{12} Yusuf / يوسف | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | ابراهيم / Ibrahim {14} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d الرعد (Guruh (Petir)) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 13 Tafsir ayat Ke 31.
وَلَوْ أَنَّ قُرْآنًا سُيِّرَتْ بِهِ الْجِبَالُ أَوْ قُطِّعَتْ بِهِ الْأَرْضُ أَوْ كُلِّمَ بِهِ الْمَوْتَىٰ ۗ بَلْ لِلَّهِ الْأَمْرُ جَمِيعًا ۗ أَفَلَمْ يَيْأَسِ الَّذِينَ آمَنُوا أَنْ لَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لَهَدَى النَّاسَ جَمِيعًا ۗ وَلَا يَزَالُ الَّذِينَ كَفَرُوا تُصِيبُهُمْ بِمَا صَنَعُوا قَارِعَةٌ أَوْ تَحُلُّ قَرِيبًا مِنْ دَارِهِمْ حَتَّىٰ يَأْتِيَ وَعْدُ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ ﴿٣١﴾
walau anna qur`ānan suyyirat bihil-jibālu au quṭṭi’at bihil-arḍu au kullima bihil-mautā, bal lillāhil-amru jamī’ā, a fa lam yai`asillażīna āmanū al lau yasyā`ullāhu laḥadan-nāsa jamī’ā, wa lā yazālullażīna kafarụ tuṣībuhum bimā ṣana’ụ qāri’atun au taḥullu qarībam min dārihim ḥattā ya`tiya wa’dullāh, innallāha lā yukhliful-mī’ād
QS. Ar-Ra’d [13] : 31
Dan sekiranya ada suatu bacaan (Kitab Suci) yang dengan itu gunung-gunung dapat digoncangkan, atau bumi jadi terbelah, atau orang yang sudah mati dapat berbicara, (itulah Al-Qur’an). Sebenarnya segala urusan itu milik Allah. Maka tidakkah orang-orang yang beriman mengetahui bahwa sekiranya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya. Dan orang-orang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sampai datang janji Allah (penaklukkan Mekah). Sungguh, Allah tidak menyalahi janji.
Allah menolak orang-orang kafir yang meminta diturunkan mukjizat-mukjizat yang nyata kepada Nabi, seraya mengatakan kepada mereka: Sekiranya ada bacaan (kitab suci) yang bisa dibaca, lalu dengan bacaan itu gunung-gunung hilang dari tempatnya, bumi terbelah menjadi sungai-sungai, atau orang yang sudah mati dapat hidup dan berbicara karenanya (sebagaimana permintaan mereka kepadamu) niscaya Al Qur’an inilah, yang disifati dengan hal itu bukan selainnya. Dan meski demikian mereka tidak beriman kepadanya. Bahkan, kepunyaan Allah semata-lah segala urusan berkenaan dengan mukjizat dan selainnya. Apakah orang-orang mukmin itu tidak mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki, niscaya semua penduduk bumi beriman dengan tanpa mukjizat? Orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa musibah disebabkan kekafiran mereka, seperti terbunuh dan tertawan dalam berbagai peperangan yang dilakukan kaum muslimin, atau bencana itu menimpa dekat tempat tinggal mereka, sehingga datang janji Allah berupa kemenangan atas mereka. Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji-Nya.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman memuji Al-Qur’an yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dengan menyebutkan keutamaannya di atas semua kitab lain yang telah diturunkan-Nya sebelum itu. Maka disebutkanlah:
Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat diguncangkan.
Yakni seandainya di dalam kitab-kitab suci terdahulu terdapat suatu kitab yang dengannya gunung-gunung dapat dipindahkan dari tempatnya, atau bumi dapat terbelah dan terpisah karenanya, atau orang-orang yang telah mati dapat berbicara di dalam kuburnya, niscaya hanya Al-Qur’an sajalah yang pantas menyandang sifat tersebut, bukan kitab lainnya. Atau dengan cara yang lebih utama dapat dikatakan bahwa memang Al-Qur’an demikian keadaannya karena unsur i’jaz yang terkandung di dalamnya, sehingga seluruh manusia dan jin apabila bersatu untuk membuat satu surat yang semisal dengan surat Al-Qur’an, niscaya mereka tidak mampu membuatnya. Tetapi sekalipun demikian, orang-orang musyrik itu kafir dan ingkar kepada Al-Qur’an.
Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah.
Maksudnya, tempat kembali semua urusan itu hanyalah kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى semata, apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi, dan apa yang tidak dikehendaki-Nya pasti tidak akan terjadi. Dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tiada seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya, barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tiada seorang pun yang dapat menyesatkannya.
Terkadang kata Al-Qur’an ditujukan kepada setiap kitab suci terdahulu, karena ia berakar dari kata al-jam’u (himpunan).
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Hammam ibnu Munabbih yang mengatakan bahwa berikut ini adalah apa yang pernah diceritakan oleh Abu Hurairah kepada kami. Ia mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Diringankan atas Nabi Daud bacaan kitabnya. Dan dia memerintahkan agar kendaraannya dipelanai, dan dia usai dari bacaan Al-Qur’annya sebelum pelana kendaraannya rampung. Dan dia tidak pernah makan kecuali dari hasil tangannya (sendiri).
Hadis diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara munfarid.
Yang dimaksud dengan Al-Qur’an dalam hadis ini ialah kitab sucinya, yakni kitab Zabur.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui.
Yakni menyangkut keimanan semua makhluk. Dengan kata lain, tidakkah mereka mengetahui dan mengerti:
…bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya.
Karena sesungguhnya tiada suatu hujah pun, tiada pula suatu mukjizat pun yang lebih utama dan lebih fasih serta lebih besar pengaruhnya terhadap jiwa selain dari Al-Qur’an. Seandainya Allah menurunkannya kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Di dalam sebuah hadis sahih di sebutkan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Tiada seorang nabi pun melainkan telah diberi (mukjizat) dari jenis yang dianut oleh manusia di masanya. Dan sesungguhnya apa yang diberikan kepadaku hanyalah wahyu yang diturunkan oleh Allah kepadaku. Maka aku berharap semoga aku adalah salah seorang di antara mereka (para nabi) yang paling banyak pengikutnya.
Dengan kata lain, mukjizat semua nabi hilang dengan meninggalnya nabi yang bersangkutan, sedangkan Al-Qur’an ini adalah hujah yang tetap lestari selamanya. Keajaiban-keajaibannya tidak pernah habis, tidak membosankan, sekalipun banyak diulang, dan para ulama tidak pernah merasa kenyang dari (menggali makna-makna)nya. Al-Qur’an adalah keputusan yang tegas dan bukan hal yang lemah, barang siapa di antara orang yang angkara murka meninggalkannya, pasti Allah akan membinasakannya, dan barang siapa yang mencari petunjuk kepada selain Al-Qur’an, Allah pasti menyesatkannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar’ah, telah menceritakan kepada kami Minjab ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Imarah, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Hissan, dari Atiyyah Al-Aufi. Umar ibnu Hissan mengatakan bahwa ia menanyakan kepada Atiyyah tentang makna ayat berikut:
Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci) yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat diguncangkan., hingga akhir ayat.
Atiyyah menjawab bahwa mereka (orang-orang musyrik Mekah) berkata kepada Nabi Muhammad, “Mengapa engkau tidak menyingkirkan gunung-gunung Mekah ini dari kami sehingga tanahnya menjadi luas, maka kami akan bercocok tanam padanya, atau engkau belahkan bumi bagi kami, sebagaimana Sulaiman membelah angin buat kaumnya, atau engkau hidupkan bagi kami orang-orang yang telah mati, sebagaimana Isa menghidupkan orang-orang mati bagi kaumnya?” Maka Allah menurunkan ayat ini. Umar ibnu Hissan bertanya, “Apakah engkau pernah melihat hadis ini dari salah seorang sahabat Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ?” Atiyyah menjawab, “Ya, dari Abu Sa’id, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ”
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa tiada sesuatu pun dari urusan-urusan itu yang terjadi melainkan berdasarkan apa yang dikehendaki oleh Allah yang pada awalnya tidak akan dilakukan. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Ishaq berikut sanadnya, dari Ibnu Abbas, dan Ibnu Jarir telah meriwayatkannya pula.
Sejumlah ulama Salaf mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui.
Yakni tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui. Ulama lainnya mengartikan ‘tidakkah orang-orang yang beriman itu memahami dengan jelas’.
…bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya.
Lain pula dengan Abul Aliyah. Dia mengartikan bahwa sesungguhnya orang-orang yang beriman telah berputus asa untuk dapat memberi petunjuk, dan sekiranya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada semua manusia.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka.
Yaitu disebabkan pendustaan mereka, malapetaka, dan musibah terus menerus menimpa mereka di dunia ini atau menimpa daerah-daerah yang ada di dekat mereka, agar mereka mengambil pelajaran (Jarinya. Makna ayat ini sama dengan ayat lainnya, yaitu:
Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitar kalian dan Kami telah datangkan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang supaya mereka kembali (bertobat). (Al Ahqaaf:27)
Maka apakah mereka tidak melihat bahwa Kami mendatangi negeri (orang kafir), lalu Kami kurangi luasnya dari segala penjurunya. Maka apakah mereka yang menang? (Al Anbiyaa:44)
Qatadah telah meriwayatkan dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya:
atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka.
Maksudnya, malapetaka atau bencana. Pengertian inilah yang tersiratkan dari makna lahiriah konteks ayat.
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Mas’udi, dari Qatadah, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan orang-orang yang kafir senantiasa ditimpa bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri.
Yang dimaksud dengan Qari’ah ialah sariyyah (pasukan dari musuh). atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka.
…sehingga datanglah janji Allah.
Yang dimaksud dengan janji Allah ialah penaklukan kota Mekah.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
mereka ditimpa oleh bencana disebabkan perbuatan mereka sendiri.
Yaitu azab dari langit yang diturunkan kepada mereka.
…atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka.
Yakni dengan turunnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ di dekat mereka dan mereka diperangi oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Ikrimah telah mengatakan dalam suatu riwayat dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna Qari’ah, bahwa yang dimaksud ialah bencana, mereka (ulama tafsir) semuanya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
sehingga datanglah janji Allah.
Yakni penaklukan kota Mekah. Menurut Al-Hasan Al-Basri, makna yang dimaksud adalah hari kiamat.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.
Artinya, Allah tidak akan menyalahi janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya, bahwa Dia akan menolong mereka dan pengikut-pengikut mereka di dunia dan akhirat nanti.
Karena itu, janganlah sekali-kali kamu mengira Allah akan menyalahi janji-Nya kepada rasul-rasul-Nya, sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi mempunyai pembalasan siksa. (Ibrahim:47)
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman untuk menjelaskan keutamaan al-Qur`an al-Karim atas seluruh kitab yang diturunkan. وَلَوْ أَنَّ قُرْآنًا “Dan sekiranya ada suatu bacaan (kitab suci),” dari kitab-kitab Allah سُيِّرَتْ بِهِ الْجِبَالُ “yang dengan itu gunung-gunung dapat digoncangkan,” dari tempat-tempatnya dan أَوْ قُطِّعَتْ بِهِ الْأَرْضُ “dan bumi jadi terbelah,” menjadi bentuk kebun-kebun dan sungai-sungai, dan أَوْ كُلِّمَ بِهِ الْمَوْتَى “karenanya orang-orang yang sudah mati dapat berbicara,” maka kitab itu tentulah al-Qur`an. بَلْ لِلَّهِ الْأَمْرُ جَمِيعًا “Sebenarnya segala urusan itu adalah kepunyaan Allah,” Dia membawakan ayat-ayat yang dituntut oleh hikmahNya. Mengapa orang-orang yang mendustakan saling mengusulkan ayat-ayat (yang mesti diturunkan)? Apakah mereka dan orang lain mempunyai hak pengaturan? أَفَلَمْ يَيْأَسِ الَّذِينَ آمَنُوا أَنْ لَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لَهَدَى النَّاسَ جَمِيعًا “Maka tidakkah orang-orang yang beriman itu mengetahui bahwa seandainya Allah menghendaki (semua manusia beriman), tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya,” sehingga mereka mengetahui bahwa Allah Mahakuasa untuk memberikan hidayah kepada mereka semua? Akan tetapi Dia tidak menghendakinya. Allah mencurahkan hidayah kepada orang yang dikehendakiNya dan menyesatkan orang yang dikehen-dakiNya. وَلَا يَزَالُ الَّذِينَ كَفَرُوا “dan orang-orang yang kafir senantiasa,” berada dalam kekufuran mereka, tidak sudi mengambil ‘ibrah (pelajaran) dan tidak menyambut nasihat. Allah c akan menuangkan bahaya besar dengan bertubi-tubi yang akan menimpa mereka di kampung-kampung mereka atau muncul di dekatnya, dalam keadaan mereka tetap bersikeras berpegang teguh pada kekufuran, حَتَّى يَأْتِيَ وَعْدُ اللَّهِ “sehingga datanglah janji Allah,” yang mana Allah menjanjikan mereka dengannya, untuk menurunkan siksaan yang berkelanjutan yang tidak mungkin diberhentikan. إِنَّ اللَّهَ لَا يُخْلِفُ الْمِيعَادَ “Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.” Ini merupakan ancaman dan peringatan yang menakutkan bagi mereka, dalam bentuk turunnya sesuatu yang telah Allah janjikan sebagai balasan kekufuran dan penentangan serta tindak kezhaliman mereka.
Dan peringatkanlah orang kafir bahwa sekiranya ada suatu bacaan dalam bentuk kitab suci yang dengan bacaan itu gunung-gunung dapat digoncangkan dari tempatnya semula, atau bumi jadi terbelah dan mengalirkan sungai-sungai, atau orang yang sudah mati kembali hidup dan dapat berbicara’sekiranya Allah menghendaki’maka bacaan itu adalah Al-Qur’an, bukti kerasulan nabi Muhammad. Sebenarnya segala urusan itu adalah milik Allah dan atas kehendak serta kewenangan-Nya. Maka tidakkah orang-orang yang beriman mengetahui bahwa sekiranya Allah menghendaki, tentu Allah memberi petunjuk kepada manusia semuanya sehingga semua beriman tanpa kecuali. Dan orang-orang kafir yang mengingkari Al-Qur’an senantiasa ditimpa bencana, seperti kekalahan melawan kaum mukmin, disebabkan perbuatan buruk mereka sendiri, atau bencana itu terjadi dekat tempat kediaman mereka, sampai akhirnya datang janji Allah berupa kemenangan kaum mukmin dalam penaklukan kota mekah. Sungguh, Allah tidak akan pernah menyalahi janji. Dan ingatlah, wahai nabi Muhammad, bahwa apabila kaummu yang kafir menghina dan memperolok dakwahmu, sesungguhnya beberapa rasul sebelum engkau telah pula diperolok-olokkan oleh kaum mereka yang ingkar. Karena perbuatan buruk itu, maka aku beri tenggang waktu be-berapa lama kepada orang-orang kafir itu untuk bersenang-senang dalam kedurhakaan mereka, kemudian setelah waktu yang telah aku tetapkan tiba, aku binasakan mereka dengan siksa yang sangat pedih. Maka alangkah hebatnya siksaan-ku yang aku timpakan itu!.
Ar-Ra’d Ayat 31 Arab-Latin, Terjemah Arti Ar-Ra’d Ayat 31, Makna Ar-Ra’d Ayat 31, Terjemahan Tafsir Ar-Ra’d Ayat 31, Ar-Ra’d Ayat 31 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Ar-Ra’d Ayat 31
Tafsir Surat Ar-Ra’d Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)