{26} Asy-Syu’ara / الشعراء | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | القصص / Al-Qashash {28} |
Tafsir Al-Qur’an Surat An-Naml النمل (Semut) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 27 Tafsir ayat Ke 20.
وَتَفَقَّدَ الطَّيْرَ فَقَالَ مَا لِيَ لَا أَرَى الْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ مِنَ الْغَائِبِينَ ﴿٢٠﴾
wa tafaqqadaṭ-ṭaira fa qāla mā liya lā aral-hudhuda am kāna minal-gā`ibīn
QS. An-Naml [27] : 20
Dan dia memeriksa burung-burung lalu berkata, “Mengapa aku tidak melihat Hud-hud, apakah ia termasuk yang tidak hadir?
Sulaiman memeriksa keadaan burung-burung yang tunduk kepadanya dan keadaan yang tidak hadir darinya. Di antara burung-burung terdapat Hudhud yang berbeda dan dikenal, Sulaiman tidak melihatnya, dia berkata: Mengapa aku tidak melihat Hudhud yang aku ketahui? Apakah ia bersembunyi dariku atau ia memang tidak hadir di sini, sehingga aku tidak melihatnya karena ia memang tidak hadir?
Pada suatu hari Nabi Sulaiman a.s. beristirahat di suatu padang pasir, lalu ia memeriksa barisan burung untuk mencari burung hud-hud, tetapi ia tidak melihatnya. lalu ia berkata, “Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir?” (An Naml:20)
Pada suatu hari Ibnu Abbas pernah menceritakan kisah ini di hadapan suatu kaum, yang di antara mereka terdapat seorang Khawarij yang dikenal dengan nama Nafi’ ibnul Azraq, dia dikenal sebagai orang yang banyak menentang Ibnu Abbas. Maka Nafi’ berkata kepada Ibnu Abbas, “Hai Ibnu Abbas, hentikanlah kisahmu itu, hari ini kamu kalah.” Ibnu Abbas bertanya, “Mengapa saya kalah?”
Nafi’ ibnul Azraq menjawab, “Sesungguhnya kamu telah mengatakan dalam kisahmu tentang burung hud-hud, bahwa ia dapat melihat sumber air yang ada di perut bumi. Dan sesungguhnya bisa saja seorang anak meletakkan biji di dalam perangkap, lalu menimbunnya dengan pasir. Kemudian burung hud-hud itu datang untuk mengambil biji makanannya itu, maka masuklah ia ke dalam perangkap yang dipasang oleh anak kecil itu, sehingga ia dapat ditangkap olehnya.”
Ibnu Abbas berkata, “Mengapa orang ini tidak saja mengatakan bahwa dia telah menyangkal Ibnu Abbas dan membuatnya tidak dapat menjawab?” Kemudian Ibnu Abbas mengatakan, “Celakalah kamu, sesungguhnya apabila takdir telah memastikannya (tertangkap), penglihatan menjadi tidak berfungsi dan rasa waspada pun hilang.” Maka Nafi’ berkata kepada Ibnu Abbas, “Demi Allah, aku tidak akan membantahmu mengenai sesuatu dari Al-Qur’an selamanya.”
Al-Hafiz ibnu Asakir di dalam biografi Abu Abdullah Al-Barazi dari kampung Barazah yang terletak di pinggiran kota Dimasyq —dia adalah seorang yang saleh dan selalu puasa Senin Kamis, dan matanya buta sebelah, umurnya mencapai delapan puluh tahun— menyebutkan kisah berikut. Ibnu Asakir meriwayatkan kisah ini berikut sanadnya sampai pada Abu Sulaiman ibnu Yazid. Bahwa Abu Sulaiman pernah bertanya kepada Abu Abdullah Al-Barazi tentang kebutaan sebelah matanya, tetapi Abu Abdullah tidak mau menyebutkan penyebab kebutaannya. Abu Sulaiman tidak putus asa, ia mendesaknya selama berbulan-bulan, dan akhirnya Abu Abdullah mau menceritakan hal tersebut kepadanya, seperti berikut:
Bahwa pernah ada dua orang lelaki dari kalangan penduduk Khurrasan singgah di rumahku selama seminggu di kampung Barazah. Lalu keduanya menanyakan kepadaku tentang tempat suatu lembah, maka kuantarkan keduanya ke lembah tersebut. Setelah sampai di lembah itu keduanya mengeluarkan pedupaan dan menyalakan dupa yang cukup banyak sehingga asap dupa itu memenuhi lembah tersebut.
Kemudian keduanya komat-kamit membaca jampi-jampi, maka berdatanganlah ular dari segala penjuru kepada keduanya, tetapi kedua orang itu tidak memperhatikan salah seekor pun darinya. Hingga datanglah seekor ular sebesar lengan dengan kedua mata yang bersinar berkilauan seperti mata uang dinar. Keduanya sangat gembira melihat ular tersebut dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang tidak mengecewakan perjalanan kami semenjak satu tahun yang silam.” Lalu keduanya memecahkan pedupaan itu dan menangkap ular tersebut, kemudian keduanya memasukkan jarum untuk mencetak mata ke dalam mata ular tersebut, sesudah itu keduanya mencelaki mata mereka dengan jarum celak itu. Aku meminta kepada keduanya agar mencelaki mataku dengan jarum tersebut, tetapi keduanya menolak. Aku terus mendesaknya, dan kukatakan kepadanya, “Kamu berdua harus mencelaki mataku,” dan aku mengancam akan melaporkan keduanya kepada penguasa. Akhirnya keduanya mau mencelaki mataku dengan jarum pencelak mereka.
Mereka berdua mencelaki mata kananku saja. Setelah jarum pencelak mata itu menyentuh mataku dan aku memandang ke tanah yang ada di bawahku, ternyata semua yang ada di bawah tanah terlihat olehku bagaikan melihat sesuatu di balik kaca. Kemudian keduanya berkata kepadaku, “Marilah kita berjalan sebentar,” lalu aku berjalan bersama keduanya, sedangkan keduanya asyik mengobrol. Hingga manakala kami telah berada jauh dari perkampungan, keduanya menangkapku dan mengikatku. Salah seorang di antara keduanya memasukkan tangannya ke mata kananku dan mencongkelnya, lalu membuang mataku, dan keduanya berlalu meninggalkan diriku. Aku masih tetap dalam keadaan terikat, hingga lewatlah seseorang di tempat aku berada dan ia melepaskan ikatanku. Demikianlah kisah yang di alami oleh mata kananku ini.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Amr Al-Gassani, telah menceritakan kepada kami Abbad ibnu Maisarah Al-Minqari, dari Al-Hasan yang telah mengatakan bahwa nama burung hud-hud Nabi Sulaiman adalah ‘Anbar.
Muhammad ibnu lshaq mengatakan bahwa apabila Nabi Sulaiman berangkat menuju ke tempat majelisnya dan telah sampai di tempat majelisnya, maka ia memeriksa semua burung. Menurut empunya kisah, setiap harinya Nabi Sulaiman selalu didatangi oleh semua jenis burung (yang memberikan penghormatan kepadanya). Pada suatu hari saat ia memeriksa semua burung, semuanya ada kecuali burung hud-hud. lalu ia berkata, “Mengapa aku tidak melihat hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir?” (An Naml:20) Yakni apakah penglihatanku yang keliru, ataukah memang burung hud-hud absen dan tidak hadir?
Kemudian Allah menyebutkan satu contoh lain dari dialognya kepada burung, seraya berfirman, وَتَفَقَّدَ الطَّيْرَ “Dan dia memeriksa burung-burung.’ Ini menunjukkan pada kebulatan tekad dan ketegasannya serta betapa baiknya dia dalam mengorganisasikan bala tentaranya dan pengendaliannya terhadap semua permasalahan yang kecil dan yang besar, sampai-sampai beliau tidak pernah menyepelekan masalah ini, yaitu masalah memeriksa burung dan melihat langsung apakah semuanya ada atau ada sesuatu yang hilang. Inilah makna ayat di atas.
Sungguh sama sekali tidak melakukan apa-apa orang yang mengatakan, “Sesungguhnya (tindakan) Sulaiman memeriksa burung adalah untuk melihat ada di mana posisi burung hud-hud dari Sulaiman, (yang bertugas) untuk menunjukkan kepadanya jauh atau dekatnya air. Mereka juga telah beranggapan bahwa burung hud-hud sedang melihat adanya air di bawah tanah yang sangat rimbun. Sesungguhnya pendapat ini sama sekali tidak ada dalilnya. Bahkan dalil aqli dan lafzhi (nash) menunjukkan ketidak benaran pendapat ini. Dalil aqli menunjukkan bahwa sebenarnya berdasarkan kebiasaan dan pengalaman serta kenyataan-kenyataan bahwa hewan-hewan tersebut, semuanya tidak mempunyai sedikit pun kemampuan melihat sebagaimana penglihatan yang di luar kebiasaan seperti ini, dan melihat adanya air di bawah tanah yang sangat rimbun. Kalau halnya memang seperti itu, tentu Allah pasti menyebutkannya, sebab ia merupakan mukjizat yang paling besar. Sedangkan dalil lafzhi (menunjukkan) kalau seandainya yang dimaksud adalah makna tersebut, tentu Allah mengatakan, “Sulaiman mencari hud-hud untuk melihat air untuknya. Maka tatkala Sulaiman mencarinya, maka dia mengatakan apa yang telah dikatakannya (di atas, dalam ayat), atau, “dia memeriksa hud-hud” atau “ia mencarinya” atau ungkapan lain yang serupa dengannya.
Dan yang benar adalah bahwa Sulaiman memeriksa seluruh burung untuk mengetahui mana yang hadir dan mana yang absen dan untuk mengetahui kekonsistenan masing-masing pada pos-pos dan tempat-tempat yang telah ditetapkannya. Dan juga, Sulaiman merasa tidak butuh dan tidak memerlukan air secara mendesak sehingga harus memerintahkan burung hud-hud. Sebab di sisinya ada setan-setan dan ifrit-ifrit yang sanggup menggali tanah untuk mencarikan air untuknya sedalam apa pun keberadaan air tersebut, dan Allah pun telah menundukkan angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya di waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya di waktu sore sama dengan perjalanan sebulan. Maka bagaimana mungkin, bersama semua itu (dikatakan bahwa) Sulaiman membutuhkan burung hud-hud?!
Tafsiran-tafsiran yang ada ini dan perkataan-perkataan yang masyhur ini tidaklah dikenal selainnya (jadi hanya ini semata), ia dinukil dari Bani Israil secara lepas, dan penukilnya lupa akan kontradiksinya dengan makna-makna yang shahih dan kesesuaiannya dengan berbagai pendapat. Kemudian tafsiran-tafsiran tersebut senantiasa dinukil dan dikutip oleh orang yang datang kemudian begitu saja (tanpa diricek) dari orang-orang terdahulu, hingga dia mengira bahwa tafsiran tersebutlah yang benar, sehingga termuat-lah secara bebas perkataan-perkataan yang sangat rancu di dalam kitab-kitab tafsir.
Orang yang pandai nan cermat mengetahui bahwa al-Qur`an mulia yang berbahasa Arab nan jelas ini, yang dengannya Allah berbicara kepada semua manusia, yang berilmu dan yang bodoh dan memerintahkan mereka untuk merenungkan maknanya dan memahaminya sesuai dengan lafazh-lafazh bahasa Arab yang sudah dimaklumi maknanya, yang tidak awam bagi orang-orang Arab asli, dan apabila dia menemukan pendapat-pendapat (tafsiran) yang dikutip dari selain Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ, maka dia mengembalikannya kepada prinsip ini, lalu jika pendapat itu sejalan dengan prinsip ini, maka dia menerimanya, karena lafazh itu menunjukkan kepada yang demikian. Dan jika pendapat-pendapat itu menyalahinya baik secara lafazh dan makna atau secara lafazh saja, atau secara makna saja maka dia menolaknya dan memastikan kebatilannya, karena ia mempunyai prinsip (landasan) yang sudah maklum yang bertentangan dengan pendapat-pendapat tersebut, yaitu makna dan petunjuk kalimat yang sudah baku (diketahui).
Buktinya adalah bahwa pemeriksaan Sulaiaman ‘alaihissalam terhadap burung-burung dan perasaan kehilangan burung hud-hud membuktikan kesempurnaan pengaturan dan pengendaliannya pada kerajaan sendirian, dan menunjukkan kesempurnaan kecerdasannya, sampai-sampai dia mencari burung sekecil itu. فَقَالَ مَا لِيَ لا أَرَى الْهُدْهُدَ أَمْ كَانَ مِنَ الْغَائِبِينَ “Lalu berkata, ‘Mengapa aku tidak melihat burung hud-hud, apakah dia termasuk yang tidak hadir’.” Maksudnya, apakah ketidakdapatanku melihat burung hud-hud ini karena kurangnya pengetahuanku kepadanya karena ia tersembunyi di antara kumpulan yang sangat besar ini? Atau ia ada di atas pintunya karena absen (tidak hadir) tanpa seizin ataupun perintah dariku?!
Jika pada ayat yang lalu nabi sulaiman memahami bahasa semut, pada ayat ini nabi sulaiman memahami bahasa burung, antara lain burung hudhud. Nabi sulaiman menggunakan burung hudhud untuk berbagai keperluan seperti membawakan surat, mencari air dan memantau keadaan bangsa lain. Dan pada satu kesempatan, dia, sulaiman, memeriksa burung-burung yang ada di sekitarnya, lalu berkata kepada prajurit yang ada, ‘mengapa aku tidak melihat burung hudhud’ kemanakah dia’ apakah ia termasuk yang tidak hadir’21. Melihat ketidak hadiran burung hudhud di antara prajuritnya, nabi sulaiman selaku pemimpin tertinggi atas bala tentaranya, mulai marah dan mengancamnya seraya berkata, “jika dia datang pasti akan kuhukum ia dengan hukuman yang berat sesuai dengan kesalahannya, atau pasti akan kusembelih ia, kecuali jika ia datang kepadaku dengan alasan yang jelas yang bisa aku terima. “.
An-Naml Ayat 20 Arab-Latin, Terjemah Arti An-Naml Ayat 20, Makna An-Naml Ayat 20, Terjemahan Tafsir An-Naml Ayat 20, An-Naml Ayat 20 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan An-Naml Ayat 20
Tafsir Surat An-Naml Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88 | 89 | 90 | 91 | 92 | 93
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)