{8} Al-Anfal / الأنفال | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | يونس / Yunus {10} |
Tafsir Al-Qur’an Surat At-Taubah التوبة (Pengampunan) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 9 Tafsir ayat Ke 29.
قَاتِلُوا الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّىٰ يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ ﴿٢٩﴾
qātilullażīna lā yu`minụna billāhi wa lā bil-yaumil-ākhiri wa lā yuḥarrimụna mā ḥarramallāhu wa rasụluhụ wa lā yadīnụna dīnal-ḥaqqi minallażīna ụtul-kitāba ḥattā yu’ṭul-jizyata ‘ay yadiw wa hum ṣāgirụn
QS. At-Taubah [9] : 29
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang telah diberikan Kitab, hingga mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.
Hai umat muslim, perangilah orang-orang kafir dari Yahudi dan Nasrani yang tidak mau beriman kepada Allah, Hari Kebangkitan, dan pembalasan, dan tidak mau meninggalkan apa yang telah Allah dan Rasul-Nya larang dan tidak mau menjalankan hukum syariat Islam, sehingga mereka membayar jizyah (pajak yang dikenakan kepada orang kafir) yang diwajibkan kepada mereka sebagai bentuk ketundukan dan kepatuhan.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak -eragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang yang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh, sedangkan mereka dalam keadaan tunduk
Mereka dalam waktu yang sama tidak beriman kepada Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Karena itu, tiada keimanan yang benar bagi seseorang di antara mereka terhadap seorang rasul, dan tidak beriman pula kepada apa yang telah disampaikan oleh para rasul. Sesungguhnya mereka hanya mengikuti pendapat mereka sendiri dan hawa nafsu mereka serta nenek moyang mereka dalam segala perbuatannya, bukan karena Allah telah mensyariatkannya, bukan pula hal itu berasal dari agama Allah. Sekiranya mereka benar-benar beriman kepada apa yang ada di tangan mereka dengan keimanan yang benar, niscaya hal itu akan menuntun mereka untuk beriman kepada Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Karena sesungguhnya semua para nabi telah menyampaikan berita gembira akan kedatangannya, dan mereka memerintahkan kepada umatnya masing-masing agar mengikuti Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bila telah muncul.
Ketika Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tiba, mereka kafir kepadanya, padahal Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ adalah rasul yang paling mulia. Dapat disimpulkan bahwa mereka bukanlah orang-orang yang berpegangan kepada syariat nabi-nabi terdahulu, karena syariat nabi-nabi terdahulu adalah dari sisi Allah, bahkan mereka hanya menuruti kemauan hawa nafsunya. Tiada manfaat keimanan mereka kepada nabi-nabi lainnya, sebab mereka kafir kepada pemimpin para nabi, nabi yang paling utama, penutup para nabi, dan nabi yang paling sempurna, yaitu Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Maka dari itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya:
Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka.
Ayat ini merupakan ayat pertama yang memerintahkan untuk memerangi kaum Ahli Kitab- sesudah menyelesaikan perkara yang menyangkut kaum musyrik dan sesudah manusia masuk ke dalam agama Allah (agama Islam) secara bergelombang-gelombang, serta seluruh Jazirah Arabia telah tegak di dalam kekuasaan agama Islam. Setelah itu Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya agar memerangi kaum Ahli Kitab, yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani. Hal ini terjadi pada tahun sembilan Hijriah.
Untuk itu, Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersiap-siap untuk memerangi orang-orang Romawi dan menyerukan kepada segenap orang untuk melakukan perintah ini. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengirimkan utusannya kepada segenap kabilah Arab yang tinggal di sekitar kota Madinah untuk menyerukan hal tersebut. Pada akhirnya mereka bergabung dengan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan berhasil dikumpulkan sejumlah tiga puluh ribu orang personel dari kalangan mereka. Sebagian orang dari kalangan orang-orang munafik penduduk Madinah dan sekitarnya serta orang-orang selain mereka tidak ikut. Hal tersebut terjadi di tahun paceklik dan musim panas yang sangat menyengat.
Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berangkat dengan tujuan negeri Syam untuk memerangi orang-orang Romawi. Ketika sampai di Tabuk, beliau turun istirahat di sana dan bermukim selama kurang lebih dua puluh hari. Lalu beliau beristikharah kepada Allah untuk kembali. Akhirnya beliau kembali di tahun itu juga karena dicekam oleh keadaan (situasi) yang sempit dan kondisi orang-orang dalam keadaan lemah, seperti yang akan diterangkan kemudian.
Sebagian ulama menyimpulkan dalil dari ayat ini bahwa jizyah itu hanya dipungut dari kaum Ahli Kitab atau orang-orang yang serupa dengan mereka, misalnya orang-orang Majusi. Di dalam sebuah hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memungut jizyah dari orang-orang Majusi penduduk Hajar. Hal inilah yang dikatakan oleh mazhab Imam Syafii dan Imam Ahmad menurut riwayat yang masyhur darinya, Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, ia berpendapat bahwa jizyah dipungut pula dari semua orang ‘Ajam, baik yang dari kalangan Ahli Kitab ataupun kalangan orang-orang musyrik, tetapi tidak dipungut dari orang-orang Arab selain dari kalangan Ahli Kitabnya saja.
Imam Malik mengatakan.”’Bahkan diperbolehkan memungut Jizyah dari semua orang kafir, baik yang Kitabi. yang Majusi, dan yang Wasani, ataupun yang lainnya.” Pendapat mazhab-mazhab tersebut dan keterangan mengenai dalil-dalilnya disebutkan di dalam kitab yang lain.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…sampai mereka membayar jizyah.
Maksudnya, jika mereka tidak mau masuk Islam.
Dengan patuh.
Yakni dengan patuh dan menyerah kalah.
…sedangkan mereka dalam keadaan tunduk.
Yaitu dalam keadaan hina, rendah, dan kalah. Karena itulah tidak boleh membanggakan ahli zimmah, tidak boleh pula meninggikan mereka atas kaum muslim, bahkan mereka harus dipandang terhina, kecil lagi celaka, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim melalui Abu Hurairah r.a., bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Janganlah kalian memulai salam kepada orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani. Dan apabila kalian bersua dengan seseorang dari mereka di jalan, maka desaklah mereka ke sisi yang paling sempit.
Karena itulah Amirul Mu’minin Umar ibnul Khattab r.a. menetapkan syarat-syarat tertentu yang telah dikenal, bertujuan untuk menganggap mereka hina, kecil, dan lemah. Hal tersebut telah diriwayatkan oleh para huffaz melalui riwayat Abdur Rahman ibnu Ganam Al-Asy’an yang menceritakan bahwa ia menulis surat kepada Umar Ibnul Khattab r.a. ketika ia mengadakan perjanjian perdamaian dengan orang-orang Nasrani penduduk negeri Syam. Isinya sebagai berikut:
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, ditujukan kepada hamba Allah, Umar ibnul Khattab Amirul Mu’minin, dari orang-orang Nasrani kota anu dan anu.
Sesungguhnya ketika kalian tiba di negeri kami, kami meminta keamanan kepada kalian bagi diri kami, anak-anak kami, harta benda kami, dan para pemeluk agama kami. Kami telah mempersyaratkan atas diri kami bagi kalian, bahwa kami tidak akan membangun lagi suatu kuil dan gereja pun di kota kami, tidak pula di sekitarnya, juga tidak akan membangun tempat peribadatan untuk rahib, serta tidak pula akan memperbarui apa yang telah rusak darinya. Kami tidak akan menghidupkan sebagian darinya yang biasa dilalui oleh kaum muslim. Kami tidak akan melarang gereja-gereja kami untuk menjadi tempat istirahat bagi orang-orang muslim di malam hari atau di siang hari, dan kami akan membuka lebar pintu-pintunya buat musafir dan Ibnu sabil. Kami akan menjamu orang muslim yang turun istirahat di kalangan kami selama tiga hari dengan memberi makan kepada mereka. Kami tidak akan memberikan tempat di dalam gereja-gereja kami, tidak pula di rumah-rumah kami bagi seorang mata-mata. Kami tidak akan menyembunyikan suatu tipu muslihat pun terhadap kaum muslim, dan tidak akan mengajarkan anak-anak kami tentang Al-Qur’an. Kami tidak akan menampakkan suatu kemusyrikan pun, tidak pula akan mengajak seorang pun kepadanya. Kami tidak akan melarang seorang pun dari kalangan kerabat kami untuk masuk Islam jika dia menghendakinya, kami akan menghormati kaum muslim, dan kami akan bangkit berdiri dari majelis kami jika mereka menghendaki duduk padanya. Kami tidak akan menyerupai mereka dalam sesuatu pun yang berkenaan dengan pakaian mereka, seperti peci, sorban, sepasang terompah, dan cara membelah rambut mereka. Kami tidak akan berbicara seperti pembicaraan mereka, dan tidak akan memakai nama julukan seperti nama julukan mereka: Kami tidak akan berkendaraan dengan memakai pelana, tidak akan menyandang pedang, tidak akan membeli suatu senjata pun, dan tidak akan membawanya bersama kami. Kami tidak akan mengukir cincin kami dengan huruf Arab dan tidak akan Memperjualbelikan Khamr.
Kami akan memotong pendek bagian depan rambut kepala kami, dan kami akan biasa memakai pakaian tradisi kami seperti biasa. Kami akan mengikatkan tali zanar pada perut kami, dan tidak akan menonjolkan salib pada gereja-gereja kami. Kami tidak akan menampakkan salib kami, tidak pula kitab-kitab kami di suatu tempat yang biasa dilalui oleh kaum muslim, juga di pasar-pasar mereka.
Kami tidak akan memukul lonceng di gereja-gereja kami melainkan dengan pukulan yang perlahan, dan kami tidak akan mengeraskan suara dalam membaca kitab di gereja-gereja yang berada di dekat lingkungan kaum muslim. Kami tidak akan keluar untuk merayakan hari Ahad, tidak pula untuk mengadakan misa umum. Kami tidak akan mengeraskan suara bila ada yang mati. Kami pun tidak akan menampakkan api karena kematian pada sesuatu tempat yang banyak dilalui oleh kaum muslim, tidak pula pada pasar-pasar mereka. Kami tidak akan menjadikan kuburan orang-orang mati kami bersebelahan dengan mereka. Kami tidak akan mengambil dari budak apa yang biasa diberlakukan oleh kaum muslim, akan memberi petunjuk kepada kaum muslim, dan tidak akan mengintai mereka di rumah-rumah mereka.
Perawi mengatakan bahwa setelah dia mengantarkan surat itu kepada Umar, lalu Umar membacanya. Maka Umar menambahkan hal berikut:
Kami tidak akan memukul seseorang pun dari kalangan kaum muslim. Kami mempersyaratkan hal tersebut terhadap kalian sebagai suatu kewajiban bagi kami dan orang-orang yang seagama dengan kami, dan sebagai imbalannya kami beroleh jaminan keamanan dari kalian. Jika kami melanggar sesuatu dari apa yang telah kami persyaratkan kepada kalian dan kami lakukan hal itu untuk kepentingan diri kami sendiri, maka tidak ada jaminan keamanan lagi bagi kami, dan telah dihalalkan bagi kalian terhadap kami apa yang dihalalkan terhadap orang-orang yang menentang dan melanggar perjanjiannya.
Ayat ini adalah perintah memerangi orang-orang kafir dari orang-orang Yahudi dan Nasrani dari الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَا بِالْيَوْمِ الْآخِرِ “orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada Hari Kemudian”, dengan iman yang benar yang dibuktikan dengan perbuatan mereka. وَلَا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ “Dan mereka tidak meng-haramkan apa yang telah diharamkan oleh Allah.” Mereka tidak meng-ikuti syariatNya dalam mengharamkan yang haram, وَلَا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ “dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah).” Yakni tidak memeluk agama yang benar, meskipun mereka meng-klaim diri mereka beragama, karena ia bukanlah agama yang benar karena ia adalah agama yang telah diganti yang tidak disyariatkan oleh Allah sama sekali, atau ia adalah agama yang mansukh (terha-pus) yang disyariatkan lalu diganti dengan syariat Muhammad, maka setelah ia dinasakh tidak boleh dipegang lagi. Allah memerintahkan dan mendorong orang-orang beriman untuk memerangi mereka karena mereka menyeru manusia kepa-da kesesatan dan terjadi banyak mudarat terhadap manusia dari mereka, karena mereka adalah Ahli Kitab. Dan titik akhir perang itu adalah حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ “sampai mereka membayar jizyah.” Yakni harta yang dibayarkan sebagai imbalan atas tidak diperanginya mereka oleh kaum Muslimin dan izin tinggal dengan aman terha-dap diri dan harta mereka di tengah-tengah kaum Muslimin. Ia diambil dari mereka setiap tahun, masing-masing berdasarkan ke-mampuannya, kaya, miskin, atau menengah, sebagaimana hal itu dilakukan oleh Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab dan se-lainnya. FirmanNya, عَنْ يَدٍ “Dengan patuh”, yakni, mereka memba-yarnya dalam keadaan rendah diri dan tanpa memiliki kekuasaan, mereka membayarnya dengan tangan mereka tanpa melalui pe-layan atau perantara, dan ia tidak diterima kecuali melalui tangan mereka, وَهُمْ صَاغِرُونَ “sedang mereka dalam keadaan tunduk.” Jika me-reka dalam kondisi seperti ini, dan mereka meminta kaum Muslimin agar mereka dibiarkan dengan jizyah sedangkan mereka di bawah kendali dan kekuasaan kaum Muslimin, dalam kondisi aman dari fitnah dan keburukan mereka, menerima syarat yang diberlakukan oleh kaum Muslimin kepada mereka, di mana hal ini dapat meng-hilangkan kesombongan dan kekuasaan mereka dan memaksa me-reka tunduk dan patuh, maka sang pimpinan atau wakilnya wajib memberlakukan jizyah atas mereka, jika tidak demikian, di mana mereka tidak menepati dan tidak memberikan jizyah dengan patuh dan tunduk, maka tidak boleh membiarkan mereka dengan jizyah, akan tetapi wajib diperangi. Ayat ini dijadikan dalil oleh jumhur ulama yang berkata bah-wa jizyah tidak diambil kecuali dari Ahli Kitab, karena Allah tidak menyebutkan tentang bolehnya mengambil jizyah kecuali dari me-reka. Adapun selain mereka, maka yang ada hanyalah diperangi sampai mereka masuk Islam. Orang-orang Majusi diindukkan kepada Ahli Kitab dalam hal pengambilan jizyah dari mereka dan pembiaran mereka di negeri kaum Muslimin, karena Nabi a meng-ambilnya dari orang Majusi Hajar, kemudian Umar juga mengam-bilnya dari orang Majusi Persia. Ada juga yang berpendapat, bahwa jizyah diambil dari semua orang kafir, baik dari Ahli Kitab maupun lainnya, karena ayat ini turun setelah selesainya perang melawan orang-orang Arab yang musyrik dan dimulainya perang melawan Ahli Kitab dan semisal mereka, maka pembatasan ini hanyalah sekedar penyampaian ten-tang kenyataan yang terjadi, tidak ada makna tersirat padanya, dan ini didukung dengan dalil bahwa orang-orang Majusi juga dituntut membayar jizyah, padahal mereka bukanlah Ahli Kitab, dan karena telah mutawatir dari kalangan sahabat dan orang-orang yang se-sudah mereka, bahwa mereka menyerukan satu dari tiga perkara kepada orang-orang yang mereka perangi: Islam, atau jizyah, atau perang, tanpa ada perbedaan antara Ahli Kitab dan selainnya.
Ayat yang lalu menjelaskan tuntunan-Nya terhadap kaum musyrik, maka ayat ini beralih kepada ahli kitab yang hendak memerangi orang-orang mukminin. Konteks ayat ini turun berkenaan dengan perang tabuk. Saat itu telah terdengar berita bahwa pasukan romawi akan menyerang dan berusaha menguasai daerah perbatasan tersebut, maka turunlah ayat ini sebagai perintah untuk memerangi mereka. Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian yang terlebih dulu memerangimu, mereka yang tidak mengharamkan bahkan terus-menerus melakukan apa yang telah diharamkan Allah dan rasul-Nya dan mereka yang tidak beragama dengan agama yang benar, yakni agama islam, sementara di sisi lain mereka telah mempersiapkan diri untuk menyerang kaum mukminin. Padahal, mereka itu adalah orang-orang yang telah diberikan kitab yaitu kitab taurat dan injil yang menerangkan tentang Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir. Perangi mereka hingga sampai batas di mana mereka memilih untuk bersyahadat atau membayar jizyah, yakni kewajiban individu yang dipandang mampu agar memperoleh perlindungan, dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk terhadap segala ketentuan yang berlaku di wilayah di mana mereka tinggal. Ayat ini menerangkan sesatnya akidah ahli kitab. Dan orangorang yahudi berkata, uzair putra Allah, dan orang-orang nasrani berkata, al-masih putra Allah. Itulah ucapan yang keluar dari mulut mereka tanpa didasarkan pada dalil yang benar. Mereka meniru ucapan orang-orang kafir yang terdahulu, seperti perkataan musyrik mekkah bahwa malaikat adalah anak perempuan tuhan. Akibat ucapan dan keyakinan mereka yang sesat itulah Allah melaknat mereka. Memang, sungguh mengherankan bagaimana mung-kin mereka sampai berpaling dari agama yang benar, yaitu agama tau-hid, padahal para rasul telah datang kepada mereka silih berganti un-tuk menjelaskan tentang hal itu, juga dikuatkan dengan bukti-bukti rasional tentang keesaan Allah tersebut’
At-Taubah Ayat 29 Arab-Latin, Terjemah Arti At-Taubah Ayat 29, Makna At-Taubah Ayat 29, Terjemahan Tafsir At-Taubah Ayat 29, At-Taubah Ayat 29 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan At-Taubah Ayat 29
Tafsir Surat At-Taubah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)