{5} Al-Maidah / المائدة | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الأعراف / Al-A’raf {7} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-An’am الأنعام (Binatang Ternak) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 6 Tafsir ayat Ke 151.
۞ قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ ۖ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۖ وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖ نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ ۖ وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ ۖ وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ ﴿١٥١﴾
qul ta’ālau atlu mā ḥarrama rabbukum ‘alaikum allā tusyrikụ bihī syai`aw wa bil-wālidaini iḥsānā, wa lā taqtulū aulādakum min imlāq, naḥnu narzuqukum wa iyyāhum, wa lā taqrabul-fawāḥisya mā ẓahara min-hā wa mā baṭan, wa lā taqtulun-nafsallatī ḥarramallāhu illā bil-ḥaqq, żālikum waṣṣākum bihī la’allakum ta’qilụn
QS. Al-An’am [6] : 151
Katakanlah (Muhammad), “Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan yang keji, baik yang terlihat ataupun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti.
Katakanlah (wahai Rasul) kepada mereka, “Kemarilah, aku akan membacakan kepada kalian apa-apa yang Rabb haramkan atas kalian. Janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan makhluk-makhluk-Nya dalam ibadah, tapi ikhlaskanlah semua ibadah hanya kepada-Nya semata, seperti rasa takut, berharap, doa dan lainnya. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua dengan berbakti, mendoakan keduanya, atau dengan melakukan kebajikan apa pun selain itu. Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena kemiskinan yang menimpa kalian. Sesungguhnya Allah yang memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka. Janganlah kalian mendekati dosa-dosa yang jelas, seperti dosa besar atau dosa-dosa yang samar. Janganlah kalian membunuh seseorang kecuali dengan alasan yang benar, yaitu karena hukum qishash, seperti pembunuh, pelaku zina yang telah menikah, dan orang yang murtad (keluar dari agama Islam). Apa yang telah disebutkan adalah larangan-larangan Allah terhadap kalian. Itulah perintah-perintah Allah dan larangan-larangan-Nya yang harus dihindari supaya kalian mengetahui perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya.”
Daud Al-Audi telah meriwayatkan dari Asy-Sya’bi, dari Alqamah, dari Ibnu Mas’ud r.a. yang mengatakan bahwa barang siapa yang ingin melihat wasiat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang padanya terdapat cap cincinnya, hendaklah ia membaca ayat-ayat berikut, yaitu firman-Nya: Katakanlah, “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian, yaitu: “Janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia.” (Al-An’am: 151) sampai dengan firman-Nya: supaya kalian memahaminya). (Al-An’am: 151)
Al-Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bakar ibnu Muhammad As-Sairafi, dari Urwah, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad ibnul Fadl, telah menceritakan kepada kami Malik ibnu Ismail Al-Mahdi, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abu Ishaq, dari Abdullah ibnu Khalifah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Ibnu Abbas berkata bahwa di dalam surat Al-An’am terdapat ayat-ayat muhkom yang semuanya adalah Ummul Kitab, lalu ia membacakan firman-Nya: Katakanlah, “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian.” (Al-An’am: 151), hingga beberapa ayat berikutnya.
Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa asar ini sahih sanadnya, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Menurut kami, asar ini diriwayatkan pula oleh Zuhair, Qais ibnur Rabi’ —keduanya dari Abu Ishaq—, dari Abdullah ibnu Qais, dari Ibnu Abbas dengan sanad yang sama.
Imam Hakim meriwayatkan pula di dalam kitab mustadraknya:
melalui hadis Yazid ibnu Harun, dari Sufyan ibnu Husain, dari Az-Zuhri, dari Abu Idris, dari Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda, “Siapakah di antara kalian yang mau berbaiat (mengucapkan janji setia) kepadaku sebanyak tiga kali.” Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membacakan firman-Nya: Katakanlah, “Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian.” (Al-An’am: 151), hingga beberapa ayat berikutnya. Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Barang siapa yang menunaikannya, maka pahalanya akan diberikan oleh Allah kepadanya. Dan barang siapa yang mengurangi sesuatu darinya, lalu Allah menimpakan musibah kepadanya di dunia ini, maka hal itu merupakan hukumannya. Dan barang siapa yang ditangguhkan sampai di akhirat, maka urusannya terserah kepada Allah; jika Allah menghendaki, niscaya Dia mengazabnya; dan jika Allah menghendaki, niscaya memaafkannya.
Kemudian Imam Hakim berkata bahwa hadis ini sahih sanadnya, tetapi keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengetengahkannya.
Sesungguhnya yang disepakati oleh keduanya (Bukhari dan Muslim) hanyalah hadis Az-Zuhri, dari Abu Idris, dari Ubadah yang mengatakan:
Berbaiatlah kalian kepadaku, yaitu: Janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, hingga akhir hadis.
Sufyan ibnu Husain meriwayatkan kedua hadis tersebut, maka tidaklah layak menisbatkan salah satu dari kedua hadis itu kepada dugaan (yang tidak pasti) jika keduanya dapat digabungkan pengertiannya.
Mengenai tafsir ayat ini dapat dikatakan bahwa Allah berfirman kepada Nabi dan Rasul-Nya (yaitu Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ), “Katakanlah, hai Muhammad, kepada orang-orang musyrik itu yang telah menyembah selain Allah dan mengharamkan apa yang Dia rezekikan kepada mereka, serta membunuh anak-anak mereka sendiri, yang perbuatan tersebut mereka lakukan hanya berdasarkan pendapat-pendapat mereka sendiri yang dipengaruhi oleh bisikan setan.”
Katakanlah
kepada mereka
“Marilah.”
Yakni kemarilah dan menghadaplah kalian.
…kubacakan apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian.
Maksudnya, aku akan menceritakan kepada kalian dan akan kusampaikan kepada kalian tentang apa yang diharamkan atas kalian oleh Tuhan kalian dengan sesungguhnya, bukan dengan dugaan, bukan pula atas dasar prasangka, melainkan berdasarkan wahyu dan perintah dari sisiNya.
….janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia.
Seakan-akan dalam konteks ayat ini terdapat kalimat yang tidak disebutkan. Bentuk lengkapnya ialah seperti berikut, “Saya perintahkan kepada kalian.” janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Dia. (Al-An’am: 151)
Karenanya dalam akhir ayat ini disebutkan:
Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan kalian kepada kalian supaya kalian memahami(nya).
Di dalam kitab Sahihain melalui hadis Abu Zar r.a. disebutkan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Jibril telah datang kepadaku dan menyampaikan berita gembira kepadaku bahwa barang siapa dari kalangan umatku mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun niscaya masuk surga. Aku bertanya, “Sekalipun dia berzina dan mencuri?”Jibril menjawab, “Ya, sekalipun berzina dan mencuri.” Aku bertanya, “Sekalipun dia berzina dan mencuri? Jibril menjawab, “Ya, sekalipun berzina dan mencuri.” Aku bertanya,”Sekalipun dia berzina dan mencuri?” Jibril menjawab, “Ya, sekalipun berzina, mencuri, dan meminum khamr.”
Menurut sebagian riwayat, yang menanyakan demikian adalah Abu Zar, ditujukan kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Kemudian disebutkan bahwa pada yang ketiga kalinya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
Ya, sekalipun hidung Abu Zar keropos.
Tersebutlah bahwa Abu Zar setiap kali menyampaikan hadis ini pada penghujungnya selalu mengatakan: Ya, sekalipun hidung Abu Zar keropos.
Di dalam sebagian kitab musnad dan kitab sunnah disebutkan dari Abu Zar, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda,
“Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman: ‘Hai anak Adam, sesungguhnya kamu selama masih mau berdoa kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, maka sesungguhnya Aku memberikan ampunan bagi-Mu terhadap semua dosa yang ada padamu, tanpa Aku pedulikan lagi. Seandainya kamu datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi, niscaya Aku datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh bumi, selagi kamu tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun. Dan jika kamu banyak berdosa sehingga dosamu mencapai puncak langit, kemudian kamu memohon ampun kepada-Ku. niscaya Aku memberikan ampunan bagimu’.”
Makna hadis ini mempunyai syahid (bukti) yang menguatkannya di dalam Al-Qur’an, yaitu oleh firman-Nya:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 48 dan 116)
Di dalam hadis sahih Muslim disebutkan sebuah hadis melalui Ibnu Mas’ud yang mengatakan:
Barang siapa yang mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, niscaya masuk surga.
Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadis-hadis yang menerangkan hal ini cukup banyak.
Ibnu Murdawaih telah meriwayatkan melalui hadis Ubadah dan Abu Darda:
Janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, sekalipun kalian dipotong-potong atau disalib atau dibakar.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Auf Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Maryam, telah menceritakan kepada kami Nafi’ ibnu Yazid, telah menceritakan kepadaku Sayyar ibnu Abdur Rahman, dari Yazid ibnu Qauzar, dari Salamah ibnu Syuraih, dari Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah berwasiat kepada kami akan tujuh perkara, antara lain: Janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, sekalipun kalian dibakar, dipotong-potong, dan disalib. (Riwayat Ibnu Abu Hatim)
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak
Tuhan telah mewasiatkan dan memerintahkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada kedua orang tua, yakni perlakukanlah mereka dengan perlakuan yang baik. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain oleh firman-Nya:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kalian jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kalian berbuat baik pada ibu bapak kalian. (Al-Isra: 23)
Sebagian ulama membaca ayat ini dengan bacaan berikut, yaitu:
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan, janganlah kalian menyembah selain Dia dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.”
Yakni perlakukanlah orang tua kalian dengan baik.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى sering sekali mengiringi perintah taat kepada-Nya dengan perintah berbuat baik kepada kedua orang tua, sebagaimana yang disebutkan di dalam firman-Nya:
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembali kalian. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. kemudian hanya kepada-Kulah kembali kalian, maka Kuberitakan kepada kalian apa yang telah kalian kerjakan. (Luqman: 14-15)
Dalam ayat ini Allah memerintahkan berbuat baik kepada kedua orang tua, sekalipun keduanya musyrik; kemusyrikannya itu ditanggung oleh keduanya. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman pula:
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil, (yaitu): Janganlah kalian menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapak. (Al-Baqarah: 83), hingga akhir ayat.
Ayat-ayat yang bermakna senada banyak didapati di dalam Al-Qur’an.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari sahabat Ibnu Mas’ud r.a.. :
bahwa ia pernah bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, “Amal apakah yang paling utama?” Rasul صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Mengerjakan salat tepat pada waktunya.” Ia bertanya, “Kemudian apa lagi?”” Rasul صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Berbakti kepada kedua orang tua.” Ia bertanya lagi, “Kemudian apa lagi?” Rasul صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Jihad di jalan Allah.”‘ Ibnu Mas’ud r.a. mengatakan, “Kesemuanya itu disampaikan oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kepadaku secara langsung. Seandainya aku meminta tambahan keterangan, niscaya beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memberikan tambahannya kepadaku.”
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih telah meriwayatkan berikut sanadnya, dari Abu Darda dan Ubadah ibnus Samit; masing-masing dari keduanya mengatakan bahwa kekasihnya (yakni Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) telah memerintahkan kepadanya:
Taatilah kedua orang tuamu; dan jika keduanya memerintahkan kepadamu untuk keluar dari dunia ini (mati) buat (membela) keduanya, maka lakukanlah.
Tetapi di dalam sanad hadis ini terkandung kedaifan.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka.
Setelah Allah memerintahkan berbuat baik kepada kedua orang tua dan juga kakek nenek, Dia mengiringi hal ini dengan perintah berbuat baik kepada anak cucu. Untuk itu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
…dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena kemiskinan.
Demikian itu karena mereka membunuh anak-anak mereka, menuruti bisikan setan kepada mereka. Mereka mengubur bayi-bayi perempuan mereka karena takut aib, adakalanya pula mereka membunuh bayi-bayi laki-laki mereka karena takut jatuh miskin. Karena itu, disebutkan di dalam kitab Sahihain:
melalui hadis Abdullah ibnu Mas’ud r.a., bahwa Abdullah Ibnu Mas’ud pernah bertanya kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, “Dosa apakah yang paling besar?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Bila kamu menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dialah Yang menciptakan kamu.” Ibnu Mas’ud bertanya, “Kemudian apa lagi?” Rasul صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Bila kamu membunuh anakmu karena takut si anak ikut makan bersamamu.” Ibnu Mas’ud bertanya lagi, “Kemudian dosa apa lagi?” Rasul صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Bila kamu menzinai istri tetanggamu.” Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membacakan ayat berikut, yaitu firman-Nya: Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. (Al-Furqan: 68), hingga akhir ayat.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
karena kemiskinan.
Ibnu Abbas, Qatadah. dan As-Saddi serta lain-lainnya mengatakan bahwa imlaq artinya kemiskinan. Dengan kata lain, janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena kemiskinan yang kalian alami. Dalam surat Al-Isra disebutkan oleh firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan janganlah kalian membunuh anak-anak kalian karena takut kemiskinan. (Al-Isra: 31)
Artinya, janganlah kalian membunuh mereka karena takut jatuh miskin di masa mendatang. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepada kalian. (Al-Isra: 31)
Dalam surat Al-Isra ini Allah mulai menyebutkan jaminan rezeki buat anak-anak mereka, karena itulah yang menjadi pokok permasalahannya. Dengan kata lain, janganlah kalian takut jatuh miskin karena memberi mereka makan; sesungguhnya rezeki mereka ditanggung oleh Allah. Adapun dalam surat Al-An’am ini, mengingat kemiskinan telah ada, maka yang disebutkan adalah seperti berikut:
Kami akan memberi rezeki kepada kalian dan kepada mereka.
Disebutkan demikian karena yang diprioritaskan adalah para orang tua.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan janganlah kalian mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi.
Perihalnya sama dengan makna yang terdapat di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
Katakanlah, “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) kalian mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui.” (Al-A’raf: 33)
Mengenai tafsirnya telah disebutkan ketika membahas makna firman-Nya:
Dan tinggalkanlah dosa yang tampak dan yang tersembunyi. (Al-An’am: 120)
Di dalam kitab Sahihain melalui Ibnu Mas’ud r.a. disebutkan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Tidak ada seorang pun yang lebih pencemburu daripada Allah, karena itulah Dia mengharamkan semua hal yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi.
Abdul Malik ibnu Umair mengatakan bahwa Al-Mugirah menambahkan ‘dari maulanya’ yang mengatakan bahwa Sa’d ibnu Ubadah pernah berkata, “Seandainya aku melihat istriku bersama lelaki lain, niscaya aku pukul lelaki itu dengan pedang, bukan dengan bagian tumpulnya.” Ketika hal itu sampai kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Apakah kalian merasa heran dengan kecemburuan Sa’d? Demi Allah, aku lebih cemburu daripada Sa’d, dan Allah lebih cemburu dariku. Karena itulah Dia mengharamkan hal-hal yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi.
Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Kamil (alias Abul Ala) telah meriwayatkan dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa pernah dikatakan kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, “Sesungguhnya kami adalah pencemburu?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar pencemburu, dan Allah lebih pencemburu dariku, dan termasuk kecemburuan-Nya ialah Dia melarang perbuatan-perbuatan keji.
Hadis riwayat Ibnu Murdawaih, tetapi tidak ada seorang pun dari pemilik kitab Sittah yang mengetengahkannya. Hadis ini dengan syarat Imam Turmuzi, dan sesungguhnya Imam Turmuzi telah meriwayatkan hadis lain dengan sanad ini, yaitu hadis yang mengatakan:
Usia-usia umatku antara enam puluh sampai tujuh puluh tahun.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.
Firman ini merupakan nas dari Allah yang mengukuhkan apa yang dilarang-Nya, karena sesungguhnya makna firman ini telah terkandung di dalam pengertian perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi. Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Ibnu Mas’ud r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan saya adalah utusan Allah, terkecuali karena salah satu dari tiga perkara berikut, yaitu: Duda (janda) yang berzina, membunuh jiwa, dan meninggalkan agamanya, memisahkan diri dari jamaah.
Menurut lafaz yang ada pada Imam Muslim disebutkan:
Demi Zat yang tidak ada Tuhan selain Dia, tidak halal darah seorang lelaki muslim, hingga akhir hadis.
Al-A’masy mengatakan bahwa ia menceritakan hadis ini kepada Ibrahim, lalu Ibrahim menceritakan kepadaku, dari Al-Aswad. dari Siti Aisyah hal yang semisal.
Imam Abu Daud dan Imam Nasai meriwayatkan melalui Siti Aisyah r.a.. bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga perkara, yaitu: Pezina muhsan dirajam, seorang lelaki yang melakukan pembunuhan dengan sengaja, maka ia dihukum mati; dan seorang lelaki yang keluar dari Islam dan memerangi Allah dan Rasul-Nya, maka ia dihukum mati atau disalib atau diasingkan dari tanah airnya.
Lafaz hadis ini menurut apa yang ada pada Imam Nasai.
Dari Amirul Mu’minin Usman ibnu Affan r.a. Disebutkan bahwa ketika dalam keadaan terkepung, ia mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
Tidak halal darah seorang muslim kecuali karena salah satu dari tiga perkara, yaitu: Seorang lelaki yang kafir sesudah masuk Islam, atau melakukan zina sesudah muhsan (terpelihara), atau membunuh jiwa bukan karena telah melakukan pembunuhan.
Khalifah Usman berkata, “Demi Allah, aku belum pernah berbuat zina, baik di masa Jahiliah maupun di masa Islam. Dan aku tidak pernah berharap untuk menggantikan agamaku sesudah Allah memberi petunjuk kepadaku, tidak pernah pula aku membunuh seseorang. Mengapa kalian hendak membunuhku?”
Imam Ahmad, Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkannya; dan Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan.
Disebutkan adanya larangan dan peringatan serta ancaman terhadap perbuatan membunuh kafir mu’ahad, yakni orang kafir yang diamankan dari kalangan kafir harbi.
Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah ibnu Amr r.a., dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ secara marfu’:
Barang siapa yang membunuh kafir mu’ahad. maka ia tidak dapat mencium baunya surga, padahal sesungguhnya bau surga itu benar-benar dapat tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun.
Dari sahabat Abu Hurairah r.a.. dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda:
Barang siapa yang membunuh seorang mu’ahad yang berada di dalam jaminan keselamatan Allah dan Rasul-Nya, berarti dia telah melanggar jaminan Allah. Maka dia tidak dapat mencium baunya surga, padahal sesungguhnya baunya surga dapat tercium dari jarak perjalanan tujuh puluh musim gugur (tahun).
Hadis riwayat Ibnu Majah dan Imam Turmuzi. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhan kalian kepada kalian supaya kalian memahaminya).
Yakni inilah di antara apa yang diperintahkan Allah kepada kalian, supaya kalian memahami perintah Allah dan larangan-Nya.
Tafsir Ayat:
Allah berfirman kepada NabiNya, قُلْ “Katakanlah,” kepada orang-orang yang mengharamkan sesuatu yang dihalalkan oleh Allah, تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ “Marilah kubacakan sesuatu yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu.” Dengan pengharaman yang bersifat umum, menyeluruh untuk semua orang, mencakup seluruh yang diharamkan, baik itu makanan, minuman, ucapan, dan perbuatan. أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا “Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu.” Tidak banyak, tidak pula sedikit.
Hakikat syirik kepada Allah adalah disembahnya makhluk sebagaimana Allah disembah atau dia diagungkan sebagaimana Allah diagungkan atau dia diberi sebagian dari keistimewaan rububiyah dan uluhiyah. Jika seorang hamba meninggalkan seluruh kesyirikan, maka dia menjadi orang yang bertauhid dan ikhlas kepada Allah dalam seluruh kondisinya. Ini adalah hak Allah atas hamba-hambaNya yaitu hendaknya mereka menyembahNya dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu pun. Kemudian Allah memulai dengan hak paling kuat setelah hakNya. Dia berfirman, وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا “Berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapak,” dengan ucapan-ucapan yang baik dan perbuatan-perbuatan yang mulia.
Semua perkataan dan perbuatan yang bermanfaat dan membahagiakan kedua orang tua, maka ia termasuk berbuat baik kepada keduanya. Jika ada perbuatan baik, maka hilanglah kedurhakaan. وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu.” Laki-laki dan perempuan مِنْ إِمْلَاقٍ “karena takut kemiskinan.” Maksudnya, disebabkan oleh kesulitan hidup dan kesempitan rizki sebagaimana hal itu terdapat pada masa jahiliyah yang keras lagi zhalim. Jika mereka dilarang membunuhnya dalam kondisi tersebut, sementara mereka adalah anaknya, maka membunuh mereka tanpa alasan atau membunuh anak orang lain adalah lebih layak dan lebih pantas untuk dilarang. نَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ “Kami akan memberi rizki kepadamu dan kepada mereka.” Maksudnya, Kami menjamin semua rizki. Bukan kamu yang memberi rizki kepada anakmu bahkan bukan kamu yang memberi rizki kepada dirimu. Mereka tidak membawamu kepada kesulitan.
وَلَا تَقْرَبُوا الْفَوَاحِشَ “Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji,” yaitu dosa-dosa besar yang buruk, مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ “baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi.” Maksudnya, janganlah kamu mendekati perbuatan keji yang nampak darinya dan yang samar atau yang berkaitan dengan yang lahir dan yang batin. Larangan mendekati perbuatan keji adalah lebih mendalam daripada larangan melakukannya karena ia meliputi larangan terhadap pengantarnya dan sarananya yang menjadi jembatan kepadanya.
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ “Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah.” Yaitu jiwa yang Islam, laki-laki dan wanita, besar dan kecil, orang baik dan orang fasik, dan jiwa orang kafir yang mendapatkan suaka perjanjian dan perdamaian. إِلَّا بِالْحَقِّ “Melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” Seperti pezina muhshan, pembunuh jiwa dengan sengaja dan orang yang murtad yang menyelisihi jamaah. ذَلِكُمْ “Demikian itu,” yakni yang disebutkan, وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ “yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahami(nya).” Maksudnya, kamu memahami wasiat dari Allah kemudian kamu menjaganya, memeliharanya, dan melakukannya. Ayat ini menunjukkan bahwa pemahaman seorang hamba bergantung kepada pelaksanaannya terhadap perintah Allah.
Katakanlah, wahai nabi Muhammad kepada mereka yang menetapkan hukum sekehendak nafsunya, marilah aku bacakan apa yang diharamkan tuhan kepadamu, yaitu pertama, jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun dalam segala aspek kehidupanmu, baik dalam keyakinan di hati, perkataan, ataupun perbuatan. Kedua, berbuat baik-lah kepada ibu bapak-Mu, dan ketiga, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka. Keempat, janganlah kamu mendekati perbuatan yang keji, baik yang terlihat oleh orang lain atau yang dilakukan oleh anggota tubuhmu, ataupun yang tersembunyi di dalam hatimu atau tidak terlihat orang lain. Selanjutnya kelima, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar, yaitu yang dibenarkan oleh syariat seperti qisha’sh, membunuh orang murtad, rajam, dan sebagainya. Demikianlah dia memerintahkan kepadamu agar kamu mengertikeenam, dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim’seperti melakukan hal-hal yang mengarah kepada pengambilan hartanya dengan alasan yang dibuat-buat’kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat dan lebih menguntungkan’seperti menginvestasikannya agar berkembang, atau menjaga agar keutuhannya terjamin, termasuk juga membayar zakatnya jika telah mencapai satu nisab’sampai dia mencapai usia dewasa. Usia dewasa ditandai ketika anak yatim telah mampu mengelola hartanya sendiri dengan baik, dengan cara mengujinya terlebih dahulu. Pada saat inilah seorang pengelola harta anak yatim diperintahkan untuk menyerahkan hartanya itu. Pada saat penyerahan, perlu disaksikan oleh saksi yang adil sebagai pertanggungjawaban administrasi. Segala benih kecenderungan untuk mengambil harta anak yatim harus dicegah sejak awal kemunculannya. Wasiat berikutnya, ketujuh, dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Tidak boleh merekayasa untuk mengurangi takaran atau timbangan dalam bentuk apa pun. Namun demikian, karena untuk tepat 100 % dalam menimbang adalah sesuatu yang sukar, maka kami tidak membebani seseorang melainkan menurut kesanggupannya, agar jangan sampai hal itu menyusahkan kedua belah pihak: pembeli dan penjual. Penjual tidak diharuskan untuk menambahkan barang yang dijual, melebihi dari kewajibannya, pembeli juga perlu berlega hati jika ada sedikit kekurangan dalam timbangan karena tidak disengaja. Ayat ini menunjukkan bahwa agama islam tidak ingin memberatkan pemeluknya. Wasiat kedelapan, apabila kamu berbicara, seperti pada saat bersaksi atau memutuskan hukum terhadap seseorang, bicaralah sejujurnya. Sebab, kejujuran dan keadilan adalah inti persoalan hukum. Kejujuran dan keadilan harus tetap dapat kamu tegakkan sekalipun dia, yang akan menerima akibat dari hukuman tersebut, adalah kerabat-Mu sendiri. Keadilan hukum dan kebenaran adalah di atas segalanya. Jangan sampai keadilan hukum terpengaruh oleh rasa kasih sayang terhadap keluarga. Semua itu bertujuan agar masyarakat bisa hidup damai, tenang, dan tenteram. Wasiat kesembilan, dan penuhilah janji Allah, yaitu janji untuk mematuhi ketentuan yang digariskan oleh-Nya, baik dalam bidang ibadah, muamalah, maupun lainnya. Memenuhi janji ini akan mendatangkan kebaikan bagi manusia. Demikianlah dia meme-rintahkan kepadamu agar kamu ingat dengan melakukan apa yang diperintahkan dan menghindari segala larangan, atau agar kamu sekalian saling mengingatkan.
Al-An’am Ayat 151 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-An’am Ayat 151, Makna Al-An’am Ayat 151, Terjemahan Tafsir Al-An’am Ayat 151, Al-An’am Ayat 151 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-An’am Ayat 151
Tafsir Surat Al-An’am Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)