{6} Al-An’am / الأنعام | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الأنفال / Al-Anfal {8} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-A’raf الأعراف (Tempat Yang Tertinggi) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 7 Tafsir ayat Ke 204.
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴿٢٠٤﴾
wa iżā quri`al-qur`ānu fastami’ụ lahụ wa anṣitụ la’allakum tur-ḥamụn
QS. Al-A’raf [7] : 204
Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu mendapat rahmat.
Wahai manusia, apabila Al Qur’an dibacakan kepada kalian, dengarkan dan perhatikanlah sehingga kalian merenungkannya agar kalian mendapat rahmat Allah.
Setelah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menyebutkan bahwa Al-Qur’an adalah bukti-bukti yang nyata bagi manusia dan petunjuk serta rahmat bagi mereka, lalu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memerintahkan agar mereka mendengarkannya baik-baik serta penuh perhatian dan tenang di saat Al-Qur’an dibacakan, untuk mengagungkan dan menghormatinya, janganlah seperti yang sengaja dilakukan oleh orang-orang kafir Quraisy saat mendengarnya, seperti yang disitir oleh Al-Qur*an, bahwa mereka berkata:
Janganlah kalian mendengar dengan sungguh-sungguh akan Al-Qur’an ini dan buatlah hiruk pikuk terhadapnya. (Al Fushilat:26), hingga akhir ayat.
Keharusan ini bertambah kukuh dalam salat fardu bila imam membacanya dengan suara keras, seperti yang disebutkan oleh Imam Muslim dalam kitab Sahih-nya melalui hadis Abu Musa Al-Asy’ari r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Sesungguhnya imam itu dijadikan hanyalah untuk diikuti. Maka apabila imam bertakbir, bertakbirlah kalian, dan apabila imam membaca (Al-Qur’an), dengarkanlah (bacaannya) dengan penuh perhatian dan tenang.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh para pemilik kitab Sunnah melalui hadis Abu Hurairah. Hadis ini dinilai sahih oleh Muslim ibnul Hajjaj, tetapi ia sendiri tidak mengetengahkan riwayat ini dalam kitabnya.
Ibrahim ibnu Muslim Al-Hajri telah meriwayatkan dari Abu Iyad, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa pada awal mulanya mereka sering berbicara dalam salat, tetapi ketika ayat ini diturunkan, yaitu firman-Nya: Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan ayat berikutnya, maka mereka diperintahkan untuk tenang.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Ayyasy, dari Asim, dari Al-Musayyab ibnu Rafi’ yang mengatakan bahwa Ibnu Mas’ud pernah menceritakan, “Dahulu para sahabat biasa mengucapkan salam di antara sesamanya dalam salat, “maka turunlah ayat yang mengatakan:
Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian mendapat rahmat.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Al-Muharibi, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Basyir ibnu Jabir yang mengatakan bahwa Ibnu Mas’ud ketika sedang salat mendengar sejumlah orang ikut membaca Al-Qur’an bersama imam. Setelah Ibnu Mas’ud selesai dari salatnya, ia mengatakan, “Ingatlah, sekarang sudah saatnya bagi kalian untuk mengerti dan sudah saatnya untuk menggunakan pikiran. ‘Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang.’ Seperti yang diperintahkan oleh Allah kepada kalian.”
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abus Saib, telah menceritakan kepada kami Hafs, dari Asy’as, dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan seorang pemuda dari kalangan Ansar. Disebutkan bahwa setiap kali Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membaca Al-Qur’an dalam salatnya, maka pemuda itu ikut membacanya pula, lalu turunlah ayat ini:
Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang.
Imam Ahmad dan para pemilik kitabSunnah telah meriwayatkan melalui hadis Az-Zuhri, dari Abu Aktamah Al-Laisi, dari Abu Hurairah, bahwa setelah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ selesai dari salat yang keras bacaannya, beliau bersabda:
“Apakah ada seseorang di antara kalian yang ikut membaca bersamaku?” Seorang lelaki menjawab, “Ya saya wahai Rasulullah ” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, “Sesungguhnya aku akan mengatakan, ‘Saya tidak akan bersaing dalam Al-Qur’an’.”
Maka sejak saat itu orang-orang berhenti dari kebiasaan membaca bersama Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam salat yang keras bacaannya, yaitu sejak mereka mendengar hal tersebut dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan, dan dinilai sahih oleh Abu Hatim Ar-Razi.
Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dan Yunus, dari Az-Zuhri yang mengatakan bahwa orang yang berada di belakang imam tidak boleh ikut membaca dalam salat yang bacaannya dikeraskan oleh imam. Bacaannya sudah cukup ditanggung oleh bacaan imam, sekalipun imam tidak memperdengarkan bacaannya kepada mereka. Tetapi mereka harus membaca dalam salat yang imam tidak mengeraskan bacaannya padanya, yaitu dengan suara yang perlahan dan hanya dapat didengar oleh mereka sendiri. Seseorang yang berada di belakang imam tidak layak pula ikut membaca bersama imam dalam salat jahriyah-nya, baik dengan bacaan perlahan maupun keras, karena sesungguhnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman:
Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian mendapat rahmat.
Menurut kami, pendapat di atas merupakan pendapat segolongan ulama. Mereka mengatakan bahwa makmum tidak wajib membaca dalam salat yang bacaannya dikeraskan oleh imam, baik Fatihahnya maupun surat lainnya. Demikianlah menurut salah satu di antara dua pendapat di kalangan mazhab Syafi’i. Pendapat ini merupakan qaul qadim dari Imam Syafi’i, sama dengan mazhab Imam Malik dan suatu riwayat dari Imam Ahmad ibnu Hambal, karena berdasarkan dalil yang telah disebutkan di atas.
Imam Syafi’i dalam qaul jadid-nya mengatakan.”Makmum hanya diperbolehkan membaca Al-Fatihah saja. yaitu di saat imam sedang diam.”Pendapat ini dikatakan oleh sejumlah sahabat dan tabi’in serta orang-orang sesudah mereka.
Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad mengatakan bahwa makmum sama sekali tidak wajib melakukan bacaan, baik dalam salat sirriyyah maupun dalam salat jahriyyah (salat yang pelan bacaannya dan salat yang keras bacaannya), karena berdasarkan sebuah hadis yang mengatakan:
Barang siapa yang mempunyai imam, maka bacaan yang dilakukan oleh imam merupakan bacaannya pula.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad-nya melalui Jabir secara marfu’. Di dalam kitab Muwatta’ Imam Malik hadis ini diriwayatkan melalui Wahb ibnu Kaisan, dari Jabir secara mauquf, dan apa yang disebutkan di dalam kitab Muwatta’ ini lebih sahih.
Masalah ini diketengahkan dengan penjabaran yang lebih rinci pada bagian lain dari kitab ini. Imam Abu Abdullah Al-Bukhari telah menulis suatu tulisan tersendiri yang membahas masalah ini secara rinci, tetapi pada akhirnya ia memilih pendapat yang mewajibkan membaca bagi makmum dalam salat jahriyyah maupun salat sirriyyah.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan makna firman-Nya:
Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang.
Yakni dalam salat fardu. Hal yang sama diriwayatkan dari Abdullah ibnu Mugaffal.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Humaid ibnu Mas’adah, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnul Mufaddal, telah menceritakan kepada kami Al-Jariri, dari Talhah ibnu Ubaidillah ibnu Kuraiz yang menceritakan bahwa ia pernah melihat Ubaid ibnu Umair dan Ata ibnu Abu Rabah sedang berbincang-bincang, sedangkan di dekat keduanya ada seseorang sedang membaca Al-Qur’an. Maka ia berkata, “Mengapa kamu berdua tidak mendengarkan Al-Qur’an yang akibatnya kamu berdua akan terkena ancaman?” Tetapi keduanya hanya memandang ke arahku, kemudian melanjutkan obrolan lagi. Lalu ia mengulangi tegurannya, tetapi mereka hanya memandang ke arahku, lalu melanjutkan obrolan mereka. Ketika ia mengulangi teguran untuk ketiga kalinya, maka keduanya memandang ke arahku, lalu mengatakan bahwa sesungguhnya hal yang disebutkan oleh ayat berikut hanyalah jika dalam salat, yaitu firman-Nya:
Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang.
Hal yang sama diriwayatkan oleh Sufyan As-Sauri, dari Abu Hasyim Ismail ibnu Kasir, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang.
Yakni di dalam salat. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh sejumlah orang, dari Mujahid.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari As-Sauri, dari Al-Lais, dari Mujahid yang mengatakan bahwa tidak apa-apa berbicara bila seseorang membaca Al-Qur’annya di luar salat. Hal yang sama telah dikatakan oleh Sa’id ibnu Jubair, Ad-Dahhak, Ibrahim An-Nakha*i, Qatadah, Asy-Sya’bi, As-Saddi, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, bahwa yang dimaksud dengan perintah mendengarkan bacaan Al-Qur’an adalah dalam salat.
Syu’bah telah meriwayatkan dari Mansur yang pernah mendengar Ibrahim ibnu Abu Hamzah bercerita bahwa ia pernah mendengar Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang
Yakni dalam salat dan khotbah Jumat. Hal yang semisal telah diriwayatkan oleh Ibnu Juraij, dari Ata.
Hasyim telah mengatakan dari Ar-Rabi’ ibnu Sabih, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa hal tersebut bila berada di dalam salat dan di saat sedang berzikir.
Ibnul Mubarak telah mengatakan dari Baqiyyah yang pernah mendengar Sabit ibnu Ajlan mengatakan bahwa ia pernah mendengar Sa’id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perbaikanlah dengan tenang.
Bahwa kewajiban mendengarkan ini ialah dalam salat Hari Raya Kurban, Hari Raya Fitri, hari Jumat, dan salat-salat yang imam mengeraskan bacaan Al-Qur’an padanya.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir, bahwa yang dimaksud dengan hal tersebut ialah mendengarkan bacaan Al-Qur’an dalam salat dan khotbah, seperti yang disebutkan oleh banyak hadis yang memerintahkan mendengarkan bacaan Al-Qur’an dengan tenang di belakang imam dan di saat sedang khotbah.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari As-Sauri, dari Lais, dari Mujahid, bahwa ia menganggap makruh bila imam sedang membaca ayat khauf atau ayat rahmat, lalu ada seseorang di belakang imam mengucapkan sesuatu. Mujahid mengatakan bahwa semuanya harus tetap diam.
Mubarak ibnu Fudalah telah meriwayatkan dari Al-Hasan, “Apabila engkau duduk mendengarkan Al-Qur’an, maka perhatikanlah bacaannya dengan tenang.”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id maula Bani Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Maisarah, dari Al-Hasan, dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda: Barang siapa mendengarkan suatu ayat dari Kitabullah, maka dicatatkan baginya kebaikan yang berlipat ganda. Dan barang siapa yang membacanya, maka ia mendapat nur (cahaya) di hari kiamat.
Hadis diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Ahmad.
(204) Perintah ini berlaku umum bagi semua orang yang mendengar al-Qur`an, kitabullah dibaca, dia diperintahkan untuk diam dan mendengarkan. Dan perbedaan di antara keduanya ada¬lah bahwa diam secara zahir adalah dengan meninggalkan pembi-caraan atau tidak menyibukkan diri dengan sesuatu yang membuat-nya tidak mendengar. Adapun mendengar, maka maksudnya ada-lah menyimak dengan membuka hati dan merenungkan apa yang didengar. Barangsiapa yang memegang kedua perkara ini ketika kitabullah dibaca, maka dia akan mendapatkan kebaikan yang ba-nyak, ilmu yang melimpah, iman yang terus diperbarui, petunjuk yang selalu bertambah, dan bashirah dalam agamanya. Oleh karena itu Allah mengaitkan diraihnya rahmat dengan kedua perkara ter-sebut. Hal ini menunjukkan bahwa barangsiapa yang dibacakan al-Qur`an kepadanya, lalu dia tidak mendengar dan tidak diam, maka dia tidak akan meraih bagian rahmat, dan dia telah kehila-ngan kebaikan yang melimpah.
Di antara perintah yang ditekankan kepada pendengar al-Qur`an adalah hendaknya dia mendengarkan dan diam untuknya dalam shalat jahriyah ketika imamnya membaca al-Qur`an, dalam kondisi ini dia diperintahkan untuk diam, bahkan kebanyakan ulama berkata bahwa diamnya adalah lebih baik daripada dia mem-baca al-Fatihah atau lainnya.
Dan sampaikan juga bahwa apabila dibacakan ayat-ayat Al-Qur’an oleh siapa pun, maka dengarkanlah dengan penuh perhatian, dan diamlah sambil memperhatikan tuntunan-tuntunannya dengan tenang agar kamu mendapat rahmat dari Allah. Jika dibacakan Al-Qur’an, kita diperintahkan mendengar dan memperhatikan sambil berdiam diri, baik di dalam salat maupun di luar salat. Dan ingatlah tuhanmu dengan sungguh-sungguh hingga keagungan dan kebesaran-Nya hadir dalam hatimu ketika membaca dan mendengar Al-Qur’an atau berzikir, dengan rendah hati dan rasa takut. Kamu akan merasakan kehadiran, kedekatan dan rasa takut pada-Nya. Lakukan itu dengan tidak mengeraskan suara. Tidak perlu kamu bersuara keras atau terlalu lemah. Lakukanlah zikir itu pada waktu pagi dan petang, agar kamu memulai dan mengakhiri harimu dengan mengingat Allah. Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lengah, tidak mengingat Allah di setiap saat.
Al-A’raf Ayat 204 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-A’raf Ayat 204, Makna Al-A’raf Ayat 204, Terjemahan Tafsir Al-A’raf Ayat 204, Al-A’raf Ayat 204 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-A’raf Ayat 204
Tafsir Surat Al-A’raf Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135 | 136 | 137 | 138 | 139 | 140 | 141 | 142 | 143 | 144 | 145 | 146 | 147 | 148 | 149 | 150 | 151 | 152 | 153 | 154 | 155 | 156 | 157 | 158 | 159 | 160 | 161 | 162 | 163 | 164 | 165 | 166 | 167 | 168 | 169 | 170 | 171 | 172 | 173 | 174 | 175 | 176 | 177 | 178 | 179 | 180 | 181 | 182 | 183 | 184 | 185 | 186 | 187 | 188 | 189 | 190 | 191 | 192 | 193 | 194 | 195 | 196 | 197 | 198 | 199 | 200 | 201 | 202 | 203 | 204 | 205 | 206
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)