{5} Al-Maidah / المائدة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الأعراف / Al-A’raf {7} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-An’am الأنعام (Binatang Ternak) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 6 Tafsir ayat Ke 112.
وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَا لِكُلِّ نَبِيٍّ عَدُوًّا شَيَاطِينَ الْإِنْسِ وَالْجِنِّ يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَىٰ بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا ۚ وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ مَا فَعَلُوهُ ۖ فَذَرْهُمْ وَمَا يَفْتَرُونَ ﴿١١٢﴾
wa każālika ja’alnā likulli nabiyyin ‘aduwwan syayāṭīnal-insi wal-jinni yụḥī ba’ḍuhum ilā ba’ḍin zukhrufal-qauli gurụrā, walau syā`a rabbuka mā fa’alụhu fa żar-hum wa mā yaftarụn
QS. Al-An’am [6] : 112
Dan demikianlah untuk setiap nabi Kami menjadikan musuh yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan. Dan kalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak akan melakukannya, maka biarkanlah mereka bersama apa (kebohongan) yang mereka ada-adakan.
Sebagaimana Kami mengujimu (wahai Rasul) dengan musuh-musuhmu dari kalangan orang-orang musyrik, Kami juga telah menguji seluruh nabi (semoga keselamatan bagi mereka) dengan musuh-musuh dari orang-orang bejat kaumnya dan musuh-musuh dari setan-setan jin. Mereka saling membisikkan perkataan-perkataan yang mereka hiasi dengan kebatilan untuk menipu orang yang mendengarnya, sehingga tersesat dari jalan Allah. Jikalau Rabb-mu Yang Mahaagung lahi Mahatinggi menghendaki, niscaya Dia akan menghalangi mereka dari sikap permusuhan tersebut. Akan tetapi, itulah ujian dari Allah, maka tinggalkanlah mereka serta apa yang mereka perbuat berupa kedustaan dan kepalsuan (tipu daya) mereka.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman, “Sebagaimana Kami jadikan untukmu wahai Muhammad, musuh-musuh yang menentang, memusuhi dan menyaingimu, Kami jadikan pula bagi setiap nabi yang ada sebelummu musuh-musuh tersebut. Karena itu janganlah engkau bersedih hati akan hal ini.” Ayat ini semakna dengan apa yang disebut di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
jika mereka mendustakan kamu, Maka Sesungguhnya Rasul-rasul sebelum kamupun telah didustakan (pula), (Ali Imran 184)
Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka. (Al An’am:34), hingga akhir ayat.
Tidaklah ada yang dikatakan (oleh orang-orang kafir) kepadamu itu selain apa yang sesungguhnya telah dikatakan kepada rasul-rasul sebelum kamu. Sesungguhnya Tuhan kamu benar-benar mempunyai ampunan dan hukuman yang pedih. (Al Fushilat:43)
Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa (Al Furqaan:31), hingga akhir ayat.
Waraqah ibnu Naufal pernah berkata kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: Sesungguhnya tiada seseorang pun yang datang dengan membawa semisal dengan apa yang engkau datangkan, melainkan pasti dimusuhi.
Firman Allah :
…yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin.
Ayat ini berkedudukan sebagai badal dari firman-Nya yang mengatakan, “‘Aduwwan (musuh).” Dengan kata lain, para nabi itu mempunyai musuh dari setan-setan yang dari kalangan manusia dan jin. Definisi setan ialah setiap orang yang berbeda dengan sejenisnya karena kejahatannya. Dan tiada yang memusuhi para rasul melainkan hanya setan-setan dari kalangan manusia dan jin. Semoga Allah melaknat dan memburukkan mereka.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin. (Al An’am:112) Bahwa dari kalangan makhluk jin terdapat setan-setan, dan dari kalangan manusia terdapat setan-setannya pula, sebagian dari mereka membisikkan (mengilhamkan) kepada sebagian yang lain.
Qatadah mengatakan, telah sampai kepadaku suatu berita yang menyatakan bahwa di suatu hari Abu Zar hendak melakukan salat, maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Hai Abu Zar, mintalah perlindungan (kepada Allah) dari (gangguan) setan-setan dari jenis manusia dan dari jenis jin! Abu Zar bertanya, “Apakah dari jenis manusia terdapat orang-orang yang menjadi setan?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Ya.”
Predikat hadis ini munqati’ antara Qatadah dan Abu Zar. Tetapi hadis ini telah diriwayatkan pula melalui jalur lain dari Abu Zar r.a.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna, menceritakan kepada kami Abu Saleh, menceritakan kepadaku Mu’awiyah ibnu Saleh, dari Abu Abdullah Muhammad ibnu Ayyub dan guru-guru lainnya, dari Ibnu Aiz, dari Abu Zar yang telah menceritakan: Saya datang kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ di suatu majelis yang dalam majelis itu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ duduk dalam waktu yang cukup lama. Lalu beliau bersabda, “Hai Abu Zar, apakah kamu sudah salat?” Saya menjawab, “Belum, wahai Rasulullah ” Beliau bersabda, “Berdirilah dan lakukanlah salat dua rakaat!” Setelah selesai saya datang dan duduk lagi bersama beliau, lalu beliau bersabda, “Hai Abu Zar, apakah engkau meminta perlindungan kepada Allah dari godaan setan-setan dari jenis jin dan manusia?” Saya menjawab, “Tidak wahai Rasulullah. Tetapi apakah ada setan yang dari jenis manusia?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Ya, bahkan mereka lebih jahat daripada setan dari kalangan jin.”
Hadis ini pun berpredikat munqati’ (ada nama perawi yang tidak disebutkan sehingga mata rantainya terputus), tetapi diriwayatkan pula secara muttasil (lawan munqati’), seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad.
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Waki’, telah menceritakan kepada kami Al-Mas’udi, telah mewartakan kepada kami Abu Umar Ad-Dimasyqi, dari Ubaid ibnul Husaihas, dari Abu Zar yang menceritakan: Saya datang kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang sedang berada di dalam masjid, lalu saya duduk, maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Hai Abu Zar, apakah engkau telah salat?” Saya menjawab, “Belum.” Beliau bersabda, “Berdirilah dan salatlah!” Lalu saya berdiri dan salat, setelah itu saya duduk kembali. Maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Hai Abu Zar, apakah engkau meminta perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan dari kalangan manusia dan jin?” Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah dari kalangan manusia ada yang menjadi setan?” Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Ya.” Hingga akhir hadis yang cukup panjang.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih di dalam tafsirnya melalui hadis Ja’far ibnu Aun, Ya’la ibnu Ubaid, dan Ubaidillah ibnu Musa, ketiga-tiganya dari Al-Mas’udi dengan sanad yang sama.
Jalur lain dari Abu Zar.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna, menceritakan kepada kami Al-Hajjaj, menceritakan kepada kami Hammad, dari Humaid ibnu Hilal, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari kalangan ulama Dimasyq, dari Auf ibnu Malik, dari Abu Zar, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: “Hai Abu Zar, apakah engkau telah memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatan setan manusia dan setan jin?” Saya bertanya.”Wahai Rasulullah, apakah dari kalangan manusia ada yang menjadi setan?”Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Ya.”
Jalur lain bagi hadis ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Auf Al-Himsi, menceritakan kepada kami Abul Mugirah, menceritakan kepada kami Mu’az ibnu Rifa’ah, dari Ali ibnu Yazid, dari Al-Qasim, dari Abu Umamah yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda: “Hai Abu Zar, apakah engkau telah meminta perlindungan (kepada Allah) dari setan-setan jin dan manusia?” Abu Zar bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah manusia itu ada yang menjadi setan?” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, ” Ya. setan-setan dari jenis manusia dan dari jenis jin. Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).”
Demikianlah jalur-jalur periwayatan hadis ini yang keseluruhannya menyimpulkan kekuatan dan kesahihannya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki’, menceritakan kepada kami Abu Na’im, dari Syarik, dari Sa’id ibnu Masruq, dari Ikrimah sehubungan dengan makna firman-Nya: setan-setan dari (jenis) manusia dan (dari jenis) jin. (Al An’am:112) Bahwa pada kalangan manusia tidak terdapat setan-setan, tetapi setan-setan dari jenis jin membisikkan kepada setan-setan dari jenis manusia, dan setan-setan dari jenis manusia membisikkan kepada setan-setan dari jenis jin.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Haris, menceritakan kepada kami Abdul Aziz, menceritakan kepada kami Israil, dari As-Saddi, dari Ikrimah sehubungan dengan firman-Nya:
sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).
Manusia itu mempunyai setan dan jin mempunyai setan, lalu setan jin membisikkan kepada setan manusia. Maka sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).
Asbat mengatakan dari As-Saddi, dari Ikrimah sehubungan dengan makna firman-Nya:
sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain.
Adapun yang dimaksud dengan setan-setan dari jenis manusia ialah setan-setan yang menyesatkan orang lain, dan setan-setan dari jenis jin ialah yang menyesatkan jin lainnya. Keduanya bersua, lalu saling mengatakan kepada temannya, “Sesungguhnya aku telah menyesatkan temanku dengan cara anu dan anu, maka sesatkanlah olehmu temanmu itu dengan cara demikian dan demikian.” Maka sebagian dari mereka memberitahukan cara-cara menyesatkan kepada sebagian yang lain.
Dari sini Ibnu Jarir berpemahaman, yang dimaksud dengan setan-setan dari jenis manusia yang ada pada Ikrimah dan As-Saddi ialah setan-setan dari jenis jin, merekalah yang berperan menyesatkan manusia. Pengertiannya bukan berarti bahwa setan-setan dari jenis manusia termasuk dari kalangan mereka. Memang tidak diragukan lagi, hal ini jelas tersimpul dari perkataan Ikrimah. Mengenai perkataan As-Saddi, bukanlah seperti yang dimaksud dalam pengertian ini, tetapi hanya mempunyai kemiripan. Ibnu Abu Hatim meriwayatkan hal yang semisal dari Ibnu Abbas melalui riwayat Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, “Sesungguhnya dari jenis jin terdapat setan-setan yang menyesatkan sejenisnya, sebagaimana setan-setan dari jenis manusia menyesatkan sesamanya.” Kemudian Ibnu Abbas mengatakan, “Lalu keduanya (yakni setan dari jenis manusia dan setan dari jenis jin) bersua dan mengatakan kepada pihak lainnya, ‘Saya telah menyesatkannya dengan cara anu dan anu’.” Hal inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).
Pada garis besarnya pendapat yang sahih adalah apa yang telah disebutkan oleh hadis Abu Zar yang lalu, yang menyatakan bahwa sesungguhnya dari jenis manusia terdapat setan-setan dari kalangan mereka sendiri. Pengertian setan ialah segala sesuatu yang bersifat membangkang. Karena itu, disebutkan di dalam hadis sahih Muslim dari Abu Zar, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda:
Anjing hitam adalah setan.
Makna yang dimaksud —hanya Allah Yang lebih mengetahui— bahwa pada hewan anjing terdapat pula setan-setan.
Ibnu Juraij mengatakan, Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan tafsir ayat ini, bahwa jin kafir adalah setan-setannya, mereka membisikkan kepada setan-setan dari jenis manusia (yakni orang-orang kafir) perkataan yang indah-indah untuk menyesatkan manusia.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Ikrimah yang mengatakan bahwa ia pernah berkunjung kepada Al-Mukhtar, dan Al-Mukhtar menghormati kedatangannya dan mendudukkannya hingga hampir tiba saat istirahat malam hari baginya. Ikrimah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu Al-Mukhtar berkata kepadanya, “Keluarlah kamu dan temuilah orang-orang, lalu berbicaralah dengan mereka.” Lalu aku (Ikrimah) keluar dan ada seorang lelaki datang, kemudian bertanya, “Bagaimanakah pendapatmu dengan wahyu itu?” Saya jawab bahwa wahyu itu ada dua macam, yaitu pertama disebutkan oleh firman-Nya: dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu. (Yusuf:3) Dan oleh firman-Nya: setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). (Al An’am:112. Mendengar jawabanku mereka hampir saja memukuliku, tetapi aku katakan kepada mereka, “Mengapa kalian bersikap demikian? Sesungguhnya aku hanya memberi fatwa kepada kalian dan sebagai tamu kalian.” Akhirnya mereka melepaskan diriku.
Sesungguhnya Ikrimah menyindir Al-Mukhtar, anak lelaki Abu Ubaid —semoga Allah memburukkan rupanya— karena dia mendakwakan bahwa dirinya kedatangan wahyu. Padahal saudara perempuannya (yaitu Safiyyah) adalah istri Abdullah ibnu Umar, termasuk seorang wanita saleh. Ketika Abdullah ibnu Umar mendapat berita bahwa Al-Mukhtar mengakui dirinya mendapat wahyu, maka Abdullah ibnu Umar berkata, “Dia benar.”
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman:
Sesungguhnya setan itu membisikkan kepada kawan-kawannya
Adapun firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).
Maksudnya, sebagian dari mereka membisikkan kata-kata yang indah-indah lagi penuh kepalsuan untuk menipu pendengarnya dari kalangan orang-orang yang tidak mengetahui duduk perkaranya.
Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya. (Al An’am:112)
Yang demikian itu terjadi karena takdir Allah, keputusan, kehendak serta kemauan-Nya, bahwa setiap nabi mempunyai musuh dari kalangan mereka yang disebutkan di atas.
…maka tinggalkanlah mereka.
Maksudnya, biarkanlah mereka.
…dan apa yang mereka ada-adakan.
Yaitu apa yang mereka dustakan. Dengan kata lain, biarkanlah gangguan mereka dan bertawakallah kepada Allah dalam menghadapi permusuhan mereka. Karena sesungguhnya Allah akan mencukupimu dan menolongmu dalam menghadapi mereka.
Tafsir Ayat:
Allah menghibur RasulNya Muhammad dengan mengatakan, “Kami menjadikan untukmu musuh-musuh yang menolak dakwahmu, memerangi dan memusuhimu serta hasud kepadamu,” karena ini adalah sunnah Kami di mana setiap Nabi yang Kami utus kepada manusia pasti memiliki musuh-musuh dari kalangan jin dan manusia yang melawan ajaran yang dibawa oleh para Rasul. يُوحِي بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ زُخْرُفَ الْقَوْلِ غُرُورًا “Sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia).” Maksudnya, sebagian mereka menghiasi kebatilan yang mereka serukan dengan kebaikan kepada sebagian yang lain, dan memperindah kata-kata sehingga mereka menyulapnya dalam bentuk yang paling baik untuk mengelabui orang-orang bodoh dan menipu orang-orang pandir yang tidak memahami hakikat yang sebenarnya dan tidak mengerti makna yang sesungguhnya. Mereka terkagum-kagum oleh kata-kata indah dan ungkapan yang mempesona, lalu mereka meyakini kebenaran sebagai kebatilan dan kebatilan sebagai kebenaran.
Untuk menenangkan hati nabi Muhammad, Allah menjelaskan bahwa adanya penentangan dari berbagai pihak adalah sesuatu yang biasa dihadapi dahulu oleh para nabi dan pembawa kebenaran. Dan demikianlah untuk setiap nabi kami menjadikan musuh yang terdiri dari setan-setan manusia dan jin, manusia jika sudah dikuasai oleh setan, maka itulah setan yang berwujud manusia, sebagian mereka membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan yang indah sebagai tipuan agar manusia tertarik oleh rayuannya, padahal hal itu akan menjerumuskan orang yang mengikuti ajakannya. Setiap nabi pasti mempunyai musuh. Itu adalah kehendak Allah, sesuai dengan hikmah-Nya. Untuk itu, kalau tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak akan melakukannya, yaitu tidak akan memusuhi para nabi, dan tidak akan melakukan kebohongan itu, karena semua itu berada dalam kekuasaan Allah. Maka biarkanlah mereka bersama apa, yakni kebohongan, yang mereka adaadakan. Dengan demikian, Allah bisa melihat siapa di antara mereka yang taat dan siapa yang durhaka. Mereka yang ikut bisikan setan pasti akan tahu akibat dari perbuatan mereka. Kemudian Allah menjelaskan lagi tentang hikmah di balik semua itu melalui tiga hal, yaitu tertarik kepada kebatilan yang diembuskan kepada mereka, menyenanginya, dan melakukannya, seperti dijelaskan pada ayat berikut. Dan agar hati kecil orang-orang yang tidak beriman kepada akhirat, tertarik kepada bisikan itu, karena kerapuhan iman mereka, dan bukan cuma tertarik, tetapi juga menyenanginya, mereka rela dan senang terhadap apa yang mereka dengar, dan agar mereka melakukan apa yang biasa mereka lakukan. Keimanan kepada hari akhir adalah benteng yang bisa menjaga manusia dari godaan setan. Jika tidak, manusia bisa melakukan apa saja, mengikuti hawa nafsunya sendiri. Dia tidak merasa harus bertanggung jawab terhadap perbuatannya itu di akhirat kelak.
Al-An’am Ayat 112 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-An’am Ayat 112, Makna Al-An’am Ayat 112, Terjemahan Tafsir Al-An’am Ayat 112, Al-An’am Ayat 112 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-An’am Ayat 112
Tafsir Surat Al-An’am Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)