{3} Ali ‘Imran / آل عمران | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | المائدة / Al-Maidah {5} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nisa النساء (Wanita) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 4 Tafsir ayat Ke 148.
۞ لَا يُحِبُّ اللَّهُ الْجَهْرَ بِالسُّوءِ مِنَ الْقَوْلِ إِلَّا مَنْ ظُلِمَ ۚ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا ﴿١٤٨﴾
lā yuḥibbullāhul-jahra bis-sū`i minal-qauli illā man ẓulim, wa kānallāhu samī’an ‘alīmā
QS. An-Nisa [4] : 148
Allah tidak menyukai perkataan buruk, (yang diucapkan) secara terus terang kecuali oleh orang yang dizalimi. Dan Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui.
Allah tidak menyukai seseorang mengucapkan kata-kata buruk dengan terang-terangan. Akan tetapi orang yang dianiaya boleh mengungkapkan keburukan orang yang menzaliminya untuk menjelaskan kezalimannya. Allah Maha Mendengar apa yang kalian ucapkan secara terbuka dan apa yang kalian sembunyikan darinya.
Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa Allah tidak menyukai bila seseorang mendoakan kecelakaan terhadap orang lain, kecuali jika ia dianiaya olehnya. Maka saat itu Allah memberikan rukhsah kepadanya untuk mendoakan kecelakaan terhadap orang yang berbuat aniaya terhadapnya. Hal ini disebutkan melalui firman-Nya:
…kecuali oleh orang yang dianiaya.
Akan tetapi, jika si teraniaya bersikap sabar dan tidak mendoakan kecelakaan terhadap orang yang berbuat aniaya kepadanya, maka hal ini lebih baik baginya.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Mu’az, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Habib, dari Ata, dari Siti Aisyah yang menceritakan bahwa pernah ada yang mencuri barang miliknya, lalu ia mendoakan kecelakaan terhadap pelakunya. Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Janganlah kamu mendoakan kecelakaan terhadapnya.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, “Janganlah seseorang mendoakan kecelakaan terhadap orang yang berbuat aniaya, tetapi hendaklah ia mengucapkan dalam doanya seperti ini: ‘Ya Allah, tolonglah daku terhadapnya dan kembalikanlah hak milikku darinya”.”
Menurut riwayat yang lain yang bersumber darinya (Al-Hasan Al-Basri), Allah memberikan kemurahan (rukhsah) kepada seseorang yang mendoakan kecelakaan bagi orang yang telah berbuat aniaya kepadanya, tanpa membalasnya.
Abdul Karim ibnu Malik Al-Jazari mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, “Makna yang dimaksud berkenaan dengan seorang lelaki yang mencacimu, lalu kamu balas mencacinya. Tetapi jika seseorang berbuat kedustaan terhadapmu, janganlah kamu balas ia dengan berbuat kedustaan terhadapnya. Karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman:
‘Dan sesungguhnya orang-orang yang membela diri sesudah teraniaya, tidak ada suatu dosa pun atas mereka’ (Asy Syuura:41).”
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Qa’nabi, telah menceritakan kepada kami Abdid Aziz ibnu Muhammad, dari Al-Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Dua orang yang saling mencaci menanggung apa yang diucapkan oleh keduanya, tetapi dosanya ditanggung oleh orang yang memulai di antara keduanya, selagi pihak yang teraniaya tidak melampaui batas.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna ibnus Sabbah, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya:
Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya.
Makna yang dimaksud ialah misalnya seorang lelaki bertamu kepada seseorang, lalu pemilik rumah tidak menjamunya dengan baik. Setelah keluar, si lelaki mengatakan, “Dia menyambutku dengan buruk dan tidak menjamuku dengan baik.” Mujahid mengatakan bahwa sikap yang demikian itu termasuk ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang, kecuali oleh orang yang dianiaya sehingga dia menjamu tamunya dengan baik.
Ibnu Ishaq mengatakan, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya:
Allah tidak menyukai ucapan buruk (yang diucapkan) dengan terus terang kecuali oleh orang yang dianiaya.
Mujahid mengatakan, bahwa makna yang dimaksud ialah seorang laki-laki turun istirahat (bertamu) kepada seseorang, lalu pemilik rumah tidak menjamunya dengan baik. Setelah keluar, si laki-laki mengatakan, “Dia menjamuku dengan buruk dan tidak menjamu dengan baik.”
Menurut riwayat yang lain, makna yang dimaksud berkenaan dengan seorang tamu yang memindahkan rahl (barang-barang bawaan)nya. Sesungguhnya hal tersebut sama dengan mengatakan ucapan buruk terhadap temannya. Hal yang sama diriwayatkan oleh bukan hanya seorang ulama dari Mujahid dengan makna yang semisal.
Jamaah meriwayatkan selain Imam Nasai dan Imam Turmuzi melalui jalur Al-Lais ibnu Sa’d, sedangkan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Luhai’ah, keduanya dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Abul Khair Marsad ibnu Abdullah, dari Uqbah ibnu Amir yang menceritakan bahwa kami (para sahabat) pernah bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau sering mengutus kami, lalu kami menginap di kalangan suatu kaum, tetapi mereka tidak menjamu kami. Bagaimanakah menurut pendapatmu dengan masalah ini?”
Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab:
Apabila kalian turun istirahat pada suatu kaum dan mereka menyuguhkan kepada kalian jamuan yang selayaknya bagi tamu, maka terimalah jamuan mereka itu. Dan jika mereka tidak melakukannya, maka ambillah dari mereka hak tamu yang selayaknya dilakukan oleh mereka.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, bahwa ia pernah mendengar Abul Judi menceritakan sebuah hadis dari Sa’id ibnul Muhajir, dari Al-Miqdam ibnu Abu Karimah, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Manakala seorang muslim kedatangan suatu kaum sebagai tamunya, dan pada pagi harinya tamunya itu dalam keadaan mahrum (tidak diberi jamuan apa pun), maka sudah seharusnya bagi setiap muslim membela dirinya sehingga ia dapat mengambil jamuan malamnya dari kebun dan harta milik orang muslim tersebut.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid bila ditinjau dari segi ini.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Sa’id, dari Syu’bah, dari Mansur, dari Asy-Sya’bi, dari Al-Miqdam ibnu Abu Karimah yang mendengar bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Jamuan malam bagi tamu adalah wajib atas setiap orang muslim, dan jika si tamu dalam keadaan lapar di halaman rumahnya pada pagi harinya, maka hal itu merupakan utang bagi pemilik rumah. Jika si tamu menginginkan jamuan, ia boleh menagihnya, boleh pula meninggalkannya.
Kemudian Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Gundar, dari Syu’bah, juga dari Ziyad ibnu Abdullah Al-Bukai’, dari Waki’ dan Abu Na’im, dari Sufyan As-Sauri, ketiga-tiganya dari Mansur dengan lafaz yang sama.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud melalui hadis Abu Uwwanah, dari Mansur dengan lafaz yang sama.
Dari pengertian hadis-hadis di atas dan yang semisal dengannya, Imam Ahmad dan lain-lainnya berpendapat bahwa menjamu tamu itu hukumnya wajib.
Termasuk ke dalam bab ini sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar:
telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Safwan ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ajlan, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, lalu bertanya, “Sesungguhnya aku mempunyai seorang tetangga yang selalu menyakiti diriku.” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda kepadanya: Keluarkanlah semua barang milikmu dan letakkanlah di tengah jalan. Kemudian lelaki itu mengambil semua barang miliknya, lalu ia lemparkan ke jalan. Maka setiap orang yang lewat bertanya, “Mengapa kamu ini?” Ia menjawab, “Tetanggaku selalu menyakitiku.” Orang tersebut mengucapkan, “Ya Allah, laknatilah dia. Ya Allah, hinakanlah dia.” Akhirnya tetangganya itu berkata, “Kembalilah ke rumahmu. Demi Allah, aku tidak akan menyakitimu lagi untuk selamanya.”
Imam Abu Daud meriwayatkannya di dalam Kitabul Adab, dari Abu Taubah Ar-Rabi’, dari Nafi’, dari Sulaiman ibnu Hayyan (yaitu Abul Ahmar), dari Muhammad ibnu Ajlan dengan lafaz yang sama.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan, ”Kami belum pernah mengetahui dia meriwayatkan hadis dari Abu Hurairah kecuali dalam sanad ini.”
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Juhaifah dan Wahb ibnu Abdullah, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Dan Yusuf ibnu Abdullah ibnu Salam, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Tafsir Ayat:
Allah جَلَّ جَلالُهُ mengabarkan bahwa Dia tidak menyukai perkataan buruk yang diucapkan dengan terang-terangan, artinya, Allah membencinya, melaknatnya, dan menyiapkan hukuman atasnya. Termasuk di dalamnya adalah seluruh perkataan yang buruk yang menjelekkan dan menyedihkan, seperti celaan, tuduhan, umpatan, dan semacamnya. Semua itu adalah di antara hal-hal yang dilarang yang sangat dibenci oleh Allah.
Pemahaman terbalik dari ayat ini adalah bahwa Allah menyukai perkataan yang baik, seperti dzikir dan perkataan yang baik lagi lembut. Dan FirmanNya, إِلا مَنْ ظُلِمَ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا عَلِيمًا “Kecuali oleh orang yang dianiaya,” maksudnya, ia boleh mendoakan keburukan atas orang yang menzhaliminya, ia mengadukan kezhalimannya, dan terang-terangan menyampaikan perkataan jelek kepada orang yang me-lantangkan perkataan jelek kepadanya tanpa ia berdusta atasnya, dan tidak pula melebihi dari kezhaliman yang dirasakannya, dan tidak pula melebihi celaannya itu kepada selain orang yang telah menzhaliminya. Namun demikian, tindakannya untuk memaafkan dan tidak membalasnya adalah lebih utama sebagaimana dalam FirmanNya,
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ
“Maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.” (QS. Asy-Syura: 40).
فَمَنْ عَفَا وَأَصْلَحَ فَأَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ “Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Menge-tahui.” Tatkala ayat ini mencakup perkataan yang buruk, baik, dan mubah, lalu Allah mengabarkan bahwa Dia Maha Mendengar; yang mendengar perkataan-perkataan kalian, maka berhati-hatilah kalian untuk berbicara dengan sesuatu yang akan membuat Allah murka lalu menghukum kalian (karenanya). Ayat ini juga menunjukkan anjuran untuk berkata yang baik, dan Allah Maha Mengetahui akan niat-niat kalian dan sumber dari perkataan-perkataan kalian.
Pada ayat sebelumnya Allah menerangkan orang-orang munafik dan keburukan sifat mereka. Uraian itu dapat menimbulkan kebencian dan mengundang caci maki dari kalangan kaum muslim. Maka ayat ini memberikan tuntunan kepada kaum muslim terkait dengan kata-kata yang buruk. Allah tidak menyukai perkataan buruk yang diucapkan secara terus terang, kecuali diucapkan secara terpaksa oleh orang yang dizalimi; dalam keadaan itu dibenarkan baginya mengucapkannya dalam batasbatas tertentu. Dan Allah maha mendengar, ucapan yang baik maupun yang buruk, yang diucapkan secara rahasia maupun terang-terangan, lagi maha mengetahui, segala sesuatu yang diperbuat hamba-Nya. Jika kamu menyatakan suatu kebajikan sehingga diketahui orang lain, atau menyembunyikannya sehingga tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, atau memaafkan sesuatu kesalahan orang lain padahal engkau mampu membalasnya, maka sungguh Allah akan memaafkan kesalahan kamu, sebab dia maha pemaaf, mahakuasa.
An-Nisa Ayat 148 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Nisa Ayat 148, Makna An-Nisa Ayat 148, Terjemahan Tafsir An-Nisa Ayat 148, An-Nisa Ayat 148 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Nisa Ayat 148
Tafsir Surat An-Nisa Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)