{4} An-Nisa / النساء | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الأنعام / Al-An’am {6} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Maidah المائدة (Jamuan (Hidangan Makanan)) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 5 Tafsir ayat Ke 118.
إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ ۖ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ ﴿١١٨﴾
in tu’ażżib-hum fa innahum ‘ibāduk, wa in tagfir lahum fa innaka antal-‘azīzul-ḥakīm
QS. Al-Maidah [5] : 118
Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.”
Ya Allah, bila Engkau menyiksa mereka maka mereka adalah hamba-hamba-Mu, Engkau lebih mengetahui keadaan mereka, Engkau melakukan apa yang Engkau kehendaki terhadap mereka dengan keadilan-Mu. Bila Engkau mengampuni dengan rahmat-Mu siapa yang melakukan sebab-sebab ampunan, maka sesungguhnya Engkau Maha Perkasa yang tidak terkalahkan, Maha Bijaksana dalam penataan dan pengaturan-Mu. Ayat ini merupakan sanjungan kepada Allah atas hikmah-Nya, keadilan-Nya dan kesempurnaan ilmu-Nya.
Kalimat ini mengandung makna mengembalikan segala sesuatunya kepada kehendak Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, karena sesungguhnya Allah Maha Memperbuat segala sesuatu yang dikehendaki-Nya, Dia tidak ada yang mempertanyakan apa yang diperbuat-Nya, sedangkan mereka akan dimintai pertanggungjawabannya. Kalimat ini pun merupakan pembersihan diri terhadap perbuatan orang-orang Nasrani yang berani berdusta kepada Allah dan rasul-Nya serta berani menjadikan bagi Allah tandingan dan istri serta anak. Mahatinggi Allah dari apa yang mereka katakan itu dengan ketinggian yang setinggi-tingginya.
Ayat ini mempunyai makna yang sangat penting dan merupakan suatu berita yang menakjubkan. Di dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membacanya di malam hari hingga subuh, yakni dengan mengulang-ulang bacaan ayat ini.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Fudail, telah menceritakan kepadaku Fulait Al-Amiri, dari Jisrah Al-Amiriyah, dari Abu Zar r.a. yang menceritakan bahwa di suatu malam Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melakukan salat, lalu beliau membaca sebuah ayat yang hingga subuh beliau tetap membacanya dalam rukuk dan sujudnya, yaitu firman-Nya: Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al Maidah:118) Ketika waktu subuh Abu Hurairah bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau terus-menerus membaca ayat ini hingga subuh, sedangkan engkau tetap membacanya dalam rukuk dan sujudmu?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: Sesungguhnya aku memohon kepada Tuhanku akan syafaat bagi umatku, maka Dia memberikannya kepadaku, dan syafaat itu dapat diperoleh —Insya Allah— oleh orang yang tidak pernah mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun (dari kalangan umatku).
Jalur lain dan konteks lain diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya, telah menceritakan kepada kami Qudamah ibnu Abdullah, telah menceritakan kepadaku Jisrah binti Dajjajah, bahwa ia berangkat menunaikan ibadah umrahnya. Ketika sampai di Ar-Rabzah, ia mendengar Abu Zar menceritakan hadis berikut, bahwa di suatu malam Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bangkit untuk melakukan salat Isya, maka beliau salat bersama kaum. Setelah itu banyak orang dari kalangan sahabat beliau mundur untuk melakukan salat (sunat). Ketika Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melihat mereka melakukan salat setelah mundur dari tempat itu, maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pergi ke tempat kemahnya. Setelah Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melihat bahwa kaum telah mengosongkan tempat itu, maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kembali ke tempatnya semula, lalu melakukan salat (sunat). Kemudian aku (Abu Zar) datang dan berdiri di belakang beliau, maka beliau berisyarat kepadaku dengan tangan kanannya, maka aku berdiri di sebelah kanan beliau. Kemudian datanglah Ibnu Mas’ud yang langsung berdiri di belakangku dan di belakang beliau, tetapi Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berisyarat kepadanya dengan tangan kirinya, maka Ibnu Mas’ud berdiri di sebelah kiri beliau. Maka kami bertiga berdiri melakukan salat, masing-masing melakukan salat sendirian, dan kami membaca sebagian dari Al-Qur’an sebanyak apa yang dikehendaki oleh Allah. Sedangkan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ hanya membaca sebuah ayat Al-Qur’an yang beliau ulang-ulang bacaannya hingga sampai di penghujung malam. Setelah kami menunaikan salat Subuh, aku berisyarat kepada Abdullah ibnu Mas’ud, meminta kepadanya untuk menanyakan apa yang telah diperbuat oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tadi malam. Maka Ibnu Mas’ud menjawab dengan isyarat tangannya, bahwa dia tidak mau menanyakan sesuatu pun kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ hingga Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sendirilah yang akan memberitahukannya kepada dia. Maka aku (Abu Zar) bertanya, “Demi ayah dan ibuku, engkau telah membaca suatu ayat dari Al-Qur’an, padahal Al-Qur’an seluruhnya telah ada padamu. Seandainya hal itu dilakukan oleh seseorang dari kalangan kami, niscaya kami akan menjumpainya (mudah melakukannya).” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Aku berdoa untuk umatku.” Aku bertanya, “Lalu apakah yang engkau peroleh atau apakah jawaban-Nya kepadamu?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Aku mendapat jawaban (dari Allah) yang seandainya hal ini diperlihatkan kepada kebanyakan dari mereka sekali lihat, niscaya mereka akan meninggalkan salat. Aku bertanya, “Bolehkah aku menyampaikan berita gembira ini kepada orang-orang?” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Tentu saja boleh.” Maka aku pergi seraya merunduk sejauh lemparan sebuah batu (untuk mengumumkan kepada orang-orang). Tetapi Umar berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya jika engkau menyuruh orang ini untuk menyampaikannya kepada orang banyak, niscaya mereka akan enggan melakukan ibadah.” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memanggilku kembali, lalu aku kembali (tidak jadi mengumumkannya). Ayat tersebut adalah firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Abdul A’la, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, Bakr ibnu Sawwadah pernah menceritakan kepadanya hadis berikut dari Abdur Rahman ibnu Jubair, dari Abdullalh ibnu Amr ibnul As, bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membaca perkataan Nabi Isa yang disebutkan oleh firman-Nya: Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (Al Maidah:118) Lalu beliau mengangkat kedua tangannya dan berdoa, “Ya Allah, selamatkanlah umatku,” kemudian beliau menangis. Maka Allah berfirman, “Hai Jibril, pergilah kepada Muhammad —dan Tuhanmu lebih mengetahui— dan tanyakanlah kepadanya apa yang menyebabkan dia menangis.” Malaikat Jibril datang menemui Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan bertanya kepadanya. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menceritakan apa yang telah diucapkannya, sedangkan Allah lebih mengetahui. Allah berfirman, “Hai Jibril, pergilah kepada Muhammad dan katakanlah (kepadanya) bahwa sesungguhnya Kami akan membuatnya rela tentang nasib umatnya, dan Kami tidak akan membuatnya bersedih hati.”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Husain, telah menceritakan kepada kami Ibnu Luhai’ah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Hubairah, ia pernah mendengar Abu Tamim Al-Jaisyani mengatakan bahwa telah menceritakan kepadanya Sa’id ibnu Musayyab, ia pernah mendengar Huzaifah ibnul Yaman menceritakan hadis berikut, Pada suatu hari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak menampakkan dirinya kepada kami. Beliau tidak keluar, hingga kami menduga bahwa beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak akan keluar hari itu. Dan ketika beliau keluar, maka beliau langsung melakukan sujud sekali sujud (dalam waktu yang cukup lama) sehingga kami menduga bahwa roh beliau dicabut dalam sujudnya itu. Setelah mengangkat kepalanya (dari sujud), beliau bersabda: Sesungguhnya Tuhanku telah meminta pendapatku sehubungan dengan umatku, yakni apakah yang akan dilakukan-Nya terhadap mereka? Maka aku menjawab, “Ya Tuhanku, terserah kepada-Mu, mereka adalah makhluk dan hamba-hamba-Mu.” Allah meminta pendapatku kedua kalinya, dan aku katakan kepada-Nya hal yang sama. Maka Allah berfirman kepadaku, “Aku tidak akan mengecewakanmu sehubungan dengan umatmu, hai Muhammad.” Dan Allah memberi kabar gembira kepadaku bahwa orang yang mula-mula masuk surga dari kalangan umatku bersama-sama denganku adalah tujuh puluh ribu orang, dan setiap seribu orang (dari mereka) ditemani oleh tujuh puluh ribu orang, mereka semuanya tidak terkena hisab. Kemudian Allah mengirimkan utusan kepadaku untuk menyampaikan firman-Nya, “Berdoalah, niscaya kamu diperkenankan, dan mintalah, niscaya diberi.” Maka kukatakan kepada utusanNya (yakni Malaikat Jibril), “Apakah Tuhanku akan memberi permintaanku?” Ia menjawab, “Tidak sekali-kali Dia mengutusku kepadamu melainkan untuk memberimu.” Sesungguhnya Tuhanku telah memberiku —tanpa membanggakan diri— dan telah memberikan ampunan bagiku atas semua dosaku yang terdahulu dan yang kemudian, sedangkan aku masih berjalan dalam keadaan hidup dan sehat. Dan Dia memberiku, bahwa umatku tidak akan kelaparan dan tidak akan terkalahkan. Dia memberiku Al-Kausar, yaitu sebuah sungai di dalam surga yang mengalir ke telagaku. Dia memberiku kejayaan, pertolongan, dan rasa takut berjalan di hadapan umatku dalam jarak perjalanan satu bulan (mencekam musuh-musuhku). Dia memberiku, bahwa aku adalah nabi yang mula-mula masuk surga. Dan Dia menghalalkan bagiku dan bagi umatku ganimah (rampasan perang), serta Dia telah menghalalkan bagi kami banyak hal yang dilarang keras atas umat-umat sebelumku, dan Dia tidak menjadikan bagi kami dalam agama suatu kesempitan pun.
111-120. MaksudNya ingatlah nikmatKu kepadamu manakala aku memudahkan untukmu mendapatkan pengikut-pengikut dan penolong-penolong, maka aku ilhamkan kepada Hawariyyin (pembela dan pengikut setia), dan aku bisikan iman kepadaKu dan RasulKu kedalam hati mereka, dan aku ilhamkan melalui lisanmu yakni aku memerintahkan kepada mereka melalui wahyu yang datang kepadamu dari Allah, maka mereka menjawab dan meresponnya dengan baik, mereka berkata, “ kami telah beriman dan saksikanlah wahai Rasul bahwa sesungguhnya kami adalah orang-orang yang patuh kepada seruanMu.” Mereka menggabungkan antara Islam yang zahir yang di dasari ketundukan dengan amal yang di dasari dengan iman batin yang mengeluarkan pemiliknya dari kemunafikan dan iman yang lemah. Para Hawariyyin itu adalah orang-orang yang menolong, seperti kata Isa kepada mereka,
“Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (agama) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: “Kamilah penolong-penolong agama Allah”, lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang.” ( Ash- Shaff:14)
“Ingatlah ketika pengikut-pengikut Isa berkata, ‘ Hai Isa putra Maryam bersediakah Tuhanmu menyediakan hidangan dari langit kepada kami?’” maksudNya, meja makanan dengan makanan. Ini bukan karena keraguan mereka terhadap kuasa Allah dan kemampuaNya untuk itu, akan tetapi itu usulan yang sopan dari mereka. Karena permintaan terhadap kekuasaan Allah bertentangan dengan ketundukan kepada kebenaran, dan ucapan yang keluar dari para hawariyyin bisa jadi mengarah kesana. Maka Isa menasehati mereka dan berkata, “ bertakwalah kepada Allah jika kamu benar-benar orang-orang yang beriman.” Karena seorang Mukmin akan bertakwa karena imanNya untuk selalu bertakwa, tunduk kepada perintah Allah dan tidak menuntut turunnya tanda-tanda kekuasaan Allah yang tidak di ketahui apa yang terjadi sesudah itu.
Hawariyyin menjelaskan bahwa bukan itu maksud mereka, akan tetapi maksud mereka adalah baik yaitu karena kebutuhan, mereka berkata, “ Kami akan memakan hidangan itu.” Ini adalah bukti bahwa mereka memerlukannya, “ dan supaya tenteram hati kami” dengan iman ketika kami melihat tanda-tanda kekuasaan Allah denga mata kepala kami sehingga iman kami menjadi ain al-yaqin (setelah sebelumnya adalah ilmu al-yaqin) seperti Ibrahim kekasih Allah yang meminta kepada Allah untuk di tujukan bagaimana menghidupka orang mati. Allah berfirman
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati”. Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): “Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera”. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah:260).
Seorang hamba memerlukan tambahan ilmu, keyakinan, dan iman setiap saat. Oleh karena itu Allah berfirman, “Dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami,” yakni, kami mengetahui apa yang kamu bawa, bahwa ia adalah benar. “Dan kami menjadi orang-orang yang menyksikan hidangan itu.” Yakni, ia membawa kebaikanbagi orang yang datang sesudah kami. Kami menjadi saksi dalam hal ini, maka hujjah pun tegak dan bukti semakin bertambah kuat dengan itu.
Manakala Isa mendengar itu dan mengetahui maksud mereka, dia mengabulkan permintaan mereka, dia bero’a, “ Ya Tuhan Kami, turunkanlah sekiranya kepada kami suatu hidangan kepada kami dari langit yang hari turunnya akan mejadi hari raya yaitu bagi orang-orang yang bersama kami kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaanMu.” Maksudnya, hari turunnya di jadikan hari raya dan musim bagi memperingati hari bessar dari kekuasaan Allah itu ia kan selalu di ingatdan tidak di lupakan selama waktu dan tahun terus berganti, sebagaimana Allah menjadikan hari raya di manasik kamu Muslimin sebagai momen untuk mengingat kebesaranNya dan mengingat jalan para Rasul dan Sunnah mereka yang lurus, karunia dan kebaikanNya untuk mereka, “ Berilah Kami Rezeki, da Engkaulah Pemberi Rezeki yang paling utama.” Yakni di jadikan ia sebagai rezeki kami. Isa memohon agar hidangan itu di turunkan untuk dua kemaslahatan: Pertama, kemaslahatan agama, yaitu sebagai tanda kekuasan Allah yang kekal, dan Kedua, kemaslahatan dunia sebagai rezeki.
“Allah berfirman, ‘Sesungguhnya aku akan menurunkan hidangan itu kapadamu, barangsiapa yang kafir sesudah di turunkannya hidangan itu, maka sesungguhnya aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia’.” Karena dia menyaksikan tanda kekusaan Allah yang mengagumkan dan dia kafir karena kesombongan dan pengingkaran, maka dia berhak mendapatkan siksa yang pedihdan hukuman yang berat.
Ketahuilah bahwa Allah berjanji hendak menurunkannya, Dia mengancam mereka dengan ancaman itu jika mereka mengingkarinya, tetapi Dia tidak menyatakan akan menurunkannya. Ada kemungkinan, karena mereka tidak memilih ini. Ini di tunjukan bahwa ia tidak di sebut di dalam Injil yang ada di tangan orang-orang Nasrani dan sama sekali tidak ada indikasi ( bahwa itu terjadi ). Kemungkinan lain ia sudah di turunkan seperti yang di janjikan oleh Allah, karena Dia tidak menyelisihi janji, tetapi masalah ini tidak di singgung di dalam Injil, karena ia termasuk bagian di mana mereka di ingatkan denganNya tetapi mereka melupakanNya. Atau mereka memang tidak di sebt dalam Injil sama sekali, karena ia telah di warisi dari generasi ke generasi. Generasi berikut mengambil dari generasi sebelumnya, maka Allah merasa itu cukup tanpa harus di singgug di dalam Injil, dan makna ini di dukung oleh FirmanNya, “ dan kami jadikan orang-orang yang meyaksikan hidangan itu.” Dan Allah lebih mengetahui kenyataan yang sebenarnya.
“Dan ingatlah ketika Allah berfirman, ‘ Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, ‘ Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah?’” ini adalah celaan terhadap orang-orang nasrani yang berkata, “ sesungguhnya Allah adalah satu dari tiga.” Maka Allah berfirman kepada Isa. Isa sendiri berlepas diri dari ucapan tersebut, dia berkata, “ Maha Suci Engkau” dari ucapan buruk ini dan dari segala yang tidak layak untukMu. “ Tidaklah patut bagu mengcapkan apa yang bukan hakku.” Yakni tidak layak dan tidak patut bagiku mengatakan sesuatu yang bukan sifat dan hakku, karena tiada suatu makhlukpun dari malaikat yang dekat kepada Allah, para nabi yang di utus, dan tidak pula selain mereka yang berhak menduduki derajat ketuhanan. Semuanya hany para hamba yang di atur, makhluk yang tunduk, dan fakir lagi tidak berdaya.
“ Jika aku pernah mengatkanNya, maka tentulah engkau telah mengtahuiNya. Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diriMu.” Karena engkau lebih mengetahui apa yang keluar dariku, Engkau Maha Mengetahui yang ghaib. Ini termasuk kesempurnaan adab Al-Masih dalam berdialog dengan RabbNya, di mana dia tidak menjawab, “ Aku tidak mengatakan apa pun.” Tetapi dia hany menympaikan ucapan yang menafikan dari dirinya bahwa dia mengucapkan ucapan ucapan tersebut yang bertentangan dengan kedudukanNya yang mulia. Dan bahwa ini termasuk perkara yang mustahil, dan dia menyuciakan Allah dari itu dengan kesempurnaan dan mengembalikan ilmuNya kepada Dzat yang mengetahui yang ghaid dan yang Nampak.
Kemudian dia secara jelas menyebutkan apa yang di perintahkan kepada Bani Israil, “Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa-apa yang Engkau perintahkan kepadaKu untuk mengatakanNya,” aku hanyalah hamba yang mengikuti dan aku tidak lancang terhadap kebesaranMu, “Sembahlah Allah, Tuhanku, dan TUhanmu.” Yakni aku tidak memerintahkan mereka kecuali dengan ibadah kepada Allah semata dan mengikhlaskan agama untukNya yang mengandung larangan untuk mengangkat diriku dan ibuku dua tuhan selain Allah dan penjelasan bahwa aku hanyalah seorang hamba, sebagaimana Allah adalah Rabbmu, Dia juga Rabbku.
“Dan aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka.” Aku menjadi saksi atas orang yang menunaikan perkara ini dan yang tidak menunaikan. “Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkaulah yang mengawasi mereka.” Yang mengetahui rahasia-raahasia dana pa yang mereka sembunyikan.
“Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu,” dengan ilmu, pendengaran, dan penglihatan. IlmuMu meliputi segala sesuatu yang diketahui, pendengaranMu meliputi segala sesuatu yang didengar dan penglihatanMu meliputi segala sesuatu yang dilihat. Engkau membalas para hamba dengan kebaikan dan keburukan yang Engkau ketahui pada mereka.
“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hambaMU,” Engkau lebih menyayangi mereka daripada diri mereka sendiri dan Engkau lebih mengetahui keadaan mereka. Kalau mereka bukan hamba-hamba yang Bengal niscaya Engkau tidak menyiksa mereka. “Dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkau-lah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” Maksudnya, ampunanMu keluar dari kebijaksanaan dan kuasa yang sempurna, tidak seperti orang yang memaafkan dan mengampuni karena kelemahan dan ketidakmampuan. “Mahabijaksana,” di mana di antara kebijaksanaanNya adalah mengampuni orang yang melakukan sebab-sebab ampunan.
“Allah berfirman,” menjelaskan keadaan hamba-hambaNya pada Hari Kiamat, siapa yang lulus dan siapa yang celaka, siapa yang berbahagia dan siapa yang sengsara, “Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang benar kebenaran mereka.” Orang-orang yang benar adalah orang-orang yang lurus dan petunjuk yang benar. Di Hari Kiamat mereka mendapatkan buah kebenaran ini jika Allah mendudukkan mereka di kursi kejujuran di sisi Maharaja Yang Maha Berkuasa. Oleh karena itu Allah berfirman, “Bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadapNYa. Itulah keberuntungan yang paling besar.”
Sementara itu orang-orang yang dusta adalah sebaliknya, mereka akan memikul mudarat kedustaan, kebohongan, dan buah amal mereka yang rusak.
“Kepunyaan Allah-lah langit dan bumi.” Karena Dia-lah Penciptanya, yang mengatur dengan hukum takdirNya, hukum syar’iNya, dan hukum pembalasanNya. Oleh karena itu Dia berfirman, “Dan DIa Mahakuasa atas segala sesuatu.” Tidak ada sesuatu pun yang melemahkanNya, justru segala sesuatu tunduk kepada kehendakNya dan patuh kepada perintahNya
Nabi isa lalu mengembalikan nasib umatnya yang menyimpang dari ajarannya di akhirat kepada keputusan Allah. Wahai tuhan yang maha bijaksana, jika engkau menyiksa mereka, karena mereka menjadikan aku dan ibuku dua tuhan selain Allah, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu, tidak ada seorang atau suatu apa pun yang menghalangi kehendak-Mu; dan jika engkau mengampuni mereka, dengan kebesaran dan keagungan-Mu, meskipun mereka menyeleweng; sesungguhnya engkaulah yang mahaperkasa, mahabijaksana dalam segala yang hal yang engkau putuskan. Allah menjawab apa yang disampaikan nabi isa dengan berfirman kepadanya, inilah saat orang-orang yang benar tauhidnya kepada Allah, tidak mempertuhankan manusia, dan tidak beribadah kecuali kepada Allah; ibadahnya mengikuti ketentuan Allah, niatnya ikhlas dan hatinya bersih selama hidup di dunia, memperoleh manfaat dari kebenarannya di akhirat dengan memperoleh jaminan keselamatan dan terbebas dari azab jahanam. Mereka memperoleh surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, kenikmatan yang tiada bandingannya di dunia; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya, dalam keabadian tanpa batas waktu. Allah rida kepada mereka atas keyakinan mereka yang lurus, ibadah mereka yang istikamah, dan akhlak mereka yang mulia; dan mereka pun rida kepada-Nya atas segala perlakuan Allah kepada mereka. Itulah, sejatinya, kemenangan yang agung, menurut Allah.
Al-Maidah Ayat 118 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Maidah Ayat 118, Makna Al-Maidah Ayat 118, Terjemahan Tafsir Al-Maidah Ayat 118, Al-Maidah Ayat 118 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Maidah Ayat 118
Tafsir Surat Al-Maidah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)