{12} Yusuf / يوسف | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | ابراهيم / Ibrahim {14} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d الرعد (Guruh (Petir)) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 13 Tafsir ayat Ke 17.
أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَسَالَتْ أَوْدِيَةٌ بِقَدَرِهَا فَاحْتَمَلَ السَّيْلُ زَبَدًا رَابِيًا ۚ وَمِمَّا يُوقِدُونَ عَلَيْهِ فِي النَّارِ ابْتِغَاءَ حِلْيَةٍ أَوْ مَتَاعٍ زَبَدٌ مِثْلُهُ ۚ كَذَٰلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْحَقَّ وَالْبَاطِلَ ۚ فَأَمَّا الزَّبَدُ فَيَذْهَبُ جُفَاءً ۖ وَأَمَّا مَا يَنْفَعُ النَّاسَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ ۚ كَذَٰلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ ﴿١٧﴾
anzala minas-samā`i mā`an fa sālat audiyatum biqadarihā faḥtamalas-sailu zabadar rābiyā, wa mimmā yụqidụna ‘alaihi fin-nāribtigā`a ḥilyatin au matā’in zabadum miṡluh, każālika yaḍribullāhul-ḥaqqa wal-bāṭil, fa ammaz-zabadu fa yaż-habu jufā`ā, wa ammā mā yanfa’un-nāsa fa yamkuṡu fil-arḍ, każālika yaḍribullāhul-amṡāl
QS. Ar-Ra’d [13] : 17
Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah ia (air) di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti (buih arus) itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan tentang yang benar dan yang batil. Adapun buih, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada gunanya; tetapi yang bermanfaat bagi manusia, akan tetap ada di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan.
Kemudian Allah membuat perumpamaan untuk kebenaran dan kebatilan dengan hujan yang diturunkan maka mengalirlah air itu di lembah-lembah menurut ukuran kecil dan besarnya. Arus itu membawa buih yang mengambang diatasnya tanpa ada manfaatnya. Dia membuat perumpamaan lainnya, yaitu logam yang mereka bakar dengan api untuk meleburnya; untuk dijadikan perhiasan, sebagaimana dilakukan pada emas dan perak, atau untuk membuat barang-barang yang bisa mereka manfaatkan, sebagaimana yang dilakukan terhadap bahan kuningan, lalu keluarlah darinya kotorannya yang tiada faedahnya, sebagaimana halnya buih yang bersama air. Dengan perumpamaan seperti inilah Allah membuat perumpamaan bagi kebenaran dan kebatilan. Kebatilan itu laksana buih di atas air yang akan hilang karena tiada faedahnya, sedangkan kebenaran itu laksana air yang murni dan logam yang murni yang tetap di bumi untuk diambil manfaatnya. Sebagaimana Dia menjelaskan perumpamaan-perumpamaan ini kepada kalian, demikian pula Dia membuat perumpamaan-perumpamaan tersebut bagi manusia, agar Nampak jelas kebenaran dari kebatilan, dan petunjuk dari kesesatan.
Ayat yang mulia ini mengandung dua perumpamaan yang menggambarkan tentang keteguhan dan kelestarian perkara hak dan kepudaran serta kefanaan perkara batil. Untuk itu, Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya.
Artinya, masing-masing lembah dipenuhi oleh air hujan itu sesuai dengan ukuran luasnya, ada yang luas, maka memuat banyak air, dan ada yang kecil, maka air yang dimuatnya sesuai dengan ukuran luas lahannya. Hal ini mengisyaratkan dan menggambarkan tentang hati manusia dan perbedaan-perbedaannya. Di antaranya ada yang dapat memuat ilmu yang banyak, di antaranya ada pula yang tidak dapat memuat ilmu yang banyak, melainkan sedikit, karena hatinya sempit.
…maka arus itu membawa buih yang mengembang.
Yakni dari permukaan air yang mengalir di lembah-lembah itu muncullah buih, hal ini merupakan suatu perumpamaan.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat., hingga akhir ayat.
mengandung perumpamaan lainnya, yakni barang logam seperti emas atau perak yang dilebur di dalam api untuk membuat perhiasan, atau logam yang dilebur berupa tembaga atau besi untuk membuat peralatan. Maka sesungguhnya dari leburan logam itu keluar pula buih seperti yang ada pada arus air di lembah.
Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil.
Yakni apabila perkara yang hak dan perkara yang batil bertemu, maka perkara yang batil tidak akan kuat dan pasti lenyap. Perihalnya sama dengan buih, tidak akan bertahan lama dengan air, tidak pula dengan emas, perak, dan logam lainnya yang dilebur dengan api, melainkan pasti akan menyurut dan lenyap. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
Adapun buih itu, akan hilang sebagai yang tak ada harganya.
Yaitu sama sekali tidak berguna, melainkan buih itu akan bercerai berai dan lenyap di kedua tepi lembah, atau bergantung pada pepohonan, lalu kering diterpa angin. Begitu pula halnya kotoran emas, perak, besi, dan tembaga, tiada yang tersisa darinya melainkan hanya airnya saja, dan emas serta lain-lainnya itulah yang bermanfaat. Itulah yang disebutkan oleh firman-Nya:
…adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.
Sama halnya dengan yang disebutkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dalam ayat yang lain:
Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.
Sebagian ulama Salaf mengatakan, “Apabila aku membaca suatu masal (perumpamaan) dari Al-Qur’an, lalu aku tidak memahaminya, maka aku menangisi diriku sendiri, karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman: ‘dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.’ (Al ‘Ankabut:43).”
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya., hingga akhir ayat.
Ini adalah perumpamaan yang dibuat oleh Allah, menggambarkan kandungan hati manusia menurut kadar keyakinan dan keraguannya. Hati yang dipenuhi oleh keraguan (kepada Allah) tiada bermanfaat amal perbuatannya. Sedangkan hati yang dipenuhi dengan keyakinan, maka Allah memberikan manfaat kepada pemiliknya berkat keyakinannya itu. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Adapun buih itu….
Maksudnya, keraguan itu.
…akan hilang sebagai yang tak ada harganya, adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi.
Yaitu keyakinan. Sebagaimana perhiasan dilebur di dalam api untuk diambil kemurniannya dan dibuang kekotorannya di dalam api yang meleburnya, maka demikianlah Allah menerima hati yang yakin dan meninggalkan hati yang ragu.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang.
Arus air itu membawa kayu-kayuan dan lumpur yang ada di lembah.
Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api.
Yakni emas, perak untuk perhiasan dan perabotan, serta tembaga dan besi. Tembaga dan besi bila dilebur ada kotorannya, Allah menjadikan perumpamaan bagi kotoran itu dengan buih air. Adapun barang yang bermanfaat bagi manusia, ia adalah emas dan perak, dan yang bermanfaat bagi bumi ialah air yang diserap oleh bumi sehingga menjadi subur karenanya. Hal ini dijadikan perumpamaan bagi amal saleh yang melestarikan pelakunya, sedangkan amal buruk akan menyurutkan pelakunya, sebagaimana surutnya buih itu. Demikian pula halnya petunjuk dan perkara yang hak, keduanya datang dari sisi Allah. Barang siapa yang mengerjakan perkara yang hak, maka ia akan memperoleh pahalanya, dan amalnya itu akan lestari sebagaimana lestarinya sesuatu yang bermanfaat bagi manusia di bumi. Besi tidak dapat dijadikan pisau, tidak pula pedang sebelum dimasukkan ke dalam api, lalu api membakar kotorannya dan mengeluarkan intinya yang dapat dimanfaatkan. Kotoran besi itu diumpamakan sebagai perkara batil, ia akan surut dan lenyap.
Apabila hari kiamat tiba, manusia dibangkitkan, dan semua amal perbuatan mereka dihisab, maka perkara yang batil pasti lenyap dan binasa, sedangkah orang-orang yang mengerjakan perkara hak beroleh pahala dari perkara hak yang dikerjakannya.
Hal yang sama diriwayatkan pula dalam tafsir ayat ini dari Mujahid, Al-Hasan Al-Basri, Ata, Qatadah, dan bukan hanya satu dari ulama salaf dan khalaf. Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah membuat dua perumpamaan bagi orang-orang munafik dalam permulaan surat Al-Baqarah, yaitu dengan api dan air. Pertama adalah firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api, maka setelah api itu menerangi sekelilingnya, hingga akhir ayat.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh, dankilat. (Al Baqarah:19),hingga akhir ayat.
Hal yang sama dimisalkan pula bagi orang-orang kafir di dalam surat An-Nur, yaitu dengan dua misal (perumpamaan). Pertama, oleh firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang mengatakan:
Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana. (An Nuur:39), hingga akhir ayat.
Fatamorgana hanya terjadi di saat panas sangat terik. Di dalam kitab Sahihain disebutkan bahwa pada hari kiamat nanti dikatakan kepada orang-orang Yahudi, “Apakah yang kalian inginkan?” Mereka menjawab, “Wahai Tuhan kami, kami sangat haus, berilah kami minum.” Dikatakan, “Mengapa kalian tidak datang sendiri ke tempat air?” Maka mereka datang ke neraka, tiba-tiba neraka kelihatan seperti fatamorgana yang sebagian darinya memukul sebagian lainnya.
Kedua, dalam ayat yang lain Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam. (An Nuur:40), hingga akhir ayat.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Abu Musa Al-Asy’ari r.a. bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang diutuskan oleh Allah kepadaku (untuk menyampaikannya) sama dengan hujan yang menyirami bumi. Sebagian di antaranya adalah lahan yang dapat menerima air, lalu ia dapat menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak Dan sebagian di antaranya adalah lahan yang tandus dapat menampung air, sehingga melaluinya Allah memberikan manfaat kepada manusia, mereka dapat minum airnya, menggembalakan ternaknya, memberi minum ternaknya, dan bercocok tanam. Dan hujan itu menyirami pula sebagian tanah yang tiada lain hanyalah berupa rawa, tidak dapat menerima air, dan tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan. Hal tersebut merupakan perumpamaan orang yang mengerti agama Allah dan mendapatkan manfaat dari Allah melalui apa yang diutuskan kepadaku serta memberikan manfaat itu (kepada orang lain), dialah orang yang mengetahui (agama Allah) dan mengajarkannya (kepada orang lain). Dan perumpamaan tentang orang yang tidak mau mengangkat kepalanya (tidak mau) menerima hal tersebut, dan menolak hidayah Allah yang aku diutus untuk menyampaikannya.
Ini adalah perumpamaan air. Di dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad disebutkan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Hammam ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa berikut ini adalah hadis yang diceritakan oleh Abu Hurairah r.a. kepada kami, dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Perumpamaanku dan kalian sama dengan seorang lelaki yang menyalakan api, setelah api menyinari sekelilingnya, maka laron dan binatang serangga lainnya berhamburan jatuh ke dalam api itu. Sedangkan lelaki itu menghalang-halanginya agar jangan jatuh ke dalam api, tetapi mereka mengalahkannya dan menjatuhkan dirinya ke dalam api —Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melanjutkan sabdanya—. Itulah perumpamaan aku dan kalian, aku berupaya menghalang-halangi kalian dari neraka, “Menjauhlah dari neraka!” Tetapi kalian mengalahkanku dan kalian masuk ke dalam neraka.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan pula hadis ini. Dan ini merupakan perumpamaan api.
Allah ‘Azza wa Jalla menyerupakan hidayah yang diturunkan ke-pada RasulNya bagi kehidupan kalbu dan ruh manusia dengan air yang diturunkan bagi kehidupan pepohonan. Allah menganalogikan manfaat luas lagi melimpah yang terkandung dalam hidayah yang sangat dibutuhkan oleh manusia dengan hal-hal yang dikandung oleh hujan, berupa manfaat-manfaat makro yang mendesak. Allah mempermisalkan hati yang berhasil mengemas hidayah dan ting-katan-tingkatannya dengan lembah-lembah yang menjadi muara aliran air. Lembah yang luas, mampu menampung air yang banyak ada-lah ibarat hati lapang, yang memuat ilmu yang banyak. Sedangkan lembah kecil yang hanya membutuhkan sedikit air seperti halnya hati yang sempit yang hanya memuat ilmu yang sedikit….dan de-mikianlah seterusnya. Selanjutnya, Allah mengumpamakan nafsu syahwat dan syu-bhat (kerancuan) pada hati manusia saat kebenaran datang kepada-nya dengan buih yang berada di atas permukaan air, dan benda yang dipanaskan di atas api berupa perhiasan yang akan dimurnikan dan dilebur untuk dimasukkan dalam cetakan. Ia akan tetap di atas air dalam keadaan mengambang menyebabkannya keruh sampai akhir-nya hilang dan lenyap. Dan akan tersisa hal-hal yang berguna bagi manusia dalam wujud air jernih dan perhiasan yang murni. Demikian pula keadaan dengan syahwat dan syubhat, karena hati akan senantiasa membenci dan berusaha menaklukkannya me-lalui bukti-bukti yang benar dan tekad-tekad yang bulat agar pergi dan lenyap. Hati pun menjadi bersih lagi murni, di dalamnya hanya ada hal-hal yang bermanfaat bagi manusia berupa ilmu dan kebenar-an serta tindakan untuk mengutamakan dan mencintainya. Kebatil-an akan lenyap, dan kebenaranlah yang menyirnakannya. إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا “Sesungguhnya kebatilan itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (Al-Isra`: 81). Di sini, Allah berfirman, كَذَلِكَ يَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ “Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan,” tujuannya agar kebenaran menjadi jelas dan terbedakan dari kebatilan, dan hidayah terbeda-kan dari kesesatan.
Ayat berikut merinci kekuasaan Allah yang tidak dimiliki oleh berhala sesembahan orang-orang musyrik mekah. Allah telah menurunkan dalam bentuk curahan air hujan dari langit, maka mengalirlah ia, yakni air hujan yang dicurahkan itu, di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat yang beraneka ragam, ada pula buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan tentang mana yang benar dan mana yang batil. Adapun buih, lambang dari kebatilan, akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada gunanya; tetapi kebenaran adalah sesuatu yang bermanfaat bagi manusia, dan manfaat itu akan tetap ada di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang mau berpikir. Allah menyebut perumpamaan-perumpaan itu agar menjadi pelajaran bagi orang-orang yang mau berpikir. Melalui berpikir dan merenung, manusia akan menemukan kebenaran. Bagi orang-orang yang mau berpikir jernih dan memenuhi seruan tuhan, maka bagi mereka disediakan balasan yang terbaik. Dan orang-orang yang tidak memenuhi seruan-Nya dan enggan menerima kebenaran dari Allah maka mereka akan menemui kesulitan dan kesengsaraan. Oleh sebab itu, sekiranya mereka memiliki semua yang ada di bumi dan ditambah pula kekayaan sebanyak itu lagi, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan kekayaan itu. Orang-orang itu jauh dari rahmat Allah dan akan mendapat hisab yang buruk di hari kiamat sebagai akibat dari keburukan yang mereka lakukan. Dan tempat kediaman mereka adalah neraka jahanam, dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.
Ar-Ra’d Ayat 17 Arab-Latin, Terjemah Arti Ar-Ra’d Ayat 17, Makna Ar-Ra’d Ayat 17, Terjemahan Tafsir Ar-Ra’d Ayat 17, Ar-Ra’d Ayat 17 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Ar-Ra’d Ayat 17
Tafsir Surat Ar-Ra’d Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)