{21} Al-Anbiya / الأنبياء | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | المؤمنون / Al-Mu’minun {23} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Hajj الحج (Haji) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 22 Tafsir ayat Ke 52.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّىٰ أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ ثُمَّ يُحْكِمُ اللَّهُ آيَاتِهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿٥٢﴾
wa mā arsalnā ming qablika mir rasụliw wa lā nabiyyin illā iżā tamannā alqasy-syaiṭānu fī umniyyatih, fa yansakhullāhu mā yulqisy-syaiṭānu ṡumma yuḥkimullāhu āyātih, wallāhu ‘alīmun ḥakīm
QS. Al-Hajj [22] : 52
Dan Kami tidak mengutus seorang rasul dan tidak (pula) seorang nabi sebelum engkau (Muhammad), mela-inkan apabila dia mempunyai suatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan ke dalam keinginannya itu. Tetapi Allah menghilangkan apa yang dimasukkan setan itu, dan Allah akan menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana,
Kami tidak mengutus sebelummu, wahai Rasul, seorang Rasul dan Nabipun melainkan apabila ia membaca kitab Allah, maka setan akan memberikan was-was dan syubhat saat membacanya, untuk menghalangi manusia dari mengikuti apa yang dibacanya. Tetapi Allah membatalkan tipu daya setan, lalu hilanglah was-wasnya, dan mengukuhkan ayat-ayat-Nya yang terang. Allah Maha Mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi, tidak ada sedikitpun yang tersembunyi dari-Nya, lagi Maha Bijaksana dalam ketentuan dan perintah-Nya.
Sebagian besar ulama tafsir sehubungan dengan ayat-ayat ini mengetengahkan kisah garaniq (bintang-bintang) dan kisah yang menyebutkan bahwa kebanyakan dari kaum muslim yang berhijrah ke negeri Abesenia kembali ke Mekah karena mereka menduga orang-orang musyrik Quraisy telah masuk Islam. Akan tetapi, kisah tersebut diriwayatkan melalui berbagai jalur yang seluruhnya berpredikat mursal, dan menurut pendapat saya hadis-hadis tersebut tidaklah disandarkan kepada jalur periwayatan yang sahih. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Abu Daud, telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari Abu Bisyr, dari Sa’id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ketika di Mekah membaca surat An-Najm, dan ketika bacaan beliau sampai kepada firman-Nya: Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Lata dan ‘Uzza dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah)? (An Najm:19-20) Maka setan memasukkan godaannya pada lisan Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ sehingga beliau mengatakan, “Bintang-bintang yang ada di langit yang tinggi itu, sesungguhnya syafaat (pertolongan mereka dalam mendatangkan hujan) benar-benar dapat diharapkan.” Akhirnya orang-orang musyrik berkata, “Dia sebelum ini tidak pernah menyebut nama tuhan-tuhan kami dengan sebutan yang baik.” Lalu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersujud kepada Allah, maka mereka pun (orang-orang musyrik) ikut bersujud. Kemudian Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, lalu Allah menghilangkannya apa yang dimasukkan oleh setan itu, dan Allah
Al-Bazzar meriwayatkannya di dalam kitab musnadnya melalui Yusuf ibnu Hammad, dari Umayyah ibnu Khalid, dari Syu’bah, dari Abu Bisyr, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menurut dugaanku masih diragukan sampainya hadis ini kepada Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ membaca surat An-Najm ketika masih di Mekah, sehingga bacaannya sampai pada firman-Nya: Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Lata dan ‘Uzza. (An Najm:19), hingga akhir beberapa ayat selanjutnya.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan, “Kami tidak mengetahui hadis ini diriwayatkan secara muttasil kecuali melalui sanad ini. Orang yang menjadikannya berpredikat muttasil hanyalah Umayyah ibnu Khalid sendiri. Dia orangnya siqah lagi terkenal, dan sesungguhnya dia meriwayatkan hadis ini hanya melalui jalur Al-Kalbi, dari Abu Saleh, dari Ibnu Abbas.
Kemudian Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui Abul Aliyah dari As-Saddi secara mursal. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi dan Muhammad ibnu Qais secara mursal pula.”
Qatadah mengatakan bahwa dahulu Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ salat di dekat maqam Ibrahim, lalu beliau mengantuk dan setan memasukkan godaan pada lisannya, sehingga beliau mengatakan, “Sesungguhnya bintang-bintang itu benar-benar syafaat (pertolongan)nya dapat diharapkan, dan sesungguhnya bintang-bintang itu bersama dengan bintang-bintang lainnya di langit yang tertinggi.” Lalu orang-orang musyrik menghafal kalimat itu dan setan berperan dengan menyebarkannya, bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah membaca ayat surat An-Najm itu. Sehingga tersebarlah berita itu di kalangan orang-orang musyrik dan menjadi buah bibir mereka. Lalu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menurunkan firman-Nya: Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi. (Al Hajj:52), hingga akhir ayat Maka Allah menjadikan setan itu terhina melalui ayat ini.
Di dalam tafsir Ibnu Jarir disebutkan sebuah riwayat dari Az-Zuhri, dari Abu Bakar ibnu Abdur Rahman ibnul Haris ibnu Hisyam dengan konteks yang semisal.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Baihaqi di dalam kitabnya yang berjudul Dalailun Nubuwwah telah meriwayatkannya, tetapi hanya sampai pada Musa ibnu Uqbah, yang hal ini ia kemukakan dalam kitab Magazi-nya dengan lafaz yang semisal. Al-Baihaqi mengatakan, “Kami telah meriwayatkan pula kisah ini melalui Abu Ishaq.”
Menurut saya, kisah ini telah disebutkan oleh Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab Sirah-nya dengan kalimat-kalimat yang semisal, semuanya berpredikat mursal dan munqati’. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Al-Bagawi di dalam kitab tafsirnya telah menyebutkannya di dalam kumpulan dari perkataan Ibnu Abbas dan Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi serta lain-lainnya dengan lafaz yang semisal. Kemudian dalam pembahasan ini ia mengajukan suatu pertanyaan yang mengatakan, “Mengapa hal seperti ini terjadi, padahal Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah dijamin oleh Allah terpelihara dari segala kesalahan?” Selanjutnya Al-Bagawi mengemukakan beberapa jawaban yang ia petik dari pendapat orang-orang lain. Di antaranya dan yang paling terbaik ialah bahwa setan membisikkan kalimat tersebut ke dalam pendengaran kaum musyrik, sehingga mereka menduga bahwa kalimat-kalimat tersebut bersumber dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Padahal kenyataannya tidaklah demikian, melainkan dari ulah setan dan perbuatannya bukan dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Demikianlah berbagai macam jawaban dari mereka yang mengemukakan pendapatnya sehubungan dengan masalah ini, dengan anggapan bahwa hadis ini memang sahih. .
Al-Qadi Iyad rahimahullah menyinggung masalah ini dalam kitab Asy-Syifa-nya dan mengemukakan jawabannya yang mengatakan bahwa memang keadaan hadis ini sahih mengingat telah terbukti kesahihannya.
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mempunyai risalah khusus yang membahas tentang palsunya kisah Al-Gharaniq ini, dalam kitabnya: Nasbul Mazaniq li Abatil Qishash Al Gharaniq.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu.
Melalui ayat ini Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menghibur hati Rasul-Nya. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa janganlah hatimu gundah karenanya, sesungguhnya hal semisal itu pernah dialami oleh para rasul sebelummu dan juga oleh para nabi.
Imam Bukhari mengatakan bahwa Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
terhadap keinginan itu.
Apabila ia berbicara, setan memasukkan godaannya ke dalam pembicaraannya, lalu Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu.
dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu. (Al Hajj:52) Yakni apabila Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ berbicara, maka setan memasukkan godaan-godaan ke dalam pembicaraannya.
Mujahid mengatakan, makna iza-tamanna ialah apabila berbicara.
Menurut pendapat yang lain, makna umniyah ialah bacaannya, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya:
kecuali dongengan-dongengan bohong belaka. (Al Baqarah:78)
Yaitu bisa berucap, tetapi tidak bisa membaca dan menulis.
Al-Bagawi mengatakan bahwa kebanyakan ulama tafsir mengatakan tentang makna tamanna, bahwa artinya membaca Kitabullah.
setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu.
Yang dimaksud dengan umniyatihi ialah bacaannya.
Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, “Iza-tamanna” artinya apabila membaca.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat ini lebih mirip dengan pengertian takwil.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu.
Menurut pengertian hakiki dari lafaz an-naskh ialah menghilangkan dan menghapuskan.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Allah menghapuskan apa yang dimasukkan oleh setan itu.
Ad-Dahhak mengatakan bahwa Jibril menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu dengan seizin Allah, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.
Artinya, Allah Maha Mengetahui segala urusan dan kejadian, tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya. Dan Allah Mahabijaksana dalam menentukan keputusan-Nya, menciptakan makhluk-Nya, dan perintahNya kepada makhluk-Nya. Di balik semua itu terkandung hikmah yang sempurna dan hujah yang jelas, karena itulah Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman:
Allah جَلَّ جَلالُهُ memberitahukan kandungan hikmahNya yang luhur dan seleksi yang Allah جَلَّ جَلالُهُ tentukan untuk memilih salah seorang dari kalangan para hambaNya, dan bahwa Allah جَلَّ جَلالُهُ tidaklah mendelegasikan sebelum Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ رَسُولٍ وَلَا نَبِيٍّ إِلَّا إِذَا تَمَنَّى “seorang rasul pun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila dia mempunyai suatu keinginan,” maksudnya dia membaca sesuatu untuk menggugah umat manusia dan memerintahkan mereka serta melarang mereka أَلْقَى الشَّيْطَانُ فِي أُمْنِيَّتِهِ “setan pun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu,” yaitu pada bacaannya, berupa trik-trik dan tipu-daya yang menghantam bacaan tersebut, kendatipun Allah جَلَّ جَلالُهُ telah membentengi para rasul pada aspek risalah yang mereka sampaikan dari Allah جَلَّ جَلالُهُ dan memelihara wahyuNya biar tidak rancu dan bercampuraduk dengan lainnya. Akan tetapi, lontaran godaan dari setan ini tidak selalu eksis dan berlangsung terus-menerus. Itu hanyalah sekedar hambatan yang timbul ke-mudian lenyap. Hambatan-hambatan ini terbatasi oleh ketentuan-ketentuan. Untuk itu, Allah جَلَّ جَلالُهُ berfirman, فَيَنْسَخُ اللَّهُ مَا يُلْقِي الشَّيْطَانُ “Maka Allah جَلَّ جَلالُهُ menghilangkan apa yang dimasukkan oleh setan itu,” maksudnya Allah جَلَّ جَلالُهُ melenyapkan dan menghilangkannya serta menggugurkannya, dan menerangkan bahwa itu bukan dari bagian ayat-ayatNya. Dan يُحْكِمُ اللَّهُ آيَاتِهِ “Allah جَلَّ جَلالُهُ menguatkan ayat-ayatNya,” mengokoh-kannya dan mensterilkan serta menjaganya, hingga tetap bersih murni dari dampak pencampuran hembusan godaan setan. وَاللَّهُ عَزِيزٌ “Dan Allah جَلَّ جَلالُهُ [Mahaperkasa],” Sempurna kekuatan dan kuasaNya. Dengan kesempurnaan kekuatanNya, Dia memelihara wahyuNya dan mengenyahkan lontaran campur tangan setan-setan. حَكِيمٌ “Lagi Mahabijaksana,” meletakkan seluruh perkara pada tempatnya.
Setelah dijelaskan bagaimana orang kafir menantang ayat-ayat Allah, pada ayat ini dijelaskan usaha setan melemahkan ayat-Nya, ketika ayat itu diwahyukan kepada para nabi dan rasul. Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun di antara rasul-rasul Allah, dan tidak pula seorang nabi sebelum engkau Muhammad, melainkan apabila dia mempunyai suatu keinginan untuk memberi peringatan kepada orang-orang kafir, mereka segera mengikuti bacaan nabi dengan tambahan kata-kata yang membenarkan keyakinan mereka melalui usaha setan memasukkan kata-kata sesat ke dalam bacaan itu. Akan tetapi usaha ini tidak akan pernah berhasil. Karena Allah segera menghilangkan apa yang dimasukkan setan itu dengan cepat; dan Allah akan menguatkan ayat-ayat-Nya pada jiwa rasulullah dengan melindungi beliau dari kemungkinan menyampaikan kata-kata setan. Dan Allah maha mengetahui atas segala sesuatu, lagi mahabijaksana dalam semua perbuatan-Nya. 53. Allah mengizinkan setan menyisipkan kata-kata sesat ke dalam ayat-ayat-Nya ketika diwahyukan, karena dia ingin menjadikan kata-kata sesat yang ditimbulkan setan itu sebagai cobaan yang bisa menyesatkan, bagi orang-orang yang lemah iman yaitu bagi orang-orang yang dalam hatinya ada penyakit kemunafikan dan orang yang berhati keras sehingga tertutup dari cahaya Allah. Dan sungguh orang-orang yang zalim itu, karena meyakini kata-kata setan itu bagian dari wahyu Allah, benar-benar dalam permusuhan terhadap Allah dan rasul-Nya yang jauh dari kebe-naran.
Al-Hajj Ayat 52 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Hajj Ayat 52, Makna Al-Hajj Ayat 52, Terjemahan Tafsir Al-Hajj Ayat 52, Al-Hajj Ayat 52 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Hajj Ayat 52
Tafsir Surat Al-Hajj Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)