{8} Al-Anfal / الأنفال | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | يونس / Yunus {10} |
Tafsir Al-Qur’an Surat At-Taubah التوبة (Pengampunan) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 9 Tafsir ayat Ke 107.
وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا وَكُفْرًا وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ وَإِرْصَادًا لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ ۚ وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا إِلَّا الْحُسْنَىٰ ۖ وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ ﴿١٠٧﴾
wallażīnattakhażụ masjidan ḍirāraw wa kufraw wa tafrīqam bainal-mu`minīna wa irṣādal liman ḥāraballāha wa rasụlahụ ming qabl, wa layaḥlifunna in aradnā illal-ḥusnā, wallāhu yasy-hadu innahum lakāżibụn
QS. At-Taubah [9] : 107
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (pada orang-orang yang beriman), untuk kekafiran dan untuk memecah belah di antara orang-orang yang beriman serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka dengan pasti bersumpah, “Kami hanya menghendaki kebaikan.” Dan Allah menjadi saksi bahwa mereka itu pendusta (dalam sumpahnya).
Orang-orang munafik yang mendirikan masjid dengan tujuan menimbulkan kemudharatan bagi orang-orang mukmin, membuat kekafiran terhadap Allah dan untuk memecah belah mereka, agar sebagian orang mukmin shalat di dalamnya dan meninggalkan Masjid Quba yang biasa digunakan shalat oleh orang-orang mukmin, maka mereka berselisih dan terpecah karena hal itu. Masjid itu juga didirikan untuk menunggu orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dulu (yaitu Abu Amir Ar Rahib Al Fasiq) dan dijadikan tempat menyusun tipu daya terhadap orang-orang muslim. Mereka (orang-orang munafik) bersumpah bahwa mereka tidak mendirikan masjid itu kecuali untuk kebaikan dan menolong umat muslim, juga untuk memberikan kemudahan bagi orang-orang lemah dan tua yang merasa payah jika harus pergi ke Masjid Quba. Allah menjadi saksi bahwa sumpah mereka adalah palsu dan dusta. Maka dihancurkan dan dibakarlah masjid itu.
Penyebab turunnya ayat-ayat ini ialah bahwa sebelum kedatangan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ di Madinah terdapat seorang lelaki dari kalangan kabilah Khazraj yang dikenal dengan nama Abu Amir Ar-Rahib. Sejak masa Jahiliah dia telah masuk agama Nasrani dan telah membaca ilmu ahli kitab. Ia melakukan ibadahnya di masa Jahiliah, dan ia mempunyai kedudukan yang sangat terhormat di kalangan kabilah Khazraj.
Ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tiba di Madinah untuk berhijrah, lalu orang-orang muslim berkumpul bersamanya, dan kalimah Islam menjadi tinggi serta Allah memenangkannya dalam Perang Badar, maka si terkutuk Abu Amir ini mulai terbakar dan bersikap oposisi serta memusuhi beliau secara terang-terangan. Ia melarikan diri bergabung dengan orang-orang kafir Mekah dari kalangan kaum musyrik Quraisy dan membujuk mereka untuk memerangi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Maka bergabunglah bersamanya orang-orang dari kalangan Arab Badui yang setuju dengan pendapatnya, lalu mereka datang pada tahun terjadinya Perang Uhud. Maka terjadilah suatu cobaan yang menimpa kaum muslim dalam perang itu. tetapi akibat yang terpuji hanyalah bagi orang-orang yang bertakwa.
Tersebutlah bahwa si laknat Abu Amir ini telah membuat lubang-lubang di antara kedua barisan pasukan, dan secara kebetulan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ terjatuh ke dalam salah satunya. Dalam perang itu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengalami luka pada wajahnya, gigi geraham bagian bawah kanannya ada yang rontok, dan kepalanya luka.
Pada permulaan perang, Abu Amir maju menghadapi kaumnya yang tergabung ke dalam barisan orang-orang Ansar, lalu ia berkhotbah kepada mereka, membujuk mereka guna membantunya dan bergabung ke dalam barisannya. Setelah menyelesaikan pidatonya itu, orang-orang mengatakan, “Semoga Allah tidak memberikan ketenangan pada matamu, hai orang fasik, hai musuh Allah.” Mereka melempari dan mencacinya. Akhirnya Abu Amir kembali seraya berkata, “Demi Allah, sesungguhnya kaumku telah tertimpa keburukan sepeninggalku.”
Pada mulanya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah menyerunya untuk menyembah Allah —yaitu sebelum ia melarikan diri—dan membacakan Al-Qur’an kepadanya, tetapi ia tetap tidak mau masuk Islam, dan membangkang. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mendoa untuk kecelakaannya, semoga dia mati dalam keadaan jauh dari tempat tinggalnya dan terusir. Maka doa itu menimpanya.
Kejadian itu terjadi ketika kaum muslim selesai dari Perang Uhudnya dan Abu Amir melihat perkara Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ makin bertambah tinggi dan makin muncul. Maka Abu Amir pergi menemui Heraklius—Raja Romawi— untuk meminta pertolongan kepadanya dalam menghadapi Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Kaisar Romawi memberikan janji dan harapan kepadanya, lalu ia bermukim di kerajaan Romawi.
Sesudah itu Abu Amir menulis surat kepada segolongan kaumnya dari kalangan Ansar yang tergabung dalam golongan orang-orang munafik lagi masih ragu kepada Islam. Dia menjanjikan dan memberikan harapan kepada mereka, bahwa kelak dia akan datang kepada mereka dengan membawa pasukan Romawi untuk memerangi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan mengalahkannya serta menghentikan kegiatannya. Lalu Abu Amir menganjurkan orang-orangnya untuk membuat suatu benteng yang kelak akan dipakai untuk berlindung bagi orang-orang yang datang kepada mereka dari sisinya guna menunaikan ajaran kitabnya. Tempat itu sekaligus akan menjadi tempat pengintaian baginya kelak di masa depan bila ia datang kepada mereka.
Maka orang-orang Abu Amir mulai membangun sebuah masjid yang letaknya berdekatan dengan Masjid Quba. Mereka membangun dan mengukuhkannya, dan mereka baru selesai dari pembangunan masjidnya di saat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ hendak pergi ke medan Tabuk. Lalu para pembangunnya datang menghadap Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan memohon kepadanya agar sudi melakukan salat di masjid mereka. Tujuan mereka untuk memperoleh bukti melalui salat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ di dalamnya, sehingga kedudukan masjid itu diakui dan dikuatkan.
Mereka mengemukakan alasannya, bahwa sesungguhnya mereka membangun masjid ini hanyalah untuk orang-orang yang lemah dari kalangan mereka dan orang-orang yang berhalangan di malam yang sangat dingin. Tetapi Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memelihara Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dari melakukan salat di dalam masjid itu. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab permintaan mereka melalui sabdanya:
Sesungguhnya kami sedang dalam perjalanan. Tetapi jika kami kembali, insya Allah.
Ketika Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kembali ke Madinah dari medan Tabuk, dan jarak antara perjalanan untuk sampai ke Madinah hanya tinggal sehari atau setengah hari lagi, Malaikat Jibril a.s. turun dengan membawa berita tentang Masjid Dirar dan niat para pembangunnya yang hendak menyebarkan kekufuran dan memecah belah persatuan umat Islam. Mereka hendak menyaingi masjid kaum muslim —yaitu Masjid Quba— yang sejak semula dibangun dengan landasan takwa.
Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengutus orang-orang ke Masjid Dirar itu untuk merobohkannya sebelum beliau tiba di Madinah.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa mereka adalah sejumlah orang dari kalangan orang-orang Ansar yang membangun sebuah masjid baru. Sebelum itu Abu Amir berkata kepada mereka, “Bangunlah sebuah masjid, dan buatlah persiapan semampu kalian untuk menghimpun senjata dan kekuatan, sesungguhnya aku akan berangkat menuju ke Kaisar Romawi untuk meminta bantuan. Aku akan mendatangkan bala tentara dari kerajaan Romawi untuk mengusir Muhammad dan sahabat-sahabatnya dari Madinah.” Setelah mereka selesai membangunnya, maka menghadaplah mereka kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan berkata, “Sesungguhnya kami baru selesai membangun sebuah masjid. Maka kami suka bila engkau melakukan salat di dalamnya dan mendoakan keberkatan buat kami.” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: Janganlah kamu salat di dalam masjid itu untuk selama-lamanya, (At Taubah:108) sampai dengan firman-Nya: kepada orang-orang yang zalim. (At Taubah:109)
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar telah meriwayatkan dari Az-Zuhri, Yazid ibnu Rauman, Abdullah ibnu Abu Bakar, Asim ibnu Amr ibnu Qatadah, dan lain-lainnya. Mereka mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kembali dari medan Tabuk, lalu turun istirahat di Zu Awan, nama sebuah kampung yang jaraknya setengah hari dari Madinah. Sebelum itu di tempat yang sama para pembangun Masjid Dirar pernah datang kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang saat itu sedang bersiap-siap menuju ke medan Tabuk. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami telah membangun sebuah masjid untuk orang-orang yang uzur dan orang-orang yang miskin di saat malam yang hujan dan malam yang dingin. Dan sesungguhnya kami sangat menginginkan jika engkau datang kepada kami dan melakukan salat di dalam masjid kami serta mendoakan keberkatan bagi kami.” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab melalui sabdanya: Sesungguhnya aku sedang dalam perjalanan dan dalam keadaan sibuk. Atau dengan perkataan lainnya yang semisal. Selanjutnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda pula: Seandainya kami tiba, insya Allah, kami akan datang kepada kalian dan kami akan melakukan salat padanya untuk memenuhi undangan kalian. Ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sampai di Zu Awan, datanglah berita (wahyu) yang menceritakan perihal masjid tersebut. Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memanggil Malik ibnud Dukhsyum (saudara lelaki Bani Salim ibnu Auf) dan Ma’an ibnu Addi atau saudara lelakinya (yaitu Amir ibnu Addi yang juga saudara lelaki Al-Ajian). Lalu beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Berangkatlah kamu berdua ke masjid ini yang pemiliknya zalim, dan robohkanlah serta bakarlah masjidnya. Maka keduanya berangkat dengan langkah-langkah cepat, hingga datang ke tempat orang-orang Bani Salim ibnu Auf yang merupakan golongan Malik ibnud Dukhsyum. Lalu Malik berkata kepada Ma’an, “Tunggulah aku, aku akan membuatkan api untukmu dari keluargaku.” Lalu Malik masuk menemui keluarganya dan mengambil daun kurma, lalu menyalakan api dengannya. Setelah itu keduanya berangkat dengan cepat hingga datang ke masjid itu dan memasukinya. Di dalam masjid terdapat orang-orangnya, maka keduanya membakar masjid itu dan merobohkannya, sedangkan orang-orang yang tadi ada di dalamnya bubar keluar berpencar-pencar. Dan diturunkanlah Al-Qur’an yang menceritakan perihal mereka, yaitu firman-Nya:
Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudaratan (kepada orang mukmin) dan karena kekajiran(pya).
Dan tersebutlah bahwa orang-orang yang membangunnya terdiri atas dua belas orang lelaki, yaitu Khaddam ibnu Khalid dari kalangan Bani Ubaid ibnu Zaid, salah seorang dari Bani Amr ibnu Auf yang dari rumahnya dimulai pembangunan Masjid Syiqaq ini, lalu Sa’labah ibnu Hatib dari Bani Ubaid, Mawali ibnu Umayyah ibnu Yazid, Mut’ib ibnu Qusyair dari kalangan Bani Dabi’ah ibnu Zaid, Abu Habibah ibnu Al-Az’ar dari kalangan Bani Dabi’ah ibnu Zaid, Ibad ibnu Hanif (saudara Sahl ibnu Hanif) dari kalangan Bani Amr ibnu Auf, Hari sah ibnu Amir dan kedua anakn ‘a (yaitu Majma’ ibnu Harisah dan Zaid ibnu Hari sah), juga Nabtal Al-Haris mereka dari kalangan Bani Dabi’ah, Mukharrij yang dari kalangan Bani Dabi’ah, Yajad ibnu Imran dari kalangan Bani Dabi’ah, dan Wadi’ah ibnu Sabit serta Mawali ibnu Umayyah golongan Abu Lubabah ibnu Abdul Munzir.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Mereka sesungguhnya bersumpah.
Yakni mereka yang membangun masjid itu.
Kami tidak menghendaki selain kebaikan.
Maksudnya, kami tidak menghendaki membangun masjid ini melainkan hanya kebaikan belaka dan belas kasihan kepada orang-orang. Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menjawab perkataan mereka melalui firman-Nya:
Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).
Mereka dusta dalam tujuannya dan mengelabui niat yang sebenarnya. Karena sesungguhnya mereka membangunnya hanyalah semata-mata untuk menyaingi Masjid Quba, hendak menimbulkan kemudaratan, serta karena terdorong oleh kekafiran mereka, dan untuk memecah belah persatuan di antara kaum mukmin, juga menunggu kedatangan orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu, yaitu Abu Amir, seorang fasik yang dijuluki ‘si Rahib la’natullah’.
Tafsir Ayat:
Ada beberapa orang munafik dari penduduk Quba membangun masjid dekat masjid Quba dengan maksud memecah belah dan menanamkan benih fitnah di antara orang-orang yang beriman, dan mereka menyiapkannya untuk orang-orang yang mereka harapkan memerangi Allah dan RasulNya, sekaligus sebagai benteng mereka jika ia diperlukan. Maka Allah جَلَّ جَلالُهُ membuka kebusukannya dan menampakkan rahasia mereka. وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مَسْجِدًا ضِرَارًا “Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudaratan (pada orang-orang Mukmin).” Yakni, kemudaratan kepada orang-orang Mukmin dan masjid yang mereka gunakan untuk berkumpul kepadanya, وَكُفْرًا “untuk kekafiran.” Yakni maksud mereka adalah kekufuran, jika maksud selain mereka adalah untuk keimanan, وَتَفْرِيقًا بَيْنَ الْمُؤْمِنِينَ “dan untuk memecah belah antara orang-orang Mukmin.” Yakni agar orang-orang Mukmin berpecah belah, berselisih, dan bersengketa, وَإِرْصَادًا “dan menunggu kedatangan”, لِمَنْ حَارَبَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ مِنْ قَبْلُ “orang-orang yang telah memerangi Allah dan RasulNya sejak dahulu.” Yakni untuk membantu orang-orang yang memerangi Allah dan RasulNya yang telah lama memusuhi dengan keras, seperti Abu Amir ar-Rahib, salah seorang penduduk Madinah. Ketika Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ hijrah ke Madinah, Abu Amir ini menolak beriman kepadanya, dia adalah orang ahli ibadah pada masa jahiliyah, maka dia pergi kepada orang-orang musyrik untuk meminta tolong kepada mereka memerangi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, ketika keinginannya pada orang-orang musyrik tidak terpenuhi, maka dia berangkat ke Kaisar Romawi dengan anggapan dia mau menolongnya, tetapi orang yang terlaknat ini mati di jalan, padahal sebelumnya dia dengan orang-orang munafik telah berjanji dan bersekutu (untuk menghancurkan kaum Muslimin). Di antara yang mereka siapkan untuknya adalah masjid dhirar, maka wahyu turun menyampaikan hal itu, lalu Nabi a mengutus orang-orang untuk merobohkannya dan membakarnya. Masjid itu pun kemudian dirobohkan dan dibakar, dan setelah itu menjadi tempat pembuangan sampah.
Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman setelah menjelaskan tujuan buruk mereka pada masjid itu. وَلَيَحْلِفُنَّ إِنْ أَرَدْنَا “Mereka sesungguhnya bersumpah, ‘Kami tidak menghendaki”, dalam membangunnya إِلا الْحُسْنَى “selain kebaikan.” Yakni, membantu orang yang lemah dan buta. وَاللَّهُ يَشْهَدُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ “Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya).” Kesaksian Allah lebih benar daripada sumpah mereka.
Sebagian manusia ada yang mengakui dosa-dosa mereka lalu bertobat dan melakukan pekerjaan yang bermanfaat, sehingga tobatnya diterima Allah, ada yang menangguhkan tobatnya sampai ada keputusan Allah, dan ada pula yang jahat dan terus bertambah jahat, misalnya orang-orang munafik. Hal ini terbukti di antara orang munafik itu ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana pada orang-orang yang beriman, untuk kekafiran dan untuk memecah belah di antara orangorang yang beriman yang sudah mantap imannya, serta dengan tujuan menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah, yakni memerangi umat islam, dan rasul-Nya sejak dahulu. Mereka dengan pasti akan senantiasa bersumpah palsu dengan berkata, kami hanya menghendaki kebaikan dengan membangun masjid ini. Mereka tidak menyadari bahwa Allah maha mendengar dan Allah menjadi saksi, yakni mengetahui dengan pasti bahwa mereka itu pendusta dalam sumpahnya. Allah maha mengetahui segala yang tampak maupun yang tersembunyi dalam hati setiap orang. Karena masjid tersebut dibangun dengan niat jahat, maka Allah melarang nabi Muhammad, janganlah engkau melaksanakan salat dan kegiatan apa pun di dalam masjid yang dibangun oleh orang-orang munafik itu untuk selama-lamanya. Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, yakni ketulusan semata-mata karena Allah, sejak hari pertama dimulai pembangunannya, adalah lebih pantas, yakni wajar engkau melaksanakan salat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin, yakni senang membersihkan diri, jasmani dengan cara berwudu maupun rohani dengan cara bertobat dari dosa dan maksiat. Allah menyukai, melimpahkan karunia-Nya kepada orang-orang yang bersih di manapun mereka berada.
At-Taubah Ayat 107 Arab-Latin, Terjemah Arti At-Taubah Ayat 107, Makna At-Taubah Ayat 107, Terjemahan Tafsir At-Taubah Ayat 107, At-Taubah Ayat 107 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan At-Taubah Ayat 107
Tafsir Surat At-Taubah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)