{20} Thaha / طه | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الحج / Al-Hajj {22} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Anbiya الأنبياء (Nabi-Nabi) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 21 Tafsir ayat Ke 7.
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۖ فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴿٧﴾
wa mā arsalnā qablaka illā rijālan nụḥī ilaihim fas`alū ahlaż-żikri ing kuntum lā ta’lamụn
QS. Al-Anbiya [21] : 7
Dan Kami tidak mengutus (rasul-rasul) sebelum engkau (Muhammad), melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka, maka tanyakanlah kepada orang yang berilmu, jika kamu tidak mengetahui.
Kami tidak mengutus Rasul-rasul sebelummu, wahai Rasul, melainkan orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka. Dan Kami tidak mengutus para malaikat. Tanyakanlah, wahai orang-orang kafir Makkah, kepada orang-orang yang memiliki pengetahuan tentang kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya, jika kalian tidak mengetahui hal itu.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman menjawab orang-orang yang mengingkari rasul dari kalangan manusia:
Kami tiada mengutus rasul-rasul sebelum kamu (Muhammad) melainkan beberapa orang laki-laki yang Kami beri wahyu kepada mereka.
Yakni semua rasul yang terdahulu terdiri atas manusia laki-laki, tiada seorang pun di antara mereka dari kalangan malaikat. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Kami tidak mengutus sebelum kamu, melainkan seorang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. (Yusuf:109)
Katakanlah : “Aku bukanlah rasul yang pertama di antara rasul-rasul.” (Al Ahqaaf:9)
Dan firman Alah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menceritakan perihal umat-umat terdahulu yang mengingkari hal ini melalui ucapan mereka yang disitir oleh firman-Nya:
Apakah manusia yang akan memberi petunjuk kepada kami? (Ath Taghabun:6)
Karena itulah dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
maka tanyakanlah oleh kalian kepada orang-orang yang berilmu, jika kalian tidak mengetahui.
Maksudnya, tanyakanlah kepada ahlul ilmi dari kalangan umat-umat terdahulu —seperti kaum Yahudi dan kaum Nasrani dan semua pemeluk agama terdahulu— apakah rasul-rasul yang datang kepada mereka itu manusia atau malaikat? Jawaban mereka tentu saja tiada lain adalah manusia. Hal ini merupakan nikmat Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى yang sempurna kepada makhluk-Nya, karena Dia mengutus rasul-rasul-Nya kepada mereka dari kalangan mereka sendiri, sehingga para rasul itu dapat menyampaikan kepada mereka dan mereka dapat menerima dari para rasul.
Ini merupakan sanggahan atas lontaran syubhat kalangan orang-orang yang mendustakan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Mereka berkomentar, “Kenapa dia (seorang rasul) bukan seorang malaikat yang tidak membutuhkan makanan dan minuman serta mondar-mandir berurusan di pasar-pasar! Kenapa dia tidak abadi!” Bila dia tidak demikian, berarti menunjukkan dia bukan seorang utusan Allah.”
Rangkaian syubhat ini, masih saja menancap di hati-hati kaum yang mendustakan para rasul. Mereka serupa dalam kekufuran, sehingga pernyataan-pernyataan mereka pun senada. Berikutnya, Allah جَلَّ جَلالُهُ menangkis syubhat orang-orang yang mendustakan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, (namun) mengakui penetapan eksistensi para rasul sebelum beliau.
Kalau tidak ada nabi melainkan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam saja -yang telah diakui kenabiannya oleh seluruh golongan, yang mana kaum musyrikin melancarkan klaim berpegang teguh pada agama dan ajaran Ibrahim bahwa para rasul sebelum Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ semuanya dari kalangan manusia, yang makan makanan dan berjalan-jalan di pasar-pasar, dan muncul kejadian-kejadian manusiawi yang menimpa mereka seperti kematian dan kejadian lainnya, serta bahwa Allah جَلَّ جَلالُهُ telah mengutus mereka kepada kaum dan umat mereka; lalu sebagian beriman kepada mereka, dan ada pula yang mendustakan, dan bahwa Allah جَلَّ جَلالُهُ benar-benar akan merealisasikan bagi mereka sesuatu yang telah dijanjikan, berupa keselamatan dan kebahagiaan bagi mereka (para utusan Allah) dan para pengikut, dan akan membinasakan orang-orang yang melampaui batas, lagi mendustakan mereka-; maka mengapa banyak syubhat batil yang diarahkan kepada Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam rangka mengingkari risalahnya, padahal realita-realita itu melekat pada para saudaranya dari kalangan para rasul yang diakui oleh para pendusta kenabian Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ?
Ini adalah konsekuensi yang begitu jelas bagi mereka. Jika mereka mengakui kerasulan dari kalangan manusia, namun tidak mau menetapkan seorang rasul dari selain kalangan manusia, maka berarti syubhat mereka (tentang Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) batil. Mereka telah mematahkannya sendiri dengan pengakuan mereka mengenai rusaknya syubhat mereka dan adanya kontradiksi di tengah (pola pikir) mereka tentang itu.
Andai langkah mereka ini diprediksi menuju pengingkaran kenabian dari kalangan manusia seutuhnya, tidak ada satu pun nabi, melainkan seorang malaikat yang abadi, tidak makan makanan, maka sungguh Allah جَلَّ جَلالُهُ telah menyanggah syubhat ini dengan FirmanNya,
وَقَالُوا لَوْلَا أُنْزِلَ عَلَيْهِ مَلَكٌ وَلَوْ أَنْزَلْنَا مَلَكًا لَقُضِيَ الْأَمْرُ ثُمَّ لَا يُنْظَرُونَ(8) وَلَوْ جَعَلْنَاهُ مَلَكًا لَجَعَلْنَاهُ رَجُلًا وَلَلَبَسْنَا عَلَيْهِمْ مَا يَلْبِسُونَ (9)
“Dan mereka berkata, ‘Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) seorang malaikat?’ Dan kalau Kami turunkan (kepadanya) seorang malaikat tentu selesailah urusan itu. Kemudian mereka tidak di-beri tangguh (sekalipun). Dan kalau Kami jadikan rasul itu (dari) malaikat, tentulah Kami jadikan dia berupa laki-laki, dan (jika Kami jadikan dia berupa laki-laki), niscaya Kami pun akan menjadikan mereka tetap ragu sebagaimana kini mereka ragu’.” (Al-An’am: 8-9).
Dan bahwa bangsa manusia tidak mempunyai kekuatan dalam menerima wahyu dari malaikat (secara langsung).
قُلْ لَوْ كَانَ فِي الْأَرْضِ مَلَائِكَةٌ يَمْشُونَ مُطْمَئِنِّينَ لَنَزَّلْنَا عَلَيْهِمْ مِنَ السَّمَاءِ مَلَكًا رَسُولًا
“Katakanlah, ‘Kalau seandainya ada malaikat-malaikat yang berjalan-jalan sebagai penghuni bumi, niscaya Kami turunkan (dari langit kepada mereka) seorang malaikat menjadi rasul’.” (Al-Isra`: 95).
Jikalau timbul keraguan pada kalian, dan kalian tidak mengetahui seluk-beluk para rasul yang sudah lewat, hendaknya mereka bertanya kepada orang-orang yang berilmu tentang kitab-kitab yang terdahulu. Misalnya, para ulama yang menguasai Taurat dan Injil. Mereka bakal memberitahukan tentang ilmu yang mereka miliki kepada kalian, dan bahwa seluruh rasul adalah manusia yang berasal dari jenis bangsa yang diberikan risalah (obyek dakwah).
Ayat ini, meskipun sebabnya khusus mengenai pertanyaan tentang jati diri para rasul yang telah berlalu kepada ahli dzikir, yaitu ulama, tapi sesungguhnya konteksnya umum, mencakup setiap permasalahan agama, perkara yang inti atau cabangnya. Jika seseorang tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, hendaknya dia menanyakannya kepada orang yang mengetahuinya.
Dalam keterangan ini terkandung pelajaran, adanya perintah untuk belajar dan bertanya kepada ulama. Tidaklah diperintahkan untuk bertanya kepada mereka (ulama) melainkan karena mereka wajib mengajarkan ilmu dan menjawab permasalahan yang mereka ketahui.
Di dalam pengkhususan melontarkan pertanyaan kepada ulama, terkandung larangan bertanya kepada orang yang sudah dikenal dengan kebodohannya dan tidak berilmu. Di dalamnya juga terkandung larangan bagi orang yang bodoh untuk memposisikan diri untuk menjawab. Dalam ayat ini termuat sebuah dalil bahwa tidak ada nabi dari kalangan wanita, termasuk Maryam atau lainnya bukan nabi. Hal ini berdasarkan Firman Allah, إِلَّا رِجَالًا”Melainkan beberapa orang laki-laki.”
Dan kami, wahai Muhammad, tidak mengutus para rasul sebelum engkau, melainkan beberapa orang laki-laki dari kalangan manusia yang kami beri wahyu kepada mereka. Kami tidak mengutus para malaikat untuk menjadi rasul bagi manusia. Maka tanyakanlah, wahai kaum kafir mekah, kepada orang yang berilmu tentang kitab Allah yang diturunkan sebelum Al-Qur’an, jika kamu tidak mengetahui persoalan ini. -.
Al-Anbiya Ayat 7 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Anbiya Ayat 7, Makna Al-Anbiya Ayat 7, Terjemahan Tafsir Al-Anbiya Ayat 7, Al-Anbiya Ayat 7 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Anbiya Ayat 7
Tafsir Surat Al-Anbiya Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93 | 94 | 95 | 96 | 97 | 98 | 99 | 100 | 101 | 102 | 103 | 104 | 105 | 106 | 107 | 108 | 109 | 110 | 111 | 112