{23} Al-Mu’minun / المؤمنون | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الفرقان / Al-Furqan {25} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nur النور (Cahaya) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 24 Tafsir ayat Ke 32.
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ ۚ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ ﴿٣٢﴾
wa angkiḥul-ayāmā mingkum waṣ-ṣāliḥīna min ‘ibādikum wa imā`ikum, iy yakụnụ fuqarā`a yugnihimullāhu min faḍlih, wallāhu wāsi’un ‘alīm
QS. An-Nur [24] : 32
Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.
Nikahkanlah (wahai orang-orang yang beriman) seseorang yang belum mempunyai pasangan di antara kalian, baik lelaki maupun perempuan, hamba sahaya kalian yang shalih, baik lelaki maupun perempuan. Jika orang yang hendak menikah demi menjaga kehormatannya adalah orang fakir, maka Allah pasti akan mencukupinya dengan keluasan rizki-Nya. Allah adalah Yang Mahaluas, Mahabanyak kebaikan-Nya, Mahaagung karunia-Nya dan Maha Mengetahui keadaan para hamba-Nya.
Ayat-ayat yang mulia lagi menjelaskan ini mengandung sejumlah hukum yang muhkam dan perintah-perintah yang pasti.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kalian. (An Nuur:32), sampai akhir ayat.
Hal ini merupakan perintah untuk kawin. Segolongan ulama berpendapat bahwa setiap orang yang mampu kawin diwajibkan melakukanya. Mereka berpegang kepada makna lahiriah hadis Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ yang berbunyi:
Hai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang mampu menanggung biaya perkawinan, maka hendaklah ia kawin. Karena sesungguhnya kawin itu lebih menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang tidak mampu, hendaknyalah ia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu dapat dijadikan peredam (berahi) baginya.
Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahihnya masing-masing melalui hadis Ibnu Mas’ud.
Di dalam kitab sunan telah disebutkan hadis berikut melalui berbagai jalur, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Nikahilah oleh kalian wanita-wanita yang subur peranakannya, niscaya kalian mempunyai keturunan, karena sesungguhnya aku merasa bangga dengan (banyaknya) kalian terhadap umat-umat lain kelak di hari kiamat. Menurut riwayat lain disebutkan, “Sekalipun dengan bayi yang keguguran.”
Al-Ayama adalah bentuk jamak dari ayyimun. Kata ini dapat ditujukan kepada pria dan wanita yang tidak punya pasangan hidup, baik ia pernah kawin ataupun belum. Demikianlah menurut pendapat Al-Jauhari yang ia nukil dari ahli lugah (bahasa). Dikatakan rajulun ayyimun dan imra-tun ayyimun, artinya pria yang tidak beristri dan wanita yang tidak bersuami.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. (An Nuur:32), hingga akhir ayat.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna ayat ini mengandung anjuran kepada mereka untuk kawin. Allah memerintahkan orang-orang yang merdeka dan budak-budak untuk kawin, dan Dia menjanjikan kepada mereka untuk memberikan kecukupan. Untuk itu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى berfirman: Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. (An Nuur:32)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Mahmud ibnu Khalid Al-Azraq, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Abdul Wahid, dari Sa’id ibnu Abdul Aziz yang mengatakan bahwa telah sampai suatu berita kepadanya bahwa Abu Bakar As-Siddiq r.a. pernah mengatakan, “Bertakwalah kalian kepada Allah dalam menjalankan apa yang Dia perintahkan kepada kalian dalam hal nikah, niscaya Dia akan memenuhi bagi kalian apa yang telah Dia janjikan kepada kalian, yaitu kecukupan.” Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman: Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. (An Nuur:32)
Telah diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa ia pernah mengatakan, “Carilah kecukupan dalam nikah, karena Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى telah berfirman: ‘Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya’ (An Nuur:32).”
Ibnu Jarir telah meriwayatkannya, dan Al-Bagawi telah meriwayatkan hal yang semisal melalui Umar.
Telah diriwayatkan dari Al-Lais, dari Muhammad ibnu Ajian, dari Sa’id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang berkata bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda:
Ada tiga macam orang yang berhak memperoleh pertolongan dari Allah, yaitu orang yang nikah karena menghendaki kesucian, budak mukatab yang bertekad melunasinya, dan orang yang berperang di jalan Allah.
Hadis riwayat imam Ahmad, Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah.
Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah mengawinkan lelaki yang tidak mempunyai apa-apa selain sehelai kain sarung yang dikenakannya dan tidak mampu membayar maskawin cincin dari besi sekalipun. Tetapi walaupun demikian, beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengawinkannya dengan seorang wanita dan menjadikan maskawinnya bahwa dia harus mengajari istrinya Al-Qur’an yang telah dihafalnya. Kebiasaannya, berkat kemurahan dari Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan belas kasih-Nya, pada akhirnya Allah memberinya rezeki yang dapat mencukupi kehidupan dia dan istrinya.
Adapun tentang apa yang dikemukakan oleh kebanyakan orang, bahwa hal berikut merupakan sebuah hadis, yaitu:
Kawinilah orang-orang yang fakir, niscaya Allah akan memberikan kecukupan kepada kalian.
Maka hadis ini tidak ada pokok pegangannya, dan menurut hemat saya sanadnya tidak kuat, juga tidak lemah, sampai sekarang saya masih belum mengetahuinya. Apa yang ada di dalam Al-Qur’an merupakan suatu kecukupan yang tidak memerlukannya, begitu pula hadis-hadis di atas yang telah kami kemukakan, sudah cukup sebagai dalilnya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin, hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. (An Nuur:33)
Ini adalah perintah dari Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى,ditujukan kepada lelaki yang tidak mampu kawin, hendaknyalah mereka memelihara dirinya dari hal yang diharamkan, seperti yang disebutkan dalam sabda Rasulullah Saw:
Hai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang mempunyai kemampuan untuk kawin, kawinlah kalian, karena sesungguhnya kawin itu lebih menundukkan pandangan mata dan lebih memelihara kemaluan. Dan barang siapa yang tidak mampu, hendaklah ia mengerjakan puasa, karena sesungguhnya puasa merupakan peredam baginya.
Ayat ini mengandung makna yang mutlak, sedangkan ayat yang terdapat di dalam surat An-Nisa lebih khusus maknanya, yaitu firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Dan barang siapa di antara kalian (orang merdeka) yang tidak cukup perbelanjaannya untuk mengawini wanita merdeka. (An Nisaa:25)
sampai dengan firman-Nya:
dan kesabaran itu lebih baik bagi kalian. (An Nisaa:25)
Artinya, kesabaran kalian untuk tidak mengawini budak perempuan lebih baik bagi kalian, karena anaknya kelak akan menjadi budak pula.
Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha penyayang. (An Nisaa:25)
Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan orang-orang yang tidak mampu kawin, hendaklah menjaga kesucian (diri)nya. (An Nuur:33) Yakni berkenaan dengan seorang lelaki yang melihat wanita lain hingga ia bernafsu kepadanya. Maka jika ia mempunyai istri, hendaklah ia pulang kepada istrinya dan tunaikanlah hajatnya itu kepadanya. Jika ia tidak beristri, hendaklah mengalihkan pandangannya kepada kerajaan langit dan bumi hingga Allah memberikan kecukupan kepadanya.
Allah جَلَّ جَلالُهُ memerintahkan para wali dan tuan-tuan untuk menikahkan orang-orang yang ada dalam perwaliannya dari golongan ayama (orang-orang yang sendirian). Mereka adalah orang-orang yang tidak mempunyai pasangan, lelaki atau perem-puan, janda atau perawan. Maka, wajib bagi kerabatnya dan wali anak yatim itu untuk menikahkan orang yang membutuhkan per-nikahan dari orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggungan si wali.
Bila mereka diperintahkan untuk menikahkan orang-orang yang berada di bawah tanggungan mereka, maka perintah kepada mereka untuk menikah lebih utama lagi. {وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ} “Dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.” Dimungkin-kan bahwa maksud dari orang-orang yang layak (menikah) adalah yang baik agamanya. Yang dimaksud dengan “orang-orang yang shalih (layak menikah)” adalah kebaikan agama (mereka), dan bahwa orang shalih, baik dari budak lelaki atau budak wanita –yang tidak melakukan perbuatan jahat dan zina– pemiliknya diperintahkan untuk menikahkannya sebagai balasan atas kebaikannya dan an-juran kepadanya dalam perkara tersebut. Karena orang yang sudah rusak yang disebabkan zina, dilarang untuk dinikahi. Sehingga menjadi pendukung terhadap ketetapan yang telah disebutkan di permulaan surat, bahwasanya pernikahan lelaki pezina dan perem-puan pezina diharamkan sampai dia bertaubat. Jadi, pengkhususan sifat keshalihan (kelayakan) adalah pada diri budak lelaki dan budak wanita saja, bukan untuk orang yang merdeka, lantaran banyak ditemukan perzinaan di kalangan hamba.
Dimungkinkan pula maksud dari ‘orang-orang yang shalih’ adalah orang-orang yang sudah pantas menikah, lagi membutuh-kannya, baik para budak laki-laki dan perempuan. Pengertian ini ditopang oleh realita bahwa seorang tuan tidak diperintahkan untuk menikahkan budaknya sebelum membutuhkan perkawinan. Tidak terlalu kabur cakupan dua makna ini sekaligus (pada ayat ini). Wallahu a’lam.
Firman Allah, {إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ} “Jika mereka miskin,” yaitu para suami dan orang yang telah menikah {يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ} “niscaya Allah akan memampukan mereka dengan karuniaNya,” sehingga janganlah menjadi penghalang apa yang kalian dugakan bahwa bila dia me-nikah nanti, maka akan jatuh miskin sebab banyaknya tanggungan dan lainnya.
Pada ayat ini terkandung anjuran untuk menikah dan janji Allah kepada orang yang menikah dengan kecukupan setelah kondisi kefakirannya. {وَاللَّهُ وَاسِعٌ} “Dan Allah Mahaluas,” banyak ke-baikanNya dan agung karuniaNya, {عَلِيمٌ} “lagi Maha Mengetahui,” tentang orang-orang yang berhak menerima karuniaNya, yang bersifat agama dan duniawi atau (berhak mendapat) salah satunya dari orang-orang yang tidak berhak. Maka masing-masing diberi-kan sesuai dengan apa yang diketahuiNya dan (sesuai) dengan tuntutan hukumNya.
Setelah uraian tersebut, datanglah perintah untuk menikah sebagai salah satu cara memelihara kesucian nasab. Dan nikahkanlah, yaitu bantulah supaya bisa menikah, orang-orang yang masih membujang di antara kamu agar mereka dapat hidup tenang dan terhindar dari zina serta perbuatan haram lainnya, dan bantulah juga orang-orang yang layak menikah dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah mahaluas pemberian-Nya; tidak akan berkurang khazanah-Nya seberapa banyak pun dia memberi hamba-Nya keka-yaan, lagi maha mengetahui. 33. Bila arahan pada ayat sebelumnya ditujukan kepada para wali atau pihak yang dapat membantu pernikahan, arahan pada ayat ini ditujukan kepada pria agar tidak mendesak wali untuk buru-buru menikahkannya. Dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian diri-Nya dengan berpuasa atau aktivitas lain, sampai Allah memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya dan memberi mereka kemudahan untuk menikah. Dan jika hamba sahaya yang kamu miliki menginginkan perjanjian, yaitu kesepakatan untuk memerdekakan diri dengan membayar tebusan, hendaklah kamu buat perjanjian kepada mereka jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, yaitu jika kamu tahu mereka akan mampu melaksanakan tugas dan kewajiban mereka, mampu menjaga diri, serta mampu menjalankan tuntunan agama mereka; dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu berupa zakat untuk membantu pembebasan mereka dari perbudakan. Dan janganlah kamu paksa hamba sahaya perempuanmu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri menginginkan kesucian, hanya karena kamu hendak mencari keuntungan kehidupan duniawi dari pelacuran itu. Barang siapa memaksa mereka untuk melakukan perbuatan tercela itu maka sungguh, Allah maha pengampun terhadap perempuan-perempuan yang dipaksa itu, maha penya-yang kepada mereka setelah mereka dipaksa, dan dia akan memikulkan dosa kepada orang yang memaksa mereka.
An-Nur Ayat 32 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Nur Ayat 32, Makna An-Nur Ayat 32, Terjemahan Tafsir An-Nur Ayat 32, An-Nur Ayat 32 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Nur Ayat 32
Tafsir Surat An-Nur Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)