{21} Al-Anbiya / الأنبياء | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | المؤمنون / Al-Mu’minun {23} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Hajj الحج (Haji) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 22 Tafsir ayat Ke 11.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَىٰ حَرْفٍ ۖ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ ۖ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَىٰ وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةَ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ ﴿١١﴾
wa minan-nāsi may ya’budullāha ‘alā ḥarf, fa in aṣābahụ khairuniṭma`anna bih, wa in aṣābat-hu fitnatuningqalaba ‘alā waj-hih, khasirad-dun-yā wal-ākhirah, żālika huwal-khusrānul-mubīn
QS. Al-Hajj [22] : 11
Dan di antara manusia ada yang menyembah Allah hanya di tepi; maka jika dia memperoleh kebajikan, dia merasa puas, dan jika dia ditimpa suatu cobaan, dia berbalik ke belakang. Dia rugi di dunia dan di akhirat. Itulah kerugian yang nyata.
Di antara manusia ada yang masuk ke dalam Islam dalam keadaan lemah dan ragu-ragu, lalu ia menyembah Allah dengan penuh kebimbangan, seperti orang yang berdiri di tepi gunung atau tembok dengan tanpa berpegangan, dan ia mengikat keimanannnya dengan urusan dunianya. Jika ia hidup dalam kondisi sehat dan lapang, maka ia meneruskan ibadahnya. Sebaliknya, jika ia mendapat ujian dengan suatu yang tidak menyenangkan dan kesusahan, maka ia menisbatkan keburukan hal itu kepada agamanya. Lalu ia berbalik darinya, seperti orang yang membalikkan wajahnya, setelah sebelumnya bersikap istiqomah. Dengan demikian, ia merugi di dunia; karena kekafirannya tetap tidak akan merubah apa yang telah ditetapkan untuknya, dan ia juga merugi diakhirat dengan masuk ke dalam neraka. Itu adalah kerugian yang jelas lagi nyata.
Mujahid dan Qatadah serta lain-lainnya mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
dengan berada di tepi.
Yakni berada dalam keraguan.
Yang lainnya selain mereka mengatakan berada di tepi, seperti di tepi sebuah bukit.
Dengan kata lain, ia masuk Islam dengan hati yang tidak sepenuhnya, jika menjumpai hal yang disukainya, ia tetap berada dalam Islam, dan jika tidak, maka ia kembali kafir.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnul Haris, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Bukair, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Abul Husain, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi.
Dahulu seorang lelaki datang ke Madinah. Jika istrinya melahirkan bayi laki-laki serta kudanya beranak pula, maka ia mengatakan bahwa Islam adalah agama yang baik (membawa keberuntungan). Tetapi jika istrinya tidak melahirkan serta kudanya tidak melahirkan juga, maka ia mengatakan bahwa Islam adalah agama yang buruk (pembawa kesialan).
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari Asy’as ibnu Ishaq Al-Qummi, dari Ja’far ibnu Abul Mugirah, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu ada segolongan orang Badui datang kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ lalu masuk Islam. Bila mereka telah kembali ke kampung halaman mereka, lalu mereka menjumpai musim hujan dan musim subur serta musim melahirkan anak yang banyak, maka mereka berkata, “Sesungguhnya agama kita adalah agama yang baik,” maka mereka berpegangan kepadanya. Tetapi bila mereka menjumpai tahun kekeringan dan paceklik serta jarang adanya kelahiran, maka mereka berkata, “Tiada suatu kebaikan pun pada agama kita ini.” Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan kepada Nabi-Nya ayat berikut, yaitu firman-Nya:
Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi, maka jika ia memperoleh kebaikan, tetaplah ia dalam keadaan itu., hingga akhir ayat.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa seseorang dari mereka apabila tiba di Madinah yang terletak tidakjauh dari tempat tinggal mereka, maka jika tubuhnya sehat selama di Madinah dan Kudanya melahirkan anak serta istrinya beranak laki-laki, ia puas dan tenang terhadap agama Islam yang baru dipeluknya, lalu ia mengatakan bahwa sejak ia masuk Islam tiada yang ia peroleh kecuali kebajikan belaka.
dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana.
Fitnah dalam ayat ini artinya bencana atau musibah. Yakni bila ia terserang wabah penyakit Madinah, dan istrinya melahirkan anak perempuan, serta zakat datang terlambat kepadanya, maka setan datang kepadanya membisikkan kata-kata, “Demi Tuhan. Sejak kamu masuk agama Islam, tiada yang kamu peroleh selain keburukan.” Yang demikian itu adalah fitnahnya.
Hal yang sama telah disebutkan oleh Qatadah, Ad-Dahhak, dan Ibnu Juraij serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf sehubungan dengan tafsir ayat ini.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, orang yang berwatak demikian adalah orang munafik. Jika ia beroleh kemaslahatan di dunianya, ia tetap melakukan ibadahnya. Tetapi jika dunianya rusak serta tidak beroleh keuntungan, maka ia kembali kepada kekafirannya. Dia tidak menetapi ibadahnya kecuali bila mendapat kebaikan dalam kehidupannya. Jika ia tertimpa musibah atau bencana atau kesempitan duniawi, maka ia tinggalkan Islam dan kembali kepada kekafirannya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
berbaliklah ia ke belakang.
Yaitu ia murtad dan kafir kembali.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Rugilah ia di dunia dan di akhirat.
Artinya dia tidak mendapatkan sesuatu pun dari dunia ini, adapun di akhirat karena ia telah kafir kepada Allah Yang Mahabesar, maka nasibnya sangat celaka dan sangat terhina. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.
Yakni hal seperti itu merupakan kerugian yang besar dan transaksi yang rugi.
Maksudnya, ada sebagian manusia yang lemah keimanannya. Keimanannya belum memasuki relung hatinya, dan pancaran cahayanya belum melapisinya, akan tetapi keimanan masuk padanya, baik lantaran rasa takut maupun (biasanya) keadaan imannya tidak teguh saat berhadapan dengan bermacam cobaan. فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ “Maka jika memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu.” Maksudnya jika (curahan) rizki kontinyu baginya dengan melimpah, tidak terjadi sesuatu yang tidak mengenakkan (bencana) padanya, maka dia begitu puas dengan kebaikan tersebut, bukan (tenang) karena keimanannya. Orang semacam ini, mungkin saja Allah جَلَّ جَلالُهُ membebaskannya (dari ujian), tidak menebar fitnah baginya yang berpotensi membelokkannya dari agamanya. وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ “Dan jika dia ditimpa oleh suatu bencana,” berupa peristiwa yang tidak baik, atau lenyapnya sesuatu yang dicintai, (maka) انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ “berbaliklah dia ke belakang,” maksudnya dia murtad (keluar) dari agamanya. خَسِرَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ “Rugilah ia di dunia dan akhirat.” Tentang kerugian di dunia, maka dia tidak meraih apa yang dia idam-idamkan melalui murtadnya, yang mana ia menjadikan (sikap) murtadnya sebagai modal dan sebagai barang barter dari angan-angan yang diduganya bisa didapatkan. Usahanya gagal. Tidak ada yang berhasil ia rengkuh melainkan bagian yang telah ditetapkan baginya.
Mengenai kerugian di akhirat, maka sangat jelas. Ia terhalangi dari surga yang luasnya seluas langit dan bumi. Dan dia dipastikan masuk neraka. ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ “Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata,” yaitu yang jelas dan nyata.
Di antara umat islam, ada yang beragama secara total, tetapi ada pula yang beragama di pinggirannya saja. Dan di antara manusia ada yang menyembah Allah hanya di tepi, karena rasa beragamanya tidak meresap ke dalam hati dan tidak mengakar ke dalam jiwa. Maka jika dia memperoleh kebajikan duniawi karena keislamannya, dia merasa puas, dan sebaliknya jika dia ditimpa suatu cobaan, baik dirinya maupun keluarganya, dia segera berbalik ke belakang, kembali kepada agama lama. Dia menjadi orang murtad, rugi di dunia, karena dinilai tidak punya pendirian dan rugi di akhirat, karena kekal di dalam neraka. Kerugian di akhirat dengan dimasukkan ke dalam neraka itulah kerugian yang nyata. 12. Dia, orang-orang yang murtad kembali menyeru kepada selain Allah, baik benda, manusia, roh leluhur, jin maupun setan, yang semuanya merupakan sesuatu yang tidak dapat mendatangkan bencana, baik bagi dirinya maupun lingkungan sosialnya, dan tidak pula semua yang di-sembah itu memberi manfaat kepadanya. Mengambil kekufuran dan melepaskan iman dengan murtad itulah kesesatan yang jauh dari kebenaran.
Al-Hajj Ayat 11 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Hajj Ayat 11, Makna Al-Hajj Ayat 11, Terjemahan Tafsir Al-Hajj Ayat 11, Al-Hajj Ayat 11 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Hajj Ayat 11
Tafsir Surat Al-Hajj Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)