{19} Maryam / مريم | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الأنبياء / Al-Anbiya {21} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Thaha طه (Ta Ha) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 20 Tafsir ayat Ke 40.
إِذْ تَمْشِي أُخْتُكَ فَتَقُولُ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ مَنْ يَكْفُلُهُ ۖ فَرَجَعْنَاكَ إِلَىٰ أُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلَا تَحْزَنَ ۚ وَقَتَلْتَ نَفْسًا فَنَجَّيْنَاكَ مِنَ الْغَمِّ وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا ۚ فَلَبِثْتَ سِنِينَ فِي أَهْلِ مَدْيَنَ ثُمَّ جِئْتَ عَلَىٰ قَدَرٍ يَا مُوسَىٰ ﴿٤٠﴾
iż tamsyī ukhtuka fa taqụlu hal adullukum ‘alā may yakfuluh, fa raja’nāka ilā ummika kai taqarra ‘ainuhā wa lā taḥzan, wa qatalta nafsan fa najjaināka minal-gammi wa fatannāka futụnā, fa labiṡta sinīna fī ahli madyana ṡumma ji`ta ‘alā qadariy yā mụsā
QS. Thaha [20] : 40
(Yaitu) ketika saudara perempuanmu berjalan, lalu dia berkata (kepada keluarga Fir‘aun), ‘Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?’ Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak bersedih hati. Dan engkau pernah membunuh seseorang, lalu Kami selamatkan engkau dari kesulitan (yang besar) dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan (yang berat); lalu engkau tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan, kemudian engkau, wahai Musa, datang menurut waktu yang ditetapkan,
Kami telah anugerahkan kepadamu, ketika saudara perempuanmu berjalan mengikutimu, kemudian ia berkata kepada orang-orang yang mengambilmu: Maukah kalian aku tunjukkan kepada orang yang bisa merawatnya dan menyusuinya untuk kalian? Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, setelah kamu berada di tangan fir’aun, agar hatinya senang karena kamu selamat dari tenggelam dan pembunuhan, serta tidak bersedih atas kehilanganmu. Kamu pernah membunuh laki-laki Qibthi (Mesir) tanpa sengaja membunuhnya, lalu Kami menyelamatkanmu dari kesusahan perbuatanmu dan takut dibunuh. Kami telah mengujimu, lalu kamu keluar dalam keadaan ketakutan ke penduduk Madyan, lalu kamu berdiam di tengah mereka beberapa tahun lamanya. Kemudian, kamu datang dari Madyan pada waktu yang telah Kami tetapkan untuk mengutusmu, yaitu kedatangan yang selaras dengan ketetapan dan kehendak Allah. Urusan itu seluruhnya kepunyaan Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Demikian itu terjadi setelah Musa berada di dalam asuhan keluarga Fir’aun. Maka mereka mencari wanita yang akan menyusuinya, tetapi Musa menolak mereka, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dalam ayat lain melalui firman-Nya:
dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu. (Al Qashash:12)
Maka datanglah saudara perempuannya dan mengatakan kepada keluarga Fir’aun, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahli bait yang akan memeliharanya untuk kalian dan mereka dapat berlaku baik kepadanya? (Al Qashash:12)
Yakni maukah kalian aku tunjukkan seseorang yang mau menyusuinya buat kalian dengan imbalan upah. Lalu saudara perempuan Musa membawa Musa diiringi oleh keluarga Fir’aun ke tempat ibunya. Ibunya menyusuinya dan Musa mau menerima air susu ibunya, sehingga keluarga Fir’aun merasa senang tak terperikan menyaksikan hal tersebut, dan mereka memberi upah imbalannya kepada ibu Musa. Dengan kisah yang berliku-liku ini akhirnya ibu Musa memperoleh kebahagiaan dan ketenangan serta kedudukan yang tinggi di dunia, juga mendapat pahala yang lebih besar dan lebih berlimpah di akhirat. Karena itu, di dalam sebuah hadis disebutkan:
Perumpamaan pekerja yang mengharapkan kebaikan dari kerjanya adalah seperti yang dilakukan oleh ibu Musa. Dia menyusui anaknya dan menerima upahnya.
Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya:
Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita.
karena kehilanganmu.
Dan kamu pernah membunuh seorang manusia.
Yaitu salah seorang bangsa Qibti (Egypt) penduduk negeri Mesir.
…lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan
Kesusahan itu timbul karena dikejar oleh keluarga Fir’aun yang telah bertekad bulat untuk membunuhnya bila menjumpainya. Maka Musa melarikan diri dari kejaran mereka hingga sampailah ia di sebuah mata air Madyan. Lalu berkata kepada Musa seorang lelaki yang saleh, seperti yang diceritakan oleh firman-Nya:
Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim (Al Qashash:25)
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
…dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan.
Imam Abu Abdur Rahman Ahmad ibnu Syu’aib An-Nasai rahimahullah telah mengatakan di dalam kitab tafsir, bagian dari kitab sunnahnya, sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan. (Thaahaa:40) Bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Asbag ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepadaku Sa’id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Abbas pernah ditanya mengenai makna firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى kepada Musa a.s. yang disebutkan dalam ayat berikut: dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan. (Thaahaa:40) Saya menanyakan kepadanya apa yang dimaksud dengan ‘beberapa cobaan’ dalam ayat tersebut? Maka Ibnu Abbas berkata, “Hai Ibnu Jubair, ajukanlah pertanyaanmu itu besok pagi, karena sesungguhnya jawabannya mengandung kisah yang panjang.”
Pada keesokan harinya saya berangkat pagi-pagi kepada Ibnu Abbas untuk menagih apa yang telah dijanjikannya kepada saya mengenai kisah beberapa fitnah tersebut. Ibnu Abbas menjawab, bahwa Fir’aun dan orang-orang yang berada dalam majelis musyawarahnya memperbincangkan tentang janji Nabi Ibrahim a.s. yang telah menjanjikan bahwa di kalangan keturunannya kelak akan ada yang menjadi raja diraja.
Sebagian dari mereka mengatakan bahwa sesungguhnya orang-orang Bani Israil sedang menunggu-nunggu berita itu yang tidak mereka ragukan lagi. Pada mulanya mereka menduga bahwa Yusuf ibnu Ya’qublah orang yang dijanjikannya itu. Tetapi setelah Yusuf mati, mereka mengatakan, “Bukan orang ini yang telah dijanjikan oleh Ibrahim a.s.”
Fir’aun berkata, “Kalau demikian, bagaimanakah menurut pendapat kalian?” Maka mereka sepakat untuk membuat makar, yaitu mereka mengutus beberapa orang lelaki yang membawa golok untuk menyembelih. Para lelaki itu ditugaskan untuk berkeliling memeriksa kaum Bani Israil. Maka tidak sekali-kali mereka menjumpai bayi yang baru dilahirkan, melainkan bayi itu mereka sembelih jika laki-laki. Demikianlah bunyi instruksi hasil musyawarah mereka, dan para lelaki yang bertugas untuk itu harus mengerjakannya
Setelah hal itu berjalan dan mereka melihat bahwa orang-orang dewasa Bani Israil banyak yang mati karena ajalnya telah tiba, sedangkan bayi-bayi mereka disembelih, maka mereka berkata, “Kaum Bani Israil, hampir saja kalian tumpas habis sehingga akibatnya kalian sendirilah yang menangani pekerjaan yang biasa mereka tangani sebagai pelayan kalian. Maka sebaiknya bunuhlah bayi-bayi lelaki mereka selama satu tahun dan biarkanlah anak-anak perempuan mereka hidup, kemudian biarkanlah bayi-bayi lelaki mereka hidup pada tahun berikutnya. Janganlah seseorang dari mereka kalian bunuh, karena mereka kelak akan menjadi pengganti dari orang-orang dewasa mereka yang telah mati bila mereka telah tumbuh dewasa. Dengan cara ini jumlah populasi mereka dapat ditekan dan tidak terlalu banyak, dan keberadaan mereka masih tetap dapat dipertahankan, walaupun banyak dari kalangan mereka yang kalian bunuh, kalian memerlukan mereka di masa mendatang.”
Fir’aun dan ahli musyawarah telah sepakat dengan keputusan itu. Dan di tahun mereka tidak melakukan Penyembelihan terhadap bayi-bayi lelaki Bani Israil, bertepatan dengan itu Harun dikandung oleh ibunya dan lahir di tahun itu secara terang-terangan dalam keadaan aman.
Akan tetapi, pada tahun berikutnya ibu Harun mengandung Musa. Maka hati ibu Musa dilanda oleh kesusahan dan kesedihan disebabkan adanya cobaan (fitnah) tersebut terhadap kandungannya. Hai Ibnu Jubair, itulah yang dimaksud dengan cobaan itu, yakni di saat ibu Musa sedang mengandung Musa.
Maka Allah menurunkan wahyu kepada ibu Musa, “Janganlah kamu takut, janganlah pula bersedih hati, sesungguhnya Kami akan mengembalikan Musa kepadamu dan akan menjadikannya salah seorang dari para utusan.”
Dan Allah memerintahkan kepada ibu Musa bahwa bila ia melahirkan Musa, hendaklah Musa dimasukkan ke dalam peti, lalu dihanyutkan di Sungai Nil. Setelah ibu Musa melahirkannya, ia melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى kepadanya (yaitu memasukkan Musa ke dalam sebuah peti dan menghanyutkannya ke Sungai Nil).
Setelah anaknya lenyap dari pandangan matanya, setan datang dan membisikkan ke dalam hatinya godaan sehingga ibu Musaherkata kepada dirinya sendiri (menyesali perbuatannya), “Apa yang telah kulakukan terhadap anakku? Seandainya ia disembelih di hadapanku, lalu aku mengafani dan menguburkannya, tentulah hal itu lebih baik daripada melemparkannya ke Sungai Nil untuk makanan ikan-ikannya.”
Arus Sungai Nil membawa peti itu ke pinggiran sungai tempat pelayan (dayang-dayang) istri Fir’aun mengambil air minum. Ketika para dayang melihat peti itu, maka mereka memungutnya, dan ketika mereka hendak membuka peti itu, sebagian di antara mereka berkata, “Sesungguhnya di dalam peti ini pasti terdapat harta karun, dan sesungguhnya jika kita membukanya, niscaya istri Fir’aun tidak akan percaya dengan apa yang kita temukan di dalamnya.”
Maka mereka membawa peti itu dalam keadaan seperti apa adanya sewaktu mereka menemukannya tanpa mengeluarkan sesuatu pun dari dalamnya, lalu mereka menyerahkan peti itu kepada istri Fir’aun. Ketika istri Fir’aun membukanya, ia terkejut karena di dalamnya terdapat seorang bayi lelaki yang mungil. Maka Allah melimpahkan rasa kasih sayang kepada Musa di dalam hati istri Fir’aun yang belum pernah dialaminya sebelum itu.
Lain halnya dengan ibunya Musa, saat itu hatinya kosong dan lupa segala-gala kecuali hanya mengingat Musa. Ketika orang-orang Fir’aun yang ditugaskan untuk menyembelih setiap bayi lelaki Bani Israil mendengar berita penemuan bayi tersebut, maka mereka datang dengan membawa pisau penyembelihannya kepada istri Fir’aun untuk menyembelih bayi itu.
Hai Ibnu Jubair, itulah yang dinamakan fitnah (cobaan) dalam ayat ini. Kemudian istri Fir’aun berkata kepada mereka, “Biarkanlah dia, karena sesungguhnya bayi yang satu ini tidak dapat memberikan nilai tambah apa pun terhadap kaum Bani Israil. Aku akan datang menghadap kepada Fir’aun, lalu.aku akan meminta grasi kepadanya. Jika dia memberikan grasi kepada bayi ini demi aku, lebih baik bagi kalian dan kalian telah menunaikan tugas dengan baik. Dan jika dia memerintahkan agar bayi ini disembelih, saya tidak mencela kalian.”
Istri Fir’aun datang menghadap kepada Fir’aun dan berkata kepadanya, “Bayi ini adalah penyejuk hatiku dan juga hatimu.” Fir’aun berkata, “Silakan bayi itu untukmu, tetapi aku tidak memerlukannya.”
Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
Demi Tuhan yang disebut nama-Nya dalam sumpah, seandainya Fir’aun mengakui bahwa Musa adalah buah hatinya juga, sama dengan apa yang diakui oleh istrinya, tentulah Allah akan memberinya hidayah sebagaimana hidayah yang diterima oleh istrinya, tetapi Fir’aun diharamkan untuk menerimanya.
Kemudian istri Fir’aun mengundang semua wanita yang terdekat dengannya dengan maksud mencari wanita yang cocok untuk menyusui Musa. Tetapi setiap Musa diambil oleh seseorang dari mereka untuk disusuinya, Musa menolak air susunya. Hal ini membuat istri Fir’aun merasa khawatir bila Musa sama sekali tidak mau minum air susu yang berakhir dengan kematiannya. Istri Fir’aun merasa sedih karenanya, lalu ia keluar dengan membawa Musa ke pasar dan tempat orang-orang ramai dengan tujuan untuk mencari wanita yang mau menyusuinya dan Musa mau kepada air susunya, tetapi Musa tetap tidak mau juga.
Dalam waktu yang sama ibu Musa dicekam oleh rasa sedih dan kekhawatiran, lalu ia berkata kepada saudara perempuan Musa (Maryam), “Telusurilah jejaknya dan carilah berita tentangnya, apakah ia masih hidup ataukah telah dimakan oleh binatang buas?” Saat itu ibu Musa lupa akan janji Allah kepadanya tentang Musa.
Saudara perempuan Musa melihat Musa dari kejauhan, sedangkan mereka yang membawa Musa tidak menyadarinya. Ia menelitinya dari kejauhan dan ternyata bayi tersebut adalah saudaranya (Musa), maka ia sangat gembira dapat menemukannya kembali bertepatan dengan kesulitan mereka dalam mencari ibu persusuan buat Musa. Lalu ia berkata, “Maukah kalian aku tunjukkan kepada suatu ahli bait yang dapat memelihara bayi ini bagi kalian, dan ahli bait itu sangat sayang kepadanya?”
Maka mereka menangkap saudara perempuan Musa dan berkata kepadanya, “Apakah yang menyebabkan kamu tahu bahwa ahli bait itu sayang kepadanya, apakah kamu mengenalnya?” Mereka merasa ragu dengan pernyataan saudara perempuan Musa itu. Ibnu Abbas berkata, “Hai Ibnu Jubair, kejadian ini termasuk dari cobaan tersebut.”
Saudara perempuan Musa berkata, “Ahli bait itu pasti sayang kepada bayi ini karena mereka mengharapkan agar dapat menjadi orang yang terdekat dengan raja dan berharap mendapat imbalannya dari raja.” Mendengar alasannya yang tepat itu, maka mereka melepaskannya. Lalu saudara perempuan Musa pulang menemui ibunya dan menceritakan berita itu kepadanya. Kemudian ibunya datang, dan ketika Musa diletakkan dipangkuannya, maka Musa langsung menetek padanya dan menyedot air susunya sehingga perutnya penuh dan kenyang.
Kemudian pergilah seorang pembawa berita gembira, melapor kepada istri Fir’aun bahwa telah diketemukan ibu yang mau menyusui Musa, anak angkatnya itu. Kemudian istri Fir’aun mengirimkan utusan agar menjemput wanita itu dan Musa. Setelah ia melihat apa yang dilakukan oleh Musa kepada ibu yang menyusuinya, yakni Musa mau menerimanya sebagai ibu persusuannya, maka istri Fir’aun berkata kepada wanita itu (yang sebenarnya adalah ibu Musa sendiri), “Tinggallah kamu di istanaku untuk menyusui anakku ini, karena sesungguhnya tiada sesuatu pun yang lebih aku cintai selain dari anakku ini.”
Ibu Musa menjawab, “Saya tidak dapat meninggalkan rumah saya lama-lama karena saya masih mempunyai anak kecil. Saya merasa khawatir bila anak saya merasa kehilangan ibunya. Makajika Tuan suka menyerahkan bayi ini kepada saya untuk saya bawa ke rumah, saya sangat berterima kasih sekali dan saya akan berusaha sekuat tenaga untuk memperlakukannya dengan perlakuan yang terbaik. Sesungguhnya saya tidak dapat meninggalkan rumah dan anak-anak saya.”
Ibu Musa teringat akan janji Allah kepadanya tentang Musa, saat itu istri Fir’aun tidak mempunyai pilihan lagi kecuali menuruti kehendaknya. Ibu Musa merasa yakin bahwa Allah pasti akan memenuhi janji-Nya. Akhirnya pada hari itu juga ia pulang ke rumahnya dengan membawa Musa. Kemudian Allah membuat Musa tumbuh dengan pertumbuhan yang baik, dan Allah memeliharanya karena keputusan yang telah ditetapkannya tentang Musa.
Di masa itu kaum Bani Israil masih tetap hidup dalam penindasan dan kekejaman orang-orang Fir’aun.
Setelah Musa tumbuh besar, istri Fir’aun berkata kepada ibu Musa, “Bawalah anakku kepadaku.” Maka ibu Musa menjanjikan kepadanya suatu hari di mana ia akan berkunjung ke istana dengan membawa Musa menghadap kepada istri Fir’aun.
Istri Fir’aun berkata kepada kasir istana, istri Fir’aun yang lainnya, dan semua hulubalang istana, “Jangan ada seorang pun di antara kalian kecuali ia harus menyambut anakku dengan membawa hadiah sebagai penghormatan kepadanya pada hari ini. Untuk mengecek kebenarannya aku akan mengutus mata-mata untuk meneliti apakah tiap orang dari kalian benar-benar melakukan perintahku ini.”
Akhirnya hadiah dan bingkisan-bingkisan terus mengalir menyambut kedatangan Musa sejak Musa keluar dari rumah ibunya sampai masuk ke istana istri Fir’aun.
Setelah Musa masuk ke dalam istana istri Fir’aun, istri Fir’aun menghormati dan memuliakannya serta menyambutnya dengan gembira dan memberikan hadiah yang berlimpah kepada ibu Musa sebagai imbalan dari jasanya yang telah merawat dan memelihara Musa dengan baik. Kemudian istri Fir’aun berkata, “Sesungguhnya aku benar-benar akan membawa Musa menghadap kepada Fir’aun, agar dia memberinya hadiah dan penghormatan (kedudukan).”
Setelah Musa dibawa ke istana Fir’aun, Fir’aun mendudukkan Musa di pangkuannya, tetapi Musa menarik jenggot Fir’aun dan menjulurkannya sampai ke tanah. Maka tukang tenung Fir’aun dari kalangan musuh-musuh Allah berkata kepada Fir’aun, “Tidakkah engkau melihat apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Ibrahim, bahwa sesungguhnya dari keturunannya kelak akan lahir seseorang yang bakal mewarisi kerajaanmu dan mengalahkanmu serta menjatuhkanmu?”
Maka Fir’aun mengundang orang-orang yang ditugaskan untuk menyembelih anak-anak (Bani Israil). Ibnu Abbas mengatakan, “Hai Ibnu Jubair, peristiwa itu merupakan sebagian dari fitnah (cobaan) sesudah semua cobaan yang ditimpakan kepada Musa.”
Tetapi istri Fir’aun datang dan mencegah seraya berkata, “Apakah yang akan engkau lakukan terhadap anak kecil yang telah engkau berikan kepadaku ini?” Fir’aun menjawab, “Tidakkah kamu melihat bahwa dia mengira dirinya dapat menjatuhkanku dan mengalahkanku?” Istri Fir’aun berkata, “Sekarang adakanlah ujian agar duduk perkaranya menjadi jelas dan terang antara aku dan engkau sehubungan dengan anak ini. Datangkanlah dua butir bara api dan dua butir mutiara, lalu sajikanlah di hadapan anak ini. Jika anak ini ternyata mengambil dua buah mutiara dan tidak mengambil dua butir bara api, berarti anak ini telah mengerti. Dan jika anak ini mengambil dua butir bara api dan tidak mengambil dua butir mutiara, maka ketahuilah bahwa tiada seorang pun yang berakal (mengerti) akan memilih dua butir bara api dan mengesampingkan dua butir mutiara.”
Kemudian disajikan di hadapan Musa —yang saat itu masih anak-anak—dua butir bara api dan dua butir mutiara. Ternyata Musa mengambil dua butir bara api. Maka Fir’aun menarik tangan Musa dari bara api itu karena khawatir tangan Musa akan terbakar, dan pada saat itu juga istri Fir’aun berkata, “Tidakkah kamu saksikan sendiri?”
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى memalingkan Musa dari bahaya dan menyelamatkannya dari ujian tersebut, padahal Fir’aun telah berniat jahat terhadapnya, dan Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya terhadap Musa.
Setelah Musa tumbuh dewasa dan menjadi seorang lelaki, maka tidak ada seorang pun dari kalangan keluarga Fir’aun bila bersamanya berani melakukan perbuatan aniaya atau menghina seseorang dari kalangan kaum Bani Israil, mereka sangat segan dan tidak berani berbuat sembarangan dengan keberadaan Musa.
Ketika Musa a.s. sedang berjalan sendirian di salah satu bagian kota Mesir, tiba-tiba ia bersua dengan dua orang lelaki yang sedang bertengkar dengan serunya, salah seorangnya adalah orangnya Fir’aun (yakni bangsa Qibti), sedangkan yang lainnya adalah seorang dari Bani Israil.
Kemudian orang Bani Israil itu meminta tolong kepada Musa dalam menghadapi orang Qibti, Musa menjadi marah ketika orang Qibti itu memaki-maki dirinya karena orang Qibti itu mengetahui bahwa Musa dihormati oleh Bani Israil dan selalu berpihak kepada mereka. Tiada seorang pun dari bangsa Qibti yang mengetahui hakikat Musa —mereka hanya mengetahui bahwa kaitan Musa dengan Bani Israil hanyalah kaitan persusuan— kecuali ibu Musa yang mengetahui hakikat sesungguhnya, bahwa Musa adalah anaknya sendiri. Juga terkecuali Musa sendiri, karena Allah telah memberitahukan hal itu kepadanya yang tidak diketahui oleh orang lain. Maka Musa langsung memukul orang Qibti itu dan pukulan itu mematikannya. Kejadian itu tidak ada seorang pun yang melihatnya selain Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan orang Bani Israil itu.
Setelah membunuh orang Qibti itu Musa menyesali perbuatannya dan berkata, “Ini adalah perbuatan setan, sesungguhnya setan itu adalah musuh yang jelas-jelas menyesatkan (manusia).” Kemudian Musa berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya:
Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, karena itu ampunilah aku. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al Qashash:16)
Karena itu, Musa dirundung oleh rasa takut di kota itu seraya melihat perkembangannya dengan penuh rasa khawatir (akibat perbuatan yang telah dilakukannya kemarin). Lalu Musa datang menghadap kepada Fir’aun, saat itu dilaporkan kepada Fir’aun bahwa sesungguhnya orang Bani Israil telah membunuh seorang lelaki dari kalangan pengikut Fir’aun. Si pelapor mengatakan, “Kami menuntut keadilan, belalah hak kami, janganlah engkau memberikan ampunan kepada mereka.” Fir’aun berkata, “Carilah pembunuhnya dan hadapkanlah kepadaku berikut dengan saksi yang melihat kejadian itu.” Karena sesungguhnya seorang raja itu tidaklah adil bila menghukum seseorang tanpa bukti dan tanpa saksi, sekalipun orang yang teraniaya adalah dari kalangan orang yang terdekat dengan raja. Selanjutnya Fir’aun mengatakan, “Selidikilah dahulu kejadiannya. Bila telah jelas, maka aku akan membalas pelakunya dengan hukuman yang setimpal demi kalian’
Ketika mereka sedang berkeliling melakukan penyelidikan kasus tersebut dan masih belum menemukan suatu bukti pun, tiba-tiba keesokan harinya Musa melihat orang Bani Israil yang kemarin sedang berkelahi pula dengan seseorang dari kalangan pendukung Fir’aun. Kemudian orang Bani Israil itu kembali meminta tolong kepada Musa agar membantunya untuk melawan orang Qibti tersebut.
Musa yang saat itu masih menyesali perbuatannya kemarin merasa benci melihat kejadian tersebut. Orang Bani Israil itu menjadi marah ketika ia melihat Musa diam saja, saat itu ia hendak memukul orang Qibti yang menjadi lawannya. Musa mengingatkan orang Bani Israil itu akan kejadian kemarin dan berkata kepadanya, ”Sesungguhnya kamu ini adalah orang yang benar-benar sesat.”
Setelah mendengar Musa berkata demikian, orang Bani Israil itu memandangnya, dan ia melihat Musa merah padam mukanya seperti kemarahannya kemarin yang mengakibatkan terbunuhnya pengikut Fir’aun. Maka orang Bani Israil itu menjadi takut, ia merasa khawatir bahwa kemarahan Musa yang sekarang ini ditujukan kepada dirinya, bukan kepada pengikut Fir’aun yang menjadi lawannya sekarang. Maka ia berkata kepada Musa, “Hai Musa, apakah kamu hendak membunuhku, sebagaimana kamu telah membunuh seseorang kemarin?”
Orang Bani Israil itu tidak sekali-kali mengatakan demikian kepada Musa, melainkan karena ia merasa takut bahwa kemarahan Musa kali ini ditujukan kepada dirinya dan Musa hendak membunuhnya. Akhirnya orang Bani Israil itu mengalah dan tidak melanjutkan pertengkarannya dengan orang Qibti, pengikut Fir’aun tersebut?”
Pengikut Fir’aun itu pergi, lalu ia menceritakan kepada kaumnya apa yang telah dikatakan oleh bekas lawannya yang dari kalangan Bani Israil itu. Yaitu perkataannya yang berbunyi, “Hai Musa, apakah kamu hendak membunuhku seperti kamu membunuh seseorang kemarin?”
Maka Fir’aun mengirimkan para algojonya untuk membunuh Musa, lalu utusan Fir’aun ini mulai melakukan pencarian terhadap Musa dengan langkah-langkah yang tenang karena mereka merasa yakin bahwa Musa tidak akan dapat melarikan diri dari kejarannya. Mereka melakukan pengejaran dengan mengambil jalan-jalan besar.
Seorang lelaki dari golongan Musa datang dengan langkah yang tergesa-gesa dari ujung kota menemui Musa dengan memakai jalan pintas yang lebih dekat, sehingga ia dapat mendahului orang-orang Fir’aun yang sedang melakukan pengejaran terhadap Musa. Lalu lelaki itu menceritakan hal tersebut kepada Musa. Ibnu Abbas berkata kepada Sa’id ibnu Jubair, “Hai ibnu Jubair, peristiwa ini termasuk di antara cobaan tersebut.”
Musa segera melarikan diri menuju ke arah negeri Madyan, padahal sebelum itu Musa tidak mengenal jalan menuju ke arah tersebut, ia hanya berbekal baik prasangkanya kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan tekadnya yang bulat.
Allah berfirman kepada Musa, bahwa sesungguhnya dia akan bermukim di tengah-tengah penduduk Madyan setelah melarikan diri dari kejaran Fir’aun dan para pembantunya. Selama itu ia menggembalakan ternak mertuanya sehingga masa kerjanya habis dan kontrak kerjanya selesai.
Kemudian Musa datang sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh takdir dan kehendak Allah tanpa ada perjanjian terlebih dahulu, segala sesuatu itu berjalan atas kehendak Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Dialah Yang Mengatur dan Menjalankan urusan hamba-hamba-Nya dan hal ikhwal makhluk-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya. Untuk itulah disebutkan oleh firman-Nya:
kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan, hai Musa. (Thaahaa:40)
Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud ialah menurut janji yang ditetapkan.
Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma’mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan, hai Musa. (Thaahaa:40) Bahwa makna yang dimaksud ialah sesuai dengan waktu penetapan pengangkatan kerasulan dan kenabian.
Di antara bukti baiknya pengaturan Allah, adalah bahwa Musa ketika terjatuh di tangan musuhnya, maka ibu beliau sangat mengalami kegundahan. Hatinya kosong. Hampir saja berbicara tentangnya, seandainya Allah tidak meneguhkan sang ibu dan memantapkan hatinya.
Dalam kondisi ini, Allah menghalanghalangi wanita-wanita yang ingin menyusui Musa. Ia tidak mau menerima susuan wanita mana pun, supaya tempat kembalinya adalah ibunya (sendiri) sehingga dia bisa menyusuinya. Ia pun berada di sisi sang ibu, hingga (ibunya) menjadi tenang, tentram dan suka cita. Mereka mulai menawarkan beberapa wanita yang ingin menyusui Musa. Akan tetapi dia tidak mau menerima (susuan) satu tetek pun. Kemudian saudara perempuan Musa datang menawarkan, هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَنْ يَكْفُلُهُ “Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya,” kepada sebuah keluarga yang akan menanganinya untuk menggantikan kalian, mereka sungguh-sungguh akan memperhatikannya. فَرَجَعْنَاكَ إِلَى أُمِّكَ كَيْ تَقَرَّ عَيْنُهَا وَلا تَحْزَنَ وَقَتَلْتَ نَفْسًا “Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia,” yaitu orang Qibthi. Ketika beliau memasuki perkotaan pada waktu orang-orang terlena, beliau menjumpai dua orang lelaki bertikai. Salah satunya berasal dari sukunya. Sementara itu, yang lain berasal dari suku yang memusuhi, suku Qibthi, maka lelaki yang berasal dari kaumnya meminta pertolongan untuk menghadapi lawannya. Musa memukulnya, dan seketika itu langsung menewaskannya. Beliau berdoa kepada Allah dan memohon ampunan (dari tindakan tadi). Maka Allah mengampuninya. Setelah itu, beliau melarikan diri, tatkala menerima berita bahwa orang-orang mencarinya untuk membunuhnya.
فَنَجَّيْنَاكَ مِنَ الْغَمِّ “Kami selamatkan kamu dari kesusahan,” dari hukuman dosa dan pembunuhan. وَفَتَنَّاكَ فُتُونًا “Dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan,” Kami telah menguji dan menderamu dengan musibah. Lalu Kami melihatmu dalam keadaan istiqamah (konsisten) di seluruh keadaan. Atau Kami telah memindah-mindahkan dirimu dalam seluruh kondisi dan tahapan hidup sampai engkau meraih keberhasilan. فَلَبِثْتَ سِنِينَ فِي أَهْلِ مَدْيَنَ “Maka kamu tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan,” saat melarikan diri dari kejaran Fir’aun dan pasukannya, yang berupaya membunuhmu. Setelah itu, engkau berjalan menuju Madyan dan sampai ke tempat itu dan menikah (dengan wanita) di sana. Engkau menetap di sana selama sepuluh tahun atau delapan tahun.
ثُمَّ جِئْتَ عَلَى قَدَرٍ يَا مُوسَى “Kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan hai Musa,” maksudnya kemudian engkau tiba dengan kedatangan yang bukan kebetulan terjadi, tanpa disengaja atau pengaturan (dari Kami). Bahkan kehadiranmu itu bermula dari ketentuan takdir dan kelembutan Kami. Hal ini menunjukkan kesempurnaan perhatian Allah terhadap KalimNya (orang yang diajak bicara secara langsung), Musa ‘alaihissalam.
Wahai nabi musa, ingatlah ketika saudara perempuanmu berjalan di sekitar istana tempat engkau berada setelah dipungut dari sungai, untuk mencari berita tentang dirimu. Ketika ia tahu engkau enggan menyusu, lalu dia berkata kepada keluarga fir’aun, ‘bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan menyusui dan memeliharanya” mereka setuju, lalu saudaramu mengajak ibumu untuk menyusuimu. Maka, kami mengembalikanmu kepada ibumu agar senang hatinya karena dapat memeliharamu dan tidak bersedih hati karena jauh darimu. Dan ingatlah wahai nabi musa pada anugerah kami yang lain, yaitu ketika engkau setelah menginjak dewasa pernah membunuh seseorang dari penduduk mesir, lalu kami selamatkan engkau dari kesulitan yang menimpamu akibat pembunuhan itu. Kami keluarkan engkau dari mesir dan kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan yang berat di tempat tinggalmu yang baru. Dengan rahmat kami engkau berhasil mengatasinya, lalu engkau tinggal beberapa tahun di antara penduduk madyan dan menjadi menantu nabi syuaib. Kemudian saat ini engkau, wahai nabi musa, datang ke tempat ini menurut waktu yang telah ditetapkan oleh Allah. 41. Dan ketahuilah, wahai nabi musa, sungguh aku telah memilihmu, memeliharamu, dan mempersiapkanmu untuk diri-ku. Aku jadikan engkau nabi dan rasul-ku untuk menyampaikan risalah-ku kepada umatmu. ‘.
Thaha Ayat 40 Arab-Latin, Terjemah Arti Thaha Ayat 40, Makna Thaha Ayat 40, Terjemahan Tafsir Thaha Ayat 40, Thaha Ayat 40 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Thaha Ayat 40
Tafsir Surat Thaha Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)