{3} Ali ‘Imran / آل عمران | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | المائدة / Al-Maidah {5} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nisa النساء (Wanita) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 4 Tafsir ayat Ke 116.
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا ﴿١١٦﴾
innallāha lā yagfiru ay yusyraka bihī wa yagfiru mā dụna żālika limay yasyā`, wa may yusyrik billāhi fa qad ḍalla ḍalālam ba’īdā
QS. An-Nisa [4] : 116
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu), dan Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sungguh, dia telah tersesat jauh sekali.
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni siapa yang mempersekutukan-Nya, dan mengampuni dosa-dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya. Barangsiapa mengangkat sekutu dari makhluk bagi Allah yang Maha Esa, maka dia telah jauh dari kebenaran sejauh-jauhnya.
Dalam pembahasan yang lalu telah kami ketengahkan makna ayat yang mulia ini, yaitu firman-Nya:
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari syirik itu., hingga akhir ayat.
Telah kami sebutkan pula hadis-hadis yang berkaitan dengan ayat ini pada permulaan surat (yakni surat An-Nisa).
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.
Yakni sesungguhnya dia telah menempuh jalan selain jalan yang benar, dan telah tersesat dari jalan hidayah, jauh dari kebenaran. Ini berarti dia membinasakan dirinya sendiri, merugi di dunia dan akhirat, terlewatkan olehnya kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Ancaman ini yang menjadi akibat dari pertentangan dan perselisihan terhadap kaum Mukminin memiliki tingkatan-tingkatan yang tidak ada yang dapat menghitungnya kecuali Allah جَلَّ جَلالُهُ semata, yang sesuai dengan pelaku dosa, baik kecil maupun besar, di antaranya ada yang menyebabkan kekekalan dalam neraka dan mengakibatkan segala kehinaan, dan ada juga yang tidak seperti itu, dan kira-kira ayat yang kedua ini adalah sebagai perincian dari ayat yang mutlak tersebut, yaitu bahwa kesyirikan itu tidaklah akan diampuni oleh Allah جَلَّ جَلالُهُ, karena mengandung pelecehan terhadap Rabb semesta alam dan juga terhadap keesaanNya, penyamaan antara makhluk yang sama sekali tidak memiliki manfaat dan mudharat bagi dirinya dengan Dzat yang memiliki manfaat dan mudharat, di mana tidak ada kenikmatan sedikit pun kecuali dariNya, dan tidak menolak keburukan kecuali diriNya, yang memiliki kesempurnaan mutlak dari segala sisinya, dan Mahakaya dengan segala bentuknya, maka di antara hal yang paling besar kezhalimannya dan paling jauh kesesatannya adalah tidak ikhlasnya ibadah untuk Dzat yang memiliki kondisi dan keagungan seperti itu, dan mengarahkan ibadah itu kepada makhluk yang tidak memiliki sifat kesempurnaan sedikit pun dan tidak memiliki sifat kekayaan sedikit pun bahkan yang tidak memiliki apa pun kecuali ketiadaan, tidak ada wujudnya, tidak ada kesempurnaannya, dan tidak ada kekayaannya, serta hanya memiliki kefakiran dari segala sisinya. Sedangkan kesalahan dan dosa selain syirik, maka ia terletak di bawah kehendak Allah جَلَّ جَلالُهُ, bila Dia menghendaki, Dia akan mengampuninya dengan rahmat dan hikmahNya, dan bila Dia menghendaki, Dia akan menyiksa dan menghukumnya dengan keadilan dan hikmahNya.
Ayat yang mulia ini telah dijadikan dalil bahwa ijma’ umat adalah hujjah, dan bahwa ijma’ itu adalah ma’shum, (terjaga) dari kesalahan. Yang demikian itu karena Allah جَلَّ جَلالُهُ telah mengancam orang yang menyelisihi jalan kaum Mukminin dengan kehinaan dan api neraka, jalan kaum Mukminin ini adalah sebuah kata tunggal yang bersandar, meliputi segala perkara yang ada pada kaum Mukminin, baik akidah maupun perbuatan, lalu bila mereka telah sepakat atas wajibnya suatu perkara atau menganjurkannya atau mengharamkannya atau memakruhkannya atau membolehkannya, maka inilah jalan mereka, dan barangsiapa yang menyelisihi mereka pada suatu hal dari itu semua setelah terjadinya ijma’ mereka atas hal tersebut, maka sesungguhnya ia telah mengikuti selain jalan mereka.
Dan Firman Allah جَلَّ جَلالُهُ yang menunjukkan akan hal tersebut adalah,
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar.” (Ali Imran: 110).
Konteks dalil dari ayat ini adalah bahwa Allah جَلَّ جَلالُهُ mengabarkan bahwa kaum Mukminin dari umat ini tidaklah menyuruh kecuali kepada yang ma’ruf, dan bila mereka telah sepakat atas wajibnya suatu perkara atau sunnahnya, maka perkara tersebut di antara hal yang mereka perintahkan, sehingga wajiblah dengan nash ayat ini bahwa perkara itu menjadi ma’ruf, dan tidak ada hal lagi selain dari yang ma’ruf itu kecuali yang mungkar, demikian juga bila mereka telah sepakat atas larangan dari suatu perkara, maka perkara itu adalah di antara hal yang mereka larang, dan tidaklah hal itu kecuali suatu yang mungkar.
Seperti yang demikian itu juga Firman Allah جَلَّ جَلالُهُ yang lain,
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia.” (Al-Baqarah: 143).
Allah جَلَّ جَلالُهُ mengabarkan bahwa umat ini telah Dia jadikan sebagai umat yang pertengahan, artinya adil dan pilihan, agar mereka menjadi saksi atas (perbuatan) manusia, maksudnya (menjadi saksi) dalam segala perkara, bila mereka telah bersaksi atas suatu hukum bahwa Allah جَلَّ جَلالُهُ memerintahkannya atau melarang darinya atau membolehkannya, sesungguhnya kesaksian mereka itu adalah ma’shum, karena mereka mengetahui apa yang mereka persaksikan dan berlaku adil dalam hal tersebut, sekiranya saja perkara ini berbeda dengan yang demikian itu, maka mereka tidaklah akan menjadi orang-orang yang adil dalam persaksian mereka dan tidak pula mereka mengetahuinya.
Contoh yang sama juga dalam Firman Allah جَلَّ جَلالُهُ,
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
“Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ (al-Qur`an) dan Rasul (sunnahnya).” (An-Nisa`: 59).
Dari ayat ini dapat dipahami bahwasanya perkara yang tidak mereka perselisihkan akan tetapi mereka sepakati, maka tidaklah mereka diperintahkan untuk mengembalikannya kepada al-Qur`an dan as-Sunnah, yang demikian itu tidaklah terjadi kecuali karena perkara tersebut sesuai dengan al-Qur`an dan as-Sunnah dan tidak menyelisihi keduanya.
Dalil-dalil ini dan yang semacamnya menunjukkan keyakinan bahwa ijma’ umat ini adalah suatu hujjah yang kuat, karena itulah Allah جَلَّ جَلالُهُ menjelaskan jeleknya kesesatan kaum musyrikin dalam FirmanNya,
Syirik adalah perbuatan dosa yang paling besar. Karena itu, sesungguhnya Allah yang maha esa tidak akan mengampuni dosa syirik yakni mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun tanpa bertobat sebelum ia mati, dan dia mengampuni dosa yang dilakukan selain syirik itu, baik dosa besar maupun kecil, baik yang bersangkutan memohon ampun atau tidak, bagi siapa yang dia kehendaki berdasarkan kebijakannya. Dan barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka sungguh, dia telah tersesat jauh sekali sehingga sulit baginya untuk menemukan jalan kembali kepada kebenaran (lihat: surah an-nisa’/4: 48, 116; dan surah luqma’n/31: 13). Ayat yang lalu menjelaskan dosa perbuatan syirik dan kesesatan yang sangat jauh yang dialami oleh mereka musyrik, sedangkan pada ayat ini Allah menjelaskan beberapa bentuk perbuatan syirik itu. Yang mereka sembah selain Allah itu tidak lain hanyalah ina’Å¡, yaitu berhala-berhala, yang mereka buat dengan tangan mereka sendiri. Berhala-berhala itu disebut ina’Å¡, yang berasal dari kata anaÅ¡a yang serupa dengan huruf-huruf yang membentuk kata waÅ¡ana, karena mengandung makna kelemahan, keterpisahan, banyak, dan karena diyakini bahwa berhala-berhala itu adalah anak-anak perempuan. Dan oleh sebab itu, mereka tidak lain hanyalah menyembah setan yang durhaka, karena setanlah yang membawa dan mengantarkan mereka untuk melakukan perbuatan syirik itu.
An-Nisa Ayat 116 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Nisa Ayat 116, Makna An-Nisa Ayat 116, Terjemahan Tafsir An-Nisa Ayat 116, An-Nisa Ayat 116 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Nisa Ayat 116
Tafsir Surat An-Nisa Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)