{7} Al-A’raf / الأعراف | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | التوبة / At-Taubah (Al-Bara’ah) {9} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Anfal الأنفال (Harta Rampasan Perang) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 8 Tafsir ayat Ke 16.
وَمَنْ يُوَلِّهِمْ يَوْمَئِذٍ دُبُرَهُ إِلَّا مُتَحَرِّفًا لِقِتَالٍ أَوْ مُتَحَيِّزًا إِلَىٰ فِئَةٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ وَمَأْوَاهُ جَهَنَّمُ ۖ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ ﴿١٦﴾
wa may yuwallihim yauma`iżin duburahū illā mutaḥarrifal liqitālin au mutaḥayyizan ilā fi`atin fa qad bā`a bigaḍabim minallāhi wa ma`wāhu jahannam, wa bi`sal-maṣīr
QS. Al-Anfal [8] : 16
Dan barangsiapa mundur pada waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sungguh, orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahanam, seburuk-buruk tempat kembali.
Dan barangsiapa di antara kalian yang mundur (dari peperangan) pada waktu menghadapi musuh, kecuali berbelok untuk mematahkan tipu daya orang-orang kafir atau untuk bergabung dengan kelompok tentara muslim yang lain; dia layak mendapat murka Allah dan tempat kembalinya adalah neraka Jahanam seburuk-buruk tempat kembali.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang.
Yaitu lari dari teman-temannya sebagai siasat perang, untuk memperlihatkan kepada musuh bahwa dia takut kepada musuh, hingga musuh mengejarnya. Kemudian secara mendadak ia berbalik menyerang dan membunuh musuhnya, maka cara seperti ini tidak dilarang. Demikianlah menurut apa yang telah dinaskan oleh Sa’id ibnu Jubair dan As-Saddi.
Ad-Dahhak mengatakan, misalnya seseorang maju di hadapan teman-temannya karena dia melihat adanya kelalaian pada pihak musuh, sehingga ia berhasil memanfaatkan situasi ini dan dapat membunuh musuhnya.
…atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan lain.
Artinya, lari dari suatu kelompok ke kelompok yang lain di dalam pasukan kaum muslim untuk membantu mereka atau untuk meminta bantuan mereka, hal ini diperbolehkan. Hingga seandainya ia berada di dalam suatu sariyyah (pasukan khusus), lalu ia lari ke arah amirnya atau kepada imam besarnya, maka hal ini termasuk ke dalam pengertian kemurahan yang disebutkan dalam ayat ini.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Abu Ziyad, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Abdullah ibnu Umar r.a. yang mengatakan, “Saya termasuk di dalam suatu pasukan yang dikirimkan oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Kemudian orang-orang terpukul mundur dan lari, sedangkan saya termasuk orang-orang yang mundur. Lalu kami berkata, ‘Apakah yang harus kita perbuat, sedangkan kita telah lari dari serangan musuh dan kita kembali dalam keadaan beroleh murka Allah?’ Akhirnya kami mengatakan, ‘Sebaiknya kita kembali ke Madinah dan menginap.’ Dan kami berkata lagi, “Bagaimana kalau kita tanyakan perihal diri kita ini kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Jika masih ada pintu tobat buat kita, kita akan bertobat, dan jika tidak ada, maka kita akan berangkat kembali.’ Kemudian kami menghadap kepadanya sebelum salat Subuh. Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ keluar (dari rumahnya) seraya bertanya, ‘Siapakah kaum ini?’ Maka kami menjawab, ‘Kami adalah orang-orang yang lari dari medan perang? Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: ‘Bukan, bahkan kalian adalah orang-orang yang sedang melakukan siasat perang, saya sendiri termasuk golongan pasukan kaum muslim. Ibnu Umar melanjutkan kisahnya, “Lalu kami (para sahabat yang bertugas dalam sariyyah itu) mendekati beliau dan mencium tangan beliau.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Daud, Turmuzi. dan Ibnu Majah melalui berbagai jalur dari Yazid ibnu Abu Ziyad. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan, kami tidak mengenalnya melainkan melalui hadis Ibnu Abi Ziyad.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya melalui hadis Yazid ibnu Abu Ziyad dengan sanad yang sama, yang pada penghujungnya disebutkan bahwa lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membacakan firman-Nya:
…atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain.
Menurut ahlul ‘ilmi, makna al-‘akkaruna yang ada dalam hadis ini ialah orang-orang yang menggunakan siasat perang.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Umar ibnul Khattab r.a. sehubungan dengan gugurnya Abu Ubaidah di atas sebuah jembatan di negeri Persia ketika berperang melawan musuh. Ia gugur karena banyaknya pasukan pihak Majusi yang menyerangnya. Lalu Umar berkata, “Sekiranya dia bergabung kepadaku (yakni mundur untuk mencari bantuan), niscaya aku akan menjadi pasukan pembantunya.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Sirin, dari Umar.
Menurut riwayat Abu Usman An-Nahdi melalui Umar, ketika Abu Ubaidah gugur, Umar berkata, “Hai manusia, aku adalah pasukan kalian juga.” Mujahid mengatakan bahwa Umar telah mengatakan, “Saya adalah pasukan semua orang muslim.””
Abdul Malik ibnu Umair telah meriwayatkan dari Umar, “Hai manusia, jangan sekali-kali kalian salah pengertian terhadap ayat ini, sesungguhnya kisah dalam ayat ini hanya terjadi dalam Perang Badar, aku adalah pasukan setiap orang muslim.”
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hissan ibnu Abdullah Al-Masri, telah menceritakan kepada kami Khallad ibnu Sulaiman Al-Hadrami, telah menceritakan kepada kami Nafi’, bahwa Nafi’ pernah bertanya kepada ibnu Umar, “Sesungguhnya kami adalah suatu kaum yang tidak kokoh dalam peperangan melawan musuh, sedangkan kami tidak mengerti apakah yang dimaksud dengan lafaz al-fi-ah, apakah ia imam kami atau basis pasukan kami?” Ibnu Umar menjawab, “Sesungguhnya yang dimaksud dengan al-fi-ah ialah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sendiri.” Saya (Nafi’) mengatakan, sesungguhnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman: apabila kalian bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerang kalian. (Al Anfaal:15), hingga akhir ayat. Ibnu Umar menjawab, “Sesungguhnya ayat ini hanyalah diturunkan di waktu Perang Badar, bukan sebelumnya, bukan pula sesudahnya.”
Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
…atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain.Yakni yang lari untuk menggabungkan diri dengan Nabi dan para sahabatnya.
Hal yang sama dikatakan terhadap orang yang lari dari medan perang pada hari itu (di masa pemerintahan Khal ifah Umar) untuk bergabung dengan amir dan teman-temannya. Adapun jika lari bukan karena suatu penyebab dari sebab-sebab yang telah disebutkan di atas, maka hukumnya haram dan merupakan suatu dosa besar.
Di dalam kitab Sahih Bukhari dan Sahih Muslim disebutkan sebuah hadis melalui Abu Hurairah r.a. yang telah menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda:
“Jauhilah tujuh dosa besar yang membinasakan.” Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah apa sajakah ketujuh dosa besar itu?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda. ”Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah (membunuhnya) kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari medan perang saat diserang, dan menuduh berzina wanita-wanita mukmin yang terpelihara kehormatannya yang sedang dalam keadaan lalai.”
Hadis ini mempunyai syawahid yang menguatkannya, diriwayatkan melalui jalur-jalur lain. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
Maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah dan tempat kembalinya.
Artinya, orang yang berbuat demikian kembali dari medan perangnya dengan membawa murka Allah yang menimpa dirinya, dan kelak tempat kembalinya di hari kemudian disebutkan oleh firman selanjutnya, yaitu:
…ialah neraka jahanam. Dan amat buruklah tempat kembalinya
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Abbas ibnu Muqatil Al-Isfati, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Hafs ibnu Umar As-Sinni. telah menceritakan kepadaku Amr ibnu Murrah. Ia pernah mendengar Bilal ibnu Yasar ibnu Zaid maula Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menceritakan hadis berikut: Ia pernah mendengar ayahnya menceritakan hadis ini dari kakeknya, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah besabda: Barang siapa mengucapkan, “Saya memohon ampun kepada Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, dan saya bertobat kepada-Nya, diberikan ampunan baginya, sekalipun dia telah lari dari medan perang.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, dari Musa Ibnu Ismail, dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengetengahkannya dari Imam Bukhari, dari Musa ibnu Ismail dengan sanad yang sama. Lalu Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini garib. kami tidak mengenalnya melainkan hanya dari jalur ini.
Menurut kami, Zaid maula Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ belum pernah menceritakan hadis dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ selain hadis ini.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa lari dari medan perang hukumnya haram bagi para sahabat, tiada lain karena jihad adalah fardu ‘ain bagi mereka. Menurut pendapat lain, hal ini hanya khusus bagi kalangan Ansar, karena mereka telah berbai’at untuk tunduk patuh, baik dalam keadaan suka maupun dalam keadaan duka. Menurut pendapat lainnya lagi, makna yang dimaksud oleh ayat ini khusus bagi ahli Badar (kaum muslim yang ikut dalam Perang Badar). Hal yang menyatakan demikian telah diriwayatkan melalui Umar, Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Abu Sa’id, Abu Nadrah, Nafi’ maufa Ibnu Umar, Sa’id ibnu Jubair, Al-Hasan Al-Basri, Ikrimah, Qatadah, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.
Alasan mereka mengatakan demikian karena pada zaman itu tidak ada suatu golongan yang mempunyai kekuatan bersenjata untuk dapat dijadikan sebagai pelindung dan dimintai bantuannya selain golongan mereka sendiri, seperti yang disebutkan oleh Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam doanya:
Ya Allah, jika golongan ini binasa, niscaya Engkau tidak akan disembah di muka bumi ini.
Karena itulah Abdullah ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Mubarak ibnu Fudalah dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu
Yang dimaksud adalah dalam Perang Badar. Adapun di masa sekarang ini, jika suatu pasukan kaum muslim bergabung dengan pasukan kaum muslim lainnya, atau masuk ke dalam kota muslim, menurut saya hukumnya tidak mengapa.
Ibnul Mubarak mengatakan pula dari Ibnu Luhai’ah (Lahi’ah), telah menceritakan kepadaku Yazid ibnu Abu Habib yang mengatakan bahwa Allah memastikan masuk neraka bagi orang yang lari dari Perang Badar, karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman: Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat)perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain, maka sesungguhnya orang itu kembali dengan membawa kemurkaan dari Allah (Al Anfaal:16) Ketika terjadi Perang Uhud pada tahun berikutnya. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman: Sesungguhnya orang-orang yang berpaling di antara kalian pada hari bertemu dua pasukan itu. (Ali-lmrah: 155) sampat dengan firman-Nya: dan sesungguhnya Allah telah memberi maaf kepada mereka. (Ali-Imran: 155) Kemudian pada waktu Perang Hunain —tujuh tahun kemudian— Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman: kemudian kalian lari ke belakang dengan bercerai-berai. (At Taubah:25) sampai dengan firman-Nya: Sesudah itu Allah menerima tobat dari orang-orang yang dikehendaki-Nya. (At Taubah:27)
Di dalam kitab Sunan Abu Daud, Sunan Nasai, Mustadrak Imam Hakim, serta kitab Tafsir Ibnu Jarir dan Ibnu Murdawaih disebutkan melalui hadis Daud ibnu Abu Hindun, dari AbuNadrah, dari Abu Sa’id, ia telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Barang siapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu. (Al Anfaal:16) Sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang muslim yang terlibat dalam Perang Badar. Tetapi hal ini bukan berarti me-nafi-kan pengertian haram bagi selain mereka yang lari dari medan perangnya, sekalipun penyebab turunnya ayat ini berkenaan dengan mereka (ahli Badar). Seperti apa yang ditunjukkan oleh makna hadis Abu Hurairah di atas yang menyatakan bahwa lari dari medan perang merupakan salah satu dosa besar yang membinasakan. Demikianlah menurut pendapat jumhur ulama.
(16) firman Allah جَلَّ جَلالُهُ
وَمَنْ يُّوَلِّهِمْ يَوْمَىِٕذٍ دُبُرَه اِلَّا مُتَحَرِّفًا لِّقِتَالٍ اَوْ مُتَحَيِّزًا اِلٰى فِئَةٍ فَقَدْ بَاۤءَ بِغَضَبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَمَأْوٰىهُ جَهَنَّمُ ۗ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ
“Barangsiapa yang membelakangi mereka (mun-dur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (siasat) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan lain, maka sesungguhnya orang itu kembali membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahanam. Dan amat buruklah tempat kembalinya.”
Ini menunjukkan bahwa berlari dari medan perang tanpa alasan adalah termasuk dosa besar, sebagaimana hal itu dinyatakan oleh hadits-hadits shahih, dan sebagaimana dinyatakan secara tegas dalam ayat ini akan ancaman yang keras atas perbuatan itu. Mahfum ayat ini menunjukkan bahwa orang yang berbelok untuk siasat dalam perang –yaitu dia berpindah dari satu arah ke arah lainnya agar lebih leluasa untuk berperang dan lebih kuat dalam menghadapi musuh–, tidaklah mengapa, karena dia tidak mundur untuk berlari. Dia hanyalah mundur untuk strategi agar dapat me-ngalahkan musuh, atau menyerang dari arah yang merupakan titik lengah atau lemah mereka, atau sebagai siasat-siasat perang lain-nya. Dan bahwa orang yang bergabung dengan pasukan lain yang membuatnya kuat dan membantunya dalam memerangi orang-orang kafir juga dibolehkan, jika kelompok lain tersebut berada di markas pasukan maka perkaranya jelas. Jika pasukan itu tidak di tempat perang seperti mundurnya kaum Muslimin dari hadapan orang-orang kafir dan mereka mundur masuk ke sebuah kota kaum Muslimin atau kepada pasukan kaum Muslimin yang lain, maka terdapat atsar sahabat yang menunjukkan bahwa hal itu diboleh-kan. Mungkin ini dibatasi dengan apabila kaum Muslimin mengira bahwa mundur dari medan perang lebih baik akibatnya dan lebih menjamin keberadaan mereka. Adapun jika mereka menduga bah-wa kemenangan mereka atas kaum kafir adalah dengan keteguhan di depan mereka, maka sulit dikatakan bahwa ia termasuk keadaan yang dibolehkan, karena dalam keadaan tersebut sulit dibayangkan adanya berlari dari medan perang yang dilarang. Ayat ini bersifat mutlak, dan di akhir surat akan disebutkan pembatasannya dengan jumlah pasukan.
Dan barang siapa yang tidak mempunyai keberanian menghadapi musuh lalu mundur pada waktu itu karena takut, melarikan diri, dan meninggalkan medan laga, kecuali berbelok untuk menerapkan siasat perang dengan berpura-pura seakan dia mundur, atau tujuannya membelakangi karena hendak menggabungkan diri dengan pasukan yang lain sebagai tambahan kekuatan, maka sungguh, orang itu kembali dengan membawa kemurkaan besar dari Allah, dan tempatnya kelak setelah kematiannya jika tidak bertobat ialah neraka jahanam, itulah seburuk-buruk tempat kembaliapabila kamu telah memenangkan peperangan itu dan berhasil membunuh musuh, maka ketahuilah sesungguhnya itu bukan sematamata karena kekuatan kalian. Allahlah yang memenangkan kalian dan dialah yang membunuh mereka dengan jalan memberikan kekuatan pada kalian dan meniupkan ke dalam jiwa orang-orang kafir itu rasa takut dan gentar. Maka sebenarnya bukan kamu kaum muslim yang membunuh mereka pada saat perang badar, melainkan Allah yang membunuh mereka dengan jalan memberikan kekuatan pada kalian dan meniupkan ke dalam jiwa orang-orang kafir itu rasa takut dan gentar. Dan demikian pula bukan engkau nabi Muhammad yang melempar batu-batu kecil ketika engkau melempar, tetapi Allah yang melempar dengan menyampaikan lemparanmu itu ke muka orang-orang musyrik, karena akibat dari lemparan itu tidak mungkin terjadi jika yang melakukannya makhluk biasa. Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin yang mantap imannya, dengan kemenangan yang baik. Sungguh, Allah maha mendengar doa dan ucapanmu, baik yang disembunyikan maupun yang dinyatakan, maha mengetahui apa yang lebih maslahat untuk hamba-Nya.
Al-Anfal Ayat 16 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Anfal Ayat 16, Makna Al-Anfal Ayat 16, Terjemahan Tafsir Al-Anfal Ayat 16, Al-Anfal Ayat 16 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Anfal Ayat 16
Tafsir Surat Al-Anfal Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)