{3} Ali ‘Imran / آل عمران | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | المائدة / Al-Maidah {5} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nisa النساء (Wanita) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 4 Tafsir ayat Ke 127.
وَيَسْتَفْتُونَكَ فِي النِّسَاءِ ۖ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِيهِنَّ وَمَا يُتْلَىٰ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ فِي يَتَامَى النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا تُؤْتُونَهُنَّ مَا كُتِبَ لَهُنَّ وَتَرْغَبُونَ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْوِلْدَانِ وَأَنْ تَقُومُوا لِلْيَتَامَىٰ بِالْقِسْطِ ۚ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِهِ عَلِيمًا ﴿١٢٧﴾
wa yastaftụnaka fin-nisā`, qulillāhu yuftīkum fīhinna wa mā yutlā ‘alaikum fil-kitābi fī yatāman-nisā`illātī lā tu`tụnahunna mā kutiba lahunna wa targabụna an tangkiḥụhunna wal-mustaḍ’afīna minal-wildāni wa an taqụmụ lil-yatāmā bil-qisṭ, wa mā taf’alụ min khairin fa innallāha kāna bihī ‘alīmā
QS. An-Nisa [4] : 127
Dan mereka meminta fatwa kepadamu tentang perempuan. Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepadamu dalam Al-Qur’an (juga memfatwakan) tentang para perempuan yatim yang tidak kamu berikan sesuatu (maskawin) yang ditetapkan untuk mereka, sedang kamu ingin menikahi mereka dan (tentang) anak-anak yang masih dipandang lemah. Dan (Allah menyuruh kamu) agar mengurus anak-anak yatim secara adil. Dan kebajikan apa pun yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.”
Orang-orang meminta kepadamu wahai Nabi agar kamu menjelaskan perkara-perkara dan hukum-hukum tentang wanita yang sulit untuk mereka pahami. Katakanlah, Allah yang akan menjelaskan perkara mereka kepada kalian. Apa yang dibacakan kepada kalian dalam al-Kitab tentang anak-anak yatim wanita yang tidak kalian beri mahar dan warisan yang telah Allah tetapkan untuk mereka dan hak-ahak mereka lainnya, sedangkan kalian berhasrat untuk menikahi mereka atau tidak berhasrat. Dan Allah menjelaskan kepada kalian perkara anak-anak kecil yang lemah, kewajiban menunaikan tanggung jawab kepada anak-anak yatim, yaitu anak-anak yang ditinggal wafat oleh bapak mereka saat mereka belum berusia baligh dengan adil dan tidak menzalimi hak-hak mereka. Kebaikan apa pun yang kalian lakukan maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, tidak ada sesuatu pun kebaikan maupun kejahatan yang samar bagi Allah.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah r.a. sehubungan dengan firman-Nya: Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepada kalian tentang mereka.” (An Nisaa:127) sampai dengan firman-Nya: sedangkan kalian ingin mengawini mereka. (An Nisaa:127), Maka Siti Aisyah mengatakan, “Hal ini menyangkut seorang Lelaki yang memelihara anak yatim perempuan, sedangkan dia sebagai wali dan ahli warisnya sekaligus. Karena itu, si anak yatim berserikat dengannya dalam harta benda sampai dalam pokoknya. Maka ia berminat untuk mengawininya dan tidak suka bila si anak yatim dikawin oleh lelaki lain yang akibatnya lelaki lain itu akan ikut berserikat dengannya dalam harta bendanya, lalu ia bersikap mempersulit anak yatim itu. Maka turunlah ayat ini.”
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Kuraib dan Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, keduanya dari Abu Usamah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa ia pernah belajar kepada Muhammad ibnu Abdullah ibnul Hakam yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Yunus, dari Ibnu Syihab, telah menceritakan kepadaku Urwah ibnuz Zubair yang mengatakan bahwa Siti Aisyah mengatakan, “Orang-orang meminta fatwa kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengenai masalah yang menyangkut mereka. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Dan mereka minta fatwa kepadamu tentang para wanita. Kata-kanlah, ‘Allah memberi fatwa kepada kalian tentang mereka, dan apa yang dibacakan kepada kalian dalam Al-Qur’an (juga memfatwakan)’ (An Nisaa:127), hingga akhir ayat.” Siti Aisyah mengatakan, “Yang dimaksud dengan apa yang disebutkan oleh Allah di dalam Al-Qur’an ialah ayat yang ada pada permulaan surat, yaitu firman-Nya: ‘Dan jika kalian takut tidak akan dapat berbuat adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kalian mengawini-nya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kalian senangi’ (An Nisaa:3).”
Menurut sanad yang sama —juga dari Siti Aisyah r.a.— disebutkan bahwa yang dimaksud dengan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: sedangkan kalian ingin mengawini mereka. (An Nisaa:127) ialah keinginan seseorang di antara kalian untuk mengawini anak yatim perempuan yang ada di dalam pemeliharaannya, sekalipun anak yatim itu sedikit hartanya dan tidak cantik. Dengan ayat ini mereka dilarang mengawini anak yatim perempuan yang mereka sukai karena hartanya dan karena kecantikannya, kecuali melalui jalan yang adil, sebagai bukti dari rasa cinta mereka kepada anak-anak yatim perempuan itu.
Asal riwayat ini disebut di dalam kitab Sahihain melalui jalur Yunus ibnu Yazid Al-Aili.
Makna yang dimaksud ialah bila seorang lelaki mempunyai seorang anak yatim perempuan yang ada dalam pemeliharaannya lagi halal ia kawini, dan adakalanya ia menyukai untuk mengawininya, maka Allah memerintahkan kepadanya agar memberinya mahar yang semisal dengan wanita lainnya. Jika ia tidak mampu melakukan hal tersebut, hendaklah ia mengurungkan niatnya dan kawin dengan wanita lain yang dalam hal ini Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memberikan keleluasaan bagi-nya. Pengertian inilah yang tersimpul dari ayat permulaan (yakni An-Nisa ayat 3).
Adakalanya ia tidak mempunyai keinginan untuk mengawininya, misalnya karena rupanya yang tidak cantik menurutnya atau memang sejak semula dia tidak mempunyai hasrat kepadanya. Maka melalui ayat ini Allah melarangnya bersikap mempersulit si anak yatim untuk kawin dengan lelaki lain karena dorongan rasa khawatir bila hartanya yang merupakan milik bersama antara dia dan si anak yatim dimasuki oleh orang yang ketiga, yaitu suami dari anak yatim itu.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya yang mengatakan, “Yataman nisa'” (anak-anak perempuan yatim), disebut di dalam surat An-Nisa ayat 127, hingga akhir ayat.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa seseorang lelaki di zaman Jahiliah, bila ia mempunyai anak yatim perempuan yang ada di dalam pemeliharaannya, lalu ia melemparkan kain kepadanya, berarti tidak ada seorang lelaki pun yang mampu mengawininya untuk selamanya. Jika anak yatim tersebut cantik, lalu ia menyukainya, maka ia mengawininya dan memakan hartanya. Jika si anak yatim tidak cantik, maka ia melarangnya kawin dengan lelaki lain hingga mati. Apabila si anak yatim mati, maka ia mewarisi hartanya. Tradisi seperti ini dilarang oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan diharamkan.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan tentang anak-anak yang masih dipandang lemah.
Dahulu di masa Jahiliah mereka tidak memberikan warisan kepada anak-anak, tidak pula kepada anak-anak perempuan. Seperti yang tersirat di dalam makna firman-Nya:
yang kalian tidak memberikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka.
Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى melarang hal tersebut, dan menjelaskan bagi masing-masing orang bagiannya tersendiri (dari harta warisan). Untuk itu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan.
baik ia masih kecil ataupun sudah dewasa, semuanya beroleh warisan dengan ketentuan ini.
Hal yang sama dikatakan oleh Sa’id ibnu Jubair dan lain-lainnya.
Sa’id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan (Allah menyuruh) supaya kalian mengurus anak-anak yatim secara adil. (An Nisaa:127), Dengan kata lain, sebagaimana bila anak yatim itu cantik lagi berharta, lalu ia mengawininya dan memperhatikan kemaslahatannya, demikian pula bila si anak yatim tidak cantik dan tidak berharta, maka ia harus mengawininya dan memperhatikan kemaslahatannya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan kebajikan apa saja yang kalian kerjakan, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahuinya.
Makna ayat ini menggugah mereka untuk mengerjakan kebaikan dan mengerjakan hal-hal yang diperintahkan, karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى mengetahui semuanya dan kelak Dia akan memberikan balasan pahalanya dengan balasan yang berlimpah lagi sempurna.
Al-Istifta` adalah permintaan fatwa dari seorang penanya kepada seorang alim untuk menjelaskan suatu hukum syariat dalam hal yang ditanyakan tersebut, Allah جَلَّ جَلالُهُ mengabarkan tentang kaum Mukminin yang meminta fatwa dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tentang hukum wanita yang berkaitan dengan mereka, namun Allah جَلَّ جَلالُهُ sendiri yang mengambil alih untuk menjawab pertanyaan mereka tersebut, seraya berfirman, قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِيهِنَّ “Katakanlah, ‘Allah جَلَّ جَلالُهُ memberi fatwa kepadamu tentang mereka’,” maka kerjakanlah pada seluruh aspek kehidupan wanita dengan apa yang telah Allah جَلَّ جَلالُهُ tetapkan buat kalian dari hukum tersebut berupa pemenuhan hak-hak mereka dan tidak menzhalimi mereka secara umum maupun khusus, hal ini adalah suatu perintah yang bersifat umum yang mencakup seluruh hal yang disyariatkan oleh Allah جَلَّ جَلالُهُ melalui perintah maupun larangan pada hak-hak wanita sebagai istri maupun tidak, baik kecil maupun besar, kemudian setelah mengumumkan hal itu, Allah جَلَّ جَلالُهُ mengkhususkan wasiat terhadap orang-orang yang lemah dari anak-anak yatim sebagai bentuk perhatian kepada mereka dan ancaman agar jangan sampai lalai dalam memenuhi hak-hak mereka, Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, وَمَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ فِي يَتَامَى النِّسَاءِ “Dan apa yang dibacakan kepadamu dalam al-Qur`an (juga memfatwakan) tentang para wanita yatim” maksudnya, Allah جَلَّ جَلالُهُ memberi fatwa juga dengan apa yang dibacakan kepada kalian dalam kitab tentang wanita-wanita yang yatim, اللَّاتِي لَا تُؤْتُونَهُنَّ “yang tidak kamu berikan kepada mereka apa yang ditetapkan untuk mereka,” hal ini adalah sebuah kabar tentang kondisi riil yang terjadi pada saat itu, sesungguhnya seorang wanita yatim bila berada dalam kekuasaan seorang laki-laki, ia merugikan hak-hak yatim tersebut dan menzhaliminya dengan memakan harta miliknya atau sebagiannya, atau melarangnya menikah agar ia dapat memanfaatkan hartanya karena khawatir hartanya itu akan diambil darinya bila ia menikahkan wanita yatim tersebut, atau ia mengambil dari suami yang dinikahi oleh wanita yatim itu suatu syarat atau hal lainnya, yang demikian itu bila ia tidak menyukainya, atau ia menyukainya (kemudian menikahinya) karena ia seorang wanita yang cantik dan berharta namun ia tidak adil dalam memberi mahar kepadanya, akan tetapi ia memberikan mahar kurang dari yang seharusnya, semua kondisi itu adalah kezhaliman yang termasuk dalam ayat ini, karena itulah Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, وَتَرْغَبُونَ أَنْ تَنْكِحُوهُنَّ “Sedang kamu ingin mengawini mereka” maksudnya, kalian tidak suka menikahi mereka atau kalian ingin menikahi mereka sebagaimana yang telah kami sebutkan dalam contoh.
وَالْمُسْتَضْعَفِينَ مِنَ الْوِلْدَانِ “Dan orang-orang yang lemah berupa anak-anak,” maksudnya, Allah جَلَّ جَلالُهُ juga memberi fatwa kepada kalian agar mengurusi orang-orang yang lemah berupa anak-anak yang masih belia agar kalian memberikan hak-hak mereka kepada mereka berupa harta warisan ataupun lainnya, dan janganlah kalian menguasai harta mereka dalam bentuk kezhaliman dan kesewenang-wenangan, وَأَنْ تَقُومُوا لِلْيَتَامَى بِالْقِسْطِ “dan agar kalian mengurus anak-anak yatim dengan adil,” yaitu dengan keadilan yang penuh, termasuk mengurus mereka dengan mengharuskan mereka untuk melaksanakan perintah Allah جَلَّ جَلالُهُ dan apa yang diwajibkan atas hamba-hambaNya. Dengan demikian, para wali bertanggung jawab akan hal tersebut dengan mewajibkan mereka melaksanakan apa-apa yang diwajibkan oleh Allah جَلَّ جَلالُهُ, termasuk juga dalam hal ini adalah mengurus mereka dalam rangka kemaslahatan dunia mereka dengan cara menginvestasikan harta mereka dan mengambil bagian keuntungan darinya untuk mereka, dan agar para wali itu tidak mengambilnya kecuali dengan yang patut, demikian juga para wali tidak boleh melakukan pendekatan kepada teman-teman mereka atau selainnya agar mau menikah atau selainnya dengan maksud untuk menghabiskan hak-hak mereka, dan semua ini merupakan rahmat Allah جَلَّ جَلالُهُ atas hamba-hambaNya, di mana Allah جَلَّ جَلالُهُ telah menganjurkan dengan sangat agar berusaha mencarikan kemaslahatan bagi orang yang tidak mampu melakukan itu untuk dirinya sendiri, baik karena kelemahannya atau karena kematian ayahnya.
Kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ menganjurkan agar berbuat baik secara umum dalam FirmanNya, وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ “Dan kebajikan apa saja yang kamu kerjakan” untuk anak-anak yatim atau selain mereka, baik itu berupa kebaikan yang sekunder ataupun yang primer,فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِهِ عَلِيمًا “maka sesungguhnya Allah جَلَّ جَلالُهُ Maha Mengetahuinya,” maksudnya, ilmu Allah جَلَّ جَلالُهُ telah meliputi perbuatan orang-orang yang berbuat kebaikan, sedikit maupun banyak, baik ataupun sebaliknya, kemudian Allah جَلَّ جَلالُهُ akan membalas setiap orang sesuai dengan amal perbuatannya.
Dan mereka meminta fatwa, yaitu penjelasan hukum, kepadamu, wahai Muhammad, tentang berbagai persoalan hukum yang terkait dengan perempuan-perempuan, seperti hak dan kewajiban mereka sebagai istri. Katakanlah, wahai Muhammad, bukan aku yang memberi fatwa, tetapi Allah memberi fatwa kepada kamu tentang mereka, dan juga apa yang dibacakan kepadamu dalam al-kitab, yaitu Al-Qur’an, memfatwakan tentang para perempuan yatim yang tidak kamu berikan sesuatu yang ditetapkan untuk mereka, seperti mahar yang wajar bagi mereka dan harta warisan yang merupakan hak mereka, sedang kamu ingin menikahi mereka karena kecantikan dan kekayaan mereka, dan kamu tidak membayar mahar-mahar mereka dengan sempurna dan Allah memberi fatwa pula kepadamu tentang anak-anak yang masih dipandang lemah untuk diberikan hak-hak mereka. Dan Allah menyuruh kamu agar mengurus anak-anak yatim secara adil dalam soal harta waris dan mahar mereka. Dan kebajikan apa pun yang kamu kerjakan, termasuk sikap adil kamu dalam memberikan hak-hak mereka, sesungguhnya Allah selamanya, sejak dahulu hinga sekarang dan akan datang, maha mengetahui. Dan jika seorang perempuan, yaitu istri, khawatir suaminya akan melakukan nusyuz (lihat surah an-nisa’/4: 34), yaitu sikap kebencian suami terhadap dirinya, aki-bat sikapnya yang buruk, usianya yang lebih tua dari suaminya, atau karena suami menginginkan perempuan lain yang lebih muda dan lebih cantik daripadanya yang mengakibatkan suami meninggalkan kewajibannya selaku suami, tidak memberikan nafkah lahir dan batin, melakukan tindakan kekerasan, dan tindakan-tindakan lainnya yang dapat mengancam keselamatan dirinya, atau khawatir suaminya bersikap tidak acuh dan berpaling dari dirinya, bahkan meninggalkannya yang dapat menyebabkan ikatan perkawinannya terancam putus, maka untuk mengatasi dan menyelesaikan persoalan tersebut keduanya dapat mengadakan musyawarah untuk mencapai perdamaian dan kesepakatan yang sebenarnya, seperti dengan cara mengurangi sebahagian dari hak-hak istri, seperti nafkah, pakaian, dan lainnya dengan harapan suami dapat kembali kepadanya. Kesepakatan dan perdamaian yang diusahakan, itu lebih baik bagi keduanya daripada perceraian, walaupun pada hakikatnya manusia itu, baik suami maupun istri, menurut tabiatnya sama-sama kikir, yaitu bahwa istri hampir hampir tidak mau menerima pengurangan hak-haknya atas nafkah lahir dan batin, dan sementara suami hampir-hampir tidak mau lagi berbagi atau kembali kepada istrinya, apalagi kalau suami sudah mencintai dan menginginkan wanita lain. Dan jika kamu bersikap baik dan memperbaiki pergaulan de-ngan istrimu dan memelihara dirimu dari nusyuz, sikap acuh tak acuh, dan sikap-sikap lain yang menimbulkan dosa, maka sungguh, Allah ma-hateliti dan maha mengetahui terhadap apa yang kamu kerjakan dan memberimu balasan yang lebih baik.
An-Nisa Ayat 127 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Nisa Ayat 127, Makna An-Nisa Ayat 127, Terjemahan Tafsir An-Nisa Ayat 127, An-Nisa Ayat 127 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Nisa Ayat 127
Tafsir Surat An-Nisa Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)