{8} Al-Anfal / الأنفال | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | يونس / Yunus {10} |
Tafsir Al-Qur’an Surat At-Taubah التوبة (Pengampunan) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 9 Tafsir ayat Ke 28.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَـٰذَا ۚ وَإِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ إِنْ شَاءَ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿٢٨﴾
yā ayyuhallażīna āmanū innamal-musyrikụna najasun fa lā yaqrabul-masjidal-ḥarāma ba’da ‘āmihim hāżā, wa in khiftum ‘ailatan fa saufa yugnīkumullāhu min faḍlihī in syā`, innallāha ‘alīmun ḥakīm
QS. At-Taubah [9] : 28
Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis (kotor jiwa), karena itu janganlah mereka mendekati Masjidilharam setelah tahun ini. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang kafir tidak datang), maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis dan kotor, janganlah kalian membiarkan mereka tinggal di sekitar Masjidil Haram setelah tahun ini, yaitu tahun sembilah Hijrah. Jika kamu takut miskin karena hubungan perdagangan kamu terputus dengan mereka, sesungguhnya Allah akan menggantinya dan Allah akan mencukupkan kalian dengan karunia-Nya jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui keadaan kalian dan Maha Bijaksana dalam mengurus keadaan kalian.
Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin lagi suci agama dan dirinya agar mengusir orang-orang musyrik dari Masjidil Haram, karena mereka adalah orang-orang yang najis agama (akidah)nya. Dan sesudah turunnya ayat ini mereka tidak boleh lagi mendekati Masjidil Haram.
Ayat ini diturunkan pada tahun sembilan Hijriah. Karena itulah maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengutus Ali untuk menemani Abu Bakar r.a. di tahun itu. Dan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memerintahkan kepadanya untuk menyerukan pengumuman di kalangan orang-orang musyrik, bahwa sesudah tahun ini tidak boleh lagi ada orang musyrik berhaji dan tidak boleh lagi ada orang tawaf di Baitullah dengan telanjang. Dengan demikian, maka Allah telah menyempurnakan agama-Nya dan menetapkan hal ini sebagai syariat dan keputusan-Nya.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadaku Abuz Zubair, bahwa ia pernah mendengar Jabir ibnu Abdullah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini.
Kecuali sebagai seorang budak atau seseorang dari kalangan ahli zimmah (kafir zimmi).
Telah diriwayatkan pula secara marfu’ dari jalur lain. Imam Ahmad mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Al-Asy’as (yakni Ibnu Siwar), dari Al-Hasan, dari Jabir yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda: Tidak boleh lagi memasuki masjid kita ini sesudah tahun ini seorang musyrik pun terkecuali kafir zimmi dan pelayan-pelayan (budak-budak) mereka.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid dengan predikat marfu’. tetapi yang lebih sahih sanadnya berpredikat mauquf.
Imam Abu Amr A!-Aaza”i telah menceritakan bahwa Khalifah Umar ibnu Abdul Aziz menulis surat yang menyatakan, “Laranglah orang-orang Yahudi dan Nasrani memasuki masjid-masjid kaum muslim!” Lalu larangannya itu ia iringkan dengan menyebutkan firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis.
Ata mengatakan bahwa seluruh Tanah Suci Mekah adalah masjid, karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman:
…maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini.
Ayat ini menunjukkan bahwa orang musyrik itu najis, seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis sahih (lawan katanya), yaitu:
Orang mukmin itu tidak najis.
Adapun kenajisan tubuh orang musyrik, menurut pendapat jumhur ulama sebenarnya tubuh dan diri orang musyrik tidaklah najis, karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah menghalalkan sembelihan Ahli Kitab. Tetapi sebagian kalangan mazhab Zahiri mengatakan bahwa tubuh orang musyrik najis.
Asy’as telah meriwayatkan dari Al-Hasan, “Barang siapa yang berjabat tangan dengan mereka (orang musyrik), hendaklah ia berwudu.” Demikian menurut riwayat Ibnu Jarir.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan jika kalian khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepada kalian dari karunia-Nya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa demikian itu karena orang-orang muslim mengatakan, “Niscaya semua pemasaran akan terputus dari kita, perniagaan kita akan bangkrut, dan akan lenyaplah pangsa pasar yang biasa kita kuasai dan menghasilkan keuntungan bagi kita.” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: Dan jika kalian khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepada kalian dari karunia-Nya. (At Taubah:28) Yakni dari sumber lain. Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: jika Dia menghendaki. (At Taubah:28) Sampai dengan firman-Nya: sedangkan mereka dalam keadaan tunduk. (At Taubah:29) Maksudnya, hal tersebut merupakan ganti dari apa yang kalian khawatirkan, yaitu khawatir pemasaran kalian akan terputus. Maka Allah memberikan ganti kepada mereka dari apa yang diputuskan oleh kaum musyrik berupa upeti yang diberikan oleh kaum Ahli Kitab kepada kaum muslim, sebagai jizyah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.
Dia mengetahui semua y ang menjadi maslahat bagi kalian.
…lagi Mahabijaksana.
Dia Mahabijaksana dalam semua yang diperintahkan dan yang dilarangNya, karena sesungguhnya Allah Mahasempurna dalam semua perbuatan dan ucapan-Nya, lagi Mahaadil terhadap makhluk-Nya dan Mahaadil dalam semua urusan-Nya. Mahasuci lagi Mahatinggi Allah. Karena itulah maka Dia memberikan ganti kepada kaum muslim atas usaha mereka yang hilang itu dengan harta jizyah yang mereka ambil dari orang-orang kafir zimmi.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu”, yang menyekutukan Allah dengan sesuatu, نَجَسٌ “najis”, yakni kotor pada akidah dan amal mereka, najis mana yang lebih berat daripada orang yang menyembah tuhan-tuhan lain selain Allah yang tidak dapat mendatangkan manfaat, menolak mudarat, dan tidak berguna apa pun. Sementara perbuatan mereka hanyalah berkisar antara memerangi Allah, menghalang-halangi dari jalan Allah, men-dukung kebatilan, menolak kebenaran, dan berbuat kerusakan di muka bumi, bukan kebaikan? Maka kamu harus menyucikan rumah termulia dan tersuci dari mereka. فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا “Maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini.” Yakni tahun sembilan hijriyah, ketika orang-orang berhaji dengan amir Abu Bakar ash-Shiddiq, dan Nabi a mengutus sepupunya, Ali bin Abi Thalib, agar mengumumkan pemutusan hubungan dari Allah kepada orang-orang musyrik pada hari haji akbar, maka dia mengumumkan bahwa setelah tahun ini orang-orang musyrik tidak boleh berhaji dan orang yang telanjang tidak boleh thawaf di Ka’bah. Najis yang dimaksud di sini bukan najis badan, karena orang kafir adalah suci badannya sebagaimana yang lain, dengan dalil bahwa Allah c menghalalkan menggauli istri yang Ahli Kitab, dan tidak memerintahkannya agar mencuci apa yang terkena darinya, dan kaum Muslimin sendiri selalu bergaul dan bermuamalah de-ngan orang-orang kafir, dan tidak dinukil dari mereka bahwa me-reka merasa jijik seperti mereka jijik terhadap benda najis, akan tetapi yang dimaksud di sini adalah najis maknawi, yaitu syirik mereka, sebagaimana tauhid dan iman adalah kesucian, maka syirik adalah najis. FirmanNya, وَإِنْ خِفْتُمْ “Dan jika kamu khawatir”, wahai kaum Muslimin عَيْلَةً “menjadi miskin”, akibat melarang orang-orang musyrik dari mendekati Masjidil Haram, di mana sarana-sarana dunia terputus darimu karena itu, فَسَوْفَ يُغْنِيكُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ “maka Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karuniaNya.” Rizki tidak terbatas pada satu pintu dan tempat saja, bahkan tidaklah satu pintu tertutup kecuali pintu-pintu lain yang banyak akan dibukakan, karena karunia Allah sangatlah luas, dan kemurahanNya amatlah besar, khususnya bagi yang meninggalkan sesuatu karena meng-harap WajahNya yang mulia, karena sesungguhnya Allah adalah Dzat paling Pemurah di antara para pemurah, dan Allah telah membuktikan janjiNya dengan menjadikan kaum Muslimin ber-kecukupan dengan karuniaNya dan membentangkan rizki untuk mereka yang membuat mereka menjadi orang-orang kaya dan pe-nguasa yang terkaya. FirmanNya, إِنْ شَاءَ “Jika Dia menghendaki.” Mengaitkan karunia kekayaan dengan kehendakNya, karena ke-kayaan di dunia bukan termasuk konsekuensi iman dan tidak me-nunjukkan kecintaan Allah, oleh karenanya Allah menggantung-kannya dengan kehendakNya, karena Allah memberikan dunia kepada yang Dia cintai dan kepada yang tidak Dia cintai dan Dia tidak menganugerahkan keimanan dan agama kecuali kepada yang Dia cintai. إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ “Sesungguhnya Allah Maha Menge-tahui lagi Mahabijaksana.” Yakni ilmuNya luas, mengetahui siapa yang layak diberi kekayaan dan siapa yang tak layak, meletakkan segala sesuatu pada tempatnya dan sesuai dengan posisinya. Ayat yang mulia ini, yakni FirmanNya, فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا “Maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram sesudah tahun ini”, menunjukkan bahwa orang-orang musyrik sebelumnya adalah pemimpin dan penguasa di Baitul Haram, kemudian setelah Fathu Makkah kepemimpinan tersebut berpindah kepada Rasulullah dan orang-orang Mukmin, meski mereka tetap tinggal di Makkah Mukarramah, kemudian turunlah ayat ini. Dan ketika Nabi a hen-dak wafat, beliau meminta agar mereka diusir dari Hijaz, sehingga tidak ada dua agama padanya, semua itu demi menjauhkan orang kafir dari Masjidil Haram, ia termasuk ke dalam Firman Allah, فَلَا يَقْرَبُوا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ بَعْدَ عَامِهِمْ هَذَا “Maka janganlah mereka mendekati Mas-jidil Haram sesudah tahun ini.”
Setelah ayat-ayat sebelumnya menunjukkan beberapa perintah, larangan, dan ketentuan-ketentuan yang berisi anjuran dan ancaman, maka ayat ini menunjukkan alasan mengapa kaum mukmin harus memutuskan hubungan dengan kaum musyrik. Wahai orang-orang yang beriman! sesungguhnya orang-orang musyrik yang sedemikian mantap kemusyrikannya, baik dari ucapan maupun perilakunya, itu najis, jiwa dan akidahnya kotor, karena itu janganlah mereka mendekati masjidilharam dan tanah haram di sekitarnya setelah tahun ini, yaitu akhir tahun 9 hijriah. Dan jika kamu khawatir menjadi miskin karena orang kafir tidak datang di musim haji dengan membawa barang dagangan, maka Allah nanti akan memberikan kekayaan berupa kecukupan rezeki kepadamu dari karunia-Nya, jika dia menghendaki, sesuai dengan ketetapan-Nya, yakni rezeki itu harus dicari dengan usaha yang optimal sesuai dengan sunatullah-Nya. Sesungguhnya Allah maha mengetahui segala makhluknya, mahabijaksana dalam segala ketentuan dan pengaturan-Nya. Ayat yang lalu menjelaskan tuntunan-Nya terhadap kaum musyrik, maka ayat ini beralih kepada ahli kitab yang hendak memerangi orang-orang mukminin. Konteks ayat ini turun berkenaan dengan perang tabuk. Saat itu telah terdengar berita bahwa pasukan romawi akan menyerang dan berusaha menguasai daerah perbatasan tersebut, maka turunlah ayat ini sebagai perintah untuk memerangi mereka. Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian yang terlebih dulu memerangimu, mereka yang tidak mengharamkan bahkan terus-menerus melakukan apa yang telah diharamkan Allah dan rasul-Nya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar, yakni agama islam, sementara di sisi lain mereka telah mempersiapkan diri untuk menyerang kaum mukminin. Padahal, mereka itu adalah orang-orang yang telah diberikan kitab yaitu kitab taurat dan injil yang menerangkan tentang Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir. Perangi mereka hingga sampai batas di mana mereka memilih untuk bersyahadat atau membayar jizyah, yakni kewajiban individu yang dipandang mampu agar memperoleh perlindungan, dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk terhadap segala ketentuan yang berlaku di wilayah di mana mereka tinggal.
At-Taubah Ayat 28 Arab-Latin, Terjemah Arti At-Taubah Ayat 28, Makna At-Taubah Ayat 28, Terjemahan Tafsir At-Taubah Ayat 28, At-Taubah Ayat 28 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan At-Taubah Ayat 28
Tafsir Surat At-Taubah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)