{11} Hud / هود | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الرعد / Ar-Ra’d {13} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Yusuf يوسف (Nabi Yusuf) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 12 Tafsir ayat Ke 3.
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَـٰذَا الْقُرْآنَ وَإِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ ﴿٣﴾
naḥnu naquṣṣu ‘alaika aḥsanal-qaṣaṣi bimā auḥainā ilaika hāżal-qur`āna wa ing kunta ming qablihī laminal-gāfilīn
QS. Yusuf [12] : 3
Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya engkau sebelum itu termasuk orang yang tidak mengetahui.
Kami menceritakan kepadamu (wahai Rasul) kisah yang paling baik, dengan mewahyukan Al Qur’an ini kepadamu, karena sebelum diturunkannya Al Qur’an ini, kamu termasuk orang-orang yang melupakan cerita ini, bahkan tidak mengetahui sedikitpun tentangnya.
Yakni dengan perantaraan penurunan Kami akan Al-Qur’an ini kepadamu.
Di dalam sebuah hadis disebutkan penyebab turunnya ayat ini yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepadaku Nasr ibnu Abdur Rahman Al-Audi, telah menceritakan kepada kami Hakam Ar-Razi, dari Ayyub, dari Amr (yakni Ibnu Qais Al-Mala-i), dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa para sahabat pernah berkata, “Wahai Rasulullah, alangkah baiknya seandainya engkau menceritakan kisah-kisah kepada kami.” Maka turunlah firman-Nya:
Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik.
Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui jalur lain, dari Amr ibnu Qais secara mursal.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa’id Al-Qattan, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Khalid As-Saffar, dari Amr ibnu Qais, dari Amr ibnu Murrah, dari Mus’ab ibnu Sa’d, dari ayahnya yang mengatakan bahwa diturunkan kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ wahyu selama beberapa masa, dan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ langsung membacakannya kepada mereka (para sahabat). Maka para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, alangkah baiknya seandainya engkau bercerita tentang kisah-kisah kepada kami.” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: Alif Lam Ra. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur’an) yang nyata (dari Allah). (Yusuf:1) Sampai dengan firman-Nya: agar kalian memahaminya. (Yusuf:2) Kemudian Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membacakannya kepada mereka selama beberapa masa. Maka mereka berkata, “Wahai Rasulullah, alangkah baiknya seandainya engkau bercerita kepada kami.” Kemudian Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik. (Az Zumar:23), hingga akhir ayat. Lalu Ibnu Jarir menceritakan hadis ini hingga selesai.
Imam Hakim meriwayatkannya melalui hadis Ishaq ibnu Rahawaih, dari Amr ibnu Muhammad Al-Qurasyi Al-Minqari dengan sanad yang sama.
Ibnu Jarir meriwayatkannya berikut sanadnya melalui Al-Mas’udi, dari Aun ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa sahabat-sahabat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ merasa bosan, lalu mereka berkata, “Wahai Rasulullah, berceritalah kepada kami.” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik. (Az Zumar:23) Kemudian mereka merasa bosan lagi untuk kedua kalinya, maka mereka berkata, “Wahai Rasulullah, ceritakanlah kepada kami suatu kisah selain hukum-hukum Al-Qur’an.” Maka Allah menurunkan firman-Nya: Alif Lam Ra. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur’an) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab, agar kalian memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik. (Yusuf:1-3), hingga akhir ayat.
Mereka bermaksud sesuatu yang berupa kisah, maka Allah menunjukkan kepada mereka kisah yang paling baik, dan mereka bermaksud suatu cerita, maka Allah menunjukkan mereka kepada cerita yang paling baik.
Sehubungan dengan makna ayat ini yang mengandung pujian terhadap Al-Qur’an —yang menyatakan bahwa Al-Qur’an sudah merupakan suatu kecukupan, tanpa memerlukan yang lainnya— maka kami ketengahkan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Syuraih ibnun Nu’man, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Mujalid, dari Asy-Sya’bi, dari Jabir ibnu Abdullah, bahwa Umar ibnul Khattab datang kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dengan membawa sebuah kitab yang ia peroleh dari salah seorang Ahli Kitab. Lalu Umar membacakannya kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ marah dan bersabda:
Hai Ibnul Khattab, apakah engkau merasa bimbang terhadapnya? Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaannya, sesungguhnya aku menyampaikannya kepada kalian dalam keadaan putih bersih. Jangan sekali-kali kalian menanyakan kepada mereka (Ahli Kitab) tentang sesuatu, lalu mereka menceritakannya kepada kalian dengan benar, dan kalian pasti akan mendustakannya, atau dengan secara batil, dan kalian pasti akan membenarkannya. Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya Musa masih hidup, maka tiada jalan lain baginya melainkan mengikutiku.
Imam Ahmad mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Jabir, dari Asy-Sya’bi, dari Abdullah ibnu Sabit yang mengatakan bahwa Umar datang kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku pernah bersua dengan seorang saudaraku dari kalangan Bani Quraizah, lalu ia menuliskan buatku sejumlah kisah dari kitab Taurat, apakah boleh aku memaparkannya kepadamu?” Wajah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berubah. Abdullah ibnu Sabit berkata kepada Umar, “Tidakkah engkau melihat perubahan pada roman muka Rasulullah?” Umar berkata, “Kami rela kepada Allah sebagai Tuhan kami, Islam sebagai agama kami, dan Muhammad sebagai rasul kami.” Maka wajah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ kembali seperti biasanya (tidak marah), lalu beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
Demi Tuhan yang jiwa Muhammad ini berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, seandainya Musa masih berada di antara kalian, lalu kalian mengikutinya dan meninggalkan aku, niscaya kalian sesat. Sesungguhnya kalian adalah umat bagianku, dan aku adalah nabi bagian kalian.
Al-Hafiz Abu Ya’la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Gaffar ibnu Abdullah ibnuz Zubair, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Mishar, dari Abdur Rahman ibnu Ishaq, dari Khalifah ibnu Qais. dari Khalid ibnu Urfutahyang mengatakan.”Ketika aku sedang duduk dengan Khalifah Umar, tiba-tiba datanglah seorang lelaki dari kalangan Bani Abdul Qais yang bertempat tinggal di As-Sus. Maka Umar berkata kepadanya, ‘Apakah engkau pun adalah Fulan ibnu Fulan Al-Abdi?’ Lelaki itu menjawab, ‘Ya.’ Umar bertanya, ‘Apakah engkau yang bertempat tinggal di As-Sus?’ Lelaki itu menjawab, ‘Ya.’ Maka Umar memukulnya dengan gagang tombak yang ada di tangannya, sehingga lelaki itu bertanya, ‘Apakah salahku, hai Amirul Mu’minin?’ Umar berkata kepadanya, ‘Duduklah kamu!’ Maka lelaki itu duduk, dan Umar membacakan kepadanya firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berikut, yaitu: ‘Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Alif Lam Ra.. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur’an) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur’an dengan berbahasa Arab agar kalian memahaminya. Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik.’ (Yusuf:1-3) Sampai dengan firman-Nya: ‘termasuk orang-orang yang belum mengetahui.’ (Yusuf:3) Umar membacakan ayat-ayat tersebut kepada lelaki itu sebanyak tiga kali dan memukulnya sebanyak tiga kali pula. Maka lelaki itu bertanya, ‘Hai Amirul Mu’minin, apakah salahku?’ Umar menjawab, ‘Engkau adalah orang yang telah menyalin kitab (nabi) Danial.’ Lelaki itu berkata, ‘Perintahkanlah kepadaku apa yang engkau inginkan, maka aku akan melakukannya.’ Umar berkata, “Pergilah dan hapuslah salinan itu dengan arang dan kain wol putih. Kemudian janganlah kamu baca lagi, jangan pula kamu membacakannya kepada seseorang. Jika sampai kepadaku suatu berita tentang kamu bahwa kamu membacanya atau membacakannya kepada orang lain, niscaya aku benar-benar akan menimpakan hukuman yang berat kepadamu.” Kemudian Umar berkata, ‘Duduklah!’ Maka lelaki itu duduk di hadapannya. Setelah itu Umar pergi dan menyalin sebuah kitab dari sebagian Ahli Kitab. Kemudian ia datang menghadap kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ seraya membawa kitab salinan itu. Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bertanya kepadanya, ‘Hai Umar, apakah yang kamu pegang itu?’ Umar menjawab, ‘Wahai Rasulullah, ini adalah sebuah kitab yang aku salin untuk menambah pengetahuanku selain dari ilmu yang telah ada pada kami.’ Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ marah sehingga kedua pelipisnya tampak memerah, lalu diserukan azan untuk salat berjamaah. Maka orang-orang Ansar berkata, ‘Nabi kalian sedang marah.’ Maka mereka bergegas datang seraya membawa senjatanya masing-masing, lalu berkumpul di hadapan mimbar Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda, ‘Hai manusia, sesungguhnya aku telah dianugerahi Jawami’ul Kalim dan semua penutupnya, yang semuanya itu diberikan khusus kepadaku. Dan sesungguhnya aku menyampaikannya kepada kalian dalam keadaan putih bersih, maka janganlah kalian bimbang, janganlah pula kalian teperdaya oleh orang-orang yang bimbang.’ Umar berkata bahwa lalu ia berdiri dan berkata, ‘Aku rela Allah sebagai Tuhan (ku), Islam sebagai agama (ku), dan engkau sebagai rasul (ku).’ Setelah itu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ turun dari mimbarnya.”
Imam Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya secara ringkas di dalam kitab Tafsir-nya melalui hadis Abdur Rahman ibnu Ishaq dengan sanad yang sama. Tetapi bila ditinjau dari jalur ini, hadis ini berpredikat garib, karena Abdur Rahman ibnu Ishaq yang terkenal dengan nama julukan Abu Syaibah Al-Wasiti dinilai daif oleh kalangan ahli hadis, demikian pula gurunya.
Imam Bukhari mengatakan bahwa hadis yang diriwayatkan oleh Abdur Rahman ibnu Ishaq tidak sahih.
Menurut kami, hadis ini mempunyai syahid (bukti) yang memperkuatnya yang diriwayatkan melalui jalur lain.
Untuk itu, Al-Hafiz Abu Bakar (yaitu Ahmad ibnu Ibrahim Al-Ismaili) mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Hasan ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada kami Ya’qub ibnu Sufyan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim ibnul Ala Az-Zubaidi, telah menceritakan kepadaku Amr ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Salim Al-Asy’ari, dari Az-Zubaidi, telah menceritakan kepada kami Salim ibnu Amir, Jubair ibnu Nafir pernah menceritakan kepada mereka bahwa pernah ada dua orang lelaki di Himsa di masa pemerintahan Khalifah Umar, kemudian kedua lelaki itu menjadi delegasi kaumnya di antara delegasi penduduk Himsa lainnya. Keduanya telah menyalin sebuah kitab yang terdiri atas lembaran-lembaran kulit dari orang-orang Yahudi. Maka keduanya membawa serta kitabnya itu untuk meminta fatwa kepada Amirul Mu’minin tentang kitab tersebut. Mereka berniat, “Jika Amirul Mu’minin suka kami melakukannya, maka kami akan bertambah rajin menyalinnya, dan jika Amirul Mu’minin melarang kami menyalinnya, maka kami akan membuangnya.” Ketika kedua lelaki itu tiba di hadapan Amirul Mu’minin, maka keduanya mengatakan, “Sesungguhnya kami berada di negeri kaum Ahli Kitab. Dan sesungguhnya kami sering mendengar suatu kalam dari mereka yang membuat bulu kuduk kami merinding karenanya. Bolehkah kami mengambil kalam itu, ataukah kami harus meninggalkannya?” Umar bertanya, “Apakah kamu berdua telah menulis sendiri sesuatu dari kalam itu?” Keduanya menjawab, “Tidak.” Umar berkata bahwa ia akan menceritakan kepada keduanya suatu hadis. Umar mengatakan, di masa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ masih hidup ia pergi menuju tanah Khaibar, lalu bersua dengan seorang Yahudi yang mengucapkan suatu kalam yang membuatnya kagum. Umar berkata, “Apakah engkau mau menuliskan apa yang telah kamu katakan itu buatku?” Lelaki Yahudi itu menjawab, “Ya.” Maka aku (Umar) mengambil lembaran kulit, dan lelaki Yahudi itu menuliskannya buatku, sehingga tiada yang tersisa dari kulit itu melainkan dipenuhinya sampai ke kulit bagian kaki dari kulit tersebut. Umar mengatakan, “Setelah aku kembali, aku berkata kepada diriku sendiri bahwa aku akan menceritakannya kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan mudah-mudahan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menyuruhku untuk mendatangkannya. Pada awal mulanya aku pergi untuk mencari berita dengan harapan mudah-mudahan aku dapat mendatangkan sesuatu yang membuat hati Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ suka. Ketika aku tiba di hadapannya, beliau bersabda, “Duduklah dan bacakanlah kepadaku!’ Maka aku membacakannya selama sesaat kepada beliau. Ketika aku pandang wajah Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, ternyata roman wajahnya telah berubah memerah: lalu aku menjadi gemetar karena takut, sehingga aku tidak mampu membacakannya lagi barang satu huruf pun. Setelah beliau melihat keadaanku, maka beliau mengambilnya dan memeriksanya tulisan demi tulisan, lalu beliau hapus dengan ludahnya. Setelah itu beliau bersabda, ‘Janganlah kalian mengikuti jejak mereka, karena sesungguhnya mereka (Ahli Kitab) telah ragu dan benar-benar menjadi orang-orang yang ragu.’ Sehingga seluruh huruf yang tertera pada kulit itu semuanya terhapus.” Umar berkata, ‘Seandainya aku mengetahui bahwa kalian berdua menulis sesuatu dari kitab itu, niscaya aku akan menimpakan hukuman kepada kalian sebagai pelajaran bagi umat ini.” Keduanya berkata, “Demi Allah, kami sama sekali tidak menulis sesuatu pun dari kitab itu.” Kemudian keduanya keluar dan membawa lembaran kulitnya itu, lalu keduanya menggali tanah dengan galian yang sangat dalam, kemudian lembaran-lembaran itu dikuburkannya. Demikianlah kisah yang paling akhir menyangkut tentang tulisan tersebut pada kami.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh As-Sauri, dari Jabir ibnu Yazid Al-Ju’fi, dari Asy-Sya’bi, dari Abdullah ibnu Sabit Al-Ansari, dari Umar ibnul Khattab dengan lafaz yang semisal.
Imam Abu Daud telah meriwayatkannya di dalam kitab Marasil-nya melalui hadis Abu Qilabah, dari Umar dengan sanad yang semisal.
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik”, ditinjau dari keotentikannya dan pengungkapan-nya yang mengalir dengan halus dan keelokan makna-maknanya بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَذَا الْقُرْآنَ “dengan mewahyukan al-Qur`an ini kepadamu”, dengan kandungan yang dicakup oleh al-Qur`an yang Kami wahyukan kepadamu dan Kami telah memuliakan dirimu di atas segenap para nabi. Ini merupakan anugerah murni dan limpahan kebaikan dari Allah جَلَّ جَلالُهُ. وَإِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ “Dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui”, engkau tidak tahu apakah al-Kitab itu, dan apakah hakikat keimanan itu, sebelum Allah جَلَّ جَلالُهُ mewahyukan (wahyu) kepadamu. Namun Kami menjadikannya sebagai lentera cahaya. Dengan itu, Kami memberi hidayah kepada orang yang Kami kehendaki dari hamba-hamba Kami.
Ketika Dia memuji kandungan kisah yang ada pada al-Qur`an, yang merupakan kisah terbaik secara mutlak, maka tidak ada satu kisah pun dalam kitab-kitab (lain) yang sebanding tingkatannya dengan kisah al-Qur`an ini, maka Allah جَلَّ جَلالُهُ mengetengahkan kisah Nabi Yusuf ‘alaihissalam dan ayah serta saudara-saudaranya, yang merupakan sebuah kisah yang menakjubkan.
Allah menurunkan ayat ini dan sesudahnya ketika sekelompok orang yahudi meminta nabi Muhammad menceritakan kisah nabi yusuf dan nabi yakub, lalu turunlah ayat berikut ini. Kami akan menceritakan kepadamu wahai nabi Muhammad suatu kisah umat-umat terdahulu untuk menguatkan hatimu dan menjadi pelajaran bagi umatmu. Kisah ini adalah kisah yang paling baik karena sarat dengan pesan, nasihat, dan pelajaran yang diuraikan dengan susunan bahasa yang indah dan menarik. Kisah itu kami turunkan dengan mewahyukan Al-Qur’an ini kepadamu, dan sesungguhnya engkau sebelum kami mewahyukannya itu termasuk orang yang tidak mengetahui tentang kisah-kisah umat terdahulu. Kisah-kisah para nabi dan orang-orang saleh yang dipaparkan dalam Al-Qur’an adalah menjadi pelajaran bagi umat nabi Muhammad, karena sarat dengan pesan-pesan moral serta nasihat. Setelah dijelaskan bahwa di antara wahyu Al-Qur’an yang diturunkan Allah berupa kisah-kisah umat terdahulu yang belum diketahui secara jelas oleh nabi Muhammad dan umatnya, ayat ini menjelaskan tentang salah satu kisah tersebut, yaitu kisah nabi yusuf. Allah memulai kisah nabi yusuf dengan menceritakan perihal mimpinya. Ketika yusuf putra nabi yakub berkata kepada ayahnya, wahai ayahku! sungguh, aku bermimpi melihat sebelas bintang, yakni saudaranya yang berjumlah sebelas, matahari, yakni ayahnya dan bulan, yakni ibunya; kulihat semuanya sujud atau mengarahkan pandangannya dan hormat kepadaku.
Yusuf Ayat 3 Arab-Latin, Terjemah Arti Yusuf Ayat 3, Makna Yusuf Ayat 3, Terjemahan Tafsir Yusuf Ayat 3, Yusuf Ayat 3 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Yusuf Ayat 3
Tafsir Surat Yusuf Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)