{16} An-Nahl / النحل | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الكهف / Al-Kahfi {18} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Isra الإسراء (Memperjalankan Di Waktu Malam) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 17 Tafsir ayat Ke 33.
وَلَا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ۗ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلَا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ ۖ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُورًا ﴿٣٣﴾
wa lā taqtulun-nafsallatī ḥarramallāhu illā bil-ḥaqq, wa mang qutila maẓlụman fa qad ja’alnā liwaliyyihī sulṭānan fa lā yusrif fil-qatl, innahụ kāna manṣụrā
QS. Al-Isra [17] : 33
Dan janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya), kecuali dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sungguh, Kami telah memberi kekuasaan kepada walinya, tetapi janganlah walinya itu melampaui batas dalam pembunuhan. Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapat pertolongan.
Janganlah membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya, kecuali dengan alasan syar’i, seperti qishash, hukum rajam bagi pezina muhshan (yang sudah pernah menikah), atau hukum bunuh bagi orang yang murtad. Barangsiapa dibunuh dengan tanpa alasan syar’i, maka Kami berikan kepada walinya, yaitu ahli waris atau hakim, alasan untuk menuntut bunuh orang yang membunuhnya atau meminta diyat. Tidak dibenarkan bagi wali korban pembunuhan itu melampaui ketentuan Allah dalam melakukan qishas, seperti membunuh dua orang atau sekelompok orang karena membunuh satu orang, atau mencincang-cincang pembunuh. Sesungguhnya Allah menolong wali korban pembunuhan terhadap pembunuhnya hingga dapat membunuhnya sebagai qishash.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى melarang membunuh jiwa tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat agama, seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahihuin melalui salah satu hadisnya yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda:
Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, terkecuali karena tiga perkara, yaitu membunuh jiwa dibalas dengan jiwa, penzina muhsan, dan orang yang murtad dari agamanya lagi memisahkan diri dari jamaah.
Di dalam kitab Sunan disebutkan sebuah hadis yang mengatakan:
Sesungguhnya lenyaplah dunia ini menurut Allah lebih mudah dari pada membunuh seorang muslim.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya.
Yakni kekuasaan atas si pembunuh, maka ia boleh memilih antara menghukum mati pelakunya atau memaafkannya dengan membayar diat. Dan jika ia menghendaki, boleh memaafkannya secara cuma-cuma tanpa dibebani diat, seperti yang telah disebutkan di dalam sunnah Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Imam yang sangat alim lagi luas ilmunya (yaitu Ibnu Abbas) menyimpulkan dari keumuman makna ayat ini keberkahan Mu’awiyah akan kekuasaan, bahwa Mu’awiyah kelak akan menjadi raja karena dia adalah ahli waris Usman. Sedangkan Khalifah Usman terbunuh secara aniaya.
Pada mulanya Mu’awiyah menuntut kepada Khalifah Ali r.a. agar menyerahkan si pembunuh kepadanya, karena ia akan menghukum qisas pelakunya, mengingat Usman r.a. adalah seorang Umawi. Sedangkan Khalifah Ali menangguh-nangguhkan perkaranya hingga pada akhirnya Ali dapat menangkap orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Khalifah Usman. Kemudian Ali r.a. mengabulkan permintaan Mu’awiyah, tetapi dengan syarat hendaknya Mu’awiyah melepaskan negeri Syam kepada Ali, Mu’awiyah menolak permintaan itu sebelum Ali menyerahkan para pembunuh Usman kepadanya. Dan dalam waktu yang sama Mu’awiyah menolak membaiat Ali dengan didukung oleh penduduk Syam. Lama-kelamaan akhirnya Mu’awiyah berhasil menguasai keadaan dan kekuasaan dipegang olehnya. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas yang ia simpulkan dari makna ayat ini. Pendapat ini termasuk salah satu pendapat yang mengherankan, Imam Tabrani meriwayatkan pendapat ini di dalam kitab Mu’jam-nya.
Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdul Baqi, telah menceritakan kepada kami Abu Umair ibnun Nahhas. telah menceritakan kepada kami Damrah ibnu Rabi’ah, dari ibnu Syauzab, dari Mathar Al-Warraq, dari Zahdam Al-Jurmi yang mengatakan, “Ketika kami bergadang di rumah Ibnu Abbas, Ibnu Abbas berkata bahwa sesungguhnya ia akan menceritakan kepada kami suatu hadis tanpa rahasia dan tanpa terang-terangan. Bahwa setelah terjadi pembunuhan atas lelaki ini (yakni Usman), ia berkata kepada Ali r.a., ‘Turunlah dari jabatanmu. Sekalipun engkau berada di sebuah liang, pastilah Mu’awiyah akan menuntutmu hingga kamu mengundurkan diri.’ Tetapi Ali tidak mau menuruti nasihatnya.” Ibnu Abbas berkata, “Demi Allah, sungguh Mu’awiyah akan mengadakan serangan kepadamu, karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman: ‘Dan barang siapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli warisnya itu melampaui batas dalam membunuh.’ (Al Israa’:33), hingga akhir ayat.” Dan sungguh orang-orang Quraisy akan memperlakukan kamu seperti perlakuan mereka kepada orang-orang Persia dan orang-orang Romawi, dan orang-orang Nasrani, Yahudi, dan Majusi akan memberontak kepadamu. Karena itu, barang siapa di antara kamu pada hari itu bersifat tidak memihak, selamatlah ia. Dan barang siapa yang bersifat memihak, tidak akan selamat. Kalian bersikap memihak, maka nasib kalian akan binasa.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Tetapi janganlah ahli warisnya itu melampaui batas dalam membunuh.
Mereka (ahli tafsir) mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah ‘janganlah pihak ahli waris si terbunuh berlebihan dalam melakukan hukuman qisas terhadap si pembunuhnya, misalnya mencincang si pembunuh atau membunuh orang yang bukan si pembunuh.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.)
Sesungguhnya ahli waris si terbunuh adalah orang yang mendapat pertolongan terhadap si pembunuh menurut hukum syara’, dan mempunyai kekuasaan serta kekuatan hukum yang dapat mengalahkan si pelaku pembunuhan.
(33) Ini mencakup setiap jiwa yang Allah haramkan untuk membunuhnya, baik berupa anak kecil ataupun orang dewasa, pria maupun wanita, orang merdeka ataupun budak belian, baik Muslim maupun kafir yang memiliki perjanjian اِلَّا بِالْحَقِّۗ “kecuali dengan suatu (alasan) yang benar,” seperti orang yang membuNuh ‘alaihissalamiwa lain (tanpa alasan benar), orang yang berbuat zina yang telah menikah, orang yang meninggalkan agama dan berpisah dari jama-ah kaum Muslimin (murtad), serta penjahat saat melangsungkan kejahatannya, yang tidak bisa diatasi kecuali dengan dibunuh. وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُوْمًا “Dan barangsiapa dibunuh secara zhalim,” maksudnya tanpa alasan yang benar, فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهٖ “maka sesungguhnya Kami telah memberi kepada ahli warisnya,” keluarga dan ahli waris yang ter-dekat dengannya سُلْطٰنًا “kekuasaan,” maksudnya alasan kuat untuk menuntut qishash (hukum balas) kepada si pembunuh. Dan Kami juga telah menetapkan kekuasaan berdasarkan takdir baginya untuk melangsungkannya. Hal ini bisa dilakukan tatkala syarat-syarat yang mengharuskan penegakan hukum qishash telah terpenuhi, seperti kesengajaan, permusuhan, dan kesetaraan. فَلَا يُسْرِفْ “Tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas,” maksudnya walinya (jangan melampaui batas) فِّى الْقَتْلِۗ اِنَّهٗ كَانَ مَنْصُوْرًا “dalam membunuh. Se-sungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan,” makna اَلْإِسْرَافُ adalah melampaui batas, baik dengan cara memutilasi jasad pem-bunuh, membunuh dengan cara yang berbeda, atau membunuh selain pelaku.
Dalam ayat ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwasanya pemilik hak qishash adalah wali korban. Maka si pembunuh tidak diqishash kecuali dengan izinnya. Apabila wali korban memaafkan si pembunuh, maka gugurlah hukum qishash. Allah menolong wali korban (untuk menuntut) si pembunuh dan orang yang membantu-nya, hingga wali korban dapat berkesempatan untuk membunuh si pembunuh.
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya, kecuali dengan suatu alasan yang benar, misalnya atas dasar menjatuhkan hukum qisas. Dan barang siapa dibunuh secara zalim, bukan karena sebab yang bersifat syariat, maka sesungguhnya kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, untuk menuntut kisas atau meminta ganti rugi kepada pembunuhnya, atau memaafkannya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh, yakni dalam menuntut membunuh apalagi melakukan pembunuhan dengan main hakim sendiri. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan dari sisi Allah dengan ketetapan hukum-Nya yang adil. Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, yakni mengelolanya atau membelanjakannya kecuali dengan cara yang lebih baik, yang bermanfaat bagi anak yatim itu sampai dia dewasa dan mampu mengelola sendiri hartanya dengan baik, dan penuhilah janji, baik kepada Allah maupun sesama manusia; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya, oleh karena itu janji harus dipenuhi dan ditunaikan dengan sempurna.
Al-Isra Ayat 33 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Isra Ayat 33, Makna Al-Isra Ayat 33, Terjemahan Tafsir Al-Isra Ayat 33, Al-Isra Ayat 33 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Isra Ayat 33
Tafsir Surat Al-Isra Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)