{27} An-Naml / النمل | الْقُرْآنُ الْكَرِيْمُ | العنكبوت / Al-‘Ankabut {29} |
Tafsir Al-Qur’an Surat Al-Qashash القصص (Cerita) lengkap dengan tulisan arab latin, arti dan terjemah Bahasa Indonesia. Surah ke 28 Tafsir ayat Ke 28.
قَالَ ذَٰلِكَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ ۖ أَيَّمَا الْأَجَلَيْنِ قَضَيْتُ فَلَا عُدْوَانَ عَلَيَّ ۖ وَاللَّهُ عَلَىٰ مَا نَقُولُ وَكِيلٌ ﴿٢٨﴾
qāla żālika bainī wa bainak, ayyamal-ajalaini qaḍaitu fa lā ‘udwāna ‘alayy, wallāhu ‘alā mā naqụlu wakīl
QS. Al-Qashash [28] : 28
Dia (Musa) berkata, “Itu (perjanjian) antara aku dan engkau. Yang mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu yang aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan (tambahan) atas diriku (lagi). Dan Allah menjadi saksi atas apa yang kita ucapkan.”
Musa menjawab: Apa yang engkau katakan itu hanya berlaku antara diriku dengan dirimu saja. Masa mana dari keduanya yang telah aku tunaikan dalam bekerja, maka aku telah menunaikan kewajibanku, sehingga engkau tidak berhak menuntut tambahan atasnya. Dan Allah selalu menjaga dan mengawasi apa yang kita katakan, Dia mengetahui apa yang kita ikrarkan.
Firman Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى, yang menceritakan ucapan Musa a.s.:
Dia (Musa) berkata, “Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan.” (Al Qashash:28)
Sesungguhnya Musa berkata kepada mertuanya, “Urusan ini sesuai dengan apa yang telah engkau katakan bahwa engkau mempekerjakanku selama delapan tahun, jika aku menyelesaikan kontrakku selama sepuluh tahun maka tambahan (lebihan 2 tahun) itu dariku secara sukarela. Dan manakala aku menyelesaikan yang mana saja di antara kedua masa yang terpendek, berarti aku telah memenuhi janjiku dan bebas dari keterikatan.”
Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku. (Al Qashash:28)
Yakni tiada beban lagi atas diriku, sekalipun masa yang sempurna adalah yang lebih utama karena berdasarkan dalil lain yang disebutkan oleh Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dalam firman-Nya:
Barang siapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barang siapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya. (Al-Baqarah, 203)
Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda kepada Hamzah ibnu Amr Al-Aslami yang banyak puasanya, yang saat itu ia menanyakan kepada Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tentang berpuasa dalam perjalanan. Maka beliau menjawab:
Jika kamu suka puasa, boleh puasa, dan jika kamu suka berbuka, boleh berbuka.
Padahal telah dimaklumi bahwa mengerjakan puasa lebih dikuatkan berdasarkan dalil dari hadis lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa yang dimaksud oleh Nabi Musa a.s. dengan jawabannya itu tiada lain berniat akan menyempurnakan masa yang paling sempurna di antara kedua masa tersebut.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahim, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Sulaiman, telah menceritakan kepada kami Marwan ibnu Syuja’, dari Salim Al-Aftas, dari Sa’id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa ia pernah ditanya oleh seorang Yahudi Hirah, “Manakah di antara kedua masa itu yang diselesaikan oleh Musa?” Aku menjawab, “Tidak tahu”, hingga aku mendatangi orang Arab yang paling alim, dialah Ibnu Abbas r.a. Lalu aku bertanya kepadanya mengenai masalah ini, maka ia menjawab, “Sesungguhnya Musa menunaikan masa yang paling sempurna di antara kedua masa itu, karena sesungguhnya utusan Allah itu apabila berkata pasti menunaikannya.”
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Hakim ibnu Jubair dan lain-lainnya dari Sa’id ibnu Jubair. Di dalam hadis Futun disebutkan melalui riwayat Al-Qasim ibnu Abu Ayyub, dari Sa’id ibnu Jubair, bahwa orang yang menanyai pertanyaan tersebut adalah seorang lelaki beragama Nasrani. Akan tetapi, riwayat yang pertama lebih mendekati kebenaran.
Telah diriwayatkan melalui hadis Ibnu Abbas secara marfu’ oleh Ibnu Jarir.
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Muhammad At-Tusi, telah menceritakan kepada kami Al-Humaidi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepadaku Ibrahim ibnu Yahya ibnu Abu Ya’qub, dari Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda: Aku pernah bertanya kepada Jibril, “Manakah di antara kedua masa itu yang diselesaikan oleh Musa?” Jibril menjawab, “Yang paling lengkap dan yang paling sempurna.”
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan pula hadis ini dari ayahnya, dari Al-Humaidi, dari Sufyan ibnu Uyaynah, bahwa telah menceritakan kepadaku Ibrahim ibnu Yahya ibnu Abu Ya’qub yang seusia denganku atau lebih muda dariku. Kemudian Ibnu Abu Hatim mengetengahkan hadis ini. Tetapi di dalam sanadnya terdapat nama yang terbalik, dan Ibrahim orangnya tidak dikenal.
Al-Bazzar meriwayatkannya dari Ahmad ibnu Aban Al-Qurasyi, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Ibrahim ibnu Ayun, dari Al-Hakam ibnu Aban, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dari Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ’ lalu disebutkan hal yang semisal, kemudian ia mengatakan, “Kami tidak mengenal hadis ini di-marfu ‘-kan oleh Ibnu Abbas, melainkan hanya melalui jalur ini.”
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa dibacakan kepada Yunus ibnu Abdul Ala, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Haris, dari Yahya ibnu Maimun Al-Hadrami, dari Yusuf ibnu Tairih, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah ditanya, “Manakah di antara kedua masa yang ditunaikan oleh Musa?” Beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab, “Saya tidak mengetahui.” Lalu Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menanyakannya kepada Jibril, dan Jibril menjawab, “Saya tidak mengetahui.” Maka Jibril menanyakannya kepada malaikat yang ada di atasnya, dan ternyata ia pun menjawab, “Saya tidak mengetahui.” Kemudian malaikat itu menanyakannya kepada Tuhan Yang Mahabesar lagi Mahaagung. Maka Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menjawab, “Musa menunaikan masa yang paling baik dan paling lama,” atau paling bersih dari kedua masa itu.
Hadis ini berpredikat mursal, dan diriwayatkan pula secara mursal melalui jalur lain.
Sunaid mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij yang mengatakan, Mujahid pernah mengatakan bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bertanya kepada Jibril, “Manakah di antara kedua masa itu yang ditunaikan oleh Musa?” Jibril menjawab, “Aku akan menanyakannya kepada Israfil.” Dan Israfil menjawab, “Aku akan menanyakannya kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى” Maka Israfil menanyakannya kepada Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى dan Allah سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى menjawab, “Masa yang paling baik dan paling sempurna di antara keduanya.”
Jalur lain secara mursal pula disebutkan oleh Ibnu Jarir:
bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki’, telah menceritakan kepada kami Abu Ma’syar, dari Muhammad ibnu Ka’b Al-Qurazi yang menceritakan bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah ditanya, “Manakah di antara kedua masa itu yang ditunaikan oleh Musa?” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: Masa yang paling sempurna dan paling lengkap di antara kedua masa itu.
Jalur-jalur periwayatan ini satu sama lainnya saling memperkuat, kemudian telah diriwayatkan pula hadis ini secara marfu’ melalui Abu Zar r.a.
Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidillah Yahya ibnu Muhammad ibnus Sakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami Uwaiz ibnu Abu Imran Al-Juni, dari ayahnya, dari Abdullah ibnus Samit, dari Abu Zar r.a., bahwa Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah ditanya tentang masa yang ditunaikan oleh Musa a.s. di antara kedua masa itu. Maka beliau صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: Masa yang paling sempurna dan paling baik di antara kedua masa itu —selanjutnya Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda— dan jika kamu ditanya, “Manakah di antara kedua wanita itu yang dinikahi oleh Musa?” Maka jawablah, “Yang paling muda di antara keduanya.”
Selanjutnya Al-Bazzar mengatakan, “Kami tidak mengetahui sanad yang meriwayatkan hadis ini melalui Abu Zar kecuali sanad ini.” Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Uwaiz ibnu Abu Imran, tetapi dia orangnya daif.
Telah diriwayatkan pula hadis yang semisal melalui Atabah ibnul Munzir dengan tambahan yang garib (aneh) sekali.
Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Umar ibnul Khattab As-Sijistani, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi’ah, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Yazid, dari Ali ibnu Rabbah Al-Lakhami yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Atabah ibnul Munzir mengatakan, “Sesungguhnya Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah ditanya mengenai masa yang ditunaikan oleh Nabi Musa dari kedua masa itu,” maka beliau menjawab: “Masa yang paling baik dan paling sempurna dari keduanya.” Kemudian Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melanjutkan, “Sesungguhnya Musa a.s. ketika hendak berpisah dengan Syu’aib a.s. menyuruh istrinya untuk meminta kepada ayahnya sejumlah ternak untuk bekal penghidupannya. Maka Syu’aib memberinya anak-anak ternaknya yang dilahirkan pada tahun itu yang bulunya berbeda dengan induknya. Maka tiada seekor kambing pun yang berlalu melainkan Musa memukulnya dengan tongkatnya, ternyata semua ternak kambing itu beranak dua atau tiga ekor tiap kambingnya yang semua warnanya berbeda dengan induknya. Tiap-tiap kambing yang beranak teteknya tidak deras air susunya, tidak panjang teteknya, tidak besar dan hanya sedang saja.” Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Apabila kalian menaklukkan negeri Syam, maka sesungguhnya kalian masih menjumpai sisa-sisa dari ternak kambing itu yang dikenal dengan nama kambing samiri.
Demikianlah menurut apa yang telah diketengahkan oleh Al-Bazzar.
Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya dengan teks yang lebih panjang daripada hadis ini. Untuk itu ia mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Abu Zar’ah, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdullah ibnu Bukair, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Lahi’ah dan telah menceritakan kepada kami Abu Zar’ah, telah menceritakan kepada kami Safwan, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Lahi’ah, dari Al-Haris ibnu Yazid Al-Hadrami, dari Ali ibnu Rabbah Al-Lakhami yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Atabah ibnul Munzir As-Sulami (sahabat Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ) menceritakan hadis berikut, bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah bersabda, “Sesungguhnya Musa menjual jasanya dengan imbalan dikawinkan dan dipenuhi kebutuhan pangannya.” Ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ melanjutkan kisahnya, bahwa setelah Musa menunaikan masa perjanjiannya, ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah di antara kedua masa yang ditunaikannya?” Maka Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ menjawab: Masa yang paling baik dan yang paling sempurna dari keduanya. Ketika Musa hendak berpisah dengan Syu’aib, ia menyuruh istrinya untuk meminta ternak kambing dari ayahnya buat bekal penghidupannya. Maka Syu’aib memberinya anak-anak kambing yang dilahirkan di tahun itu dalam warna yang berbeda dengan induknya. Ternak kambing Nabi Syu’aib semuanya berbulu hitam lagi bagus, maka Musa a.s. mengambil tongkatnya, lalu membacakan basmalah pada ujungnya, kemudian tongkat itu ia celupkan ke dalam mata air tempat meminumkan ternak kambingnya. Setelah itu ia giring ternak kambing Nabi Syu’aib ke sumber air itu untuk diberi minum dari air sumber tersebut yang telah dibacai olehnya. Sedangkan Musa berdiri di tepi telaga itu, dan tiada seekor kambing pun yang usai dari minum melainkan ia pukul lambungnya dengan tongkatnya. Maka ternak kambing itu mengandung dan membesar teteknya, lalu melahirkan yang semuanya berwarna berbeda dengan induknya kecuali hanya satu dua ekor saja. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ bersabda: Apabila kalian menaklukkan negeri Syam, maka kalian akan menjumpai sisa-sisa ternak kambing tersebut yang dikenal dengan kambing samiri.
Telah menceritakan pula kepada kami Abu Zar’ah, bahwa telah menceritakan kepada kami Safwan yang mengatakan, ia pernah mendengar Al-Walid bercerita, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Lahi’ah tentang makna fasyusy. Maka ia menjawab, “Kambing betina yang teteknya besar dan memancarkan air susunya dengan deras.'” Ketika ditanya tentang dabub, ia menjawab, “Kambing betina yang panjang teteknya hingga seakan-akan menyeretnya.” Ia bertanya kepada Ibnu Lahi’ah tentang makna ‘azuz, Ibnu Lahi’ah menjawab bahwa ‘azuz adalah kambing betina yang kecil pancaran air susunya. Ia bertanya tentang makna tsaul, maka Ibnu Lahi’ah menjawab, “Ia adalah kambing betina yang teteknya sangat kecil hingga yang kelihatan hanyalah putingnya saja.” Ia bertanya kepada Ibnu Lahi’ah mengenai makna kamisyah, maka Ibnu Lahi’ah menjawab, “Ia adalah kambing betina yang teteknya kecil, tidak sampai sebesar kepalan tangan.”
Sumber riwayat ini berasal dari Abdullah ibnu Lahi’ah Al-Masri yang hafalannya buruk, dan kami khawatir bila ke-marfu’-an riwayat ini keliru, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan perkataan Anas ibnu Malik secara mauquf yang sebagian darinya mirip dengan riwayat di atas dengan sanad yang jayyid. Untuk itu ia mengatakan: telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Mu’az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Qatadah, telah menceritakan kepada kami Anas ibnu Malik r.a. yang mengatakan bahwa setelah Nabi Musa a.s. menyelesaikan masa yang telah disepakati bersama temannya, maka temannya mengatakan kepadanya, “Setiap kambing yang melahirkan anak yang berbeda warna bulunya, maka itu adalah untukmu.” Maka Musa sengaja mengangkat tambang-tambang (tali timba) yang ada di atas sumur itu. Ketika melihat tambang-tambangnya telah dilepas, semua ternak kambing itu terkejut, lalu mengelilingi sumur itu mondar-mandir sehingga semua yang hamil melahirkan anaknya dengan warna yang berbeda dengan induknya, terkecuali hanya seekor kambing betina, sehingga Musa membawa pergi anak-anak ternak kambing yang lahir di tahun itu.
(28) Maka قَالَ “berkata” Musa ‘alaihissalam menjawab permintaan orang itu, ذَلِكَ بَيْنِي وَبَيْنَكَ “Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu,” maksudnya, persyaratan yang engkau sebutkan tadi, maka aku rela (menerimanya), dan sudah sempurna akad antara aku dengan-mu, أَيَّمَا الأجَلَيْنِ قَضَيْتُ فَلا عُدْوَانَ عَلَيَّ “Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku,” sama saja bagiku, apakah yang aku tunaikan itu yang delapan tahun atau aku dengan suka rela melebihinya, وَاللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ “dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan,” menjadi penjaga yang selalu mengawasi kita dan mengetahui apa yang kita sepakati.
Lelaki, si ayah kedua gadis ini adalah penguasa negeri Madyan, dia bukan Syu’aib, sang nabi yang terkenal itu, sebagaimana dikenal di kalangan banyak orang. Sesungguhnya pendapat yang demikian itu sama sekali tidak mempunyai dalil. Yang ada adalah bahwa negeri Syu’aib j adalah Madyan, dan peristiwa (yang sedang dibicarakan) ini terjadi di Madyan. Lalu di mana keterkaitan antara kedua perkara ini? Dan juga, tidak diketahui adanya informasi bahwa Musa mengalami masa hidupnya Syu’aib, apa lagi dengan pribadinya? Kalau sekiranya lelaki itu adalah Syu’aib, tentu Allah جَلَّ جَلالُهُ menyebutnya dan tentu kedua gadis tersebut menyebut namanya.
Dan pula, sesungguhnya kaumnya Syu’aib telah dimusnah-kan oleh Allah جَلَّ جَلالُهُ karena mereka telah mendustakannya, tidak ada yang tersisa kecuali orang-orang yang beriman kepadanya. Dan Allah sudah pasti melindungi kaum Mukminin dari sikap rela mereka terhadap perbuatan menghalang-halangi dua putri nabi mereka untuk meminumkan ternaknya, sehingga harus datang seorang lelaki asing lalu berbaik hati kepada mereka berdua dan membantu meminumkan hewan ternaknya. Dan tentu Syu’aib tidak rela kalau Musa bekerja sebagai penggembala untuknya dan menjadi pembantunya, padahal Musa lebih utama dan lebih tinggi derajatnya daripadanya, kecuali kalau dikatakan bahwa hal ini ter-jadi sebelum kenabian Musa, maka tidak terjadi kontradiksi. Yang jelas, ia tidak bisa dijadikan sandaran klaim bahwa lelaki itu adalah Nabi Syu’aib tanpa dasar hadits shahih dari Nabi a. Wallahu a’lam.
Setelah mempertimbangkan segala sesuatunya, musa menerima usulan tersebut, dan dia berkata, “itu adalah perjanjian yang adil antara aku dan engkau. Adapun alternatif waktu yang engkau berikan, aku belum bisa memastikannya sekarang, tetapi pada prinsipnya yang mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu yang aku sempurnakan, maka setelah itu tidak ada tuntutan tambahan atas diriku lagi. Dan Allah menjadi saksi atas apa yang kita ucapkan. “29. Setelah nabi musa menyetujui untuk menikahi salah seorang perempuan yang ditemuinya di tempat sumber air dengan syarat-syarat yang diajukan ayah perempuan itu, hiduplah ia bersama keluarganya di madyan. Maka ketika musa telah menyelesaikan pekerjaan sesuai waktu yang ditentukan itu, yaitu sepuluh tahun lamanya, dan ketika dia berangkat kembali menuju tempat kelahirannya di negeri mesir bersama de-ngan keluarganya untuk menemui ibunya dan saudara perempuannya, di tengah perjalanan dia melihat dengan sangat jelas api di lereng gunung dari arah bukit sinai. Ketika itu dia berkata kepada keluarganya, ‘tunggulah di sini, jangan beranjak dari tempat ini, sesungguhnya aku melihat cahaya api di tengah kegelapan. Aku akan mendatangi api itu, mudah-Mudahan aku dapat membawa suatu berita kepadamu dari tempat api itu mengenai arah jalan yang akan kita tempuh, atau membawa sepercik api, agar kamu dapat menghangatkan badan. ‘.
Al-Qashash Ayat 28 Arab-Latin, Terjemah Arti Al-Qashash Ayat 28, Makna Al-Qashash Ayat 28, Terjemahan Tafsir Al-Qashash Ayat 28, Al-Qashash Ayat 28 Bahasa Indonesia, Isi Kandungan Al-Qashash Ayat 28
Tafsir Surat Al-Qashash Ayat: 1 | 2 | 3 | 4 | 5 | 6 | 7 | 8 | 9 | 10 | 11 | 12 | 13 | 14 | 15 | 16 | 17 | 18 | 19 | 20 | 21 | 22 | 23 | 24 | 25 | 26 | 27 | 28 | 29 | 30 | 31 | 32 | 33 | 34 | 35 | 36 | 37 | 38 | 39 | 40 | 41 | 42 | 43 | 44 | 45 | 46 | 47 | 48 | 49 | 50 | 51 | 52 | 53 | 54 | 55 | 56 | 57 | 58 | 59 | 60 | 61 | 62 | 63 | 64 | 65 | 66 | 67 | 68 | 69 | 70 | 71 | 72 | 73 | 74 | 75 | 76 | 77 | 78 | 79 | 80 | 81 | 82 | 83 | 84 | 85 | 86 | 87 | 88
Raih pahala amal jariyah dengan cara membagikan (share) konten ini kepada yang lainnya. Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
"Barangsiapa yang menunjuki kepada kebaikan maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Muslim no. 1893)