempunyai uzur (halangan) dengan orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan derajat orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk (tidak ikut berperang tanpa halangan). Kepada masing-masing, Allah menjanjikan (pahala) yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar,
Tidak sama antara orang-orang yang tidak berangkat berjihad di jalan Allah, kecuali orang-orang yang memiliki halangan di antara mereka, dengan orang-orang yang berjihad dijalan Allah dengan harta dan jiwa mereka. Allah mengunggulkan para mujahidin atas orang-orang yang tidak berjihad dan meninggikan derajat mereka yang tinggi di surge. Allah menjanjikan surge kepada masing-masing dari keduanya, yaitu orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwa mereka dan orang-orang yang tidak berjihad karena halangan, karena apa yang mereka berikan dan korbankan di jalan Allah. Namun Allah tetap mengunggulkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang tidak berjihad dengan pahala yang besar.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra yang mengatakan bahwa ketika diturunkan ayat berikut: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk. (An Nisaa:95) Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memanggil Zaid untuk menulisnya, lalu datanglah Ibnu Ummi Maktum yang mengadukan tentang uzurnya. Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: yang tidak mempunyai uzur. (An Nisaa:95)
Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, dari Israil, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra yang mengatakan bahwa ketika diturunkan firman-Nya: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang). (An Nisaa:95) Lalu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Panggilkanlah si Fulan!” Maka datanglah orang yang dimaksud dengan membawa tinta, lembaran (lauh), dan pena, lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memerintahkannya untuk menulis ayat berikut: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad dijalan Allah. Saat itu di belakang Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ terdapat Ibnu Ummi Maktum. Maka Ibnu Ummi Maktum berkata, “Wahai Rasulullah, aku adalah orang yang tuna netra.” Lalu turunlah ayat berikut sebagai gantinya, yaitu firman-Nya:
Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah.
Imam Bukhari mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Abdullah, telah menceritakan kepadaku Ibrahim ibnu Sad. dari Saleh ibnu Kaisan, dari Ibnu Syihab, “Telah menceritakan kepadaku Sahl ibnu Sa’d As-Sa’idi, bahwa ia melihat Marwan ibnul Hakam di dalam masjid. Lalu ia datang kepadanya dan duduk di sebelahnya. Kemudian ia menceritakan kepada kami bahwa Zaid ibnu Sabit pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah memerintahkan kepadaku untuk mencatat firman-Nya: ‘Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah.” Lalu datanglah kepada beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Ibnu Ummi Maktum, yang saat itu beliau sedang mengimlakannya kepadaku. Maka dengan serta merta Ibnu Ummi Maktum berkata, ‘Wahai Rasulullah, demi Allah, seandainya aku mampu berjihad di jalan Allah, niscaya aku akan berjihad.’ Ibnu Ummi Maktum adalah orang yang tuna netra. Maka turunlah kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ wahyu lainnya, yang saat itu paha beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berada di atas pahaku, maka terasa amat berat bagiku hingga aku merasa khawatir bila pahaku menjadi patah karenanya (beratnya wahyu yang sedang turun kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ). Setelah beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ selesai dari menerima wahyu, maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membacakan ayat yang diturunkan, yaitu firman-Nya: ‘yang tidak mempunyai uzur (halangan)’ (An Nisaa:95).”
Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari, tanpa Imam Muslim.
Telah diriwayatkan melalui jalur lain oleh Imam Ahmad, dari Zaid, untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, dari Abuz Zanad, dari Kharijah ibnu Zaid yang mengatakan bahwa sahabat Zaid ibnu Sabit pernah menceritakan hadis berikut, “Ketika aku sedang duduk di sebelah Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, tiba-tiba turunlah wahyu kepadanya dan sakinah (ketenangan) menguasai dirinya.” Zaid ibnu Sabit melanjutkan kisahnya, “Ketika Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dikuasai oleh ketenangan, beliau mengangkat pahanya dan meletakkannya di atas pahaku.” Zaid ibnu Sabit menceritakan, “Demi Allah, aku belum pernah merasakan sesuatu yang lebih berat daripada paha Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Setelah wahyu selesai darinya, beliau bersabda, ‘Hai Zaid, tulislah!’ Maka aku mengambil lembaran dan beliau memerintahkan kepadaku untuk mencatat firman berikut, yaitu:
Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah. sampai dengan firman-Nya: pahala yang besar.
Lalu aku menulis ayat tersebut pada selembar tulang paha. Ketika Ibnu Ummi Maktum mendengarnya, maka ia bangkit, sedangkan dia adalah seorang yang tuna netra, ia bangkit karena mendengar keutamaan orang-orang yang berjihad di jalan Allah, lalu ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimanakah dengan orang yang tidak mampu berjihad dan orang yang tuna netra serta yang mengalami hal-hal yang serupa?’.” Zaid melanjutkan kisahnya, “Demi Allah, sebelum ucapan Ibnu Ummi Maktum selesai atau begitu Ibnu Ummi Maktum selesai dari ucapannya, maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dikuasai oleh sakinah lagi, dan pahanya berada di atas pahaku. Maka aku merasakan pahanya berat sekali karena wahyu, seperti yang telah kurasakan semula. Kemudian wahyu selesai darinya, lalu beliau bersabda, ‘Bacalah!’ Maka aku membacakan kepadanya firman berikut: ‘Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah.’ Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda membacakan pengecualiannya, yaitu firman-Nya: ‘yang tidak mempunyai uzur’.” Zaid ibnu Sabit mengatakan, “Lalu aku menyusulkannya (menyisipkannya). Demi Allah, seakan-akan aku melihat sisipannya itu berada pada bagian yang retak dari lembaran tulang paha itu.”
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Sa’id ibnu Mansur, dari Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad, dari ayahnya, dari Kharijah ibnu Zaid ibnu Sabit, dari ayahnya dengan lafaz yang semisal.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, telah menceritakan kepada kami Az-Zuhri, dari Qubaisah ibnu Zua-ib, dari Zaid ibnu Sabit yang menceritakan bahwa dia adalah juru tulis wahyu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pada suatu hari memerintahkan kepadanya untuk mencatat firman berikut, yaitu: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) dan orang-orang yang berjihad dijalan Allah. Lalu datanglah Ibnu Ummi Maktum, dan berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku ingin berjihad di jalan Allah, tetapi aku mempunyai cacat seumur hidup seperti yang engkau lihat sendiri, indra penglihatanku telah tiada.” Zaid ibnu Sabit melanjutkan kisahnya, “Maka terasa berat lagi paha Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ di atas pahaku, hingga aku merasa khawatir bila tulang pahaku patah karenanya. Setelah wahyu selesai darinya, maka beliau memerintahkan kepadaku untuk mencatat ayat berikut, yaitu firman-Nya:
‘Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah’
Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Abdul Karim (yaitu Ibnu Malik Al-Jariri), bahwa Miqsam maula Abdullah ibnul Haris pernah menceritakan kepadanya bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang). (An Nisaa:95) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Perang Badar dan orang-orang yang berangkat menuju medan peperangan Badar. Hadis ini hanya diriwayatkan oleh Imam Bukhari tanpa Imam Muslim.
Imam Turmuzi telah meriwayatkannya melalui jalur Hajjaj dari Ibnu Juraij, dari Abdullah Karim, dari Miqsam, dari ibnu Abbas yang telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah. (An Nisaa:95) Bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Perang Badar dan orang-orang yang berangkat menuju medan peperangan Badar.
Ketika diturunkan ayat mengenai Perang Badar, maka Abdullah ibnu Jahsy dan Ibnu Ummi Maktum berkata, “Sesungguhnya kami adalah dua orang yang tuna netra, wahai Rasulullah. Apakah ada keringanan bagi kami?” Maka turunlah firman-Nya: Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai uzur. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad di jalan-Nya atas orang-orang yang duduk —tidak ikut berperang— satu derajat. Mereka yang duduk tidak ikut perang itu adalah selain yang mempunyai uzur (halangan). Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Yakni orang-orang yang duduk tidak ikut berperang dari kalangan orang-orang mukmin selain mereka yang mempunyai uzur (halangan).
Demikianlah menurut lafaz yang ada pada Imam Turmuzi, kemudian Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib bila ditinjau dari segi jalur sanadnya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Tidaklah sama antara orang mukmin yang duduk (tidak ikut berperang).
bermakna mutlak.
Dan ketika diturunkan wahyu yang singkat, yaitu firman Nya:
..yang tidak mempunyai uzur.
Maka hal ini mengandung keringanan dan jalan keluar bagi orang-orang yang mempunyai uzur yang membolehkannya untuk tidak ikut berjihad, seperti tuna netra, pincang, dan sakit, hingga kedudukan mereka tetap sama dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Setelah itu Allah memberitakan perihal keutamaan yang dimiliki oleh orang-orang yang berjihad, bahwa keutamaan mereka berada di atas orang-orang yang duduk —tidak ikut berperang— satu derajat. Menurut Ibnu Abbas, selain dari mereka yang mempunyai uzur.
Memang demikianlah seharusnya, seperti yang dinyatakan di dalam kitab Sahih Bukhari melalui jalur Zuhair ibnu Mu’awiyah, dari Humaid ibnu Anas, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda:
Sesungguhnya di Madinah terdapat orang-orang yang tidak sekali-kali kalian berjalan, dan tidak pula menempuh suatu lembah, melainkan mereka selalu bersama kalian padanya. Ketika mereka bertanya, “Apakah mereka tetap tinggal di Madinah, wahai Rasulullah?” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: Ya, mereka terhalang oleh uzur (hingga tidak ikut bersama kamu).
Hal yang sama diriwayatkan oleh Ahmad melalui Muhammad ibnu Addi, dari Humaid, dari Anas, dengan lafaz yang sama. Imam Bukhari men-ta’liq-nya secara majzum.
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Hammad ibnu Salamah, dari Humaid dari Musa ibnu Anas ibnu Malik, dari ayahnya, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Sesungguhnya kalian meninggalkan di Madinah orang-orang yang tidak sekali-kali kalian menempuh suatu perjalanan dan tidak sekali-kali kalian membelanjakan sesuatu, tidak sekali-kali kalian menempuh suatu lembah melainkan mereka selalu bersama kalian di dalamnya. Mereka (para sahabat) bertanya, “Bagaimanakah mereka dapat bersama kami padanya, wahai Rasulullah?” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: Ya, mereka tertahan oleh uzur.
Demikianlah menurut lafaz yang ada pada Imam Abu Daud.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik.
Yang dimaksud dengan pahala yang baik ialah surga dan pahala yang berlimpah. Di dalam ayat ini terkandung makna yang menunjukkan bahwa jihad itu bukanlah fardu ain, melainkan fardu kifayah.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar.
Kemudian Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memberitakan anugerah yang diberikan kepada mereka berupa tingkatan-tingkatan pahala di dalam gedung-gedung surga yang tinggi, semua dosa dan kesalahan diampuni, rahmat serta berkah Allah meliputi diri mereka, semua itu sebagai kebaikan dan kemurahan dari Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى buat mereka. Hal ini diungkapkan melalui ayat berikutnya.
Maksudnya, tidaklah sama orang yang berjihad di antara kaum Mukminin dengan mempersembahkan diri dan hartanya dengan orang yang tidak keluar berjihad dan tidak berjuang melawan musuh-musuh Allah جَلَّ جَلالُهُ, hal ini merupakan anjuran untuk keluar berjihad dan dorongan kepada hal tersebut, juga ancaman dari bermalas-malasan dan tidak ikut serta tanpa ada alasan yang benar, adapun orang-orang yang memiliki udzur seperti orang sakit, orang buta, pincang dan yang tidak memiliki apa pun untuk mempersiapkan dirinya berperang, maka mereka itu tidaklah termasuk dari orang-orang yang tidak ikut serta tanpa udzur, barang-siapa yang termasuk dalam kelompok itu namun ia ridha dengan ketidakhadirannya dan tidak berniat ikut berjihad di jalan Allah جَلَّ جَلالُهُ, sekiranya tidak ada penghalang dan tidak pula ia berbisik kepada dirinya untuk berjihad, maka sesungguhnya ia termasuk dalam kelompok orang yang tidak ikut serta tanpa udzur, dan barang-siapa yang bertekad untuk ikut berjihad di jalan Allah جَلَّ جَلالُهُ sekiranya tidak ada penghalang dan ia berharap serta berbisik kepada dirinya untuk ikut serta, maka ia termasuk dalam kelompok orang yang ikut berjihad, karena niat yang kuat apabila diikuti oleh kondisi yang memungkinkan, baik perkataan maupun perbuatan orang itu, akan diposisikan dalam posisi orang yang berbuat.
Kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ tegaskan tentang keutamaan orang-orang yang berjihad atas orang-orang yang tidak ikut serta berjihad dengan suatu derajat, yaitu kemuliaan, dan keutamaan tersebut adalah dalam bentuk global, kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ menegaskan hal tersebut dalam bentuk yang lebih rinci, menjanjikan ampunan bagi mereka yang datang dari Rabb mereka dan rahmat yang meliputi segala kebaikan dan perlindungan dari segala keburukan, dan derajat yang dirincikan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dengan hadits beliau yang kuat dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim (Shahih al-Bukhari, no. 2790 dan saya tidak mendapatkan hadits itu pada Muslim, wallahu a’lam),
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ مِائَةَ دَرَجَةٍ، مَا بَيْنَ كُلِّ دَرَجَتَيْنِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ، أَعَدَّهَا اللّٰهُ لِلْمُجَاهِدِيْنَ فِي سَبِيْلِهِ.
“Sesungguhnya dalam surga itu ada seratus derajat, jarak antara setiap dua derajat adalah seperti antara langit dan bumi, yang disiapkan oleh Allah جَلَّ جَلالُهُ untuk orang-orang yang berjihad di jalanNya.”
Ganjaran yang telah disiapkan oleh Allah جَلَّ جَلالُهُ tersebut untuk amal berjihad serupa dengan yang ada dalam surat ash-Shaf dalam FirmanNya,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى تِجَارَةٍ تُنْجِيكُمْ مِنْ عَذَابٍ أَلِيمٍ (10) تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (11) يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَيُدْخِلْكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ وَمَسَاكِنَ طَيِّبَةً فِي جَنَّاتِ عَدْنٍ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (12) وَأُخْرَى تُحِبُّونَهَا نَصْرٌ مِنَ اللَّهِ وَفَتْحٌ قَرِيبٌ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (13) يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا أَنْصَارَ اللَّهِ كَمَا قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيِّينَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ فَآمَنَتْ طَائِفَةٌ مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَكَفَرَتْ طَائِفَةٌ فَأَيَّدْنَا الَّذِينَ آمَنُوا عَلَى عَدُوِّهِمْ فَأَصْبَحُوا ظَاهِرِينَ (14)
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (Yaitu) kamu beriman kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah جَلَّ جَلالُهُ dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Niscaya Allah جَلَّ جَلالُهُ akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam Surga Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah جَلَّ جَلالُهُ dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman. Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah جَلَّ جَلالُهُ sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia, ‘Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah جَلَّ جَلالُهُ?’ Pengikut-pengikut yang setia itu berkata, ‘Kamilah penolong-penolong agama Allah جَلَّ جَلالُهُ!’ Lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.” (Ash-Shaf: 10-14).
Perhatikanlah betapa indahnya perpindahan dari suatu kondisi kepada kondisi yang lebih tinggi darinya, sesungguhnya hal itu merupakan peniadaan akan persamaan, yang pertama antara seorang mujahid dengan selainnya, kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ menegaskan keutamaan seorang mujahid atas seorang yang tidak ikut serta berperang dengan satu derajat, kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ berpindah kepada penyebutan akan keutamaannya dengan ampunan, rahmat, dan derajat. Perpindahan dari suatu kondisi kepada kondisi yang lebih tinggi ketika sedang mengutamakan dan memuji atau perpindahan dari suatu kondisi kepada kondisi yang lebih rendah darinya ketika sedang memberikan celaan dan hinaan adalah merupakan ungkapan yang paling indah dan paling menyentuh jiwa. Demikian pula apabila Allah جَلَّ جَلالُهُ mengutamakan sesuatu atas sesuatu yang lain, sementara setiap dari kedua hal tersebut memiliki keutamaan, maka Allah جَلَّ جَلالُهُ menjaganya dengan cara menyebut keutamaan yang mencakup bagi kedua perkara tersebut (untuk menjaga) agar tidak ada seorang pun mengira bahwa hal itu merupakan celaan terhadap hal yang tidak diutamakan (al-Mufadhdhal alaih), sebagaimana Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman di sini, وَكُلَا وَعَدَ اللَّهُ الْحُسْنَى “Kepada masing-masing mereka, Allah جَلَّ جَلالُهُ menjanjikan pahala yang baik (surga).”
Dan sebagaimana Allah جَلَّ جَلالُهُ juga berfirman,
فَفَهَّمْنَاهَا سُلَيْمَانَ وَكُلَا آتَيْنَا حُكْمًا وَعِلْمًا
“Maka Kami telah memberikan pengertian kepada Sulaiman tentang hukum (yang lebih tepat); dan kepada masing-masing mereka (Dawud dan Sulaiman) telah Kami berikan hikmah dan ilmu.” (Al-Anbiya`: 79).
Oleh karena itu, seyogyanya orang yang mencari keutamaan di antara beberapa orang, kelompok dan pekerjaan agar memahami poin ini. Demikian juga seandainya ia berbicara tentang pencelaan terhadap beberapa orang atau terhadap ucapan-ucapan, ia menyebutkan suatu hal yang menunjukkan adanya kesamaan saat pengutamaan sebagian mereka atas sebagian yang lain, agar tidak ada prasangka bahwa orang yang diutamakan itu telah memperoleh kesempurnaan, sebagaimana jika dikatakan bahwa orang-orang Nasrani lebih baik dari orang-orang Majusi, sebaiknya ia juga berkata bahwa setiap dari kedua pihak itu adalah orang-orang kafir. Pembunuhan itu lebih keji daripada perzinaan, namun setiap dari kedua hal buruk itu merupakan kemaksiatan yang besar yang diharamkan oleh Allah جَلَّ جَلالُهُ dan RasulNya.
Tatkala Allah جَلَّ جَلالُهُ menjanjikan orang-orang yang berjihad dengan ampunan dan rahmat yang datang dari dua nama Allah جَلَّ جَلالُهُ yang mulia yaitu Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, Allah جَلَّ جَلالُهُ menutup ayat ini dengan kedua NamaNya tersebut seraya berfirman, وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا “Dan Allah جَلَّ جَلالُهُ Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Tidaklah sama derajat yang diperoleh antara orang beriman yang duduk, yakni yang tidak turut berperang tanpa mempunyai uzur atau halangan, yakni alasan yang dibenarkan agama, dan orang yang berjihad menegakkan agama-Nya di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orangorang yang duduk, tidak ikut berperang tanpa halangan yang dibenarkan agama dengan kelebihan satu derajat. Kepada masing-masing dari dua kelompok tadi, Allah menjanjikan pahala yang baik berupa surga, dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad, baik dengan harta atau dengan jiwa saja atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, yaitu beberapa derajat yang didapatnya daripada-Nya, serta ampunan atas dosa-dosa mereka dan rahmat yang selalu tercurah kepada mereka. Allah maha pengampun atas dosa-dosa mereka, maha penyayang dengan curahan rahmat-Nya kepada merekatidaklah sama derajat yang diperoleh antara orang beriman yang duduk, yakni yang tidak turut berperang tanpa mempunyai uzur atau halangan, yakni alasan yang dibenarkan agama, dan orang yang berjihad menegakkan agama-Nya di jalan Allah dengan harta dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orangorang yang duduk, tidak ikut berperang tanpa halangan yang dibenarkan agama dengan kelebihan satu derajat. Kepada masing-masing dari dua kelompok tadi, Allah menjanjikan pahala yang baik berupa surga, dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad, baik dengan harta atau dengan jiwa saja atas orang yang duduk dengan pahala yang besar, yaitu beberapa derajat yang didapatnya daripada-Nya, serta ampunan atas dosa-dosa mereka dan rahmat yang selalu tercurah kepada mereka. Allah maha pengampun atas dosa-dosa mereka, maha penyayang dengan curahan rahmat-Nya kepada mereka.
An-Nisa Ayat 95 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Nisa Ayat 95, Makna An-Nisa Ayat 95, Terjemahan Tafsir An-Nisa Ayat 95, An-Nisa Ayat 95 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Nisa Ayat 95
Tafsir Surat An-Nisa Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)