{23} Al-Mu’minun / المؤمنون | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | الفرقان / Al-Furqan {25} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Nur النور (Cahaya) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 24 Tafsir ayat Ke 35.
۞ اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ ۖ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ ۖ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ ۚ نُورٌ عَلَىٰ نُورٍ ۗ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴿٣٥﴾
allāhu nụrus-samāwāti wal-arḍ, maṡalu nụrihī kamisykātin fīhā miṣbāḥ, al-miṣbāḥu fī zujājah, az-zujājatu ka`annahā kaukabun durriyyuy yụqadu min syajaratim mubārakatin zaitụnatil lā syarqiyyatiw wa lā garbiyyatiy yakādu zaituhā yuḍī`u walau lam tamsas-hu nār, nụrun ‘alā nụr, yahdillāhu linụrihī may yasyā`, wa yaḍribullāhul-amṡāla lin-nās, wallāhu bikulli syai`in ‘alīm
QS. An-Nur [24] : 35
Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya, seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca (dan) tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Allah Pemberi cahaya kepada langit dan bumi. Dia mengatur segala perkara yang ada di dalamnya dan memberi petunjuk kepada penghuninya. Allah adalah cahaya, hijab-Nya adalah cahaya. Dengan cahayanya Dia menerangi langit dan bumi dan aapa yang ada pada keduanya. Kitab dan hidayah-Nya merupakan cahaya Allah. Jika sekiranya tidak karena cahaya Allah, niscaya kegelapan akan menutupi sebagian di atas sebagian yang lain. Perumpamaan cahaya Allah yang memberi petunjuk kepada-Nya, berupa iman dan Al Qur’an dalam hati seorang mukmin adalah seperti misykat yakni suatu lobang di dinding rumah yang tidak tembus yang di dalamnya ada lampu, yang mana lubang itu mengumpulkan cahaya lampu tersebut sehingga cahayanya tidak menyebar. Lampu itu ada di dalam kaca, karena kejernihannya sehingga seakan-akan bintang yang bercahaya seperti mutiara. Lampu itu dinyalakan dengan minyak dari pohon yang penuh dengan berkah, yakni pohon Zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur saja, sehingga tidak terkena cahaya saat sore hari. Dan tidak hanya tumbuh di sebelah barat saja sehingga tidak terkena cahaya matahari saat pagi hari. Ia tumbuh di posisi tengah-tengah, tidak di timur juga tidak di baratnya. Karena kejernihannya hingga hampir saja minyak tersebut menyala dengan sendirinya meskipun belum di sulut dengan api. Dan ketika di sulut dengan api maka ia akan bercahaya dengan sangat terang. Cahaya di atas cahaya. Yakni cahaya minyak berlapis cahaya api. Hal itu seperti hidayah yang menerangi di dalam hati seorang mukmin. Allah memberikan hidayah dan taufik untuk mengikuti Al Qur’an kepada siapa pun yang Dia kehendaki. Dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia agar mereka memahami perumpamaan tersebut dan hikmah-hikmahnya. Allah adalah Dzat yang Maha Mengetahui segala sesuatu, tiada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. (An Nuur:35) Yakni Pemberi petunjuk kepada penduduk langit dan bumi.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa Mujahid dan Ibnu Abbas telah meriwayatkan sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. (An Nuur:35) Yaitu Yang mengatur urusan yang ada pada keduanya, bintang-bintangnya, mataharinya, dan bulannya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Umar ibnu Khalid Ar-Ruqi, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Rasyid, dari Furqud, dari Anas ibnu Malik yang mengatakan bahwa sesungguhnya Allah berfirman, “Cahaya-Ku adalah petunjuk.” Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Abu Ja’far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi’ ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka’b sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah. (An Nuur:35) Bahwa yang dimaksud adalah orang mukmin yang Allah telah menjadikan iman dan Al-Qur’an tertanam di dadanya. Maka Allah membuat perumpamaannya melalui firman-Nya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. (An Nuur:35) Allah memulainya dengan menyebut cahaya-Nya sendiri, kemudian menyebut cahaya orang mukmin. Untuk itu Allah berfirman, “Perumpamaan cahaya orang yang beriman kepada-Nya.” Perawi mengatakan bahwa Ubay ibnu Ka’b membaca ayat ini dengan bacaan berikut, “Perumpamaan cahaya orang yang beriman kepada-Nya,” dia adalah orang mukmin tertanam di dadanya iman dan Al-Qur’an. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Sa’id ibnu Jubair dan Qais ibnu Sa’d, dari Ibnu Abbas, bahwa dia membacanya dengan bacaan ini, yaitu: “Perumpamaan cahaya orang yang beriman kepada Allah.”
Sebagian ulama ada yang membacanya, “Allah Pemberi cahaya langit dan bumi.”
Diriwayatkan dari Ad-Dahhak sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. (An Nuur:35), Juga dari As-Saddi sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. (An Nuur:35) Yakni dengan cahaya-Nya, maka teranglah langit dan bumi.
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Muhammad ibnu Ishaq di dalam kitab As-Sirah disebutkan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ketika disakiti oleh penduduk Taif mengucapkan dalam doanya:
Aku berlindung kepada cahaya Zat-Mu yang menyinari semua kegelapan, dan membuat baik urusan dunia dan akhirat, janganlah Engkau timpakan kepadaku murka-Mu, hanya kepada Engkaulah kami mengadrt hingga Engkau rida. Dan tiada daya upaya serta tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan dari Ibnu Abbas r.a., bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ apabila bangun mengerjakan salatul lail-nya, beliau mengucapkan doa berikut:
Ya Allah, Engkaulah segala puji, Engkau adalah Cahaya langit dan bumi serta semua makhluk yang ada pada keduanya. Dan hanya bagi Engkaulah segala puji, Engkau adalah Yang Maha Mengatur langit dan bumi serta semua makhluk yang ada padanya.
Diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas’ud, bahwa ia pernah mengatakan, “Sesungguhnya di sisi Tuhan kalian tidak ada malam dan tidak pula siang, cahaya ‘Arasy adalah berasal dari cahaya Zat-Nya.”
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Perumpamaan cahaya Allah. (An Nuur:35)
Mengenai rujukan damir ini ada dua pendapat. Pendapat pertama mengatakan bahwa damir Nurihi kembali kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى sebagai tamsil yang menggambarkan hidayah Allah di dalam kalbu orang mukmin adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus. Demikianlah menurut pendapat Ibnu Abbas.
Pendapat kedua, damir itu kembali kepada orang mukmin karena tersimpulkan dari konteks ayat. Bentuk lengkapnya ialah, “Perumpamaan cahaya orang mukmin yang ada di dalam kalbunya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus.” Maka kalbu orang mukmin yang telah tertanam di dalamnya keimanan dan Al-Qur’an yang diterimanya sesuai dengan fitrah dalam dirinya, seperti yang diungkapkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang-orang yang ada mempunyai bukti nyata (Al-Qur’an) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah. (Huud:17)
diserupakan dalam hal kejernihannya dengan lentera yang terbuat dari kaca yang tembus pandang lagi berkilauan. Sedangkan hidayah yang diterimanya dari Al-Qur’an dan syariat agama diserupakan dengan minyaknya yang baik, jernih, bercahaya, dan sesuai, tiada kekeruhan padanya, tiada pula penyimpangan.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
seperti sebuah lubang yang tak tembus. (An Nuur:35)
Ibnu Abbas, Mujahid, Muhammad ibnu Ka’b, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan misykat ialah tempat lentera, ini menurut pendapat yang terkenal. Karena itu, disebutkan sesudahnya:
yang di dalamnya ada pelita besar. (An Nuur:35)
Yakni pelita yang menyala.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus yang di dalamnya ada pelita besar. (An Nuur:35) Ketika orang-orang Yahudi berkata kepada Nabi Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, “Bagaimanakah cahaya Allah dapat menembus dari balik langit?” Maka Allah membuat perumpamaan bagi cahaya-Nya itu melalui firman-Nya: Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus. (An Nuur:35) Yang dimaksud dengan misykat ialah lubang yang ada di tembok rumah (tetapi tidak tembus, digunakan untuk tempat lentera). Ibnu Abbas mengatakan bahwa ini merupakan perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk menggambarkan ketaatan kepada-Nya. Allah menamakan ketaatan kepada-Nya sebagai cahaya, kemudian memisalkannya pula dengan jenis-jenis yang lain.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa misykat adalah lubang (menurut bahasa Habsyah). Sebagian dari mereka menambahkan bahwa misykat adalah lubang yang tak tembus.
Diriwayatkan dari Mujahid, bahwa misykat ialah besi gantungan lampu besar.
Tetapi pendapat yang pertamalah yang paling utama, yaitu yang mengatakan bahwa misykat adalah tempat lampu. Karena itulah disebutkan sesudahnya: yang di dalamnya ada pelita besar. (An Nuur:35) Yakni cahaya yang ada dalam lampu itu.
Ubay ibnu Ka’b mengatakan bahwa yang dimaksud dengan misbah ialah cahaya, ini merupakan perumpamaan bagi Al-Qur’an dan iman yang ada di dalam dada orang mukmin.
As-Saddi mengatakan, yang dimaksud dengan misbah ialah lentera.
Pelita itu di dalam kaca. (An Nuur:35)
Yakni cahaya itu terpancarkan dari balik kaca yang jernih.
Ubay ibnu Ka’b dan lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa ini merupakan perumpamaan bagi kalbu orang mukmin.
(dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya). (An Nuur:35)
Sebagian ulama membacanya durrin tanpa memakai hamzah, berasal dari ad-durr, yakni seakan-akan kaca itu adalah bintang permata yang bercahaya. Sedangkan ulama lainnya membacanya dir’an atau dur’un, berasal dari dur’un yang artinya terdorong. Demikian itu karena bintang bila terlemparkan, maka cahayanya sangat terang melebihi saat diamnya. Dan orang-orang Arab menamakan bintang yang tidak dikenal dengan sebutan darari.
Ubay ibnu Ka’b mengatakan, makna yang dimaksud ialah bintang yang bercahaya terang.
Sedangkan menurut Qatadah, makna yang dimaksud ialah bintang yang terang jelas lagi besar.
yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya. (An Nuur:35)
Yakni bahan bakarnya dari minyak zaitun, yang merupakan pohon yang banyak berkahnya.
(yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An Nuur:35)
Lafaz zaitunah berkedudukan sebagai badal atau ‘ataf bayan. Yakni pohon zaitun tersebut tumbuh bukan di belahan timurnya yang akibatnya sinar mentari pagi tidak dapat sampai kepadanya, tidak pula tumbuh di belahan baratnya yang akibatnya ada bagian darinya yang tidak terkena sinar mentari di saat matahari condong ke arah barat. Akan tetapi, ia tumbuh di daerah pertengahan yang selalu terkena sinar mentari sejak pagi hari sampai petang hari, sehingga minyak yang dihasilkannya jernih, baik dan berkilauan.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar yang mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Abdullah ibnu Sa’d, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abu Qais, dari Sammak ibnu Harb, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An Nuur:35) Yaitu pohon zaitun yang ada di padang sahara dalam keadaan tidak tertutupi oleh naungan pohon lainnya, tidak tertutupi oleh gunung, tidak pula berada di dalam gua. Pendek kata, pohon itu tidak tertutupi oleh sesuatu pun. Maka pohon sejenis ini menghasilkan minyak yang paling baik.
Yahya ibnu Sa’id Al-Qattan telah meriwayatkan dari Imran ibnu Jarir, dari Ikrimah sehubungan dengan makna firman-Nya: yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An Nuur:35) Yakni pohon zaitun yang tumbuh di padang sahara. Pohon seperti ini menghasilkan minyak yang jernih.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami AbuNa’im, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Farukh, dari Habib ibnuz Zubair, dari Ikrimah, bahwa ia pernah ditanya oleh seseorang tentang makna firman-Nya: (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An Nuur:35) Ikrimah menjawab bahwa pohon tersebut adalah pohon zaitun yang ada di padang sahara, apabila mentari terbit, sinarnya langsung menerpanya, dan apabila tenggelam, terkena pula sinarnya sebelum tenggelam. Maka pohon zaitun ini menghasilkan minyak yang paling jernih.
Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An Nuur:35) Maksudnya, tidak terletak di sebelah timur yang akibatnya tidak terkena sinar mentari di saat tenggelamnya, tidak pula terletak di sebelah barat yang akibatnya tidak terkena sinar mentari di saat terbitnya. Tetapi pohon ini terletak di antara arah timur dan arah barat, karenanya ia selalu terkena sinar mentari, baik di pagi hari maupun di petang hari saat matahari akan tenggelam.
Sa’id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat (nya), yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi. (An Nuur:35) Yakni minyak yang terbaik. Sa’id ibnu Jubair mengatakan bahwa apabila mentari terbit, maka sinarnya langsung mengenai pohon itu dari arah timur, dan apabila mentari akan tenggelam, maka sinarnya mengenainya pula. Sinar mentari selalu mengenainya, baik di pagi hari maupun di petang hari. Yang demikian itu berarti pohon ini terletak bukan di sebelah timur, bukan pula di sebelah barat.
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An Nuur:35) Yaitu bukan terletak di sebelah timur sekali, bukan pula terletak di sebelah barat sekali, tetapi ia terletak di puncak bukit atau di tengah padang sahara yang selalu terkena sinar mentari sepanjang harinya.
Menurut pendapat yang lain, makna yang dimaksud oleh firman-Nya: (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An Nuur:35) Bahwa pohon itu berada di tengah-tengah pepohonan lainnya sehingga ia tidak tampak dari sebelah timur, tidak pula dari sebelah barat.
Abu Ja’far Ar-Razi telah meriwayatkan dari Ar-Rabi’ ibnu Anas, dari Abul Aliyah, dari Ubay ibnu Ka’b sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak disebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat (nya). (An Nuur:35) Pohon tersebut hijau lagi lembut karena tidak terkena sinar mentari sama sekali, baik di saat mentari terbit maupun di saat tenggelam. Demikian pula keadaan orang mukmin yang sesungguhnya, ia terlindungi dari fitnah apa pun, dan adakalanya ia diuji oleh fitnah, tetapi Allah meneguhkan hatinya sehingga tidak tergoda. Dia adalah seorang mukmin yang memiliki empat perangai, yaitu, Apabila bicara, benar. Apabila memutuskan hukum, adil. Apabila dicoba, sabar. Dan apabila diberi, bersyukur. Perihal dia di antara umat manusia lainnya sama dengan seorang lelaki hidup yang berjalan di antara orang-orang yang mati.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Musaddad yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Abu Bisyr, dari Sa’id Ibnu Jubair sehubungan dengan makna firman-Nya: (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An Nuur:35) Bahwa pohon ini tidak terkena sinar mentari, baik dari arah timur maupun dari arah barat, karena ia terletak di tengah-tengah pepohonan lainnya.
Atiyyah Al-Aufi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An Nuur:35) Yakni pohon zaitun yang berada di suatu tempat, yang bayangan buahnya terlihat pada dedaunannya. Jenis pohon ini tidak terkena sinar mentari di saat terbit dan tenggelamnya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman Ad-Dusytuki, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Abu Qais, dari Ata, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman-Nya: yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An Nuur:35) Yakni bukan di sebelah timur yang dekat dengan sebelah barat, bukan pula di sebelah barat yang dekat dengan sebelah timur, tetapi ia terletak di antara keduanya.
Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak (pula) di sebelah barat(nya). (An Nuur:35) Maksudnya, pohon yang tumbuh di daerah pedalaman.
Zaid ibnu Aslam telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak pula di sebelah barat(nya). (An Nuur:35) Yakni tumbuh di negeri Syam.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa seandainya pohon ini ada di bumi, tentulah ia terletak di sebelah timur atau di sebelah baratnya, tetapi hal ini merupakan perumpamaan yang di buat oleh Allah untuk menggambarkan tentang cahaya-Nya.
Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya. (An Nuur:35) Yakni laki-laki yang saleh. (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur sesuatu dan tidak pula di sebelah barat(nya). (An Nuur:35) Yaitu bukan orang Yahudi, bukan pula orang Nasrani.
Pendapat yang paling utama di antara semua pendapat yang ada adalah pendapat yang pertama. Yakni pendapat yang mengatakan bahwa pohon zaitun tersebut tumbuh di tempat yang luas dan kelihatan menonjol, selalu terkena sinar mentari sejak pagi sampai petang. Yang demikian itu akan menghasilkan minyak yang paling jernih dan paling lembut, seperti yang dikatakan oleh banyak orang dari kalangan orang-orang terdahulu. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya:
yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. (An Nuur:35)
Menurut Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, makna yang dimaksud ialah minyak itu seakan-akan menyala karena jernih dan cemerlangnya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis). (An Nuur:35)
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah menggambarkan tentang iman seorang hamba dan amalnya.
Mujahid mengatakan —demikian juga As-Saddi— bahwa makna yang dimaksud ialah cahaya api dan cahaya minyak zaitun.
Ubay ibnu Ka’b telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis). (An Nuur:35) Orang mukmin bergelimang di dalam lima nur (cahaya), ucapannya adalah cahaya, amal perbuatannya adalah cahaya, tempat masuknya adalah cahaya, tempat keluarnya adalah cahaya, dan tempat kembalinya ialah ke dalam surga kelak di hari kiamat dengan diterangi oleh cahaya.
Syamr ibnu Atiyyah telah mengatakan bahwa Ibnu Abbas datang kepada Ka’bul Ahbar, lalu berkata, “Ceritakanlah kepadaku tentang makna firman-Nya: ‘Yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.’ (An Nuur:35)” Ka’bul Ahbar mengatakan bahwa hampir-hampir Muhammad صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ jelas di mata orang-orang, sekalipun dia tidak mengucapkan bahwa dirinya seorang nabi, sebagaimana minyak itu hampir-hampir menerangi (sekalipun tidak disentuh api).
As-Saddi telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis). (An Nuur:35) Yakni cahaya api dan cahaya minyak, saat bertemu kedua-duanya menerangi, masing-masing tidak dapat menerangi tanpa yang lainnya. Demikian pula cahaya Al-Qur’an dan cahaya iman, manakala keduanya bertemu, maka masing-masing dari keduanya tidak akan ada kecuali dengan keberadaan yang lainnya.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki. (An Nuur:35)
Yakni Allah membimbing ke jalan petunjuk siapa yang Dia pilih, seperti yang disebutkan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Mu’awiyah ibnu Amr, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Al-Auza’i, telah menceritakan kepadaku Rabi’ah ibnu Yazid, dari Abdullah Ad-Dailami, dari Abdullah ibnu Amr, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Sesungguhnya Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menciptakan makhluk-Nya dalam kegelapan, kemudian melemparkan kepada mereka sebagian dari cahaya-Nya pada hari itu. Maka barang siapa yang terkena sebagian dari cahaya-Nya, tentulah ia mendapat petunjuk, dan barang siapa yang luput dari cahaya-Nya, sesatlah dia. Untuk itulah saya ucapkan, “Keringlah pena (dalam mencatat) ilmu Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى”
Menurut jalur lain yang bersumber dari Abdullah ibnu Amr, Al-Bazzar telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Suwaid, dari Yahya ibnu Abu Amr Asy-Syaibani, dari ayahnya, dari Abdullah ibnu Amr, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda:
Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk-Nya dalam kegelapan, lalu melemparkan kepada mereka suatu cahaya dari cahaya-Nya. Maka barang siapa yang terkena cahaya itu, ia mendapat petunjuk, dan barang siapa yang luput darinya, maka sesatlah ia.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى:
dan Allah memperbuat perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (An Nuur:35)
Setelah menuturkan hal tersebut sebagai perumpamaan bagi cahaya petunjuk-Nya di dalam kalbu orang mukmin, maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menutup ayat ini dengan firman-Nya: dan Allah memperbuat perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (An Nuur:35) Yakni Dia Maha Mengetahui tentang siapa yang berhak mendapat petunjuk dan siapa yang berhak mendapat kesesatan.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abun Nadr, telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, telah menceritakan kepada kami Syaiban, dari Lais, dari Amr ibnu Murrah, dari Abul Buhturi, dari Abu Sa’id Al-Khudri yang mengatakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Kalbu itu ada empat macam, yaitu kalbu yang bersih, di dalamnya terdapat sesuatu seperti pelita yang berkilauan, kalbu yang terkunci, dalam keadaan tertutup rapat oleh pelapisnya, kalbu yang terbalik, dan kalbu yang terlapisi. Adapun kalbu yang bersih ia adalah kalbu orang mukmin yang di dalamnya terdapat lentera yang meneranginya. Adapun kalbu yang terkunci, maka ia adalah kalbu orang kafir. Adapun kalbu yang terbalik, ia adalah kalbu orang munafik, ia mengetahui (kebenaran), kemudian mengingkarinya. Adapun kalbu yang terlapisi, maka ia adalah kalbu yang mengandung iman dan kemunafikan. Perumpamaan iman di dalam kalbu sama dengan sayuran yang disirami dengan air bersih, dan perumpamaan nifak (sifat munafik) di dalam kalbu sama dengan luka yang disuplai oleh darah dan nanah, maka mana pun di antara keduanya mengalahkan yang lain, berarti dialah yang menang.
Sanad hadis berpredikat jayyid, tetapi mereka (ashabus sunan) tidak mengetengahkannya.
{اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ} “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi,” yang inderawi dan non inderawi. Demikian itu, karena Dzat Allah sendiri adalah cahaya, tiraiNya merupakan cahaya, bila Allah menyingkapnya, niscaya pancaran (sinar) wajah-Nya akan membakar makhluk-makhluk sejauh pandangan mata-Nya memandang. Dengan (cahaya)Nya, maka Arasy, al-Kursi, matahari dan bulan bercahaya. Surga menjadi terang dengan (ca-haya)Nya. Begitu pula [cahaya] yang non inderawi yang kembali bersumber kepada Allah. KitabNya adalah cahaya, syariatNya adalah cahaya, iman dan ma’rifah yang ada di dalam hati para Rasul dan para hambaNya yang beriman adalah cahaya. Sekiranya tidak ada cahaya Allah, maka kegelapan-kegelapan akan bertumpuk-tumpuk.
Oleh karena itu, semua tempat yang kehilangan cahayaNya, maka di sanalah kegelapan dan pemasungan. {مَثَلُ نُورِهِ} “Perumpa-maan cahaya Allah,” yang memandu kepadaNya; yaitu cahaya iman dan al-Qur`an dalam hati orang-orang Mukmin {كَمِشْكَاةٍ} “seperti sebuah lubang (yang tak tembus),” lubang dinding {فِيهَا مِصْبَاحٌ} “yang di dalamnya ada pelita besar,” karena lubang dinding menghimpun cahaya dari lampu sehingga tidak tercerai-berai, membias. Hal itu karena {الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ} “pelita itu di dalam kaca, (dan) kaca itu,” lantaran kejernihan dan keindahannya {كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ} “seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara,” maksudnya bersinar seperti batu mutiara {يُوقَدُ} “yang dinyalakan,” lampu tersebut yang terdapat di dalam kaca yang bening dinyalakan {مِنْ شَجَرَةٍ مُبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ} “dengan minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun,” maksudnya dinyalakan dengan minyak zaitun yang cahayanya merupakan cahaya yang paling cemerlang {لا شَرْقِيَّةٍ} “tidak di sebelah timur (se-suatu),” saja, hingga tidak terkena (pancaran) matahari di akhir siang {وَلا غَرْبِيَّةٍ} “tidak pula di sebelah barat(nya),” saja, hingga tidak terkena matahari [di akhir] siang.
Bila dua kondisi tersebut tidak ada, maka ia berada di tengah dari bumi, seperti zaitun dari wilayah Syam, yang terkena matahari pada permulaan siang dan penghujungnya, sehingga bertambah baik dan bagus serta berdampak pada perolehan minyaknya yang lebih jernih. Karena itu, Allah mengatakan, {يَكَادُ زَيْتُهَا} “Yang mi-nyaknya (saja) hampir-hampir,” karena kejernihannya {يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ} “menerangi, walaupun tidak disentuh api,” lalu bila terkena api, maka akan semakin menerangi. {نُورٌ عَلَى نُورٍ} “Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis),” cahaya dari api dan cahaya dari minyak.
Sisi (persamaan) dari permisalan ini yang mana Allah memi-salkan dan menerapkannya pada keadaan seorang Mukmin yang mana cahaya Allah yang berada dalam hatinya, bahwasanya fitrah Mukmin itu yang mana dia diciptakan dalam bentuknya adalah seperti kedudukan minyak yang sangat jernih. Fitrah Mukmin itu jernih, telah siap untuk (menerima) ajaran-ajaran ilahi dan amal yang disyariatkan. Lalu, apabila ilmu dan iman telah menembus hatinya, maka cahaya yang ada dalam hatinya akan menyala se-bagaimana nyala api di lentera yang ada di dalam lampu tersebut. Hatinya jernih dari tujuan jelek dan pemahaman yang jelek tentang Allah. Bila keimanan telah sampai kepadanya, niscaya akan menyi-nari dengan pancaran yang besar karena sterilitasnya dari kotoran-kotoran. Hal ini ibarat beningnya kaca yang bersinar, sehingga akan terkumpullah padanya cahaya fitrah, cahaya iman, cahaya ilmu dan beningnya ma’rifah, cahaya di atas cahaya yang lain.
Tatkala ini berasal dari cahaya Allah, sementara tidak setiap orang pantas menerimanya, maka Allah berfirman, {يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ} ﮊ “Allah membimbing siapa yang Dia kehendaki kepada cahayaNya,” dari orang-orang yang diketahui kesucian dan kebersihannya, dia bersih dan tumbuh bersamaNya. {يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَنْ يَشَاءُ} “Dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia,” supaya mereka berpikir dan dapat memahami, sebagai (cerminan) kelembutan dari Allah dan kebaikanNya kepada mereka, supaya semakin jelas kebenaran dari kebatilan. Karena permisalan-permisalan dapat mendekatkan makna yang masih abstrak kepada makna yang dapat dicerna panca indera. Sehingga para hamba mengetahuinya de-ngan sejelas-jelasnya. {وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ} “Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” Ilmunya mencakup segala sesuatu, supaya kalian mengetahui bahwa permisalan yang dipaparkan adalah permisalan oleh Dzat yang mengetahui hakikat-hakikat permasalahan dan perinciannya, dan itu merupakan kemaslahatan bagi para hamba. Maka hendaknya kesibukan kalian (diungkapkan) dengan cara menghayati dan selalu berhubungan dengannya, bukan dengan cara berpaling dan menentangnya. Karena sesungguhnya Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahuinya.
Tatkala cahaya iman dan al-Qur`an itu, kebanyakan faktor-faktornya teraih di dalam masjid, maka Allah menyebutkannya guna mengangkat arti pentingnya. Allah berfirman,
Allah adalah pemberi cahaya, karenanya dia menurunkan Al-Qur’an untuk menjadi cahaya bagi kehidupan manusia. Allah adalah pemberi cahaya pada langit dan bumi, baik cahaya material yang kasat mata maupun cahaya immaterial seperti keimanan, pengetahuan, dan lainnya. Perumpamaan kecerlangan cahaya-Nya yang menerangi hati orang-orang mukmin seperti sebuah lubang yang tidak tembus sehingga tidak diterpa angin yang dapat memadamkan cahaya, dan membantu mengumpulkan cahaya lalu memantulkannya; yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca dan tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, yaitu pohon zaitun, yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, sehingga pohon itu selalu mendapat sinar matahari sepanjang hari. Kejernihan minyaknya saja hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya, berlapis-lapis; pelita adalah cahaya, demikian pula kaca dan minyak yang begitu jernih, sehingga sempurnalah sinarnya. Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang dia kehendaki, yaitu siapa saja yang mengikuti petunjuk Al-Qur’an, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia agar mereka mudah memahami kandungannya dan mengambil pela-jaran darinya hingga akhirnya mau beriman. Dan Allah maha mengetahui segala sesuatu; tidak ada sedikit pun yang tersembunyi dari-Nya. 36. Cahaya itu Allah pancarkan di langit dan bumi, seperti disebutkan dalam ayat sebelumnya. Namun, tidak semua orang dapat meraih cahaya itu. Cahaya itu di rumah-rumah ibadah yang di sana telah diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya; di sana bertasbih-lah orang-orang yang menyucikan nama-Nya melalui berbagai ibadah, seperti azan, salat, dan tilawah Al-Qur’an, pada waktu pagi dan petang, .
An-Nur Ayat 35 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Nur Ayat 35, Makna An-Nur Ayat 35, Terjemahan Tafsir An-Nur Ayat 35, An-Nur Ayat 35 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Nur Ayat 35
Tafsir Surat An-Nur Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)