{4} An-Nisa / النساء | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الأنعام / Al-An’am {6} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Maidah المائدة (Jamuan (Hidangan Makanan)) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 5 Tafsir ayat Ke 44.
إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ ۚ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ ۚ فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا ۚ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَـٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ ﴿٤٤﴾
innā anzalnat-taurāta fīhā hudaw wa nụr, yaḥkumu bihan-nabiyyụnallażīna aslamụ lillażīna hādụ war-rabbāniyyụna wal-aḥbāru bimastuḥfiẓụ ming kitābillāhi wa kānụ ‘alaihi syuhadā`, fa lā takhsyawun-nāsa wakhsyauni wa lā tasytarụ bi`āyātī ṡamanang qalīlā, wa mal lam yaḥkum bimā anzalallāhu fa ulā`ika humul-kāfirụn
QS. Al-Maidah [5] : 44
Sungguh, Kami yang menurunkan Kitab Taurat; di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya. Yang dengan Kitab itu para nabi yang berserah diri kepada Allah memberi putusan atas perkara orang Yahudi, demikian juga para ulama dan pendeta-pendeta mereka, sebab mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah. Barangsiapa tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.
Sesungguhnya Kami telah menurunkan Taurat, di dalamnya terdapat petunjuk dari kesesatan, dan keterangan tentang hukum-hukum. Para nabi yang tunduk kepada hukum-hukum Allah dan mengakuinya telah berhukum kepadanya di antara orang-orang Yahudi. Para nabi tersebut tidak menyimpang dari hukum-hukumnya dan tidak menyelewengkannya, para ahli ibadah dan ahli ilmu yang mendidik manusia berdasarkan syariat Allah di kalangan orang-orang Yahudi juga berhakim kepadanya. Hal itu karena para nabi di kalangan mereka tetap menyerahkan tugas menyampaikan Taurat, memahami Taurat dan mengamalkannya kepada para ulama dan ahli ibadah di antara mereka. Orang-orang Rabbaniyin dan para ahli ilmu diantara mereka telah bersaksi bahwa nabi-nabi mereka telah menetapkan kitab Allah sebagai sumber hukum diantara orang-orang Yahudi. Allah berfirman kepada para ahli ibadah dan ahli ilmu diantara orang-orang Yahudi: “Jangan takut kepada manusia dalam menetapkan hukum-Ku, karena mereka tidak mampu memberi manfaat kepada kalian dan tidak pula mudharat. Akan tetapi takutlah kalian kepada-Ku karena Aku-lah pemberi manfaat dan penimpa mudharat. Jangan menukar apa yang Aku turunkan dengan harga yang remeh. Karena berhukum kepada selain apa yang diturunkan oleh Allah termasuk perbuatan kekufuran.” Orang-orang yang mengganti hukum Allah yang Dia turunkan didalam kitab-Nya lalu mereka menyembunyikannya, mengingkarinya dan menetapkan hukum dengan selainnya dengan keyakinan bahwa hal itu halal dan boleh, maka mereka adalah orang-orang kafir.
Sehubungan dengan makna ayat ini ada dua pendapat yang akan diterangkan kemudian.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Abbas, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abuz Zanad, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Abdullah ibnu Abbas yang telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al Maidah:44), maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (Al Maidah:45), maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik. (Al Maidah:47), Ibnu Abbas pernah mengatakan bahwa ayat-ayat ini diturunkan oleh Allah berkenaan dengan dua golongan dari kalangan orang-orang Yahudi. Salah satu dari mereka berhasil mengalahkan yang lain di masa Jahiliah, tetapi pada akhirnya mereka sepakat dan berdamai dengan syarat “setiap orang rendah yang terbunuh oleh orang yang terhormat, maka diatnya adalah lima puluh wasaq, sedangkan setiap orang terhormat yang terbunuh oleh orang yang rendah, maka diatnya adalah seratus wasaq (kurma)”. Ketentuan tersebut berlaku di kalangan mereka hingga Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tiba di Madinah. Kemudian terjadilah suatu peristiwa ada seorang yang rendah dari kalangan mereka membunuh seorang yang terhormat. Maka pihak keluarga orang yang terhormat mengirimkan utusannya kepada orang yang rendah untuk menuntut diatnya sebanyak seratus wasaq. Pihak orang yang rendah berkata, “Apakah pantas terjadi pada dua kabilah yang satu agama, satu keturunan, dan satu negeri bila diat sebagian dari mereka dua kali lipat diat sebagian yang lain? Dan sesungguhnya kami mau memberi kalian karena kezaliman kalian terhadap kami dan peraturan diskriminasi yang kalian buat. Tetapi sekarang setelah Muhammad tiba di antara kita, maka kami tidak akan memberikan itu lagi kepada kalian.” Hampir saja terjadi peperangan di antara kedua golongan itu. Kemudian mereka setuju untuk menjadikan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sebagai hakim yang melerai persengketaan di antara mereka. Lalu golongan yang terhormat berbincang-bincang (di antara sesamanya), “Demi Allah, Muhammad tidak akan memberi kalian dari mereka (golongan yang rendah) dua kali lipat dari apa yang biasa mereka berikan kepada kalian. Sesungguhnya mereka (golongan yang rendah) benar, bahwa mereka tidak memberi kita melainkan karena kezaliman dan kesewenang-wenangan kita sendiri terhadap mereka. Maka mata-matailah Muhammad melalui seseorang yang akan memberitakan kepada kalian akan pendapatnya. Jika dia memberi kalian seperti apa yang kalian kehendaki, maka terimalah keputusan hukumnya. Jika dia tidak memberi kalian, maka waspadalah kalian, dan janganlah kalian ambil keputusannya.” Maka mereka menyusupkan sejumlah orang dari kalangan orang-orang munafik kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ untuk mencari berita tentang pendapat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ketika mereka datang kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, maka Allah memberitahukan kepada Rasul-Nya tentang urusan mereka dan apa yang dikehendaki oleh mereka. Lalu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: Hai Rasul, janganlah kamu sedih karena orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya. (Al Maidah:41) sampai dengan firman-Nya: maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.(Al Maidah:44), Berkenaan dengan merekalah Allah menurunkan wahyu ini, dan merekalah yang dimaksudkan oleh-Nya.
Imam Abu Daud meriwayatkannya melalui hadis Abuz Zanad, dari ayahnya, dengan lafaz yang semisal.
Abu Ja’far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hannad ibnus Sirri dan Abu Kuraib, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, dari Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Daud ibnul Husain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ayat yang ada di dalam surat Al-Maidah dimulai dari firman-Nya: maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari mereka. (Al Maidah:42) sampai dengan firman-Nya: orang-orang yang adil. (Al Maidah:42), Sesungguhnya ayat tersebut diturunkan berkenaan dengan diat yang berlaku di kalangan Bani Nadir dan Bani Quraizah. Karena orang-orang yang terbunuh dari kalangan Bani Nadir merupakan orang-orang terhormat, maka diat diberikan kepada mereka dengan penuh. Dan orang-orang Bani Quraizah (bila ada yang terbunuh), maka diat diberikan separonya kepada mereka Kemudian mereka meminta keputusan hukum kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengenai hal tersebut, lalu Allah menurunkan firman-Nya mengenai hal itu berkenaan dengan mereka. Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membawa mereka kepada keputusan yang adil dalam masalah itu, dan beliau menjadikan diat dalam masalah tersebut sama (antara orang yang terhormat dan rakyat jelata).
Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Ibnu Ishaq dengan lafaz yang semisal.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Ali ibnu Saleh, dari Sammak, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang telah mengatakan bahwa dahulu terjadi permusuhan antara Bani Quraizah dan Bani Nadir, Bani Nadir lebih terhormat daripada Bani Quraizah. Tersebutlah bahwa apabila seorang Qurazi membunuh seorang Nadir, maka ia dikenakan hukum mati. Tetapi apabila orang Nadir membunuh orang Quraizah, maka sanksinya adalah membayar diat sebanyak seratus wasaq kurma. Ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah diutus, terjadilah suatu peristiwa seorang dari Bani Nadir membunuh seseorang dari Quraizah. Orang-orang Quraizah berkata, “Kalian harus membayar diat kepadanya.” Orang-orang Nadir pun berkata, “Yang memutuskan antara kami dan kalian adalah Rasulullah.” Maka turunlah firman-Nya: Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil. (Al Maidah:42)
Imam Abu Daud, Imam Nasai, Imam Ibnu Hibban, dan Imam Hakim di dalam kitab Al-Mustadrak meriwayatkannya melalui hadis Ubaidillah ibnu Musa dengan lafaz yang semisal. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, Ibnu Zaid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.
Al-Aufi dan Ali ibnu Abu Talhah Al-Walibi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang Yahudi yang berbuat zina, seperti yang telah diterangkan dalam hadis-hadis sebelumnya. Dapat pula dikatakan bahwa kedua penyebab inilah yang melatarbelakangi turunnya ayat dalam waktu yang sama, lalu ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan semuanya. Karena itulah sesudahnya disebutkan oleh firman-Nya:
Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (Taurat) bahwa jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata. (Al Maidah:45), hingga akhir ayat
Ayat ini memperkuat pendapat yang mengatakan bahwa penyebab turunnya ayat-ayat ini berkenaan dengan masalah hukum qisas.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al Maidah:44)
Al-Barra ibnu Azib, Huzaifah ibnul Yaman, Ibnu Abbas Abu Mijlaz, Abu Raja Al-Utaridi, Ikrimah, Ubaidillah Ibnu Abdullah, Al-Hasan Al-Basri, dan lain-lainnya mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ahli Kitab. Al-Hasan Al-Basri menambahkan, ayat ini hukumnya wajib bagi kita (kaum muslim).
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Sufyan As-Sauri, dari Mansur, dari Ibrahim yang telah mengatakan bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Bani Israil, sekaligus merupakan ungkapan rida dari Allah kepada umat yang telah menjalankan ayat ini, menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Ya’qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Salamah ibnu Kahil, dari Alqamari dan Masruq, bahwa keduanya pernah bertanya kepada sahabat Ibnu Mas’ud tentang masalah suap (risywah). Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa risywah termasuk perbuatan yang diharamkan. Salamah ibnu Kahil mengatakan, “Alqamah dan Masruq bertanya, ‘Bagaimanakah dalam masalah hukum?’.” Ibnu Mas’ud menjawab, “Itu merupakan suatu kekufuran.” Kemudian sahabat Ibnu Mas’ud membacakan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al Maidah:44)
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al Maidah:44), Bahwa barang siapa yang memutuskan hukum bukan dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah, dan ia meninggalkannya dengan sengaja atau melampaui batas, sedangkan dia mengetahui, maka dia termasuk orang-orang kafir.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al Maidah:44), Bahwa barang siapa yang ingkar terhadap apa yang diturunkan oleh Allah, sesungguhnya dia telah kafir, dan barang siapa yang mengakuinya, tetapi tidak mau memutuskan hukum dengannya, maka dia adalah orang yang aniaya lagi fasik. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir. Kemudian Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud oleh ayat tersebut adalah Ahli Kitab atau orang yang mengingkari hukum Allah yang diturunkan melalui Kitab-Nya.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari As-Sauri, dari Zakaria, dari Asy-Sya’bi sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan (hukum) menurut apa yang diturunkan Allah (Al Maidah:44), Menurutnya makna ayat ini ditujukan kepada orang-orang muslim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad, telah menmenceritakan kepada kami Syu’bah,dari Ibnu Abus Safar dari Asy-Sya’bi sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al Maidah:44), Menurutnya ayat ini berkenaan dengan orang-orang muslim. Dan firman-Nya yang mengatakan: Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim (Al Maidah:45) berkenaan dengan orang-orang Yahudi. Sedangkan firman-Nya yang mengatakan: Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, mana mereka itu adalah orang-orang yang fasik (Al Maidah:47) Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Nasrani.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Hasyim dan As-Sauri, dari Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Asy-Sya’bi.
Abdur Razzaq mengatakan juga, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya yang menyatakan bahwa Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan. (Al Maidah:44), hingga akhir ayat. Ibnu Abbas menjawab, orang tersebut menyandang sifat kafir.
IbnuTawus mengatakan, yang dimaksud dengan kafir dalam ayat ini bukan seperti orang yang kafir kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab dan rasul-rasul-Nya.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Ibnu Juraij, dari Ata yang telah mengatakan bahwa makna yang dimaksud dengan kafir ialah masih di bawah kekafiran (bukan kafir sungguhan), dan zalim ialah masih di bawah kezaliman, serta fasik ialah masih di bawah kefasikan. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Waki’ telah meriwayatkan dari Sa’id Al-Makki, dari Tawus sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al Maidah:44), Yang dimaksud dengan “kafir” dalam ayat ini bukan kafir yang mengeluarkan orang yang bersangkutan dari Islam.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Yazid Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Uyaynah, dari Hisyam ibnu Hujair, dari Tawus, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Barang siapa yang tidak memutuskan menurutapa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al Maidah:44), Makna yang dimaksud ialah bukan kufur seperti apa yang biasa kalian pahami (melainkan kufur kepada nikmat Allah).
Imam Hakim meriwayatkan di dalam kitab Mustadrak melalui hadis Sufyan ibnu Uyaynah, dan Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahnya.
Tafsir Ayat:
إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Taurat,” kepada Musa. فِيهَا هُدًى “Di dalamnya terdapat petunjuk” kepada iman dan kebenaran dan melindungi mereka dari kesesatan. وَنُورٌ “Dan cahaya,” yang menerangi gelapnya kebodohan, kebingungan, kebimbangan, syubhat dan syahwat; sebagaimana Firman Allah,
وَلَقَدْ آتَيْنَا مُوسَى وَهَارُونَ الْفُرْقَانَ وَضِيَاءً وَذِكْرًا لِلْمُتَّقِينَ
“Dan sungguh telah Kami berikan kepada Musa dan Harun kitab Taurat dan penerapan serta pengajaran bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Anbiya`: 48).
يَحْكُمُ بِهَا “Yang dengan kitab itu diputuskan” perkara-perkara dan persoalan-persoalan di antara orang-orang ole النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا “para nabi yang menyerahkan diri” kepada Allah dan tunduk kepada perintah-perintahNya, yang keislaman mereka lebih agung daripada keislaman selain mereka. Mereka adalah hamba-hamba Allah terpilih. Jika mereka, para nabi yang mulia, para pemimpin yang terhormat telah meneladani Taurat, bermakmum dan berjalan di belakangnya, lalu apa yang menghalangi orang-orang Yahudi yang rendah itu untuk mengikutinya? Apa yang mendorong mereka mencampakkan kewajiban iman kepada Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang merupakan kandungan termulianya di mana amal lahir dan batin tidak diterima kecuali dengan iman itu? Apakah dalam hal ini mereka mempunyai imam? Benar, mereka mempunyai imam yang mana kegemaran mereka adalah penyelewengan terhadap kalamullah, penegakan kepemimpinan dan kedudukan mereka di antara manusia dan mengeruk keuntungan dari menyembunyikan kebenaran dan menonjolkan kebatilan. Mereka itulah para pemimpin kesesatan yang menyeru ke api neraka.
Dan FirmanNya, وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالْأَحْبَارُ “Dan oleh orang-orang alim dan pendeta-pendeta mereka.” Maksudnya, begitu pula Taurat digunakan sebagai sumber hukum di antara orang-orang Yahudi oleh para pemuka agama yang Rabbaniyyin, yakni para ulama yang ber-amal dan mengajarkan, yang mendidik manusia dengan didikan terbaik, dan membimbing mereka dengan bimbingan para nabi yang penuh kasih dan para pendeta mereka yaitu para ulama besar yang didengar ucapannya diikuti jejaknya, dan mereka memiliki ucapan yang dipercaya di antara umat mereka.
Hukum yang mereka keluarkan itu yang sesuai dengan kebenaran بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ “disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya,” maksudnya, karena Allah meminta mereka untuk menjaga kitabNya, menjadikan mereka orang-orang yang dipercaya atasnya dan ia adalah amanat atas mereka, maka Allah mengharuskan mereka menjaganya dari penambahan, pengurangan, dan penyembunyian, mengajarkannya kepada yang tidak mengetahui, dan mereka adalah saksi-saksi terhadapnya. Mereka adalah rujukan padanya dan pada apa yang kurang dimengerti oleh manusia. Allah telah membebankan kepada para ulama apa yang tidak dibebankan kepada orang-orang bodoh, maka mereka harus menunaikan kewajiban yang disematkan di pundak mereka.
Hendaknya mereka tidak mengikuti orang-orang bodoh dengan memilih sikap malas dan ogah-ogahan. Hendaknya mereka tidak membatasi diri hanya pada ibadah-ibadah personal berupa berbagai macam dzikir, shalat, zakat, haji, puasa dan ibadah-ibadah lain yang jika dilakukan oleh selain ulama, maka mereka selamat. Adapun para ulama, maka sebagaimana mereka dituntut untuk melakukan apa yang menjadi kewajiban atas diri mereka, mereka juga dituntut untuk mengajar manusia, menyampaikan perkara-perkara agama yang mereka butuhkan khususnya masalah-masalah dasar yang sering terjadi, dan hendaknya mereka tidak takut kepada manusia, akan tetapi takut kepada Tuhan mereka.
Oleh karena itu Dia berfirman, فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا “Janganlah kamu takut kepada manusia tetapi takutlah ke-padaKu. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayatKu dengan harga yang sedikit,” di mana kamu menyembunyikan kebenaran dan menampakkan kebatilan demi harta dunia yang sedikit.
Jika ulama selamat dari penyakit-penyakit ini, maka ia termasuk taufik dan kebahagiaannya. Keinginannya adalah bersungguh-sungguh di bidang ilmu dan mengajarkan(nya). Dia menyadari bahwa Allah telah memintanya untuk menjaga ilmu dan menjadi saksi atasnya. Maka dia hanya takut kepada Tuhannya. Ketakutan dan kekhawatirannya kepada manusia tidak menghalanginya melakukan apa yang harus dilakukannya. Dia tidak mendahulukan dunia di atas agama.
Sebagaimana tanda celakanya ulama adalah kemalasannya menunaikan tugasnya, tidak peduli dengan apa yang diperintahkan kepadanya. Dia menyia-nyiakan dan menelantarkannya, menjual agama dengan dunia, menerima suap dalam hukum-hukumnya, dan meminta bayaran atas fatwa-fatwanya. Dia tidak bersedia mengajar kecuali dengan bayaran dan gaji. Ulama ini telah diberi nikmat besar oleh Allah, tetapi dia mengkufurinya dan menolak bagian karuniaNya yang besar di mana selainnya tidak mendapatkannya. Kami memohon kepadaMu ya Allah ilmu yang berguna dan amalan yang diterima. Limpahkan kepada kami maaf dan keselamatan dari segala cobaan wahai Allah Yang Maha Karim.
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ “Dan barangsiapa tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,” yakni, dari kebenaran yang jelas dan dia memutuskan berdasarkan kebatilan yang diketahuinya, karena satu tujuan yang rusak, فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ “maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.” Berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah termasuk perbuatan orang-orang kafir dan bisa jadi ia adalah kekufuran yang mengeluarkan dari agama, hal itu jika dia meyakini kebolehan dan kehalalannya, dan bisa pula ia merupakan salah satu dosa besar dan termasuk perbuatan kekufuran di mana pelakunya berhak mendapat azab yang keras.
Pada ayat yang lalu dijelaskan sikap orang yahudi terhadap taurat dan hukum yang terdapat di dalamnya. Pada ayat ini diterangkan bahwa taurat diwahyukan sebagai petunjuk bagi bani israil, tetapi sebagian hukumnya mereka tinggalkan. Penjelasan ini diawali dengan suatu ungkapan untuk meyakinkan. Sungguh, kami yang menurunkan kitab taurat kepada nabi musa; di dalamnya ada petunjuk untuk membimbing mereka ke jalan yang lurus dan cahaya yang akan menerangi jalan hidup mereka. Yang dengan kitab itu para nabi yang berserah diri kepada Allah dari bani israil telah memberi putusan atas perkara yang terjadi di antara orang yahudi, demikian juga yang diperbuat oleh para ulama dan pendeta-pendeta mereka, yang sedemikian ini sebab mereka memang diperintahkan untuk memelihara kitab-kitab Allah dengan melaksanakan hukum-hukumnya, dan mereka siap untuk menjadi saksi terhadapnya. Karena itu, wahai Muhammad, janganlah kamu takut kepada manusia, tetapi takutlah hanya kepada-ku. Dan janganlah pula kamu jual ayatayat-ku dengan harga murah dengan mengharap imbalan duniawi yang sedikit. Barang siapa tidak memutuskan hukum suatu perkara dengan apa yang diturunkan Allah, maka ketahuilah bahwa mereka itulah termasuk orang-orang kafir. Di antara hukum yang terdapat dalam taurat adalah bahwa kami telah menetapkan bagi mereka di dalamnya, taurat, hukuman yang sepadan, yaitu bahwa menghilangkan nyawa dibalas dengan nyawa, melukai mata dibalas dengan melukai mata, mencederai hidung dibalas dengan hidung, memotong telinga dibalas dengan telinga, merontokkan gigi dibalas dengan gigi, dan luka-luka pun ada qisas-Nya, yakni ada balasannya yang sama. Namun demikian, barang siapa melepaskan hak untuk melakukan qisasnya, maka sikap itu akan menjadi penebus dosa baginya. Sebaliknya barang siapa tidak memutuskan perkara yang terjadi dengan saudaranya menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah akan termasuk orang-orang yang zalim.
Al-Maidah Ayat 44 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Maidah Ayat 44, Makna Al-Maidah Ayat 44, Terjemahan Tafsir Al-Maidah Ayat 44, Al-Maidah Ayat 44 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Maidah Ayat 44
Tafsir Surat Al-Maidah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)