{6} Al-An’am / الأنعام | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الأنفال / Al-Anfal {8} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-A’raf الأعراف (Tempat Yang Tertinggi) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 7 Tafsir ayat Ke 143.
وَلَمَّا جَاءَ مُوسَىٰ لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ ۚ قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَـٰكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي ۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقًا ۚ فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِينَ ﴿١٤٣﴾
wa lammā jā`a mụsā limīqātinā wa kallamahụ rabbuhụ qāla rabbi arinī anẓur ilaīk, qāla lan tarānī wa lākininẓur ilal-jabali fa inistaqarra makānahụ fa saufa tarānī, fa lammā tajallā rabbuhụ lil-jabali ja’alahụ dakkaw wa kharra mụsā ṣa’iqā, fa lammā afāqa qāla sub-ḥānaka tubtu ilaika wa ana awwalul-mu`minīn
QS. Al-A’raf [7] : 143
Dan ketika Musa datang untuk (munajat) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, (Musa) berkata, “Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri-Mu) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” (Allah) berfirman, “Engkau tidak akan (sanggup) melihat-Ku, namun lihatlah ke gunung itu, jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala) niscaya engkau dapat melihat-Ku.” Maka ketika Tuhannya menampakkan (keagungan-Nya) kepada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar, dia berkata, “Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman.”
Dan ketika Musa datang pada waktu yang ditentukan, yaitu empat puluh malam, Allah berfirman langsung kepadanya dengan menyampaikan wahyu, perintah, dan larangan. (Pada saat itu) Musa ingin melihat Allah dengan mata kepala, lalu diapun meminta itu kepada-Nya. Allah berfirman kepadanya: “Kamu tidak akan dapat melihat-Ku (maksudnya, kamu tidak akan mampu melihat-Ku di dunia), tetapi lihatlah kearah gunung itu. Apabila ia tetap di tempatnya pada saat aku menunjukkan diri-Ku padanya, maka kamu akan dapat melihat-Ku.” Tatkala Rabb-nya menampakkan diri-Nya pada gunung itu, hancurlah gunung itu rata dengan tanah, lalu Musa jatuh pingsan. Ketika tersadar ia berkata: “Wahai Rabb-ku, aku menyucikan Engkau dari apa yang tidak sesuai dengan keagungan-Mu, sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu dari permintaanku untuk dapat melihat-Mu dalam kehidupan dunia ini, dan aku adalah orang pertama dari kaumku yang beriman kepada-Mu.”
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menceritakan perihal Musa a.s., bahwa ketika masa yang telah dijanjikan oleh Allah kepadanya telah tiba, dan pembicaraan langsung kepada Allah sedang berlangsung, maka Musa memohon kepada Allah untuk dapat melihat-Nya. Musa berkata seperti yang disebutkan oleh firman-Nya:
Ya Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat Engkau.” Tuhan berfirman.”Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku”
Makna huruf lan dalam ayat ini menyulitkan analisis kebanyakan ulama tafsir, mengingat pada asalnya huruf lan diletakkan untuk menunjukkan makna ta-bid (selamanya). Karena itulah orang-orang Mu’tazilah berpendapat bahwa melihat Zat Allah merupakan suatu hal yang mustahil di dunia ini dan di akhirat nanti. Tetapi pendapat ini sangat lemah, mengingat banyak hadis mutawatir dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang menyatakan bahwa orang-orang mukmin dapat melihat Allah di akhirat nanti, pembahasannya akan kami ketengahkan dalam tafsir firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat. (Al Qiyaamah:22-23)
Dan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang menceritakan perihal orang-orang kafir:
Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (melihat) Tuhan mereka. (83:15)
Menurut suatu pendapat, huruf lan dalam ayat ini menunjukkan makna pe-nafi-an terhadap pengertian ta-bid di dunia, karena menggabungkan antara pengertian ayat ini dengan dalil qat’i yang membenarkan adanya penglihatan kelak di hari akhirat.
Menurut pendapat lain, makna kalimat ayat ini sama dengan makna kalimat yang terdapat di dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Dan Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala yang kelihatan, dan Dialah Yang Mahahalus lagi Maha Mengetahui. (Al An’am:103)
Tafsir ayat ini telah dikemukakan dalam surat Al-An’ am.
Menurut yang tertera di dalam kitab-kitab terdahulu, Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman kepada Musa a.s., “Hai Musa, sesungguhnya tidak ada makhluk hidup pun yang melihat-Ku melainkan pasti mati, dan tiada suatu benda mati pun melainkan ia pasti hancur luluh.” Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh Firman-Nya:
Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh, dan Musa pun jatuh pingsan.
Sehubungan dengan tafsir ayat ini Abu Ja’far ibnu Jarir At-Tabari di dalam kitabnya mengatakan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sahl Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Qurah ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Al-A’masy, dari seorang lelaki, dari Anas, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, “Ketika Tuhannya menampakkan diriNya pada gunung itu dan menunjukkan isyarat-Nya ke gunung itu, maka dengan serta merta gunung, itu menjadi hancur karenaNya.” Abu Ismail (perawi) menceritakan hadis ini seraya memperlihatkan kepada kami isyarat dengan jari telunjuknya.
Di dalam sanad hadis ini terdapat seorang lelaki yang tidak disebutkan namanya.”
Kemudian Abu Ja’far ibnu Jarir At-Tabari mengatakan:
telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Lais, dari Anas, bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membaca ayat berikut: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunitng itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh. (Al A’raf:143) Lalu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengisyaratkan dengan salah satu jarinya, beliau meletakkan jari jempolnya pada ujung jari kelingkingnya dan bersabda, “Maka hancur luluhlah gunung itu.”
Demikianlah sanad yang disebutkan di dalam riwayat ini, yaitu Hammad ibnu Salamah, dari Lais, dari Anas, Tetapi menurut riwayat yang masyhur adalah Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas.
Seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Jarir:
telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Hudbah ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Sabit, dari Anas yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membaca firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh. (Al A’raf:143) Lalu beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ meletakkan jari jempolnya pada ujung jari kelingkingnya seraya bersabda, “Maka seketika itu juga gunung itu hancur luluh.” Humaid berkata kepada Sabit, “Apakah beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengisyaratkan seperti itu?” Maka Sabit menarik tangannya dan memukulkannya ke dada Humaid seraya berkata, “Hal ini diisyaratkan oleh Rasulullah Saw, diisyaratkan pula oleh Anas, lalu apakah saya menyembunyikannya?”
Abul Qasim At-Tabrani dan Abu Bakar ibnu Murdawaih telah meriwayatkannya melalui dua jalur, dari Sa’id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Anas secara marfu dengan lafaz yang semisal. Ibnu Murdawaih menyandarkannya melalui jalur Ibnul Bailamani, dari ayahnya, dari Ibnu Umar secara marfu’, hal ini pun tidak sahih. Imam Turmuzi meriwayatkannya, dan Imam Hakim menilainya sahih, tetapi dengan syarat Imam Muslim.
As-Saddi telah meriwayatkan dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu.
Bahwa tiada yang ditampakkan oleh Allah melainkan hanya sebesar jari kelingking. kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh. Dakkan artinya ‘menjadi abu’. dan Musa pun jatuh pingsan. Yakni jatuh tak sadarkan dirinya. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
…dan Musa pun jatuh pingsan.
Maksudnya, jatuh dalam keadaan mati.
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa bukit itu jebol dan jatuh menggelinding ke laut. Sedangkan Nabi Musa ikut bersama gunung itu.
Sunaid telah meriwayatkan dari Hajjaj ibnu Muhammad Al-A’war, dari Abu Bakar Al-Huzali sehubungan dengan makna firman-Nya:
Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh,
Disebutkan bahwa gunung itu amblas ke dalam bumi dan tidak akan muncul lagi sampai hari kiamat. Di dalam sebagian kisah disebutkan bahwa gunung itu amblas ke dalam tanah dan terns amblas ke dalamnya sampai hari kiamat. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Murdawaih.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Muhammad ibnu Abdullah ibnu Abul Balah, bahwa telah menceritakan kepada kami Ai-Ha isain ibnu Kharijah, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Husain ibnul Allaf, dari Urwah ibnu Ruwayyim yang mengatakan bahwa sebelum Allah menampakkan Diri-Nya kepada Musa di Tursina, gunung-gunung itu dalam keadaan rata lagi licin. Tetapi setelah Allah menampakkan diri-Nya kepada Musa di Tursina, maka hancur leburlah gunungnya, sedangkan gunung-gunung lainnya terbelah dan retak-retak serta terbentuklah gua-gua.
Ar-Rabi’ ibnu Anas mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu, kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh, dan Musa pun jatuh pingsan.
Bahwa ketika hijab Allah dibuka-Nya kepada gunung itu dan gunung itu melihat cahaya-Nya, maka jadilah bukit itu seperti tepung.
Sebagian ulama ada yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
…kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh.
Bahwa makna yang dimaksud dengan dakka ialah fitnah.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
…tetapi melihatiah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (seperti sediakala), niscaya kamu dapat melihat-Ku.
Menurutnya, dikatakan demikian karena gunung itu lebih besar dan lebih kuat daripada Musa sendiri. Tatkala Tuhannya tampak bagi gunung itu. kejadian itu menjadikan gunung itu. (Al A’raf:143) Allah memandang gunung itu, maka gunung itu tidak kuat, lalu hancur luluh sampai ke akarnya. Melihat pemandangan itu, yakni yang terjadi pada gunung itu, maka Musa pun jatuh pingsan.
Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
…kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh.
Bahwa Allah memandang ke gunung itu, maka gunung itu berubah menjadi padang pasir.
Sebagian ulama qiraat membacanya dengan bacaan demikian, kemudian dipilih oleh Ibnu Jarir. Dan bacaan ini diperkuat dengan adanya sebuah hadis marfu’ mengenainya yang diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih.
Pengertian as-sa’qu dalam ayat ini ialah pingsan, menurut tafsiran Ibnu Abbas dan lain-lainnya, tidak seperti penafsiran yang dikemukakan oleh Qatadah yang mengatakan bahwa makna as-sa’qu dalam ayat ini ialah mati, sekalipun tafsir yang dikemukakan oleh Qatadah dibenarkan menurut peristilahan bahasa. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing). (Az Zumar:68)
Karena sesungguhnya dalam ayat ini terdapat qarinah (bukti) yang menunjukkan makna mati, sebagaimana dalam ayat yang sedang kita bahas terdapat qarinah yang menunjukkan makna pingsan, yaitu firman-Nya:
Maka setelah Musa sadar kembali.
Al-Ifaqah atau sadar tiada lain dari orang yang tadinya pingsan.
Musa berkata, “Mahasuci Engkau.”
Sebagai ungkapan memahasucikan. mengagungkan, dan memuliakan Allah, bahwa bila ada seseorang yang melihat-Nya di dunia ini niscaya dia akan mati.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…aku bertobat kepada Engkau.
Mujahid mengatakan makna yang dimaksud ialah ‘saya kapok, tidak akan meminta untuk melihat-Mu lagi’.
…dan aku orang yang pertama-tama beriman.
Demikianlah menurut takwil Ibnu Abbas dan Mujahid, dari Bani Israil, pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Menurut riwayat yang lain dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
…dan aku orang yang pertama-tama beriman.
Disebutkan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat melihat-Mu.
Hal yang sama dikatakan oleh Abul Aliyah, bahwa sebelum itu memang telah ada orang-orang yang beriman, tetapi makna yang dimaksud di sini ialah “saya orang yang mula-mula beriman kepada Engkau, bahwa tidak ada seorang makhluk-Mu yang dapat melihat-Mu sampai hari kiamat”. Pendapat ini cukup baik dan mempunyai alasan.
Muhammad ibnu Jarir di dalam kitab Tafsir-nya. sehubungan dengan ayat ini telah mengetengahkan sebuah asar yang cukup panjang mengenainya di dalamnya terdapat banyak hal yang garib dan ajaib, bersumber dari Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar. Tetapi seakan-akan Muhammad ibnu Ishaq menerimanya dari berita-berita Israiliyat.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan Musa pun jatuh pingsan.
Sehubungan dengan makna ayat ini terdapat hadis Abu Sa’id dan Abu Hurairah, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, yang menerangkan tentangnya.
Hadis Abu Sa’id di-sanad-kan oleh Imam Bukhari dalam kitab Sahih-nya, dalam bab tafsir ayat ini. Untuk itu ia mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yusuf, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Amr ibnu Yahya Al-Mazini, dari ayahnya, dari Abu Sa’id Al-Khudri r.a. yang menceritakan bahwa seorang lelaki Yahudi datang kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, sedangkan mukanya baru saja ditampar, lalu ia mengadu, “Hai Muhammad, sesungguhnya seseorang dari sahabatmu dari kalangan Ansar telah menampar wajahku.” Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Panggillah dia!” Lalu mereka memanggil lelaki itu dan bersabda kepadanya, “Mengapa engkau tampar mukanya?” Lelaki Ansar menjawab, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya ketika saya sedang lewat bersua dengan orang Yahudi, lalu orang Yahudi itu kudengar mengatakan, ‘Demi Tuhan yang telah memilih Musa atas manusia semuanya.’ Lalu saya mengatakan kepadanya, ‘Dan juga di atas Muhammad?’ Lelaki itu menjawab, ‘Ya juga di atas Muhammad.’ Maka saya menjadi emosi, lalu kutampar mukanya,” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Janganlah kalian melebihkan aku di atas para nabi semuanya, karena sesungguhnya manusia pasti pingsan di hari kiamat, dan aku adalah orang yang mula-mula sadar. Tiba-tiba aku menjumpai Musa sedang memegang kaki A’rasy. Aku Tidak mengetahui apakah dia sadar sebelumku ataukah dia telah beroleh balasannya ketika mengalami pingsan di Bukit Tur.
Imam Bukhari telah meriwayatkannya di berbagai tempat (bab) dari kitab Sahih-nya, dan Imam Muslim meriwayatkannya di dalam kitab Sahih-nya dalam pembahasan “Kisah-kisah para Nabi”.
Imam Abu Daud telah meriwayatkannya di dalam kitab Sunnah-nya melalui berbagai jalur dari Amr ibnu Yahya ibnu Imarah ibnu Abul Hasan Al-Mazini Al-Ansari Al-Madani, dari ayahnya, dari Abu Sa’id Sa’d ibnu Malik ibnu Sinan Al-Khudri dengan lafaz yang sama.
Adapun mengenai hadis Abu Hurairah, Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya menyebutkan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Abu Kamil, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Sa’d, telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman dan Abdur Rahman Al-A’raj, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa ada dua orang lelaki bertengkar, salah seorangnya adalah orang muslim, sedangkan yang lain orang Yahudi. Orang Muslim mengatakan, “Demi Tuhan yang telah memilih Muhammad atas semua manusia.” Maka si Yahudi berkata, “Demi Tuhan yang telah memilih Musa atas semua manusia.” Maka orang muslim itu marah kepada si Yahudi, lalu ia menamparnya. Kemudian orang Yahudi itu datang kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menanyakan kedatangannya, maka lelaki Yahudi itu mengadukan perkaranya. Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memanggil si lelaki muslim itu, dan si lelaki muslim mengakui hal tersebut. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Janganlah kalian melebihkan aku atas Musa, karena sesungguhnya semua orang mengalami pingsan di hari kiamat nanti, dan aku adalah orang yang mula-mula sadar. Tiba-tiba aku melihat Musa sedang memegang bagian sisi ‘Arasy. Aku tidak mengetahui apakah dia termasuk orang-orang yang pingsan, lalu ia sadar sebelumku, ataukah dia termasuk orang yang dikecualikan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى (tidak mengalami pingsan)
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya di dalam kitab Sahihain melalui hadis Az-Zuhri dengan sanad yang sama.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Abud Dunya telah meriwayatkan bahwa orang yang menampar si Yahudi itu dalam kasus tersebut adalah sahabat Abu Bakar As- Siddiq r.a. Akan tetapi, menurut keterangan hadis yang terdahulu dari kitab Sahihain disebutkan bahwa lelaki yang menampar si Yahudi itu adalah seorang Ansar, hal ini lebih sahih dan lebih jelas.
Pengertian yang tersirat dari sabda Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang mengatakan:
Janganlah kalian mengutamakan aku atas Musa.
Sama halnya dengan pengertian yang terkandung di dalam sabdanya yang lain, yaitu:
Janganlah kalian mengutamakan diriku atas para nabi, jangan pula atas Yunus ibnu Mata
Menurut suatu pendapat, hal ini termasuk ke dalam Bab “Tawadu’ (rendah diri) Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ”.
Tetapi menurut pendapat lain, hal tersebut diungkapkan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sebelum Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengetahui keutamaan dirinya di atas semua makhluk. Menurut pendapat lainnya,-Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melarang bila dirinya paling diutamakan di antara para nabi lainnya dengan cara emosi dan fanatisme. Dan menurut pendapat lainnya lagi, hal tersebut dilarang bila dikatakan hanya sekadar pendapat sendiri dan seenaknya.
Sabda Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang mengatakan:
Sesungguhnya semua manusia akan mengalami pingsan pada hari kiamat nanti.
Menurut makna lahiriahnya ‘pingsan’ ini terjadi menjelang hari kiamat, karena pada hari itu terjadilah suatu perkara yang membuat mereka semuanya tidak sadarkan dirinya.
Barangkali pula hal tersebut terjadi di saat Tuhan Yang Mahasuci lagi Mahatinggi datang untuk memutuskan peradilan, lalu Dia menampakkan diri-Nya pada semua makhluk untuk melakukan pembalasan terhadap mereka. Perihalnya sama dengan pingsan yang dialami oleh Musa a.s. karena Tuhan menampakkan diri-Nya. Untuk itulah, maka dalam hadis ini disebutkan melalui sabdanya:
Aku tidak mengetahui apakah Musa sadar sebelumku. ataukah dia sudah cukup mendapat balasannya ketika mengalami pingsan di Bukit Tur.
Al-Qadi Iyad di dalam permulaan kitab Asy-Syifa telah meriwayatkan berikut sanadnya dari Muhammad ibnu Muhammad ibnu Marzuq:
bahwa telah menceritakan kepada kami Qatadah, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan, dari Qatadah, dari Yahya ibnu Wassab, dari Abu Hurairah, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang telah bersabda: Ketika Allah menampakkan diri-Nya kepada Musa عَلَيْهِ السَلاَمُ, maka Musa dapat melihat semut yang berada di Bukit Safa (Mekah) dalam kegelapan malam sejauh perjalanan sepuluh farsakh (pos).
Kemudian Al-Qadi Iyad mengatakan, “Tidaklah jauh pengertian hal ini dengan apa yang dialami oleh Nabi kita. sebagai keistimewaan buatnya, sesudah beliau mengalami Isra dan menyaksikan tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang terbesar.”
Demikianlah menurut Al-Qadi Iyad, seakan-akan dia menilai sahih hadis ini. Tetapi kesahihan hadis ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat para perawi yang disebutkan di dalam sanadnya terdapat orang-orang yang tidak dikenal. Sedangkan hal semisal ini hanya dapat diterima bila diketengahkan melalui periwayatan orang-orang yang adil lagi dabit sampai ke penghujung sumbernya.
(143) وَلَمَّا جَاۤءَ مُوْسٰى لِمِيْقَاتِنَا “Dan tatkala Musa datang untuk (mu-najat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan”, untuknya untuk menurunkan kitab, وَكَلَّمَهٗ رَبُّهٗۙ “dan Rabbnya telah berfirman (langsung) kepadanya”, berfirman langsung dengan wahyuNya, pe-rintah dan laranganNya, Musa berkeinginan untuk melihat Allah, jiwanya mengharapkan itu karena kecintaannya kepada Rabbnya dan sangat ingin melihatNya. قَالَ رَبِّ اَرِنِيْٓ اَنْظُرْ اِلَيْكَۗ “Berkatalah Musa, ‘Ya Rabbku, nampakkanlah (diriMu) kepadaku agar aku dapat melihat kepadaMu.” Allah menjawab, قَالَ لَنْ تَرٰىنِيْ “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihatKu.” Yakni sekarang kamu tidak akan mampu melihatKu, karena Allah جَلَّ جَلالُهُ menciptakan makhluk di dunia ini dalam kondisi di mana mereka tidak akan kuat dan tidak akan mampu melihat Allah. Ini tidak menunjukkan bahwa mereka tidak dapat melihat-Nya di surga, karena dalil-dalil dari al-Qur`an dan as-Sunnah telah menunjukkan bahwa penduduk surga akan melihat Rabb mereka dan menikmati melihat kepada wajahNya Yang Mulia. Dan bahwa Allah جَلَّ جَلالُهُ menghidupkan mereka secara sempurna yang dengannya mereka mampu melihat Allah جَلَّ جَلالُهُ . Oleh karena itu Allah mengait-kan kemungkinan melihat dengan ketetapan gunung.
Allah جَلَّ جَلالُهُ menenangkan Musa karena tidak bisa mengabulkan permintaannya. وَلٰكِنِ انْظُرْ اِلَى الْجَبَلِ فَاِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهٗ ۚ “Tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (sebagaimana sediakala)”, jika Allah menampakkan diri kepadanya فَسَوْفَ تَرٰىنِيْ “niscaya ka-mu dapat melihatKu. Tatkala Rabbnya menampakkan diri kepada gunung itu”, yang bisu lagi keras. جَعَلَهٗ دَكًّا “Dijadikannya gunung itu han-cur luluh.” Yakni hancur berkeping-keping ibarat kerikil, karena kegoncangannya dan tidak kuatnya ia melihat Allah. وَّخَرَّ مُوْسٰى صَعِقًاۚ “Dan Musa pun jatuh pingsan,” ketika melihat apa yang dilihat. Ma-ka jelaslah bagi Musa pada saat itu bahwa jika gunung saja tidak kuat melihat Allah, maka Musa lebih tidak kuat melihatNya. Musa memohon ampun kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ karena telah meminta sesuatu yang tidak pada tempatnya. فَلَمَّآ اَفَاقَ قَالَ سُبْحٰنَكَ “Musa berkata, ‘Mahasuci Engkau’.” Yakni Aku menyucikan dan mengagungkanMu dari apa yang tidak layak dengan kebesaranMu. تُبْتُ اِلَيْكَ “Aku bertaubat kepada Engkau”, dari segala dosa dan kekurangajaran kepadaMu. وَاَنَا۠ اَوَّلُ الْمُؤْمِنِيْنَ “Dan aku orang yang pertama-tama beriman.” Yakni Musa menyempurna-kan imanNya dengan sesuatu yang sebelum-nya tidak dia ketahui.
Dan ingatlah ketika musa datang untuk bermunajat pada waktu yang telah kami tentukan, yaitu empat puluh malam, dan tuhan telah berfirman langsung kepadanya, menyampaikan wahyu melalui suatu dialog yang tidak sama dengan pembicaraan yang dilakukan manusia, nabi musa ingin mendapat lebih dari itu dan berkata, tuhan pemeliharaku, tampakkanlah diri-Mu yang maha suci kepadaku agar aku dapat’dengan potensi yang engkau anugerahkan padaku’melihat engkau. Dia, yakni Allah, berfirman, engkau, wahai nabi musa, sekali-kali tidak akan sanggup melihat-ku di dunia ini dengan mata telanjang. Kemudian Allah ingin nabi musa dapat menerima ketidaksanggupannya itu, dan berkata, namun lihatlah ke gunung itu yang lebih kokoh bila dibandingkan dengan kondisimu, jika saat kemunculan-ku ia tetap tegar di tempatnya sebagai sediakala ketika aku ber-tajalli, menampakkan apa yang hendak aku tampakkan, niscaya engkau dapat melihat-ku saat aku muncul di hadapanmu. Maka ketikatuhannya ber-tajalli, menampakkan keagungan-Nya atau apa yang hendak ditampakkan-Nya kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh, hingga sama rata dengan tanah, dan nabi musa pun jatuh pingsan tak sadarkan diri menyaksikan peristiwa dahsyat itu. Setelah nabi musa sadar kembali, dan yakin bahwa dia tidak dapat melihat-Nya di dunia ini dengan cara apa pun, dia berkata, mahasuci engkau, lagi maha agung, aku bertobat kepada engkau karena telah lancang meminta sesuatu yang tak engkau izinkan, dan aku adalah orang yang pertama-tama beriman, yang percaya bahwa engkau tidak dapat dilihat seperti yang kumohonkan. Para mufasir ada yang berpendapat, pengertian tampak ialah kebesaran dan kekuasaan Allah, dan ada pula yang menafsirkan bahwa yang tampak itu adalah cahaya Allah. Bagaimana pun juga tampaknya Allah itu bukanlah seperti tampaknya makhluk, hanya tampak yang sesuai sifatsifat Allah yang tidak dapat diukur dengan ukuran manusia. Tatkala Allah menolak permintaan nabi musa untuk melihatnya, dia telah menyiapkan untuknya nikmat-nikmat yang lain sebagai kompensasi penolakan itu. Dia, yakni Allah berfirman, wahai musa! sesungguhnya aku memilih dengan melebihkan dan mengutamakan engkau dari manusia yang lain pada masamu untuk membawa risalah-ku yaitu pesan-pesan kenabian dan firman-ku yang aku sampaikan langsung dengan bercakap-cakap kepadamu, tanpa perantara, sebab itu berpegang-teguhlah kepada apa yang aku berikan kepadamu berupa perintah dan larangan, dan hendaklah engkau termasuk orang-orang yang bersyukur atas nikmat kerasulan dan kekhususan tuhan berbicara langsung kepadamu.
Al-A’raf Ayat 143 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-A’raf Ayat 143, Makna Al-A’raf Ayat 143, Terjemahan Tafsir Al-A’raf Ayat 143, Al-A’raf Ayat 143 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-A’raf Ayat 143
Tafsir Surat Al-A’raf Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176 | 177 | 178 | 179 | 180 | 181 | 182 | 183 | 184 | 185 | 186 | 187 | 188 | 189 | 190 | 191 | 192 | 193 | 194 | 195 | 196 | 197 | 198 | 199 | 200 | 201 | 202 | 203 | 204 | 205 | 206
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)