{4} An-Nisa / النساء | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الأنعام / Al-An’am {6} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Maidah المائدة (Jamuan (Hidangan Makanan)) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 5 Tafsir ayat Ke 41.
۞ يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ مِنَ الَّذِينَ قَالُوا آمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوبُهُمْ ۛ وَمِنَ الَّذِينَ هَادُوا ۛ سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ سَمَّاعُونَ لِقَوْمٍ آخَرِينَ لَمْ يَأْتُوكَ ۖ يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ مِنْ بَعْدِ مَوَاضِعِهِ ۖ يَقُولُونَ إِنْ أُوتِيتُمْ هَـٰذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا ۚ وَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا ۚ أُولَـٰئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ ۚ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿٤١﴾
yā ayyuhar-rasụlu lā yaḥzungkallażīna yusāri’ụna fil-kufri minallażīna qālū āmannā bi`afwāhihim wa lam tu`ming qulụbuhum, wa minallażīna hādụ sammā’ụna lil-każibi sammā’ụna liqaumin ākharīna lam ya`tụk, yuḥarrifụnal-kalima mim ba’di mawāḍi’ihī, yaqụlụna in ụtītum hāżā fa khużụhu wa il lam tu`tauhu faḥżarụ, wa may yuridillāhu fitnatahụ fa lan tamlika lahụ minallāhi syai`ā, ulā`ikallażīna lam yuridillāhu ay yuṭahhira qulụbahum, lahum fid-dun-yā khizyuw wa lahum fil-ākhirati ‘ażābun ‘aẓīm
QS. Al-Maidah [5] : 41
Wahai Rasul (Muhammad)! Janganlah engkau disedihkan karena mereka berlomba-lomba dalam kekafirannya. Yaitu orang-orang (munafik) yang mengatakan dengan mulut mereka, “Kami telah beriman,” padahal hati mereka belum beriman; dan juga orang-orang Yahudi yang sangat suka mendengar (berita-berita) bohong dan sangat suka mendengar (perkataan-perkataan) orang lain yang belum pernah datang kepadamu. Mereka mengubah kata-kata (Taurat) dari makna yang sebenarnya. Mereka mengatakan, “Jika ini yang diberikan kepadamu (yang sudah diubah) terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah.” Barangsiapa dikehendaki Allah untuk dibiarkan sesat, sedikit pun engkau tidak akan mampu menolak sesuatu pun dari Allah (untuk menolongnya). Mereka itu adalah orang-orang yang sudah tidak dikehendaki Allah untuk menyucikan hati mereka. Di dunia mereka mendapat kehinaan dan di akhirat akan mendapat azab yang besar.
Wahai Rasul, janganlah kamu dibuat sedih oleh orang-orang yang bersegera dalam mendustakan kenabianmu dari kalangan orang-orang munafik yang memperlihatkan Islam sedangkan hati mereka kosong darinya, karena sesungguhnya Aku menolongmu atas mereka. Janganlah kamu dibuat sedih oleh kecepatan orang-orang Yahudi dalam mengingkari kenabianmu, karena mereka adalah suatu kaum yang hanya mendengarkan kebohongan, menerima pemalsuan yang dibuat oleh para ahli agama mereka dan mengikuti kaum yang lain yang tidak menghadiri majlismu. Kaum yang lain tersebut mengganti kalam Allah setelah mereka memahaminya. Mereka berkata, “Bila kalian menerima keterangan dari Muhammad yang sesuai dengan keterangan Taurat yang telah kami rubah dan ganti maka terimalah ia. Bila sebaliknya maka waspadailah ia dan jangan menerima dan mengamalkannya.” Barangsiapa yang dikehendaki kesesatannya oleh Allah maka kamu wahai Rasul tidak akan sanggup menolaknya darinya, dan kamu tidak mampu memberinya petunjuk. Allah tidak berkehendak membersihkan hati orang-orang munafik dan orang-orang Yahudi dari kotoran kekufuran, bagi mereka kehinaan dan kerendahan di dunia dan bagi mereka siksa yang besar di akhirat.
Ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang bersegera kepada kekafiran, keluar dari jalur taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta lebih mendahulukan kepentingan pendapat dan hawa nafsu serta kecenderungan mereka atas syariat-syariat Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى
…dari kalangan orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka, “Kami telah beriman, “padahal hati mereka belum beriman.
Yakni mereka menampakkan iman melalui lisannya, sedangkan hati mereka rusak dan kosong dari iman, mereka adalah orang-orang munafik.
…dan (juga) dari kalangan orang-orang Yahudi.
Mereka adalah musuh agama Islam dan para pemeluknya, mereka semuanya mempunyai kegemaran.
…amat suka mendengar (berita-berita) bohong.
Yakni mereka percaya kepada berita bohong dan langsung terpengaruh olehnya.
…dan amat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu.
Mereka mudah terpengaruh oleh kaum lain yang belum pernah datang ke majelismu, Muhammad.
Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah “mereka senang mendengarkan perkataanmu, lalu menyampaikannya kepada kaum lain yang tidak hadir di majelismu dari kalangan musuh-musuhmu”.
…mereka mengubah perkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya.
Yakni mereka menakwilkannya bukan dengan takwil yang sebenarnya dan mengubahnya sesudah mereka memahaminya, sedangkan mereka mengetahui.
Mereka mengatakan, “Jika diberikan ini (yang sudah diubah-ubah oleh mereka) kepada kamu, maka terimalah dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah.”
Menurut suatu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan suatu kaum dari kalangan orang-orang Yahudi yang telah melakukan suatu pembunuhan terhadap seseorang (dari mereka). Dan mereka mengatakan, “Marilah kita meminta keputusan kepada Muhammad. Jika dia memutuskan pembayaran diat, maka terimalah hukum itu. Dan jika dia memutuskan hukum qisas, maka janganlah kalian dengar (turuti) keputusannya itu.”
Tetapi yang benar ialah yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang Yahudi yang berbuat zina, sedangkan mereka telah mengubah Kitabullah yang ada di tangan mereka, antara lain ialah perintah menghukum rajam orang yang berzina muhsan di antara mereka.
Mereka telah mengubahnya dan membuat peristilahan tersendiri di antara sesama mereka, yaitu menjadi hukuman dera seratus kali, mencoreng mukanya (dengan arang), dan dinaikkan ke atas keledai secara terbalik (lalu dibawa ke sekeliling kota).
Ketika peristiwa itu terjadi sesudah hijrah, mereka (orang-orang Yahudi) berkata di antara sesama mereka, “Marilah kita meminta keputusan hukum kepadanya (Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ). Jika dia memutuskan hukuman dera dan mencoreng muka pelakunya, terimalah keputusannya, dan jadikanlah hal itu sebagai hujah (alasan) kalian terhadap Allah, bahwa ada seorang nabi Allah yang telah memutuskan demikian di antara kalian. Dan apabila dia memutuskan hukuman rajam, maka janganlah kalian mengikuti keputusannya.”
Hal tersebut disebutkan oleh banyak hadis:
antara lain diriwayatkan oleh Malik, dari Nafi’, dari Abdullah ibnu Umar r.a., bahwa orang-orang yahudi datang kepada Rasulullah SAW lalu mereka melaporkan bahwa ada seorang lelaki dari kalangan mereka berbuat zina dengan seorang wanita. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya kepada mereka: Apakah yang kalian jumpai di dalam kitab Taurat mengenai hukum rajam? Mereka menjawab, “Kami permalukan mereka, dan mereka dihukum dera.” Abdullah ibnu Salam berkata, “Kalian dusta, sesungguhnya di dalam kitab Taurat terdapat hukum rajam.” Lalu mereka mendatangkan sebuah kitab Taurat dan membukanya, lalu seseorang di antara mereka meletakkan tangannya pada ayat rajam, dan ia hanya membaca hal yang sebelum dan yang sesudahnya. Maka Abdullah ibnu Salam berkata, “‘Angkatlah tanganmu!” Lalu lelaki itu mengangkat tangannya, dan ternyata yang tertutup itu adalah ayat rajam. Lalu mereka berkata, “Benar, hai Muhammad, di dalamnya terdapat ayat rajam.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memerintahkan agar keduanya dijatuhi hukuman rajam, lalu keduanya dirajam. Abdullah ibnu Umar melanjutkan kisahnya, “Aku melihat lelaki pelaku zina itu membungkuk di atas tubuh wanitanya dengan maksud melindunginya dari lemparan batu rajam.”
Hadis diketengahkan oleh Syaikhain, dan hadis di atas menurut lafaz Imam Bukhari.
Menurut lafaz yang lain, dari Imam Bukhari, disebutkan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya kepada orang-orang Yahudi:
Apakah yang akan kalian lakukan terhadap keduanya? Mereka menjawab, “Kami akan mencoreng muka mereka dengan arang dan mencaci makinya.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda membacakan firman-Nya: Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kalian orang-orang yang benar. (Ali Imran:93) Lalu mereka mendatangkannya dan berkata kepada seorang lelaki di antara mereka yang mereka percayai, tetapi dia bermata juling, “Bacalah!” Lalu lelaki itu membacanya hingga sampai pada suatu bagian, lalu ia meletakkan tangannya pada bagian itu. Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Angkatlah tanganmu!” Lalu lelaki itu mengangkat tangannya, dan ternyata tampak jelas adanya ayat hukum rajam. Kemudian lelaki itu berkata, “Hai Muhammad, sesungguhnya di dalam kitab Taurat memang ada hukum rajam, tetapi kami menyembunyikannya di antara kami.” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memerintahkan agar keduanya dihukum rajam, lalu keduanya dirajam.
Menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim:
disebutkan bahwa dihadapkan kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ seorang lelaki Yahudi dan seorang perempuan Yahudi yang telah berbuat zina. Tetapi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak menanggapinya sehingga datang orang-orang Yahudi, lalu beliau bertanya: Hukum apakah yang kalian jumpai di dalam kitab Taurat sehubungan dengan orang yang berbuat zina? Mereka menjawab, “Kami harus mencoreng muka kedua pelakunya dengan arang, lalu kami naikkan mereka ke atas kendaraan dengan tubuh yang terbalik, hingga muka kami saling berhadapan dengan muka mereka,kemudian diarak (ke sekeliling kota).” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membacakan firman-Nya: Maka bawalah Taurat itu, lalu bacalah dia jika kalian orang-orang yang benar. (Ali Imran:93) Maka mereka mendatangkan kitab Taurat dan membacanya. Ketika bacaannya sampai pada ayat rajam, pemuda yang membacakannya meletakkan tangannya pada ayat rajam, dan ia hanya membaca hal yang sebelum dan sesudahnya saja. Maka Abdullah ibnu Salam yang saat itu berada di samping Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berkata (kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), Perintahkanlah kepadanya agar mengangkat tangannya!” Pemuda itu mengangkat tangannya, dan ternyata di bawahnya terdapat ayat rajam. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memerintahkan agar kedua pezina itu dihukum rajam, lalu keduanya dirajam. Abdullah ibnu Umar mengatakan bahwa dirinya termasuk orang yang ikut merajam keduanya, dan dia melihat pelaku laki-laki melindungi pelaku perempuan dari lemparan batu dengan tubuhnya.
Abu Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sa’id Al-Hamdani, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Sa’d, Zaid ibnu Aslam telah menceritakan kepadanya, dari Ibnu Umar yang telah mengatakan bahwa segolongan orang-orang Yahudi datang, lalu mereka mengundang Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ke suatu tempat yang teduh, tetapi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mendatangi mereka di rumah tempat mereka mengaji kitab Taurat. Lalu mereka bertanya, ”Hai Abul Qasim, sesungguhnya seorang lelaki dari kalangan kami telah berbuat zina dengan seorang wanita, maka putuskanlah perkaranya.” Ibnu Umar mengatakan bahwa mereka menyediakan sebuah bantal untuk Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, dan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ duduk di atasnya. Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Datangkanlah kepadaku kitab Taurat.” Maka kitab Taurat didatangkan, dan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mencabut bantal yang didudukinya, lalu meletakkan kitab Taurat di atas bantal itu, kemudian bersabda, “Aku beriman kepadamu dan kepada Tuhan Yang telah menurunkanmu.” Selanjutnya beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Datangkanlah kepadaku orang yang paling alim di antara kalian.” Lalu didatangkan oleh mereka seorang pemuda. Kemudian disebutkan kisah hukum rajam seperti yang terdapat pada hadis Malik, dari Nafi’.
Az-Zuhri mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki dari kalangan Bani Muzayyanah yang dikenal selalu mengikuti ilmu dan menghafalnya, saat itu kami sedang berada di rumah Ibnul Musayyab. Lelaki itu menceritakan sebuah hadis dari Abu Hurairah, bahwa pernah ada seorang lelaki Yahudi berbuat zina dengan seorang wanita. Maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, “Berangkatlah kalian untuk meminta keputusan kepada Nabi ini. Karena sesungguhnya dia diutus membawa keringanan. Maka jika dia memberikan fatwa kepada kami selain hukum rajam, kita menerimanya, kita jadikan sebagai hujah (alasan) di hadapan Allah, dan kita akan katakan bahwa ini adalah fatwa keputusan dari salah seorang di antara nabi-nabi-Mu.” Lalu mereka datang menghadap Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang saat itu sedang duduk dengan para sahabatnya di masjid. Lalu mereka berkata, “Hai Abul Qasim, bagaimanakah pendapatmu tentang seseorang lelaki dan seorang wanita yang berbuat zina dari kalangan kaum yang sama?” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak menjawab sepatah kata pun melainkan beliau langsung datang ke tempat Midras mereka, lalu beliau berdiri di pintunya dan bersabda: Aku bertanya kepada kalian, demi Allah Yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa, apakah yang kalian jumpai dalam kitab Taurat tentang orang yang berzina apabila ia telah muhsan (telah terpelihara karena telah kawin)? Mereka menjawab, “Wajahnya dicorengi dengan arang, kemudian diarak ke sekeliling kota dan didera.”
Istilah tajbiyah dalam hadis ini ialah ” kedua orang yang berzina dinaikkan ke atas seekor keledai dengan tengkuk yang saling berhadapan, lalu keduanya di arak ke sekeliling kota (yakni dipermalukan)”.
Dan terdiamlah seorang pemuda dari mereka. Ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melihatnya terdiam, maka beliau menanyainya dengan gencar. Akhirnya ia berkata, “Ya Allah, karena engkau meminta kepada kami dengan menyebut nama-Mu, maka kami jawab bahwa sesungguhnya kami menjumpai adanya hukum rajam dalam kitab Taurat.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya (kepada pemuda itu), “Apakah perintah Allah yang mula-mula kalian selewengkan?” Pemuda itu menjawab, “Seorang kerabat salah seorang raja kami pernah berbuat zina, maka hukum rajam ditangguhkan darinya. Kemudian berbuat zina pula sesudahnya seorang dari kalangan rakyat, lalu si raja bermaksud menjatuhkan hukum rajam terhadapnya. Akan tetapi, kaumnya menghalang-halangi dan membelanya, dan mereka mengatakan bahwa teman mereka tidak boleh dirajam sebelum raja itu mendatangkan temannya dan merajamnya. Akhirnya mereka mereka-reka hukum ini di antara sesama mereka.” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Maka sesungguhnya aku sekarang akan memutuskan hukum menurut apa yang ada di dalam kitab Taurat. Kemudian keduanya diperintahkan untuk dihukum rajam, lalu keduanya dirajam.
Az-Zuhri mengatakan, telah sampai kepada kami bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka, yaitu firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah. (Al Maidah:44)
Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ termasuk salah seorang dari para nabi itu. Imam Ahmad dan Imam Abu Daud serta Ibnu Jarir telah meriwayatkannya, sedangkan hadis ini menurut lafaz yang ada pada Imam Abu Daud.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari Abdullah ibnu Murrah, dari Al-Barra ibnu Azib yang telah menceritakan bahwa lewat di hadapan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ seorang Yahudi yang dicorengi mukanya dan didera. Lalu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memanggil mereka (yang menggiringnya) dan bertanya, “Apakah memang demikian kalian jumpai dalam kitab kalian hukum had bagi orang yang berzina?” Mereka menjawab, “Ya.” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memanggil seorang lelaki dari ulama mereka, lalu bersabda kepadanya: Aku mau bertanya kepadamu demi Tuhan Yang telah menurunkan Taurat kepada Musa. Apakah memang demikian kalian jumpai hukuman had zina di dalam kitab kalian? Lelaki itu menjawab, “Tidak, demi Allah, sekiranya engkau tidak bertanya kepadaku dengan menyebut sebutan itu, niscaya aku tidak akan menjawabmu. Kami jumpai hukuman had zina di dalam kitab kami ialah hukum rajam. Tetapi perbuatan zina telah membudaya di kalangan orang-orang terhormat kami. Bila kami menangkap seseorang yang terhormat berbuat zina, kami membiarkannya, dan jika kami menangkap seorang yang lemah berbuat zina, maka kami tegakkan hukuman had terhadapnya. Akhirnya kami berkata kepada sesama kami, ‘Marilah kita membuat suatu kesepakatan hukum yang berlaku atas orang yang terhormat dan orang yang lemah.’ Maka pada akhirnya kami sepakat untuk menggantinya dengan hukum mencoreng muka dan mendera pelakunya.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Ya Allah, sesungguhnya aku adalah orang yang mula-mula menghidupkan perintah-Mu di saat mereka mematikannya. Kemudian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memerintahkan agar pelaku zina itu dihukum rajam, maka hukuman rajam dilaksanakan terhadap pezina itu. Dan Allah menurunkan firman-Nya: Hai Rasul, janganlah kamu disedihkan oleh ulah orang-orang yang bersegera kepada kekafiran. (Al Maidah:41) Sampai dengan firman-Nya: Mereka mengatakan, “Jika diberikan ini (yang sudah diubah oleh mereka) kepadamu, maka terimalah. (Al Maidah:41), Yakni mereka berkata (kepada sesamanya), “Datanglah kalian kepada Muhammad. Jika dia memberikan fatwa tahmim dan dera, maka terimalah, dan jika dia memberikan fatwa hukum rajam, maka hati-hatilah!” Hingga firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al Maidah:44), Menurut Al-Barra, ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi sampai dengan firman-Nya: Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Al Maidah:45), Menurutnya ayat di atas diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi, sedangkan ayat berikut diturunkan berkenaan dengan semua orang kafir, yaitu firman-Nya: Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik (Al Maidah:47)
Imam Muslim mengetengahkan hadis ini secara munfarid (menyendiri) tanpa Imam Bukhari, dan Imam Abu Daud, Imam Nasai serta Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya melalui banyak jalur dari Al-A’masy dengan lafaz yang sama.
Imam Abu Bakar Abdullah ibnuz Zubair Al-Humaidi di dalam kitab Musnad-nya telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepada kami Mujalid ibnu Sa’id Al-Hamdani, dari Asy-Sya’bi, dari Jabir ibnu Abdullah yang telah mengatakan bahwa seorang lelaki dari kalangan penduduk Fadak berbuat zina. Lalu penduduk Fadak menulis surat kepada orang Yahudi di Madinah untuk meminta mereka agar menanyakan hukumnya kepada Muhammad. Tetapi dengan pesan “jika dia (Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) memerintahkan untuk menghukum dera, maka terimalah hukum itu, tetapi jika dia memerintahkan untuk menegakkan hukum rajam, maka janganlah diterima”. Kemudian mereka menanyakan hukum itu kepada Nabi Saw, Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Kirimkanlah kepadaku dua orang lelaki yang paling alim dari kalangan kalian.” Lalu mereka mendatangkan seorang lelaki bermata juling —yang dikenal dengan nama Ibnu Suria— dan seorang lelaki Yahudi lainnya. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berkata kepada mereka, “Kamu berdua adalah orang yang paling alim di antara orang-orang di belakangmu.” Keduanya menjawab, “Memang kaum kami menjuluki kami demikian.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya, “Bukankah kamu memiliki kitab Taurat yang di dalamnya terkandung hukum Allah?” Keduanya menjawab, “Memang benar.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Aku mau bertanya kepada kalian, demi Tuhan Yang telah membelah laut untuk Bani Israil, dan memberikan naungan awan kepada kalian, dan menyelamatkan kalian dari cengkeraman Fir’aun dan bala tentaranya, serta Dia telah menurunkan kepada Bani Israil manna dan salwa, apakah yang kalian jumpai di dalam kitab Taurat mengenai hukum rajam? Salah seorang dari mereka berdua berkata kepada yang lainnya, ”Engkau sama sekali belum pernah diminta dengan sebutan seperti itu.” Akhirnya keduanya mengatakan, “Kami menjumpai bahwa memandang secara berulang-ulang merupakan perbuatan zina, berpelukan merupakan perbuatan zina, dan mencium merupakan perbuatan zina. Maka apabila ada empat orang mempersaksikan bahwa mereka telah melihat pelakunya memulai dan mengulangi perbuatannya (yakni naik turun alias berzina), sebagaimana seseorang memasukkan tusuk tutup botol celak ke dalam botol celak, maka sesungguhnya hukum rajam merupakan suatu keharusan (atas dirinya).” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Itulah yang aku maksudkan.” Lalu beliau memerintahkan agar pelakunya dihukum rajam, maka hukuman rajam dilaksanakan terhadap pezina itu. Dan turunlah firman-Nya: Jika mereka datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka, jika kamu berpaling dari mereka, maka mereka tidak akan memberi mudarat kepadamu sedikit pun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil. (Al Maidah:42)
Imam Abu Daud dan Imam Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Mujalid dengan sanad yang sama dan lafaz yang semisal.
Menurut lafaz Imam Abu Daud, dari Jabir:
disebutkan bahwa orang Yahudi datang dengan membawa seorang lelaki dan seorang wanita dari kalangan mereka yang telah berbuat zina. Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Datangkanlah oleh kalian kepadaku dua orang lelaki yang paling alim dari kalian.” Maka mereka mendatangkan dua orang anak Suria, lalu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya kepada keduanya, “Bagaimanakah kalian jumpai perkara kedua orang ini dalam kitab Taurat?” Mereka menjawab, “Kami menjumpai apabila ada empat orang menyaksikan bahwa mereka benar-benar melihat zakarnya dimasukkan ke dalam farjinya seperti memasukkan batang celakan ke dalam botol celakan, maka keduanya harus dirajam.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya, “Mengapa kalian tidak mau merajam keduanya?” Mereka berdua menjawab, “Kekuasaan kami telah lenyap, dan kami tidak suka pembunuhan.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memanggil empat orang saksi. Keempat saksi itu datang, lalu menyatakan persaksiannya bahwa mereka benar-benar melihat zakarnya dimasukkan seperti memasukkan batang celakan ke dalam botol celakan. Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memerintahkan agar kedua pezina dijatuhi hukuman rajam.
Kemudian Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Asy-Sya’bi dan Ibrahim An-Nakha’i secara mursal, tetapi di dalamnya tidak disebutkan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memanggil empat orang saksi lalu mereka menyatakan persaksiannya.
Hadis-hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memutuskan hukum sesuai dengan apa yang terkandung di dalam kitab Taurat. Tetapi hal ini bukan termasuk ke dalam bab menghormati mereka melalui apa yang diyakini benar oleh mereka, mengingat mereka telah diperintahkan untuk mengikuti syariat Nabi Muhammad tanpa dapat ditawar-tawar lagi. melainkan hal ini merupakan wahyu yang khusus dari Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menyangkut hal tersebut, lalu beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menanyakannya kepada mereka. Tujuannya ialah untuk memaksa mereka agar mengakui apa yang ada di tangan mereka secara sebenarnya, yang selama ini mereka sembunyikan dan mereka ingkari serta tidak mereka jalankan dalam kurun waktu yang sangat lama.
Setelah mereka mengakuinya, padahal mereka menyadari bahwa penyelewengan, keingkaran, dan kedustaan mereka terhadap apa yang mereka yakini benar dari kitab yang ada di tangan mereka, lalu mereka memilih untuk meminta keputusan dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ hanyalah semata-mata timbul dari hawa nafsu dan perasaan senang atas keputusan yang sesuai dengan pendapat mereka, tetapi bukan karena meyakini kebenaran dari apa yang diputuskan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Karena itulah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menyebutkan di dalam firman-Nya:
Jika kamu diberi ini.
Yaitu hukum mencoreng muka dan hukuman dera.
…maka ambillah.
Yakni terimalah keputusan itu.
Dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka hati-hatilah.
Yakni janganlah kamu menerima dan mengikutinya.
Tafsir Ayat:
Karena kecintaannya kepada manusia, Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sangat bersedih terhadap orang yang menampakkan iman lalu kembali kepada kekufuran, maka Allah membimbingnya agar jangan berputus asa dan bersedih terhadap orang-orang itu, karena mereka -seperti kata pepatah- tidak bersama rombongan dagang dan tidak pula bersama rombongan perang, jika mereka hadir, mereka tidak memberi manfaat, jika mereka tidak hadir, mereka tidak dicari. Oleh karena itu, Allah menjelaskan penyebab agar tidak bersedih terhadap mereka. Dia berfirman, مِنَ الَّذِينَ قَالُوا آمَنَّا بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوبُهُمْ “Di antara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka, ‘Kami beriman’, padahal hati mereka belum beriman.” Orang-orang yang semestinya disedihi dan disayangkan, adalah orang-orang yang tergolong ke dalam orang-orang yang beriman secara lahir dan batin dan mustahil orang-orang seperti itu meninggalkan agamanya dan murtad, karena cahaya iman telah merasuk ke dalam hati, maka pemiliknya tidak akan berpaling kepada yang lain dan tidak akan mencari penggantinya.
وَمِنَ الَّذِينَ هَادُوا سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ سَمَّاعُونَ لِقَوْمٍ آخَرِينَ لَمْ يَأْتُوكَ “Dan juga di antara orang-orang Yahudi, di mana mereka sangat gemar mendengar berita bohong dan mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu,” yakni mereka mengikuti dan mengekor pemimpin-pemimpin mereka yang menyandarkan urusan mereka di atas kebohongan, kesesatan, dan penyimpangan. Para pemimpin yang diikuti itu لَمْ يَأْتُوكَ “belum pernah datang kepadamu,” akan tetapi mereka berpaling darimu dan membanggakan kebatilan yang mereka miliki, yaitu merubah perkataan dari tempatnya; maksudnya, menafsirkan perkataan dengan makna yang tidak di-inginkan dan tidak dimaksudkan oleh Allah, untuk menyesatkan manusia dan menolak kebenaran.
Orang-orang yang mengikuti para penyeru kepada kesesatan yang mengikuti kemustahilan, yang datang kepadamu dengan membawa semua dusta, mereka itu tidak berakal dan berkeinginan, maka biarkan saja jika mereka itu tidak mengikutimu, karena mereka tidak ada apa-apanya. Yang begini ini jangan diperhatikan, dan tidak perlu dipedulikan. يَقُولُونَ إِنْ أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا “Mereka mengatakan, ‘Jika diberikan ini kepadamu, maka terimalah ia dan jika kamu diberi yang bukan ini, maka berhati-hatilah’.” Maksudnya, ini adalah ucapan mereka pada saat mereka berhakim kepadamu. Tujuan mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu. Sebagian berkata kepada yang lain, “Jika Muhammad menghukumimu dengan hukum yang sesuai dengan hawa nafsumu, maka terimalah hukumnya, jika tidak, maka berhati-hatilah, jangan mau mengikutinya.” Ini adalah fitnah dan pengikutan terhadap hawa nafsu. وَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ فِتْنَتَهُ فَلَنْ تَمْلِكَ لَهُ مِنَ اللَّهِ شَيْئًا “Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatan-nya, maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatu pun yang datang dari Allah.” Ini seperti FirmanNya,
إِنَّكَ لا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ
“Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendakiNya.” (QS. Al-Qashash: 56).
أُولَئِكَ الَّذِينَ لَمْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يُطَهِّرَ قُلُوبَهُمْ “Mereka itu adalah orang-orang di mana Allah tidak ingin menyucikan hati mereka,” dan oleh karena itulah mereka melakukan apa yang mereka lakukan.
Hal ini membuktikan bahwa barangsiapa tujuannya dengan berhukum kepada hukum syar’i adalah mengikuti hawa nafsu, di mana jika hukum berpihak kepadanya dia menerima, jika tidak maka dia marah; ini membuktikan bahwa hatinya tidak bersih. Sebagaimana halnya barangsiapa yang berhukum kepada syariat lalu dia menerima; sesuai dengan keinginannya atau tidak, maka ini membuktikan kesucian hatinya. Ini sekaligus menunjukkan bahwa kesucian hati adalah penyebab seluruh kebaikan. Ia adalah pendorong terbesar kepada ucapan dan perbuatan yang lurus dan bersih. لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ “Mereka mendapatkan kehinaan di dunia yaitu, kerendahan dan penyesalan dan di akhirat mereka mendapatkan siksaan yang besar,” yakni neraka dan murka Allah Yang Mahaperkasa.
Pada ayat yang lalu diterangkan tentang hukuman bagi pencuri, sementara ayat ini menjelaskan sikap orang yahudi terhadap hukum dalam kitab taurat. Keterangan ini diawali dengan peringatan kepada rasulullah. Wahai rasul! janganlah engkau disedihkan karena mereka berlomba-lomba dalam kekafirannya dan menampakkan permusuhan, karena Allah pasti akan melindungimu. Ketahuilah bahwa mereka adalah orang-orang munafik yang mengatakan dengan mulut mereka, kami telah beriman, padahal hati mereka meyakini yang lain, dan mereka sesungguhnya belum beriman; dan waspadalah juga terhadap orang-orang yahudi yang sangat suka mendengar berita-berita bohong yang diungkapkan oleh pendeta-pendetanya, dan mereka juga sangat suka mendengar perkataan-perkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu yang menjelek-jelekkanmu. Mereka tidak segan-segan untuk mengubah katakata dalam kitab taurat dari makna yang sebenarnya, seperti mengubah hukum rajam bagi pezina menjadi menghitamkan wajah dan cambukan, atau diselewengkan pengertiannya. Mereka mengatakan kepada utusan yang diperintahkan untuk bertanya kepada rasulullah tentang hukum bagi pezina, jika ini, seperti yang mereka lakukan, yang diberikan kepadamu, yaitu hukum yang sudah diubah, terimalah, dan jika kamu diberi hukum yang bukan ini, maka hati-hatilah dan jangan diterima. Barang siapa dikehendaki Allah untuk dibiarkan sesat karena keangkuhan dan keras kepalanya, sedikit pun engkau tidak akan mampu menolak suatu akibat atau hukuman apa pun dari Allah untuk menolongnya. Karena pilihan pada kesesatan, maka mereka itu adalah termasuk orang-orang yang sudah tidak dikehendaki Allah untuk diberi petunjuk agar dapat menyucikan hati mereka. Di dunia mereka pasti akan mendapat kehinaan akibat sikapnya itu, dan di akhirat mereka pasti akan mendapat azab yang besar karena kesesatannya ayat ini sekali lagi menjelaskan sifat buruk orang yahudi, yaitu bahwa mereka sangat suka mendengar berita bohong, terutama yang berkaitan dengan pribadi nabi Muhammad, banyak memakan makanan yang haram, seperti menerima suap, makan riba, dan lainnya. Jika mereka, orang yahudi, datang kepadamu, wahai nabi Muhammad, untuk meminta putusan, maka berilah putusan di antara mereka sesuai dengan yang ditetapkan dalam kitab taurat atau berpalinglah dari mereka, karena sebenarnya tidak ada manfaat sedikit pun, dan jika engkau berpaling dari mereka dengan tidak melayani permintaan yang tidak akan mereka lakukan, maka mereka tidak akan membahayakanmu sedikit pun. Tetapi jika engkau memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah dengan adil sesuai dengan hukum yang terdapat dalam taurat. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah sangat menyukai orang-orang yang adil dalam memutuskan perkara.
Al-Maidah Ayat 41 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Maidah Ayat 41, Makna Al-Maidah Ayat 41, Terjemahan Tafsir Al-Maidah Ayat 41, Al-Maidah Ayat 41 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Maidah Ayat 41
Tafsir Surat Al-Maidah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)