{8} Al-Anfal / الأنفال | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | يونس / Yunus {10} |
Tafsir Al-Qur’an Surat At-Taubah التوبة (Pengampunan) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 9 Tafsir ayat Ke 113.
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَىٰ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ ﴿١١٣﴾
mā kāna lin-nabiyyi wallażīna āmanū ay yastagfirụ lil-musyrikīna walau kānū ulī qurbā mim ba’di mā tabayyana lahum annahum aṣ-ḥābul-jaḥīm
QS. At-Taubah [9] : 113
Tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang itu kaum kerabat(nya), setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka Jahanam.
Tidak sepantasnya Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa sallam dan orang-orang mukmin memohonkan ampunan kepada Allah untuk orang-orang musyrik setelah mereka mati, meskipun mereka adalah sanak kerabat Nabi dan orang-orang mukmin apabila mereka mati dalam keadaan menyekutukan Allah, menyembah berhala, dan sesudah jelas bahwa mereka adalah para penghuni neraka Jahanam karena mereka mati dalam keadaan musyrik. Allah tidak mengampuni dosa orang-orang musyrik, sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa orang yang menyekutukan-Nya”, dan firman-Nya: “Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah, maka Allah mengharamkan surga baginya.” (Q.S.Al-Maidah: 72).
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Az-Zuhri, dari Ibnul Musayyab, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ketika Abu Talib sedang menjelang ajalnya, Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ masuk menemuinya, saat itu di sisi Abu Talib terdapat Abu Jahal dan Abdullah ibnu Abu Umayyah. Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Hai paman, ucapkanlah, “Tidak ada Tuhan selain Allah!” sebagai suatu kalimat yang kelak aku akan membelamu dengannya di hadapan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Maka Abu Jahal dan Abdullah ibnu Abu Umayyah berkata, “Hai Abu Talib apakah engkau tidak suka dengan agama Abdul Muttalib?” Abu Talib menjawab.”Saya berada pada agama Abdul Muttalib.” Maka Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Sungguh aku benar-benar akan memohonkan ampun buatmu selagi aku tidak dilarang untuk mendoakanmu. Maka turunlah ayat ini, yaitu firman-Nya:
Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahim.
Imam Ahmad mengatakan bahwa sehubungan dengan peristiwa ini diturunkan pula firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya. (Al Qashash:56)
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Adam, telah menceritakan kepada kami Sufyan. dari Abu Ishaq, dari Abul Khalil, dari Ali r.a. yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang lelaki memohonkan ampun bagi kedua orang tuanya, padahal kedua orang tuanya itu musyrik. Maka aku (Ali) berkata, “Apakah lelaki itu memohonkan ampun bagi kedua orang tuanya, padahal kedua orang tuanya musyrik?” Lelaki itu menjawab, “Bukankah Ibrahim telah memohonkan ampun bagi ayahnya?” Ali r.a. melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menceritakan hal itu kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Maka turunlah ayat ini: Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik. (At Taubah:113), hingga akhir ayat.
Imam Ahmad mengatakan, “Kalimat ‘ketika menjelang kematiannya’ saya tidak tahu apakah Sufyan yang mengatakannya ataukah dikatakan oleh Israil, atau memang dalam hadisnya disebutkan kalimat ini.” Menurut kami (penulis), hal ini telah dibuktikan melalui riwayat dari Mujahid, bahwa Mujahid mengatakan ‘bahwa ketika Abu Talib menjelang kematiannya’.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Zuhair, telah menceritakan kepada kami Zubaid ibnul Hari s Al-Yami, dari Muharib ibnu Disar, dari Ibnu Buraidah, dari ayahnya yang menceritakan, “Ketika kami bersama Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam suatu perjalanan, lalu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membawa kami turun istirahat. Saat itu jumlah kami kurang lebih seribu orang, semuanya berkendaraan. Lalu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melakukan salat dua rakaat, sesudah itu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menghadapkan wajahnya ke arah kami, sedangkan air mata mengalir dari kedua matanya. Umar ibnul Khattab bangkit mendekatinya dan mengucapkan kesetiaannya, lalu bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah gerangan yang telah menimpamu?’ Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: ‘Sesungguhnya aku telah meminta kepada Tuhanku untuk memohonkan ampun buat ibuku, tetapi Dia tidak mengizinkanku, maka kedua mataku mengalirkan air mataku karena kasihan kepadanya di neraka. Dan sesungguhnya aku telah melarang kalian dari tiga perkara, aku telah melarang kalian ziarah kubur, maka sekarang ziarahilah kubur, semoga ziarah kubur mengingatkan kebaikan bagi kalian. Dan aku telah melarang kalian memakan daging kurban sesudah tiga hari, maka sekarang makanlah dan simpanlah sesuka kalian. Dan aku telah melarang kalian meminum minuman dengan memakai wadah, maka sekarang minumlah kalian dengan memakai wadah apa pun, tetapi janganlah kalian meminum minuman yang memabukkan’.”
Ibnu Jarir meriwayatkan melalui hadis Alqamah ibnu Marsad, dari Sulaiman ibnu Buraidah, dari ayahnya, bahwa ketika Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tiba di Mekah, beliau mendatangi suatu kuburan, lalu duduk di dekatnya dan kelihatan seperti orang yang sedang berbicara, lalu bangkit seraya menangis. Maka kami bertanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami melihat semua yang engkau perbuat.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Sesungguhnya aku meminta izin kepada Tuhanku untuk menziarahi kuburan ibuku, maka Dia memberikan izin kepadaku. Dan aku meminta izin kepada-Nya untuk memohonkan ampun buat ibuku, tetapi Dia tidak mengizinkannya. Maka belum pernah kelihatan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menangis lebih banyak daripada hari itu.
Ibnu Abu Hatim telah mengatakan dalam kitab Tafsir-nya bahwa telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Khalid ibnu Khaddasy, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, dari Ibnu Juraij, dari Ayyub ibnu Hani’, dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas’ud yang mengatakan, “Di suatu hari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ keluar menuju pekuburan, lalu kami mengikutinya. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sampai di pekuburan itu dan duduk di salah satunya, lalu melakukan munajat cukup lama. Setelah itu beliau menangis, dan kami pun ikut menangis karena tangisannya. Kemudian bangkitlah Umar ibnul Khattab menuju ke arahnya, maka Rasul صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ memanggilnya dan memanggil kami, lalu bersabda, ‘Apakah yang membuat kalian menangis?’ Kami menjawab, ‘Kami menangis karena tangisanmu.’ Rasul Saw . bersabda: ‘Sesungguhnya kuburan yang tadi aku duduk di dekatnya adalah kuburan Aminah (ibunda Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ). Dan sesungguhnya aku meminta izin kepada Tuhanku untuk menziarahinya, maka Dia memberikan izin kepadaku’.”
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengetengahkan hadis ini pula melalui jalur lain bersumberkan dari riwayat Ibnu Mas’ud yang isinya hampir sama. Di dalam riwayatnya ini disebutkan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda,
“Sesungguhnya aku meminta izin kepada Tuhanku untuk mendoakan ibuku, tetapi Dia tidak mengizinkan aku melakukannya, dan diturunkanlah kepadaku firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang mengatakan:
‘Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman.’, hingga akhir ayat. Maka aku pun merasa sedih sebagaimana sedihnya seorang anak terhadap orang tuanya. Dan aku telah melarang kalian menziarahi kuburan, maka sekarang berziarahlah, karena sesungguhnya ziarah kubur itu mengingatkan akhirat.”
Tafsir Ayat:
Yakni, tidak layak dan tidak pantas bagi Nabi dan orang-orang yang beriman kepadanya أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ “memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik”, yakni orang yang kafir kepadaNya dan menyembah selainNya bersamaNya وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ “walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni Neraka Jahanam.” Karena memintakan ampun untuk mereka dalam keadaan ini adalah salah dan tidak berguna, maka ia tidak patut dilakukan Nabi dan orang-orang yang beriman, karena jika mereka mati di atas kesyirikan, atau diketahui bahwa mereka mati di atasnya, maka telah wajib atasnya siksa, wajib atasnya kekal di dalam Neraka, syafa’at pemberi syafa’at dan permohonan ampunan orang-orang yang meminta ampunan tidak berguna baginya. Di samping itu, Nabi dan orang-orang yang beriman harus menyesuaikan diri dengan Allah dalam kecintaan dan kemarahan, mencintai orang yang dicintai oleh Allah, dan memusuhi orang yang dimusuhi oleh Allah, sedangkan memohon ampun bagi orang yang jelas bahwa mereka adalah penghuni Neraka adalah bertentangan dan bertabrakan dengan itu.
Usai menjelaskan sifat-sifat orang yang bertobat, Allah lalu menjelaskan manusia yang tidak layak dimohonkan ampunan Allah. Tidak pantas, yakni tidak pernah dan tidak mungkin terjadi bagi nabi dan orang-orang yang beriman untuk memohonkan ampunan kepada Allah bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang-orang musyrik itu kaum kerabat-Nya, setelah jelas bagi mereka dengan kematian mereka dalam kemusyrikan, bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka jahanam. Adapun permohonan ampunan ibrahim kepada Allah untuk bapaknya yang berbeda agama dengan dia, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya bahwa ibrahim akan memintakan ampunan untuk bapaknya (lihat: surah maryam/19: 47). Maka ketika jelas bagi ibrahim bahwa bapaknya adalah musuh Allah karena tetap dalam kemusyrikan dan kesesatan, maka ibrahim berlepas diri darinya walau dengan berat hati. Sungguh, ibrahim itu seorang yang sangat lembut hatinya, sangat takut kepada Allah lagi penyantun, yakni penyabar, mampu meredam kemarahan dan sikap buruk kepada orang lain.
At-Taubah Ayat 113 Arab-Latin, Terjemah Arti At-Taubah Ayat 113, Makna At-Taubah Ayat 113, Terjemahan Tafsir At-Taubah Ayat 113, At-Taubah Ayat 113 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan At-Taubah Ayat 113
Tafsir Surat At-Taubah Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)