{5} Al-Maidah / المائدة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الأعراف / Al-A’raf {7} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-An’am الأنعام (Binatang Ternak) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 6 Tafsir ayat Ke 145.
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَىٰ طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ ﴿١٤٥﴾
qul lā ajidu fī mā ụḥiya ilayya muḥarraman ‘alā ṭā’imiy yaṭ’amuhū illā ay yakụna maitatan au damam masfụḥan au laḥma khinzīrin fa innahụ rijsun au fisqan uhilla ligairillāhi bih, fa maniḍṭurra gaira bāgiw wa lā ‘ādin fa inna rabbaka gafụrur raḥīm
QS. Al-An’am [6] : 145
Katakanlah, “Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali daging hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi – karena semua itu kotor – atau hewan yang disembelih bukan atas (nama) Allah. Tetapi barangsiapa terpaksa bukan karena menginginkan dan tidak melebihi (batas darurat) maka sungguh, Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang.
Katakanlah (wahai Rasul), “Sesungguhnya aku tidak pernah mendapatkan sesuatu yang haram untuk dimakan, seperti binatang-binatang ternak yang kalian sebutkan itu di dalam syariat yang telah diwahyukan kepadaku, kecuali binatang yang mati tanpa disembelih, darah yang tumpah dari hasil sembelihan, atau daging babi karena itu adalah najis, atau binatang yang disembelih tidak dengan syariat Allah, seperti binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain nama Allah. Akan tetapi, barang siapa dengan terpaksa memakan binatang-binatang yang diharamkan itu disebabkan rasa lapar yang sangat, sedangkan dia sebenarnya tidak ingin memakannya dan tidak berlebihan maka (dibolehkan memakannya). Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Kemudian, sunah menetapkan bahwa binatang buas yang bertaring, burung yang berkuku tajam, keledai yang jinak dan anjing haram dimakan.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman, memerintahkan kepada Nabi dan hamba-Nya (yaitu Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ):
Katakanlah.
hai Muhammad, kepada mereka yang mengharamkan apa yang direzekikan oleh Allah kepada mereka dengan membuat-buat kedustaan terhadap Allah.
Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya
Yakni bagi orang yang memakan makanan. Menurut pendapat lain, makna yang dimaksud ialah bahwa saya tidak menjumpai sesuatu pun dari apa yang diharamkan kalian itu sebagai sesuatu yang diharamkan, selain dari apa yang disebutkan berikut. Menurut pendapat yang lainnya lagi ialah bahwa saya tidak menjumpai sesuatu pun dari hewan-hewan tersebut diharamkan selain dari jenis-jenis berikut. Berdasarkan pengertian ini, berarti pengharaman yang disebut sesudah ini di dalam surat Al-Maidah —juga di dalam hadis-hadis yang menerangkannya— merupakan hal yang menghapuskan makna ayat ini. Sebagian ulama menamakan hal ini sebagai nasakh. Tetapi kebanyakan ulama mutaakhkhirin tidak menamakannya sebagai nasakh karena hal ini termasuk ke dalam Bab “Menghapuskan Hal yang Diperbolehkan Asalnya”.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: atau darah yang mengalir. Yaitu darah yang tercurahkan.
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: atau darah yang mengalir. Bahwa seandainya tidak ada ayat ini, niscaya orang-orang akan mencari-cari darah yang ada di semua urat, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi.
Hammad meriwayatkan dari Imran ibnu Jarir yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Abu Mijlaz mengenai masalah darah, dan darah yang masih menempel pada bekas sembelihan serta sesuatu dari darah yang kelihatan merah dalam kadar tertentu. Maka Abu Mijlaz menjawab, “Sesungguhnya yang dilarang oleh Allah hanyalah darah yang mengalir.”
Qatadah mengatakan, “Diharamkan dari jenis darah ialah darah yang mengalir. Adapun daging yang dicampuri oleh darah, hukumnya tidak mengapa.”
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Minhaj, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Yahya ibnu Sa’id, dari Al-Qasim, dari Siti Aisyah r.a., bahwa ia membolehkan daging yang dihasilkan dari buruan hewan pemangsa, membolehkan pula merah-merah dan darah yang masih ada dalam kadar tertentu. Lalu ia membacakan ayat ini. Asar ini sahih garib.
A!-Humaidi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Dinar yang mengatakan bahwa ia pernah berkata kepada Jabir ibnu Abdullah, “Sesungguhnya mereka menduga bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melarang (memakan) daging keledai kampung pada masa Perang Khaibar.” Maka Jabir ibnu Abdullah menjawab bahwa dahulu hal yang sama pernah dikatakan oleh Al-Hakam ibnu Amr dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Tetapi Ibnu Abbas menolak hal tersebut, lalu membacakan firman-Nya:
Katakanlah, “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya.”. hingga akhir ayat.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ali ibnul Madini, dari Sufyan dengan sanad yang sama. Abu Daud mengetengahkannya melalui hadis Ibnu Juraij, dari Amr ibnu Dinar. Imam Hakim meriwayatkannya di dalam kitab Mustadrak-nya, padahal hal ini terdapat di dalam kitab Sahih Bukhari. seperti yang Anda lihat sendiri.
Abu Bakar ibnu Murdawaih dan Imam Hakim didalam kitab Mustadraknya mengatakan, teiah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ali ibnu Dahim, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Hazim, telah menceritakan kepada kami Abu Na’im Al-Fadl ibnu Dakin, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Syarik, dari Amr ibnu Dinar,dari Abusy Sya’sa, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, “Pada masa jahiliah orang-orang memakan banyak jenis makanan dan meninggalkan banyak jenis makanan hanya semata-mata karena jijik. Maka Allah mengutus Nabi-Nya, menurunkan Kitab-Nya, menghalalkan hal-hal yang dihalalkan-Nya, dan mengharamkan hal-hal yang diharamkan-Nya. Apa yang dihalalkan-Nya berarti halal, dan apa yang diharamkan-Nya berarti haram, sedangkan apa yang didiamkan oleh-Nya berarti dimaafkan.” Lalu Ibnu Abbas membacakan firman-Nya:
Katakanlah, “Tiadalah aku peroleh dalam -wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya.” , hingga akhir ayat.
Demikianlah menurut lafaz yang diketengahkan oleh Ibnu Murdawaih. Abu Daud meriwayatkannya secara munfarid dengan lafaz yang sama, dari Muhammad ibnu Daud ibnu Sabih, dari Abu Na’im dengan sanad yang sama. Imam Hakim mengatakan bahwa hadis ini sahih, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah. dari Sammak ibnu Harb, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa seekor kambing betina milik Saudah binti Zam’ah mati. Lalu Saudah berkata, “Wahai Rasulullah, kambingku telah mati.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Mengapa kalian tidak mengambil kulitnya?” Saudah bertanya, “Engkau membolehkan mengambil kulit kambing yang telah mati?” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda kepadanya, bahwa sesungguhnya yang dikatakan oleh Allah hanyalah: Katakanlah, “Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi.” (Al An’am:145). Sesungguhnya kalian tidak diperintahkan untuk memakannya, melainkan diperintahkan untuk menyamaknya sehingga kalian dapat memanfaatkan kulitnya. Maka Saudah mengirimkan seseorang untuk menguliti bangkai kambingnya, lalu kulit itu disamaknya. Saudah menjadikan kulit samakan itu untuk qirbah (tempat air) hingga qirbah itu rusak (lapuk) padanya.
Imam Ahmad, Imam Bukhari, dan Imam Nasai meriwayatkannya melalui hadis Asy-Sya’bi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Saudah binti Zam’ah dengan lafaz yang sama atau yang semisal.
Sa’id ibnu Mansur menceritakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Muhammad, dari Isa ibnu Namilah Al-Fazzari, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia pernah berada di sisi Ibnu Umar, yaitu ketika seorang lelaki bertanya kepada Ibnu Umar mengenai daging landak. Maka Ibnu Umar membacakan ayat berikut kepadanya, yaitu firman-Nya: Katakanlah, “Tiadalah aku peroleh dalam waliyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya.” (Al An’am:145), hingga akhir ayat. Lalu ada seorang yang sudah lanjut usia —yang juga ada di tempat itu— berkata bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah mengatakan dalam kisahnya ketika berada di dekat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Disebutkan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Landak adalah termasuk hewan yang kotor (yakni tidak halal). Maka Ibnu Umar berkata, “Jika Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memang mengatakannya, maka hukumnya adalah seperti apa yang dikatakan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ”
Imam Abu Daud meriwayatkannya dari Abu Saur, dari Sa’id ibnu Mansur dengan sanad yang sama.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa, sedangkan dia tidak dalam keadaan memberontak dan tidak pula melampaui batas.
Maksudnya, barang siapa dalam keadaan terpaksa memakan sesuatu dari yang diharamkan oleh Allah dalam ayat ini, sedangkan dia bukan dalam keadaan memberontak (terhadap sultan), tidak pula melampaui batas (membegal jalan).
…maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Yakni Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepadanya. Tafsir ayat ini telah disebutkan di dalam surat Al-Baqarah sehingga sudah cukup jelas.
Makna dari konteks ayat ini ialah sebagai sanggahan terhadap orang-orang musyrik yang suka mengada-adakan banyak hal yang mereka buat-buat sendiri, menyangkut masalah pengharaman hal-hal yang diharamkan atas diri mereka sendiri hanya berdasarkan pendapat-pendapat mereka yang rusak, sepeni mengadakan bahirah. saibah. wasilah, ham dan lain sebagainya.
Maka Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar memberitahukan kepada mereka bahwa tiadalah ditemukan dalam apa yang diwahyukan oleh Allah kepadanya bahwa hal tersebut diharamkan. Sesungguhnya yang diharamkan-Nya hanyalah apa yang disebutkan dalam ayat ini, yaitu bangkai, darah yang mengalir, daging babi, dan hewan yang disembelih bukan dengan menyebut nama Allah. Apa pun yang selain dari itu tidak haram, melainkan dianggap sebagai hal yang dimaafkan dan didiamkan. Mengapa kalian menduga bahwa hal itu diharamkan dan dari manakah kalian mengharamkannya, padahal Allah tidak mengharamkannya?
Berdasarkan pengertian ini tiada lagi pengharaman terhadap jenis lainnya sesudah keterangan ini, seperti larangan yang disebutkan terhadap memakan daging keledai kampung, daging hewan pemangsa, dan setiap burung yang bercakar tajam, menurut pendapat yang terkenal di kalangan para ulama.
Tafsir Ayat:
Manakala Allah mencela orang-orang musyrik atas tindakan mereka yang mengharamkan yang halal, lalu mereka menisbatkan itu kepada Allah, dan Allah membatalkan ucapan mereka, maka Allah memerintahkan RasulNya untuk menerangkan sesuatu yang diharamkan oleh Allah kepada mereka agar mereka mengetahui bahwa sesuatu yang selain itu adalah halal. Siapa yang menisbatkan pengharamannya kepada Allah, maka dia adalah pendusta dan pembual, karena pengharaman tidak akan terjadi kecuali berasal dari sisi Allah melalui lisan RasulNya, dan Dia telah berfirman kepada RasulNya, قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ يَطْعَمُهُ “Katakanlah, ‘Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya’.” Maksudnya, diharamkan “memakannya” tanpa melihat kepada diharamkan atau tidak diharamkan “pemanfaatan lain selain memakannya.” إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً “Kecuali kalau makanan itu bangkai.” Bangkai adalah binatang yang mati tanpa disembelih secara syar’i, sesungguhnya ia tidak halal sebagaimana Firman Allah,
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنزيرِ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, dan daging babi.” (QS. Al-Ma`idah: 3).
أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا “Atau darah yang mengalir.” Yaitu darah yang keluar dari binatang sembelihan pada waktu ia disembelih. Ia adalah darah yang jika tertahan di dalam tubuh, maka ia membahayakan. Jika ia keluar maka bahaya “makan dagingnya” telah lenyap.
Mahfum lafazh ini adalah bahwa darah yang tersisa di dalam daging dan urat setelah penyembelihan adalah halal lagi suci. أَوْ لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ “Atau daging babi, karena sesungguhnya semua itu kotor.” Maksudnya, tiga perkara ini adalah kotor yakni buruk, najis lagi membahayakan. Allah mengharamkannya karena kasih sayangNya kepadamu dan demi menyucikanmu dari perbuatan kotor. أَوْ “Atau” binatang itu adalah فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ “binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” Maksudnya, kecuali jika sembelihan itu disembelih untuk selain Allah berupa berhala-berhala dan sesembahan-sesembahan yang dipuja oleh orang-orang musyrik, karena ia termasuk kefasikan yang merupakan penyimpangan dari ketaatan kepada Allah kepada kemaksiatan kepadaNya. Perkara-perkara yang diharamkan ini (walaupun ia diharamkan) akan tetapi bagi siapa yang dalam kondisi terpaksa, maksudnya keterpaksaan dan kebutuhan mendesaknya untuk makan sesuatu darinya yang mana dia tidak lagi memiliki sesuatu yang halal, dan dia khawatir mati, غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ “sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas.” Maksudnya, dia tidak ingin memakannya jika tidak dalam kondisi darurat dan tidak pula melebihi batas dengan makan melampaui batas apa yang diperlukan, فَإِنَّ رَبَّكَ غَفُورٌ رَحِيمٌ “maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” Maksudnya, Allah memaafkan orang yang dalam kondisi tersebut.
Para ulama berbeda pendapat tentang pembatasan yang disebutkan dalam ayat ini meskipun ada perkara-perkara lain selainnya yang diharamkan dan tidak disebutkan padanya seperti binatang buas, burung pemilik cakar dan sebagainya. Sebagian ulama menyatakan bahwa ayat ini turun sebelum pengharaman selainnya yang lebih dari itu, maka pembatasan yang disebutkan di dalam ayat ini tidak menafikan pengharaman yang hadir setelah itu, karena ia belum ada dalam sesuatu yang diwahyukan kepadanya pada waktu itu.
Yang lain berpendapat bahwa ayat ini mencakup seluruh perkara-perkara yang diharamkan, sebagian darinya disebutkan secara jelas sedangkan yang lain diambil dari makna dan keumuman illat, karena Firman Allah yang menjelaskan illat bangkai, darah dan daging babi atau yang terakhir saja, adalah فَإِنَّهُ رِجْسٌ “karena sesungguhnya semua itu kotor.” Ini adalah kriteria yang mencakup segala yang diharamkan karena semua perkara yang diharamkan adalah kotor lagi buruk. Ia termasuk perkara-perkara yang kotor lagi buruk yang diharamkan atas hamba-hambaNya demi melindungi mereka dan memuliakan mereka agar tidak berinteraksi dengan sesuatu yang buruk lagi kotor, dan perincian yang kotor yang diharamkan adalah diambil dari sunnah, karena ia menafsirkan al-Qur`an dan menjelaskan maksud darinya.
Jika Allah tidak mengharamkan makanan kecuali sesuatu yang telah disebutkan, dan pengharaman hanya bersumber kepada syariat Allah, maka hal itu menunjukkan bahwa orang-orang musyrik yang mengharamkan sesuatu yang Allah rizkikan kepada mereka adalah pelaku kebohongan atas nama Allah dan menisbatkan sesuatu kepadaNya secara dusta.
Ayat ini akan mengandung beberapa kemungkinan kuat jika Allah tidak menyebutkan babi di dalamnya, hal tersebut disebabkan bahwa konteksnya adalah bantahan pendapat orang-orang musyrik yang telah disinggung di atas di mana mereka mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah dan kelancangan mereka dalam memasuki pembahasan itu sesuai dengan godaan hawa nafsu mereka, dan itu pada binatang ternak secara khusus, yang mana dari binatang ternak itu tidak ada yang haram kecuali apa yang disebutkan di dalam ayat yaitu bangkai dan apa yang disembelih bukan karena Allah. Sedangkan selain itu maka ia adalah halal. Mungkin disinggungnya babi di sini berdasarkan kemungkinan ini, bahwa sebagian orang-orang bodoh mungkin memasukkannya ke dalam binatang ternak, bahwa ia adalah salah satu jenis kambing sebagaimana hal itu dikira oleh sebagian orang-orang Nasrani dan orang-orang yang seperti mereka, lalu mereka mengembangkannya sebagaimana menernakkan binatang ternak, menghalalkannya dan tidak membedakannya dengan ternak.
Pada ayat-ayat yang lalu kaum musyrik dikritik dengan celaan yang tajam karena mereka mengharamkan sebagian dari hewan ternak tan-pa ada larangan dari Allah atau petunjuk dari nabi-nabi mereka, pada ayat ini dijelaskan berbagai makanan yang diharamkan untuk kaum muslim dan kaum yahudi. Katakanlah kepada kaum musyrik yang membuat-buat aturan sendiri dan telah berdusta terhadap Allah, tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin memakannya, kecuali empat jenis saja, yaitu (1) daging hewan yang mati dengan sendirinya atau sebab alamiah, biasa disebut dengan bangkai, (2) darah yang mengalir, (3) daging babi’karena semua itu kotor’atau (4) hewan yang disembelih bukan atas nama Allah. Akan tetapi, barang siapa yang terpaksa memakannya bukan karena menginginkan dan tidak mele-bihi batas darurat, melainkan hanya sekadar untuk bisa bertahan dari kelaparan yang mengancam keselamatan jiwa, maka sungguh, tuhanmu maha pengampun, maha penyayang. Dan khusus kepada orang-orang yahudi, kami haramkan semua hewan yang berkuku, yaitu ialah hewan-hewan yang jari-jarinya tidak terpisah antara yang satu dengan yang lain, seperti: unta, itik, angsa, dan lain-lain. Dan kami haramkan juga kepada mereka lemak sapi dan domba, kecuali yang melekat di punggungnya, atau yang dalam isi perutnya, yakni usus, dan lemak yang bercampur dengan tulang. Demikianlah kami menghukum mereka karena kedurhakaannya, bukan karena makanan itu haram zatnya seperti haramnya babi dan bangkai. Dan sungguh, kami mahabenar.
Al-An’am Ayat 145 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-An’am Ayat 145, Makna Al-An’am Ayat 145, Terjemahan Tafsir Al-An’am Ayat 145, Al-An’am Ayat 145 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-An’am Ayat 145
Tafsir Surat Al-An’am Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)