{3} Ali ‘Imran / آل عمران | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | المائدة / Al-Maidah {5} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nisa النساء (Wanita) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 4 Tafsir ayat Ke 176.
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلَالَةِ ۚ إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ وَلَهُ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ ۚ فَإِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالًا وَنِسَاءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنْثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴿١٧٦﴾
yastaftụnak, qulillāhu yuftīkum fil-kalālah, inimru`un halaka laisa lahụ waladuw wa lahū ukhtun fa lahā niṣfu mā tarak, wa huwa yariṡuhā il lam yakul lahā walad, fa ing kānataṡnataini fa lahumaṡ-ṡuluṡāni mimmā tarak, wa ing kānū ikhwatar rijālaw wa nisā`an fa liż-żakari miṡlu ḥaẓẓil-unṡayaīn, yubayyinullāhu lakum an taḍillụ, wallāhu bikulli syai`in ‘alīm
QS. An-Nisa [4] : 176
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Mereka bertanya kepadamu wahai Nabi tentang hukum warisan kalalah, yaitu mayit yang tidak mempunyai orang tua dan anak. Katakanlah, “Allah menjelaskan hukumnya kepada kalian, bila seseorang wafat sedangkan dia tidak mempunyai orang tua dan anak, namun dia mempunyai saudara perempuan seayah dan seibu atau seayah saja, maka dia mendapatkan setengah warisan. Sementara saudara laki-lakinya baik sekandung maupun seayah mewarisi seluruh hartanya bila dia mati tanpa meninggalkan orang tua dan anak. Bila mayit dalam kalalah ini mempunyai dua orang saudara perempuan, maka keduanya mendapatkan dua pertiga dari apa yang ditinggalkannya. Bila saudara-saudara laki-laki berkumpul dengan saudara-saudara perempuan yang bukan seibu, maka laki-laki dari mereka mendapatkan dua bagian dari perempuan.” Allah menjelaskan kepada kalian pembagian warisan dan hukum kalalah agar kalian tidak tersesat dari jalan yang benar dalam perkara warisan. Allah mengetahui akibat segala perkara dan apa yang mengandung kebaikan bagi hamba-hamba-Nya.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Harb, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Ishaq yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Barra (Ibnu Azib r.a.) berkata, “Surat yang paling akhir diturunkan adalah surat Al-Bara’ah (At-Taubah), dan ayat yang paling akhir diturunkan adalah firman-Nya:
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). hingga akhir ayat.”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja’far, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Muhammad ibnul Munkadir yang menceritakan bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan: “Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ masuk ke dalam rumahku ketika aku sedang sakit dan dalam keadaan tidak sadar.” Jabir melanjutkan kisahnya, “Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berwudu, kemudian mengucurkan bekasnya kepadaku, atau perawi mengatakan bahwa mereka (yang hadir) menyiramkan (bekas air wudu)nya kepada Jabir. Karena itu aku sadar, lalu aku bertanya, ‘Sesungguhnya tidak ada yang mewarisiku kecuali kalalah. Bagaimanakah cara pembagiannya?’.” Lalu Allah menurunkan ayat faraid.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab Sahihain melalui Syu’bah.
Jama’ah meriwayatkannya melalui jalur Sufyan ibnu Uyaynah, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Jabir dengan lafaz yang sama.
Sedangkan dalam lafaz yang lainnya disebutkan bahwa lalu turunlah ayat miras, yaitu firman-Nya:
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepada kalian tentang kalalah.”, hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Sufyan, bahwa Abu Zubair (yakni Jabir) mengatakan bahwa ayat berikut diturunkan berkenaan dengan diriku, yaitu firman-Nya:
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepada kalian tentang katalah.”
Seakan-akan makna ayat —hanya Allah Yang lebih mengetahui— bahwa mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah.
Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepada kalian tentang kalalah.”
Yakni perihal mewaris secara kalalah. Lafaz yang disebutkan ini menunjukkan adanya lafaz yang tidak disebutkan.
Dalam pembahasan yang lalu telah diterangkan makna lafaz kalalah dan akar katanya, bahwa kalalah itu diambil dari pengertian untaian bunga yang dikalungkan di atas kepala sekelilingnya. Karena itulah mayoritas ulama menafsirkannya dengan pengertian orang yang meninggal dunia dalam keadaan tidak mempunyai anak, tidak pula orang tua. Menurut salinan yang lain, tidak mempunyai anak, tidak pula cucu.
Sebagian ulama mengatakan bahwa kalalah ialah orang yang tidak mempunyai anak. Seperti yang ditunjukkan oleh pengertian ayat ini, yaitu firman-Nya:
…jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak,
Sesungguhnya hukum masalah kalalah ini sulit dipecahkan oleh Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab r.a.. seperti yang disebutkan di dalam kitab Ash-Shahihain darinya, bahwa ia telah mengatakan:
Ada tiga perkara yang sejak semula aku sangat menginginkan bila Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memberikan keterangan kepada kami tentangnya dengan keterangan yang sangat memuaskan kami, yaitu masalah kakek, masalah kalalah, dan salah satu bab mengenai masalah riba.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail, dari Sa’id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Salim ibnu Abul Ja’d, dari Ma’dan ibnu Abu Talhah yang menceritakan bahwa Umar ibnul Khattab pernah mengatakan bahwa ia belum pernah menanyakan kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ suatu masalah pun yang lebih banyak dari pertanyaannya tentang masalah kalalah, sehingga Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menotok dada Umar dengan jari telunjuknya seraya bersabda: Cukuplah bagimu ayat saif (ayat yang diturunkan di musim panas) yang terdapat di akhir surat An-Nisa.
Demikianlah riwayat Imam Ahmad secara singkat. Imam Muslim mengetengahkannya dengan lafaz yang panjang dan lebih banyak daripada riwayat Imam Ahmad.
Jalur lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Na’im, telah menceritakan kepada kami Malik (yakni Ibnu Magul) yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Al-Fadl ibnu Amr, dari Ibrahim, dari Umar yang mengatakan, Aku pernah bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tentang masalah kalalah. Maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: “Cukuplah bagimu ayat saif.” Umar mengatakan, “Aku bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tentang kalalah lebih aku sukai daripada aku mempunyai ternak unta yang merah.”
Sanad hadis ini jayyid, hanya di dalamnya terdapat inqita’ (mata rantai sanad yang terputus) antara Ibrahim dan Umar, karena sesungguhnya Ibrahim tidak menjumpai masa Umar r.a.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra ibnu Azib yang menceritakan bahwa seorang lelaki datang kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan menanyakan kepadanya tentang masalah kalalah. Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: Cukuplah bagimu ayat saif.
Sanad hadis ini jayyid, diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi melalui Abu Bakar ibnu Ayyasy dengan lafaz yang sama. Seakan-akan yang dimaksud dengan ayat saif ialah ayat yang diturunkan pada musim panas.
Mengingat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memberikan petunjuk kepadanya untuk memahami ayat tersebut, hal ini berarti di dalam ayat terkandung kecukupan yang nisbi untuk tidak menanyakannya kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tentang maknanya. Karena itulah maka Khalifah Umar r.a. mengatakan, “Sesungguhnya jika aku menanyakan kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tentang masalah kalalah ini, lebih aku sukai daripada aku mempunyai ternak unta yang merah.”
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki’. telah menceritakan kepada kami Jarir. telah menceritakan kepada kami Asy-Syaibani, dari Amr ibnu Murrah, dari Sa’id ibnul Musayyab yang menceritakan bahwa Umar r.a. pernah bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tentang masalah kalalah. Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: Bukankah Allah telah menjelaskan hal tersebut? Lalu turunlah firman-Nya:
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah)., hingga akhir ayat.
Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Khalifah Abu Bakar As-Siddiq mengatakan di dalam khotbahnya: Ingatlah, sesungguhnya ayat yang diturunkan pada permulaan surat An-Nisa berkenaan dengan masalah faraid, Allah menurunkannya untuk menjelaskan warisan anak dan orang tua. Ayat yang kedua diturunkan oleh Allah untuk menjelaskan warisan suami, istri, dan saudara-saudara lelaki seibu. Ayat yang mengakhiri surat An-Nisa diturunkan oleh Allah untuk menjelaskan warisan saudara-saudara laki-laki dan perempuan yang seibu seayah (sekandung). Dan ayat yang mengakhiri surat Al-Anfal diturunkan berkenaan dengan masalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain yang lebih berhak (waris-mewarisi) di dalam Kitabullah sesuai dengan ketentuan asabah dari hubungan darah.
Asar diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Tafsir Ayat:
Allah جَلَّ جَلالُهُ mengabarkan bahwa orang-orang meminta ketetapan hukum (fatwa) kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, dalam perkara kalalah, atas dasar Firman Allah, قُلِ اللَّهُ يُفْتِيكُمْ فِي الْكَلالَةِ “Katakanlah, ‘Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah,” yaitu, seorang mayit yang meninggal namun tidak memiliki anak kandung, tidak pula cucu dari anak laki-laki, tidak pula ayah dan tidak pula kakek. Untuk itulah Allah berfirman, إِنِ امْرُؤٌ هَلَكَ لَيْسَ لَهُ وَلَدٌ “Jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak,” yaitu, tidak laki-laki tidak juga perempuan, tidak anak kandung dan tidak pula cucu dari anak laki-laki, demikian juga ia tidak memiliki ayah dengan dalil bahwa ia diwarisi oleh saudara laki-laki maupun saudara perempuan, berdasarkan ijma’ ulama, di mana mereka tidak mendapat warisan dengan adanya ayah. Dan bila seseorang meninggal dan tidak memiliki anak dan tidak pula ayah, وَلَهُ أُخْتٌ “dan mempunyai saudara perempuan,” yaitu yang sekandung atau satu ayah atau satu ibu, sesungguhnya hukumnya telah berlalu.
فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ “Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya,” maksudnya, setengah dari harta peninggalan saudara laki-lakinya berupa uang cash, rumah, perabot, dan sebagainya.
Yang demikian itu adalah setelah menunaikan hutang dan wasiat, sebagaimana yang telah berlalu. وَهُوَ “Dan saudaranya yang laki-laki” yaitu saudaranya yang laki-laki sekandung atau yang seayah, يَرِثُهَا إِنْ لَمْ يَكُنْ لَهَا وَلَدٌ “mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak,” tetapi tidak ditentukan untuknya suatu ketentuan, karena dia adalah ashib (mewarisi sisa) dan ia mewarisi harta tersebut keseluruhannya apabila tidak ada pemilik hak yang tertentu, atau ‘Ashabah lainnya yang bersekutu dengannya, atau apa yang tersisa dari hak-hak yang telah tertentu. فَإِنْ كَانَتَا “Tetapi jika saudara perempuan itu,” yaitu dua orang saudara perempuan اثْنَتَيْنِ “dua orang” atau lebih, فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ وَإِنْ كَانُوا إِخْوَةً رِجَالا وَنِسَاءً “maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan,” berkumpulnya saudara laki-laki kandung atau seayah bersama saudara perempuan, فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأنْثَيَيْنِ “maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan,” maka gugurlah hak tertentu milik saudara perempuan karena dijadikan ‘Ashabah oleh saudara mereka yang laki-laki.
يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ أَنْ تَضِلُّوا “Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat,” maksudnya, Allah menjelaskan hukum-hukumNya yang kalian butuhkan, Dia menerangkan dan menjelaskannya untuk kalian sebagai limpahan karunia dan kebaikan dariNya agar kalian mendapat petunjuk karena penjelasan tersebut (dan kalian ketahui) hukum-hukumNya, dan agar kalian tidak tersesat dari jalan yang lurus disebabkan karena kebodohan dan ketidaktahuan kalian.
وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ “Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu,” maksudnya, mengetahui yang ghaib, yang nampak, perkara-perkara yang lampau dan yang akan datang, mengetahui kebutuhan-kebutuhan kalian yang perlu dijelaskan dan diajarkan, lalu Dia mengajarkan ilmuNya kepada kalian yang akan berguna bagi kalian seterusnya pada setiap waktu dan setiap tempat.
Akhir dari tafsir surat an-Nisa`.
Segala puji dan syukur bagi Allah.
Pada ayat yang lalu Allah berjanji menuntun umat manusia dan menunjukkan kepada mereka jalan yang membawa kepada kebahagiaan, di dunia dan akhirat. Pada ayat ini dipenuhi sebagian dari janji Allah itu, yaitu berupa jawaban atas pertanyaan yang mereka ajukan. Mereka meminta fatwa kepadamu, nabi Muhammad, tentang kala’lah, yaitu seorang yang mati tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak. Katakanlah, Allah memberi fatwa kepadamu tentang kala’lah, yaitu jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak, tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya, yakni bagian dari saudara perempuan itu, adalah seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi seluruh harta saudara perempuan, jika saudara perempuan itu mati dan saudara laki-laki itu masih hidup, ketentuan ini berlaku jika dia, saudara perempuan yang mati itu, tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan yang mewarisi itu berjumlah dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka, ahli waris itu, terdiri atas saudarasaudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Demikian Allah menerangkan hukum tentang pembagian waris kepadamu, agar kamu tidak sesat, dalam menetapkan pembagian itu. Allah maha mengetahui segala sesuatu yang membawa kebaikan bagimu dan yang menjerumuskan kamu ke dalam kesesatan, maka taatilah segala perintah-Nya dan jauhilah segala larangan-Nyasurah ini diawali dengan perintah kepada setiap orang yang beriman agar memenuhi janji-janji yang telah diikrarkan, baik janji kepada Allah maupun janji kepada sesama manusia. Wahai orang-orang yang beriman! penuhilah janji-janji, yaitu janji-janji antara manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, dan manusia dengan dirinya sendiri, selama janji-janji itu tidak mengharamkan yang halal dan tidak menghalalkan yang haram. Di antara janji Allah itu ialah hukum-hukum-Nya yang ditetapkan kepadamu, yaitu bahwasanya hewan ternak, yaitu unta, sapi, kambing, dihalalkan bagimu sesudah disembelih secara sah, kecuali yang akan disebutkan kepadamu haramnya, yaitu yang disebut pada ayat ketiga dari surat ini, dan juga dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram haji atau umrah. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum halal dan haram sesuai dengan yang dia kehendaki, menurut ilmunya dan hikmah-Nya.
An-Nisa Ayat 176 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Nisa Ayat 176, Makna An-Nisa Ayat 176, Terjemahan Tafsir An-Nisa Ayat 176, An-Nisa Ayat 176 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Nisa Ayat 176
Tafsir Surat An-Nisa Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)