{19} Maryam / مريم | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الأنبياء / Al-Anbiya {21} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Thaha طه (Ta Ha) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 20 Tafsir ayat Ke 124.
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ ﴿١٢٤﴾
wa man a’raḍa ‘an żikrī fa inna lahụ ma’īsyatan ḍangkaw wa naḥsyuruhụ yaumal-qiyāmati a’mā
QS. Thaha [20] : 124
Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta.”
Sebaliknya barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku yang Aku peringatkan kepadanya, maka dalam kehidupan dunia ini, ia mendapat penghidupan yang sempit lagi berat (meskipun secara lahiriahnya ia adalah orang yang berkelebihan dan berkelapangan), kuburnya disempitkan dan diazab di dalamnya. Dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta, tidak bias melihat sesuatu dan tidak bias melihat hujjah.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku.
Yaitu menentang perintah-Ku dan menentang apa yang Kuturunkan kepada rasul-rasul-Ku, lalu ia berpaling darinya dan melupakannya serta mengambil petunjuk dari selainnya.
maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.
Yakni kehidupan yang sempit di dunia. Maka tiada ketenangan baginya dan dadanya tidak lapang, bahkan selalu sempit dan sesak karena kesesatannya, walaupun pada lahiriahnya ia hidup mewah dan memakai pakaian apa saja yang disukainya, memakan makanan apa saja yang disukainya, dan bertempat tinggal di rumah yang disukainya. Sekalipun hidup dengan semua kemewahan itu, pada hakikatnya hatinya tidak mempunyai keyakinan yang mantap dan tidak mempunyai pegangan petunjuk, bahkan hatinya selalu khawatir, bingung, dan ragu. Dia terus-menerus tenggelam di dalam keragu-raguannya. Hal inilah yang dimaksudkan dengan penghidupan yang sempit.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.
Yaitu kesengsaraan.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.
Segala sesuatu yang Aku berikan kepada seorang hamba, sedikit atau banyak, ia tidak bertakwa kepada-Ku karenanya, maka tiada kebaikan pada sesuatu itu, inilah yang dimaksud dengan kehidupan yang sempit.
Ibnu Abbas mengatakan pula bahwa sesungguhnya bila ada suatu kaum yang sesat, mereka berpaling dari kebenaran, padahal kehidupan mereka makmur dan mudah lagi bersikap sombong, maka itulah yang dinamakan kehidupan yang sempit. Dikatakan demikian karena mereka memandang bahwa tidaklah Allah menentang prinsip kehidupan mereka yang berburuk sangka kepada Allah dan mendustakan-Nya. Apabila seorang hamba mendustakan Allah dan berburuk sangka terhadap-Nya serta tidak percaya kepada-Nya, maka kehidupannya menjadi keras, dan kehidupan yang keras inilah yang dimaksud dengan kehidupan yang sempit dalam ayat ini.
Ad-Dahhak mengatakan, kehidupan yang sempit ialah pekerjaan yang buruk dan rezeki yang kotor. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah dan Malik ibnu Dinar.
Sufyan ibnu Uyaynah telah meriwayatkan dari Abu Hazim, dari Abu Salamah, dari Abu Sa’id sehubungan dengan makna firman-Nya:
kehidupan yang sempit.
Bahwa kuburannya menjepitnya (mengimpitnya) sehingga tulang-tulang iganya berantakan (bila ia telah mati nanti). Abu Hatim Ar-Razi mengatakan bahwa An-Nu’man ibnu Abu Iyasy nama julukannya adalah Abu Salamah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar’ah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Lahi’ah, dari Darij, dari Abul Haisam, dari Abu Sa’id yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya: maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit. (Thaahaa:124) Bahwa makna yang dimaksud ialah kuburan mengimpitnya.
Predikat mauquf hadis ini lebih dibenarkan (daripada predikat marfu -nya).
Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya Al-Azdi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Sa’d, dari Sa’id ibnu Abu Hilal, dari Ibnu Hujairah, dari Abu Hurairah, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sehubungan dengan makna firman-Nya:
maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.
Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Penghidupan yang sempit yang disebutkan oleh Allah ialah Dia menguasakan si orang kafir kepada sembilan puluh sembilan ular, yang semuanya menggerogoti dagingnya sampai hari kiamat terjadi.
Al-Bazzar mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abu Zar’ah, telah menceritakan kepada kami Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sehubungan dengan makna firman-Nya:
maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.
Bahwa yang dimaksud ialah azab kubur. Sanad hadis berpredikat jayyid.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.
Menurut Mujahid, Abu Saleh, dan As-Saddi, makna yang dimaksud ialah bahwa orang yang bersangkutan tidak mempunyai alasan kelak di hari kiamat untuk membela dirinya. Ikrimah mengatakan bahwa orang kafir dibutakan matanya dari segala sesuatu, kecuali neraka Jahanam. Dapat pula ditakwilkan bahwa makna yang dimaksud ialah orang kafir dibangkitkan atau digiring ke neraka dalam keadaan buta penglihatan, juga buta hatinya. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu, dan pekak. Tempat kediaman mereka adalah neraka Jahanam. (Al Israa’:97), hingga akhir ayat.
Tafsir Ayat:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي “Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu,” yaitu dari kitabKu yang menjadi sumber pengingat seluruh cita-cita yang tinggi, membiarkannya dengan cara berpaling darinya atau dengan sikap lebih parah dari itu, dengan cara mengingkari atau mengkufurinya, فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا “maka sesungguhnya dia mendapatkan penghidupan yang sempit,” maksudnya sesungguhnya balasannya adalah Kami menjadikan penghidupannya sempit lagi susah. Dan tidaklah hal itu melainkan suatu siksaan. Penghidupan yang sempit juga ditafsirkan dengan siksa kubur. Kuburnya akan dipersempit, terkepung di dalamnya, dan tersiksa sebagai balasan atas sikapnya berpaling dari peringatan Rabbnya. Ini salah satu dalil dari ayat yang menunjukkan keberadaan siksa kubur.
Ayat kedua, Firman Allah,
وَلَوْ تَرَى إِذِ الظَّالِمُونَ فِي غَمَرَاتِ الْمَوْتِ وَالْمَلائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ
“Sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya.” (QS. Al-An’am: 93).
Ayat ketiga, FirmanNya,
وَلَنُذِيقَنَّهُمْ مِنَ الْعَذَابِ الأدْنَى دُونَ الْعَذَابِ الأكْبَرِ
“Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azab yang dekat (di dunia) sebelum azab yang lebih besar (di akhirat).” (QS. As-Sajdah: 21).
Ayat keempat, FirmanNya tentang kelompok Fir’aun,
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا
“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.” (QS. Al-Mu`min: 46).
Menurut ulama Salaf yang menafsirkannya dengan siksa kubur saja dan membatasinya pada point itu semata -wallahu a’lam- bagian yang menentukan adalah penghujung ayat ini, dan bahwa Allah menyebutkan siksa Hari Kiamat di akhir ayat.
Sebagian ahli tafsir memandang bahwa penghidupan yang sempit itu bersifat umum di dunia ini saja, semisal kesedihan, kegetiran dan hal-hal yang menyakitkan yang menimpa orang yang berpaling dari peringatan Rabbnya, yang merupakan siksaan yang disegerakan (di dunia ini), di alam Barzakh, dan di akhirat, lantaran lafazhnya mutlak tanpa diikat (dengan sesuatu pun). وَنَحْشُرُهُ “Dan Kami akan menghimpunkannya,” orang yang berpaling dari peringatan Rabbnya يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى “pada Hari Kiamat dalam keadaan buta,” maksudnya buta indera matanya menurut pendapat yang shahih. Seperti Firman Allah جَلَّ جَلالُهُ,
وَنَحْشُرُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى وُجُوهِهِمْ عُمْيًا وَبُكْمًا وَصُمًّا
“Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada Hari Kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu, dan tuli.” (QS. Al-Isra`: 97).
124. Pada ayat ini Allah memberi peringatan dan ancaman bagi mereka yang berpaling dari petunjuk-Nya. Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-ku dan enggan mengikuti petunjuk-ku, maka sungguh dia akan mendapat balasan dengan menjalani kehidupan yang sempit sehingga selalu merasa kurang meski sudah memperoleh banyak rezeki di dunia, dan kami akan mengumpulkannya kelak pada hari kiamat dalam keadaan buta sehingga tidak dapat meniti jalan ke surga. 125. Ketika orang yang ingkar itu merasakan balasan Allah, dia berkata, ‘ya tuhanku, mengapa engkau kumpulkan aku dalam keadaan buta sehingga tidak dapat melihat, padahal di dunia dahulu aku dapat melihat”.
Thaha Ayat 124 Arab-Latin, Terjemah Arti Thaha Ayat 124, Makna Thaha Ayat 124, Terjemahan Tafsir Thaha Ayat 124, Thaha Ayat 124 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Thaha Ayat 124
Tafsir Surat Thaha Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112 | 113 | 114 | 115 | 116 | 117 | 118 | 119 | 120 | 121 | 122 | 123 | 124 | 125 | 126 | 127 | 128 | 129 | 130 | 131 | 132 | 133 | 134 | 135
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)