{21} Al-Anbiya / الأنبياء | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | المؤمنون / Al-Mu’minun {23} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Hajj الحج (Haji) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 22 Tafsir ayat Ke 36.
وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ ﴿٣٦﴾
wal-budna ja’alnāhā lakum min sya’ā`irillāhi lakum fīhā khairun fażkurusmallāhi ‘alaihā ṣawāff, fa iżā wajabat junụbuhā fa kulụ min-hā wa aṭ’imul-qāni’a wal-mu’tarr, każālika sakhkharnāhā lakum la’allakum tasykurụn
QS. Al-Hajj [22] : 36
Dan unta-unta itu Kami jadikan untuk-mu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makanlah orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu, agar kamu bersyukur.
Kami jadikan untuk kalian penyembelihan unta sebagai bagian dari syiar-syiar dan simbul-simbul agama; agar kalian mendekatkan diri kepada Allah dengannya. Kalian, wahai orang-orang yang mendekatkan diri, memperoleh kebaikan padanya dalam hal manfaatnya, yaitu dimakan, disedekahkan, dan mendapatkan pahala. Karena itu ucapkanlah ketika menyembelihnya: Bismillah. Untuk disembelih dalam keadaan berdiri dengan dibentangkan ketiga kakinya dan diikat kaki yang keempat. Apabila tubuhnya telah roboh di tanah, maka sudah halal memakannya. Maka hendaklah orang yang mengorbankannya memakan sebagiannya sebagai bentuk ibadah, dan berilah makan sebagian darinya pada orang fakir (qani’) (yaitu orang fakir yang tidak meminta-minta karena menjaga harga dirinya) dan kepada orang yang membutuhkan yang tidak meminta-minta untuk mencukupi kebutuhannya. Demikianlah Allah menundukkan unta-unta itu untuk kalian, agar kalian bersyukur kepada Allah atas ditundukkannya hal itu bagi kalian.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman, menyebutkan karunia-Nya yang telah diberikanNya kepada hamba-hamba-Nya, yaitu dengan menciptakan ternak unta buat mereka dan menjadikannya sebagai salah satu dari syiar Allah. Unta itu dijadikan sebagai hewan kurban yang dihadiahkan kepada Baitullah yang suci, bahkan unta merupakan hewan kurban yang terbaik, seperti yang disebutkan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dalam firman-Nya:
janganlah kalian melanggar syiar-syiar Allah dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang hadyu dan binatang-binatang qala’id dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang menghalangi Baitullah. (Al Maidah:2), hingga akhir ayat.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa Ata pernah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan telah Kami jadikan untuk kalian unta-unta itu sebagian dari syiar-syiar Allah. (Al Hajj:36) Bahwa yang dimaksud dengan budnah ialah sapi dan unta. Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Sa’id ibnul Musayyab, dan Al-Hasan Al-Basri.
Mujahid mengatakan, sesungguhnya al-budnah ialah unta.
Menurut saya, penyebutan budnah ditujukan kepada unta merupakan hal yang telah disepakati. Mereka pun berselisih pendapat mengenai penyebutan budnah terhadap sapi, ada dua pendapat di kalangan mereka. Yang paling sahih di antara kedua pendapat itu mengatakan, bahwa budnah ditujukan pula kepada sapi menurut syariat, seperti yang disebutkan dalam hadis sahih.
Jumhur ulama berpendapat bahwa seekor budnah cukup untuk kurban tujuh orang, begitu pula sapi, cukup untuk kurban tujuh orang.
Di dalam kitab Imam Muslim telah disebutkan sebuah hadis melalui riwayat Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan, “Kami diperintahkan oleh Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ untuk melakukan patungan dalam berkurban, seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang.”
Ishaq ibnu Rahawaih mengatakan, bahwa bahkan seekor sapi atau seekor unta cukup untuk kurban sepuluh orang. Hal ini telah disebutkan di dalam sebuah hadis yang terdapat di dalam kitab Musnad Imam Ahmad dan Sunan Nasai serta kitab-kitab hadis yang lain. Hanya Allah yang mengetahui kebenarannya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya.
Yakni pahala yang banyak di negeri akhirat kelak.
Diriwayatkan dari Sulaiman ibnu Yazid Al-Ka’bi,dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Tidaklah seorang anak Adam melakukan suatu amal yang lebih disukai oleh Allah di Hari Raya Kurban selain dari mengalirkan darah (hewan) kurban. Sesungguhnya kelak di hari kiamat hewan kurbanku benar-benar datang dengan tanduk, kuku, dan bulunya, dan sesungguhnya darahnya itu benar-benar diterima di sisi Allah, sebelum terjatuh ke tanah. Maka berbahagialah kalian dengan kurban itu.
Hadis diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Turmuzi. Imam Turmuzi menilainya hasan.
Sufyan As-Sauri mengatakan bahwa dahulu Abu Hazim berutang seekor unta untuk kurban. Ketika ditanyakan kepadanya, “Mengapa kamu berutang dan menggiring hewan kurban?” Ia menjawab bahwa sesungguhnya ia mendengar Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah bersabda:
Tiada sejumlah uang yang dibelanjakan untuk sesuatu yang lebih utama selain dari untuk membeli hewan kurban di Hari Raya Kurban.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Daiuqutni di dalam kitab sunannya.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
kalian memperoleh kebaikan yang banyak padanya.
Yaitu pahala dan manfaat-manfaat.
Ibrahim An-Nakha’i mengatakan bahwa pemiliknya boleh mengendarainya dan memerah air susunya jika ia memerlukannya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
maka sebutkanlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat).
Diriwayatkan dari Al-Muttalib ibnu Abdullah ibnu Hantab, dari Jabir ibnu Abdullah yang mengatakan bahwa ia pernah salat bersama Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ di Hari Raya Kurban. Setelah bersalam dari salatnya, didatangkan kepada beliau seekor domba, lalu beliau menyembelihnya seraya mengucapkan:
Dengan menyebut nama Allah, Allah Mahabesar. Ya Allah, domba ini adalah kurbanku dan kurban orang-orang dari kalangan umatku yang tidak berkurban.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Turmuzi.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Ibnu Abbas, dari Jabir yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengurbankan dua ekor domba di Hari Raya Kurban, dan beliau mengucapkan kalimat berikut saat menyembelih keduanya:
Aku hadapkan wajahku kepada Tuhan Yang menciptakan langit dan bumi dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah. Sesungguhnya salatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah bagi Allah Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagiNya, dan dengan demikianlah aku diperintahkan, dan aku adalah orang yang mula-mula berserah diri (kepada-Nya). Ya Allah, kurban ini dari Engkau, ditujukan kepada Engkau, dari Muhammad dan umatnya.
Kemudian beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menyebut basmalah dan takbir, lalu menyembelihnya.
Diriwayatkan dari Ali ibnul Husain, dari Abu Rafi’, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ apabila hendak berkurban, beliau membeli dua ekor domba yang gemuk-gemuk, bertanduk, lagi berbulu putih berbelang hitam. Apabila salat dan khotbah telah beliau jalankan, maka beliau mendatangi salah seekor dari kedua kurbannya, sedangkan beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ masih berada di tempat salatnya dalam keadaan berdiri, lalu menyembelih sendiri kurbannya itu dengan pisau penyembelih seraya mengucapkan:
Ya Allah, kurban ini sebagai ganti dari kurban umatku seluruhnya dari kalangan orang-orang yang telah bersaksi bahwa Engkau Maha Esa dan bersaksi bahwa aku sebagai juru penyampai. Kemudian didatangkan lagi domba lainnya, dan beliau menyembelihnya seraya berkata: Kurban ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad. Maka kedua ekor domba yang telah disembelih itu dagingnya diberikan kepada semua orang miskin, dan beliau beserta keluarganya ikut memakan sebagian darinya. Hadis riwayat Imam Ahmad Ibnu Majah.
Al-A’masy telah meriwayatkan dari Abu Zabyan, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). (Al Hajj:36) Yakni dalam keadaan berdiri pada tiga kakinya, sedangkan kaki kiri depannya dalam keadaan terikat. Lalu si penyembelih mengucapkan, “Bismillah, Allahu Akbar, La Ilaha Illallah. Ya Allah, kurban ini dari Engkau, dipersembahkan kepada Engkau.” Hal yang sama telah diriwayatkan dari Mujahid, Ali ibnu AbuTalhah dan Al-Aufi, dari Ibnu Abbas dengan lafaz yang semisal.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa unta yang akan disembelih diikat salah satu kakinya sehingga unta berdiri di atas tiga buah kakinya.
Di dalam kitab Sahihain, dari Ibnu Umar, disebutkan bahwa ia mendatangi seorang lelaki yang mendekamkan untanya dengan maksud akan menyembelihnya. Maka Ibnu Umar berkata, “Biarkanlah unta itu dalam keadaan berdiri lagi terikat seperti sunnah (kebiasaan) Abul Qasim (Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ).”
Diriwayatkan dari Jabir, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan para sahabatnya bila menyembelih unta, mereka mengikat kaki kiri depannya, sedangkan unta itu tetap dalam keadaan berdiri pada ketiga kakinya (yang tidak terikat): hadis diriwayatkan oleh Imam Abu Daud.
Ibnu Lahi’ah telah mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ata ibnu Dinar, bahwa Salim ibnu Abdullah pernah mengatakan kepada Sulaiman ibnu Abdul Malik, “Berdirilah kamu pada sisi kanan (unta)mu dan sembelihlah dari sisi kiri (unta)mu.”
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui sahabat Jabir yang menerangkan tentang gambaran haji wada’, yang antara lain disebutkan di dalamnya bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menyembelih sendiri hewan kurbannya sebanyak tiga ekor (kambing), sedangkan enam puluh ekor unta kurban lainnya beliau tusuk (pada tempat penyembelihannya) dengan tombak (bermata lebar) yang ada di tangannya.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma’mar, dari Qatadah yang telah mengatakan sehubungan dengan bacaan menurut dialek Ibnu Mas’ud, “Sawafina,” bahwa artinya berdiri dalam keadaan terikat.
Sufyan As-Sauri telah mengatakan dari Mansur, dari Mujahid, bahwa orang yang membacanya Sawafina artinya dalam keadaan terikat. Dan orang yang membacanya sawaf artinya menyatukan di antara kedua kaki depannya (dalam keadaan terikat).
Tawus dan Al-Hasan serta lain-lainnya telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: maka sebutlah oleh kalian nama Allah ketika kalian menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). (Al Hajj:36) Yakni tulus ikhlas karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Malik, dari Az-Zuhri.
Abdur Rahman ibnu Zaid telah mengatakan, Sawafi maksudnya, “Dalam kuburan itu tidak ada suatu kemusyrikan pun sebagaimana kemusyrikan di masa Jahiliyah buat berhala-berhala mereka.”
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Kemudian apabila telah roboh (mati).
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa makna yang dimaksud ialah hewan kurban itu roboh ke tanah dalam keadaan telah mati.
Pendapat ini merupakan suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas, hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil ibnu Hayyan.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
Kemudian apabila telah roboh (mati).
Yaitu telah disembelih.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Kemudian apabila telah roboh (mati).
Makna yang dimaksud ialah telah mati.
Pengertian inilah yang dimaksudkan oleh pendapat Ibnu Abbas dan Mujahid, bahwa sesungguhnya tidak boleh memakan unta yang disembelih kecuali bila telah nyata kematiannya dan tidak bergerak-gerak lagi.
Di dalam sebuah hadis berpredikat marfu’ telah disebutkan:
Janganlah kalian tergesa-gesa mendahului nyawa sebelum (nyata-nyata) rohnya telah dicabut.
As-Sauri telah meriwayatkannya di dalam kitab Jami -nya melalui Ayyub dari Yahya ibnu Abu Kasir, dari Qarafisah Al-Hanafi, dari Umar ibnul Khattab, bahwa ia telah mengatakan hal tersebut. Hal ini dikuatkan oleh hadis Syaddad ibnu Aus yang ada di dalam kitab Sahih Muslim, yaitu:
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan berbuat baik terhadap segala sesuatu. Maka apabila kalian membunuh, lakukanlah dengan cara yang baik. Dan apabila kalian menyembelih lakukanlah dengan cara yang baik dan hendaklah seseorang di antara kalian menajamkan mata pisaunya serta letakkanlah hewan sembelihannya pada posisi yang enak.
Telah diriwayatkan dari Abu Waqid Al-Lais yang telah mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Bagian apa saja dari hewan yang terpotong dalam keadaan hidup, maka bagian yang terpotong itu adalah bangkai.
Hadis riwayat Imam Ahmad, Imam Abu Daud, dan Imam Turmuzi. Imam Turmuzi menilainya sahih.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.
Sebagian ulama Salaf mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka makanlah sebagiannya. bahwa perintah ini menunjukkan hukum ibahah (perbolehan).
Malik mengatakan, memakan sebagian dari hewan kurban hukumnya dianjurkan (sunat).
Selain Imam Malik berpendapat wajib, pendapat ini menurut salah satu di antara pendapat yang ada pada sebagian mazhab Syafii.
Mereka berselisih pendapat tentang pengertian qani’ dan mu’tar.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa qani’ artinya orang yang merasa puas dengan pemberianmu, sedangkan ia tetap berada di dalam rumahnya, dan mu’tar artinya orang yang menyindirmu dan mengisyaratkan kepadamu agar memberinya sebagian dari hewan kurbanmu, tetapi ia tidak meminta secara terang-terangan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Muhammad Ibnu Ka’b Al-Qurazi.
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa qani’ artinya orang yang tidak meminta-minta (padahal ia memerlukannya), sedangkan mu’tar artinya orang yang meminta. Ini menurut pendapat Qatadah, Ibrahim An-Nakha’i, dan Mujahid, menurut suatu riwayat yang bersumber dari Ibnu Abbas.
Ibnu Abbas, Ikrimah, Zaid ibnu Aslam, Al-Kalbi, Al-Hasan Al-Basri, Muqatil ibnu Hayyan, dan Malik ibnu Anas mengatakan, al-qani’ artinya orang yang meminta serelanya darimu, sedangkan mu’tar artinya orang yang menyindirmu dan merendahkan dirinya kepadamu, tetapi tidak meminta. Pendapat ini cukup baik.
Sa’id ibnu Jubair mengatakan, Al-qani’ artinya orang yang meminta. Tidakkah engkau pernah mendengar ucapan Asy-Syammakh dalam salah satu bait syairnya yang mengatakan:
Sungguh harta seseorang dapat memperbaiki keadaannya, dia menjadi berkecukupan, semua kebutuhannya terpenuhi karenanya, itu lebih baik daripada meminta-minta.
Sa’id ibnu Jubair mengatakan bahwa makna yang dimaksud dari bait syair ini ialah harta seseorang itu dapat memberinya kecukupan daripada meminta-minta. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Zaid.
Zaid ibnu Aslam mengatakan, qani’ artinya orang miskin yang meminta-minta, mu’tar artinya orang yang jujur lagi lemah dan ia datang berkunjung kepadamu.” Pendapat ini dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid menurut suatu riwayat dari anaknya yang bersumber darinya.
Mujahid mengatakan pula bahwa qani’ ialah tetanggamu yang kaya, yang dapat melihat segala sesuatu yang masuk ke dalam rumahmu. Dan mu’tar artinya orang yang mengasingkan dirinya dari keramaian.
Telah diriwayatkan pula dari Mujahid bahwa qani’ adalah orang yang mengharapkan pemberian, sedangkan mu’tar artinya orang yang menampilkan dirinya saat hewan kurban disembelih, baik ia dari kalangan orang yang mampu maupun orang yang tidak mampu. Dan telah diriwayatkan dari Ikrimah hal yang semisal, menurut suatu pendapat dari Ikrimah, qani’ artinya penduduk Mekah.
Ibnu Jarir memilih pendapat yang mengatakan bahwa qani’ adalah orang yang meminta, karena qani’ artinya orang yang menadahkan tangannya saat meminta. Sedangkan mu’tar berasal dari i’tira artinya orang yang menampilkan dirinya untuk makan daging hewan kurban.
Sebagian ulama ada yang berdalihkan ayat ini dalam pendapatnya yang mengatakan bahwa kurban itu dibagi tiga bagian, sepertiganya untuk pemiliknya buat dimakan sendiri, sepertiganya lagi dihadiahkan kepada teman-temannya, dan sepertiga yang terakhir disedekahkan kepada kaum fakir miskin, karena sesungguhnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman:
maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta-minta.
Di dalam hadis sahih disebutkan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda kepada orang-orang:
Sesungguhnya saya pernah melarang kalian menyimpan daging kurban selama lebih dari tiga hari, sekarang makanlah dan simpanlah selama semau kalian.
Menurut riwayat lain disebutkan:
maka makanlah dan simpanlah serta bersedekahlah.
Menurut riwayat lain disebutkan pula:
Maka makanlah dan berimakanlah serta bersedekahlah.
Pendapat kedua, bahwa orang yang berkurban memakan separo dan menyedekahkan separonya lagi, karena berdasarkan firman-Nya yang meyatakan:
Maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir. (Al-Hajj. 28)
Dan berdasarkan hadis yang menyatakan:
Maka makanlah dan simpanlah serta bersedekahlah.
Jika orang yang berkurban memakan seluruh kurbannya, maka menurut suatu pendapat ia tidak menggantinya barang sedikit pun. Pendapat inilah yang dikatakan oleh Ibnu Suraij dari kalangan mazhab Syafii.
Sebagian lainnya dari mereka mengatakan bahwa orang yang bersangkutan harus mengganti semua yang dimakannya, atau yang seharga dengannya.
Menurut pendapat yang lainnya dia harus mengganti separonya, dan menurut pendapat yang lainnya lagi harus mengganti sepertiganya.
Sedangkan menurut pendapat yang terakhir, ia hanya diharuskan mengganti sebagian kecil darinya. Pendapat inilah yang terkenal di kalangan mazhab Imam Syafii.
Adapun mengenai kulit hewan kurban, maka menurut apa yang terdapat di dalam kitab Musnad Imam Ahmad dari Qatadah ibnun Nu’man dalam hadis mengenai hewan kurban disebutkan:
maka makanlah, bersedekahlah, dan manfaatkanlah kulitnya, janganlah kalian menjualnya.
Di antara ulama ada yang membolehkan menjualnya, ada pula yang mengatakan bahwa orang-orang fakir mendapat bagian dari kulit hewan kurban. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Diriwayatkan dari Al-Barra ibnu Azib yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Sesungguhnya perbuatan yang mula-mula kita lakukan di hari kita sekarang ini ialah mengerjakan salat (Idul Adha), kemudian kita pulang dan menyembelih kurban. Barang siapa yang mengerjakannya, berarti dia telah melakukan hal yang sesuai dengan sunnah kita. Dan barang siapa yang menyembelih kurbannya sebelum salat (Hari Raya Idul Adha), maka sesungguhnya sembelihannya itu adalah daging biasa yang ia suguhkan kepada keluarganya, tiada kaitannya dengan kurban sama sekali.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Karena itulah maka Imam Syafii dan sejumlah ulama mengatakan bahwa sesungguhnya permulaan waktu menyembelih hewan kurban ialah bila matahari telah terbit di Hari Raya Kurban serta berlalu waktu yang cukup untuk salat hari raya dan dua khotbahnya.
Imam Ahmad menambahkan, hendaknya Imam melakukan penyembelihan sesudah itu, karena berdasarkan hadis yang disebutkan di dalam Sahih Muslim yang menyebutkan,
“Dan janganlah kalian menyembelih kurban sebelum imam menyembelih kurbannya.”
Imam Abu Hanifah mengatakan, “Orang-orang yang tinggal di daerah-daerah terpencil atau di kampung-kampung pedalaman dan lain sebagainya yang jauh dari keramaian, diperbolehkan melakukan penyembelihan kurbannya sesudah fajar terbit, karena tidak disyariatkan mendirikan salat hari raya bagi mereka (menurut pendapat Imam Abu Hanifah). Adapun orang-orang yang tinggal di daerah-daerah perkotaan, mereka tidak boleh menyembelih hewan kurbannya sebelum imam usai dari salatnya.” Hanya Allah Yang Maha Mengetahui.
Kemudian menurut suatu pendapat, tidak disyariatkan menyembelih kurban kecuali hanya pada Hari Raya Kurban saja. Menurut pendapat yang lainnya, bagi penduduk perkotaan penyembelihan dilakukan pada Hari Raya Kurban, karena mudahnya mendapatkan hewan kurban di kalangan mereka. Adapun bagi penduduk daerah pedalaman dan kampung-kampung yang jauh, maka menyembelih hewan kurban dapat dilakukan pada Hari Raya Kurban dan hari-hari Tasyriq sesudahnya, pendapat ini dikatakan oleh Sa’id ibnu Jubair. Menurut pendapat lain, Hari Raya Kurban dan satu hari lagi sesudahnya bagi semua orang. Menurut pendapat lainnya lagi, dua hari sesudahnya selain Hari Raya Kurban, pendapat ini dikatakan oleh Imam Ahmad.
Menurut pendapat yang lain, Hari Raya Kurban dan tiga hari Tasyriq sesudahnya. Pendapat ini dikatakan oleh Imam Syafii berdasarkan hadis Jubair ibnu Mut’im yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Hari-hari Tasyriq semuanya adalah hari penyembelihan kurban.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian, mudah-mudahan kalian bersyukur.
Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman, bahwa untuk tujuan itulah,
Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian.
Yakni Kami tundukkan unta-unta itu bagi kalian dan Kami jadikan mereka tunduk patuh kepada kalian. Jika kalian ingin mengendarainya, kalian dapat mengendarainya, dan jika kalian ingin memerah air susunya, kalian dapat memerahnya, dan jika kalian ingin dagingnya, kalian dapat menyembelihnya. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka, yaitu sebagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? (Yaa Siin:71)
sampai dengan firman-Nya:
Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? (Yaa Siin:73)
Di dalam surat ini disebutkan oleh firman-Nya:
Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kalian, mudah-mudahan kalian bersyukur.
Ini menjadi dalil bahwa syi’ar-sy’i’ar itu bersifat umum atas semua simbol agama yang zhahir (terlihat). Sudah dipaparkan sebelumnya bahwa Allah جَلَّ جَلالُهُ memberitahukan bahwa orang yang mengagungkan syi’ar-syi’arNya, maka sikap tersebut adalah bagian dari (cerminan) ketakwaan hati. Di sini, Dia mengabarkan bahwa di antara bentuk syi’ar-syi’arNya (simbol agama) adalah al-Budn yaitu unta atau sapi berdasarkan pendapat lain. Maka, ia diberi perhatian, digemukkan dan disikapi dengan baik. لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ “Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya,” yaitu pada binatang ternak yang dikurbankan ataupun yang tidak, dalam bentuk dimakan, disedekahkan, dimanfaatkan dan turunnya ganjaran dan pahala. فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا “Maka sebutlah nama Allah جَلَّ جَلالُهُ ketika kamu menyembelihnya,” saat menyembelihnya, ucapkanlah, “Bismillah,” dan (selanjutnya) sembelihlah صَوَافَّ “dalam keadaan berdiri (dan terikat),” dalam keadaan berdiri, dengan cara menegakkannya di atas kaki empatnya. Tangan (maksudnya, kaki depan) kirinya diikatkan (pada suatu tiang), dan kemudian disembelih. فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا “Kemudian apabila telah roboh (mati),” maksudnya apabila telah terjatuh di tanah saat dikuliti, kemudian si penjagal mengguling-gulingkan sisinya di tanah. Saat itulah, dagingnya telah siap untuk dimakan. فَكُلُوا مِنْهَا “Maka makanlah sebagiannya,” perintah ini tertuju kepada orang yang berkurban. Sehingga dia boleh makan sebagian dari kurbannya. وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ “Dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta,” maksudnya orang fakir yang tidak memintaminta karena qana`ah (menerima apa adanya) yang ingin menjaga kehormatannya dan orang fakir yang meminta-minta. Masing-masing mempunyai hak pada hewan kurban. كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ “Demikianlah Kami telah menundukannya kepada kamu,” yaitu unta لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ “mudah-mudahan kamu bersyukur,” kepada Allah جَلَّ جَلالُهُ atas pengerahan binatang-binatang ternak (bagi kalian). Sungguh, bila Allah جَلَّ جَلالُهُ tidak mengendalikannya, maka kalian tidak mempunyai daya untuk (menundukkan)nya. Akan tetapi, Dia mengkondisikan dan mengendalikannya bagi kalian sebagai bentuk rahmat dan curahan kebaikanNya kepada kalian. Maka, pujilah Dia.
Dan unta-unta yang digemukkan dan diberi kalung untuk dikurbankan itu kami jadikan untuk kamu, para tamu Allah, sebagai bagian dari syiar agama Allah, dalam pelaksanaan ibadah haji; kamu banyak memperoleh kebaikan padanya untuk alat transportasi, mengangkut barang, mengambil susu, dan berkurban. Maka sebutlah nama Allah ketika kamu akan menyembelihnya dalam keadaan unta-unta itu berdiri, karena lazimnya unta disembelih dalam posisi berdiri, dan kaki-kaki-Nya telah terikat dengan kuat. Kemudian apabila unta-unta itu telah rebah, selesai disembelih, maka makanlah oleh kamu sebagian dagingnya dan beri makanlah dengan daging unta itu orang-orang fakir dan miskin yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya, yang tidak meminta-minta karena menjaga kehormatan dirinya, dan orang-orang fakir dan miskin yang meminta-minta karena kebutuhan mendesak untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Demikianlah kami tundukkan unta-unta itu untukmu, hingga unta-unta itu tidak berontak ketika kamu akan menyembelihnya agar kamu bersyukur kepada Allah atas karunia-Nya yang diberikan kepada kamu. 37. Allah menjelaskan bahwa daging hewan kurban dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, karena kurban itu bukan sesajen dan Allah tidak membutuhkan darah dan daging, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu, yaitu sikap kamu melawan rasa cinta terhadap harta dan kikir dengan berkurban, peduli, dan berbagi kepada fakir miskin dan duafa guna mendekatkan diri kepada Allah. Demikianlah salah satu tujuan dia menundukkannya untuk kamu dengan menjinakkan unta-unta itu untuk disembelih agar kamu mengagungkan Allah dengan mengumandangkan takbir ketika menyembelih hewan kurban itu atas petunjuk yang dia berikan kepadamu dengan mensyariatkan tata cara berkurban, tujuan, dan waktunya. Dan sampaikanlah, oleh kamu Muhammad kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik yang beriman, berkurban, serta peduli dan berbagi terhadap fakir miskin dan duafa dengan tujuan mengharap keridaan Allah.
Al-Hajj Ayat 36 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Hajj Ayat 36, Makna Al-Hajj Ayat 36, Terjemahan Tafsir Al-Hajj Ayat 36, Al-Hajj Ayat 36 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Hajj Ayat 36
Tafsir Surat Al-Hajj Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)